Saturday, April 7, 2012

PROSES RADANG AKUT DAN KRONIK


PROSES RADANG AKUT DAN KRONIK

RADANG
Radang adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas. Dalam reaksi ini ikut berperan pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel-sel tubuh di tempat jejas. Proses radang memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yang rusak pada tempat itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, reaksi radang seringkali menimbulkan gejala-gejala klinik seperti rasa nyeri. Reaksi radang dapat dibagi menjadi dua yaitu radang akut dan radang kronik.

A. RADANG AKUT
Radang akut merupakan jawaban segera atau respon langsung dan dini terhadap agen jejas. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Pengenalan segera terhadap masuknya agen jejas akan mempunyai dua dampak penting yaitu : berhimpunnya antibodi  di sekitar agen jejas, emigrasi leukosit  dari pembuluh darah ke jaringan yang terkena agen jejas. Dengan demikian radang akut mempunyai komponen-komponen sbb :

1.   Perubahan penampang pembuluh darah dengan akibat meningkatnya aliran darah
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang didahului oleh vasokontriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka mengakibatkan aliran darah dalam kapiler meningkat, demikian juga anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif akan terbuka. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian vaskulator mikro pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung.

2.      Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah
Peningkatan permiabilitas vaskular disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan, disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama radang akut. Gerakan normal cairan berlangsung keluar masuk dalam vaskulator mikro yang diatur oleh keseimbangan antara tekanan hidrostatik intra vaskuler dan dampak lawan tekanan osmotik koloid oleh protein plasma. Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultra filtrasi, sehingga konsentrasi protein plasma meningkat dan tekanan osmotik koloid bertambah besar. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.  Pada umumnya dinding kapiler dapat dilalui air, garam dan larutan  sampai berat jenis 10.000 Dalton. Gerakan protein plasma dengan berat jenis diatas 10.000 Dalton akan dihambat oleh karena ukuran molekul protein bertambah besar. Cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi diatas 1.020 disebut eksudat, yang mengandung protein 2 sampai 4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler, bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskuler sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat serta peristiwa emigrasi leukosit.

3.      Agregasi leukosit di lokasi jejas
Penimbunan sel-sel darah putih terutama Neutrofil dan Monosit terhadap lokasi jejas merupakan aspek terpenting dalam reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu melahap bahan yang bersifat asin termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat didalamnya membantu pertahanan tubuh. Rangkaian agregasi sel darah putih dalam perilakunya dalam lokasi radang meliputi :

a.       Marginasi dan susunan berlapis
Dalam fokus radang awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan berbentuk agregat-agregat yang lebih besar dari leukosit. Menurut hukum fisika, massa sel darah merah ini akan terdapat dibagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi) sehingga mengadakan hubungan dengan permukaan endotel. Mula-mula sel darah putih ini bergerak pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian akan melekat dan melapisi lapisan endotel.

  1. Emigrasi
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi sel darah putih adalah pertemuan antara sel endotel. Neutrofil adalah sel pertama yang tampak pada ruang perivaskuler, biasanya disusul oleh monosit. Neutrofil tidak melebihi umur lebih dari 24 – 48 jam diluar pembuluh darah dan monosit akan menggantikannya.

  1. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh kimia yang dapat berdifusi dan oleh karena itu disebut kemotaksis. Yang paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis itu adalah neutrofil dan monosit. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen misalnya produk-produk bakteri.

  1. Fagositosis
Fagositosis diawali dengan perlekatan partikel pada permukaan fagosit, pelahapan dan pemusnahan serta penghancuran jasad renik atau partikel yang dimakan.

Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai macam mediator kimia. Meskipun jenis pengaruh jejas dapat bermacam-macam dan jaringan yang menyertai radang berbeda, mediator yang dilepaskan sama, sehingga respon terhadap radang tampak stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan oleh kuman, jejas karena panas, dingin atau tenaga radiasi, jejas listrik atau bahan kimia, dan trauma mekanik akan memberi reaksi radang segera yang sama.


B. RADANG KRONIK
Radang kronik disebabkan oleh rangsang yang menetap, seringkali dalam beberapa minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi mononuklear dan proliferasi fibroblas. Sel-sel darah putih yang tertimbun, sebagian besar terdiri dari sel makrofag dan limfosit dan kadang-kadang ditemukan juga sel plasma. Maka eksudat leukosit pada radang kronik disebut monomorfonuklear untuk membedakan dari eksudat polimorfonuklear pada radang akut.
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat terjadi, disebabkan agent penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Sebagai contoh infeksi bakteri paru dapat memulai sebagai fokus radang akut (pneumonia) tetapi  kegagalannya melakukan resolusi dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan pembentukan rongga dengan proses radang yang tetap ganas dan dapat mengakibatkan abses paru kronik.
Adakalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer, sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Dikenal 3 kelompok besar :
1.      Infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu seperti basil tuberkel, treponema pallidum dan jamur-jamur tertentu. Organisme-organisme ini memiliki toksisitas rendah dan menimbulkan reaksi imun yang disebut hipersensitifitas tertunda. Respon radang sering memiliki pola khas disebut reaksi granulomatik.
2.      Kontak lama dengan bahan yang tidak mudah hancur. Bahan ini termasuk partikel-partikel silica, yang dapat menimbulkan respon radang kronik yang disebut silikosis dalam paru, bila dihirup dalam waktu lama. Silika dapat bekerja dalam bentuk kimiawi dan mekanik. Sebaliknya benda-benda asing yang besar seperti pecahan kaca, benang jahitan dapat mengakibatkan radang kronik karena iritasi fisika dan mekanik. Respon pada kasus di atas disebut reaksi benda asing dan sering disertai dengan pembentukan sel datia karena fungsi makrofag.
3.      Pada keadaan-keadaan tertentu, terjadi reaksi imun terhadap jaringan individu sendiri dan menyebaban penyakit auto-imun. Pada penyakit ini auto antigen menimbulkan reaksi imun yang berlangsun dengan sendirinya secara  terus menerus dan mengakibatkan beberapa penyakit radang kronik seperti arthritis rhematoid.

Beberapa jenis radang sukar dibedakan sebagai kronik atau akut, karena tidak adanya batasan yang tegas yang membedakan secara klinik maupun morfologi. Dikatakan bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 – 6 minggu disebut radang kronik, tetapi karena banyak ketergantungan respon efektif  dari host dan sifat alami jejas maka batasan waktu tidak ada artinya.
Radang kronik ditandai oleh adanya sel-sel mononuklear yaitu makrofag limfosit dan sel plasma.  Secara tradisional makrofag dianggap sebagai pembersih, tetapi sekarang diketahui juga mempunyai beberapa fungsi lain yang penting didalam radang dan kekebalan. Makrofag jaringan hanya salah satu komponen saja dari fagosit sistem mononuklear (MPS), yang dulu dikenal sebagai Retikulo endotelial sistem (RES). Yang terakhir ini didapati tersebar dimana-mana didalam jaringan ikat atau berkelompok dalam alat tubuh seperti hati (sel kupffer), limpa dan kelenjar getah bening (histiosit sinus), serta paru (makrofag alveolar). Semua berasal dari prekursor yang sama didalam sistem tulang yang menghasilkan monosit darah, dari darah monosit berpindah ke dalam berbagai jaringan dan berubah menjadi makrofag.
Selain fagositosis makrofag mempunyai beberapa segi lain yang penting untuk peranannya sebagai sel radang. Fagosit mononuklear berkemampuan untuk dibuat aktif, suatu proses yang mengakibatkan bentuk sel lebih aktif dan lebih penting lagi, kemampuan yang lebih besar dari fagositosis yang membunuh mikroba dengan memakannya. Setelah diaktifkan makrofag mengeluarkan banyak produk aktif  biologi yang sebagian besar perannya dikaitkan dengan radang dan pemulihan.
Lebih dari 50 produk bioaktif yang berasal dari makrofag telah dikenal. Produk tersebut digolongkan dalam kategori utama sebagai berikut :
a.       Enzim : Protease netral maupun asam. Beberapa protease netral seperti elastase dan kolagenase dulu pernah disebut sebagai mediator jaringan terjejas pada radang. Yang lain seperti aktivator plasminogen, merangsang pembentukan plasmin dan sangat memperkuat pembentukan bahan-bahan pro-inflamasi.
b.      Protein plasma : termasuk dalam golongan ini adalah protein komplemen (C1 – C5, properdin) dan protein koagulasi seperti faktor jaringan dan faktor V, VII, IX dan X
c.       Metabolit aktif oksigen.
d.      Mediator lipid termasuk asam amino dan aseter PAF
e.       Faktor-faktor yang mengatur proliferasi dan fusi lain sel, yaitu interferon, faktor pertumbuhan fibroblas, sel endotel dan sel mieloid primitif dan 1-interleukin suatu molekul dengan dampak yang luas sekali, serta terjadinya demam (fibrogen endogen), aktivasi limfosit T dan B, stimulasi pembentukan kolagenase oleh fibroblas dan sekresi reaktan fase akut hati.

Kembali pada adanya makrofag dalam lokasi radang kronik jelas bahwa mereka berasal dari monosit darah yang beremigrasi dari pembuluh darah dibawah pengaruh faktor-faktor kemotaksis. Pembebasan faktor-faktor yang berasal dari limfosit ialah mekanisme penting sehingga makrofag selanjutnya tetap tertimbun dalam lokasi radang kronik.

Daftar Pustaka

Kumar-Robbins, Basic Pathology Part 1, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1987

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty, Pathophysiology-Clinical Concepts of  Desesase Processes, Fourth edition, Mosby Year Book Inc.,Michigan,  1992

No comments:

Post a Comment