BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Timbulnya
masalah masalah kesehatan dan bencana yang sangat sering terjadi akhir - akhir
ini dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk
mengenal tanda bahaya atau faktor risiko secara dini dan menanggulangi masalah
yang telah berlangsung. Mengendornya pendampingan dari Pemerintah dalam hal ini
tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas juga sangat mempengaruhi
kemunduran fungsi UKBM ( Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat ).
Menyimak kenyataan
tersebut, kiranya diperlukan upaya terobosan
yang benar benar memiliki daya ungkit bagi meningkatnya derajat
kesehatan bagi seluruh penduduk
Indonesia. Sehubungan dengan itu,
Depertemen Kesehatan menyadari bahwa pada akhirnya pencapaian Visi
Indonesia Sehat akan sangat bertumpu pada pencapaian Desa Sehat sebagai
basisnya.
Berkaitan dengan
strategi tersebut, salah satu sasaran terpenting yang ingin dicapai
adalah ” Pada Akhir Tahun 2008, Seluruh
Desa Telah Menjadi Desa Siaga ” . Desa
Siaga merupakan gambaran masyarakat yang
sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap
kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) , kejadian bencana,
kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong. Pengembangan
Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat desa,
menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah - masalah kesehatan, memandirikan
masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk itu, dengan adanya makalah kami ini diharap dapat
membantu pembelajaran bagaimana Konsep Desa Siaga dalam Mata Kuliah keperawatan
komunitas. Sehingga Mahasiswa dapat mencapai pemahaman yang lebih baik.
B.
Tujuan
Ø Tujuan umum
Sebagai bahan diskusi
kelompok dan syarat pemenuhan nilai dalam Mata Kuliah Keperawatan komunitas.
Ø Tujuan Khusus
-
Memahami konsep desa siaga
-
Memahami visi dan misi desa siaga
-
Mengetahui landasan hukum desa siaga
-
Mengetahui dan memahami sasaran dan
titik awal pengembangan desa siaga.
-
Mengetahui kriteria desa siaga.
C.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana
Konsep desa siaga
- Bagaimana
visi dan misi desa siaga
- Apa
landasan hukum desa siaga
- Apa
saja yang menjadi sasaran dan titik awal pengembangan desa siaga
- Bagaimana
kriteria desa siaga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah / ancaman kesehatan
(
termasuk bencana dan kegawat-daruratan kesehatan ) secara mandiri dalam rangka
mewujudkan desa sehat. Desa Siaga merupakan basis bagi Indonesia Sehat.
Desa yang dimaksud
disini dapat berarti kelurahan atau
istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan
dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pencanangan program
nasional Desa Siaga yang ditargetkan bisa mencakup 70.000 desa di seluruh
Indonesia pada akhir tahun 2008 diharapkan tidak terjebak pada kegiatan
seremoni saja. Konsep Desa Siaga yang dimaksudkan untuk memberdayakan
masyarakat agar mau dan mampu hidup sehat itu harus berkesinambungan dan
menjadi bagian dari warga desa tersebut.
Agar sebuah
desa menjadi Desa Siaga maka desa
tersebut harus memiliki forum desa / lembaga kemasyarakatan yang aktif dan
adanya sarana / akses pelayanan
kesehatan dasar. Dalam pengembangannya
Desa Siaga akan meningkat dengan membagi menjadi 4 Kriteria Desa Siaga
:
·
Tahap Bina
Pada tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif,
namun telah ada forum / lembaga masyarakat desa yang telah berfungsi dalam
bentuk apa saja, misalnya kelompok rembug desa, kelompok yasinan atau
persekutuan doa, dsb. Demikian juga
Posyandu dan Polindesnya mungkin masih pada tahap pratama. Pembinaan intensif dari petugas kesehatan dan
petugas sektor lainnya sangat diperlukan, misalnya dalam bentuk pendampingan
saat ada pertemuan forum desa untuk meningkatkan kinerja forum dengan
pendekatan PKMD.
·
Tahap Tumbuh
Pada tahap ini
forum masyarakat desa telah aktif lamdari anggota forum untuk
mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat selain posyandu , Demikian juga
Polindes dan Posyandu sedikitnya sudah pada tahap madya.
Pendampingan dari tim Kecamatan atau petugas dari
sektor/LSM masih sangat diperlukan untuk pengembangan kualitas Posyandu atau pengembangan UKBM
lainnya. Hal penting lain yang
diperhatikan adalah pembinaan dari Puskesmas PONED sehingga semua hamil bersalin nifas serta bayi baru lahir yang
risiko tinggi dan mengalami komplikasi
dapat ditangani dengan baik. Disamping itu sistem surveilans berbasis
masyarakat juga sudah sudah dapat berjalan, artinya masyarakat mampu mengamati
penyakit ( menular dan tidak menular ) serta faktor risiko di lingkungannya
secara terus menerus dan melaporkan serta memberikan informasi pada petugas
kesehatan / yang terkait.
·
Tahap
Kembang
Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat telah berperan
secara aktif dan mampu mengembangkan UKBM-UKBM sesuai kebutuhan masyarakat
dengan biaya berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini masyarakat menghadapi
bencana dan kejadian luar biasa telah dilaksanakan dengan baik, demikian juga
dengan sistem pembiyaan kesehatan berbasis masyarakat.
Jika selama ini pembiayaan kesehatan oleh masyarakat
sempat terhenti karena kurangnya pemahaman terhadap sistem jaminan ,masyrakat
didorong lagi untuk mengembangkan sistem serupa dimulai dari sistem yang
sederhana dan jelas dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya tabulin. Pembinaan masih diperlukan meskipun tidak
terlalu intensif.
·
Tahap Paripurna
Pada tahap ini semua indikator dalam kriteria Desa Siaga
sudah terpenuhi. Masyarakat sudah hidup
dalam lingkungan sehat serta berperilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dan siaga tidak
hanya terhadap masalah kesehatan yang mengancam , namun juga terhadap
kemungkinan musibah / bencana non kesehatan. . Pendampingan dari Tim Kecamatan
sudah tidak diperlukan lagi.
Desa siaga tidak hanya sekedar konsep yang
bertengger di atas awan. Dengan mengacu visi Departemen Kesehatan agar rakyat
indonesia dapat mewujudkan kesehatan secara mandiri, perlu dilakukan tindakan -
tindakan nyata. Sebagai contoh, pembentukan Pos Kesehatan Desa ( Poskesdes )
yang bertujuan agar setiap desa mampu mengidentifikasi dan mencegah bencana,
wabah, kurang gizi dan persoalan - persoalan lain. Poskesdes diharapkan pula
untuk merevitalisasi upaya - upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti
posyandu, pos obat desa, ambulans desa, bank daerah desa, kelompok pemakai air
dan koperasi jamban.
1.
POLINDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang memiliki tenaga
kesehatan yang tetap dan tinggal di desa. Untuk pembinaan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat dapat langsung dirasakan dan sangat
besar manfaatnya. Bidan Desa yang tinggal bersama dengan masyarakat setempat
setiap saat siap dan siaga dalam
pendampingan dan pemantauan kesehatan masyarakat setempat.
Bagi kelurahan dan atau desa yang telah memiliki sarana
kesehatan milik Pemerintah maupun swasta seperti Rumah Sakit, Klinik ,
Puskesmas dan Pustu, pembentukan Desa Siaga tidak harus dikaitkan dengan Polindes. Demikian juga bagi kelurahan di
perkotaan / desa dengan jumlah penduduk yang kecil , tidak harus membangun
fasilitas pelayanan kesehatan; yang penting adalah aksesibitas pelayanan
kesehatan yang mudah. Pada kelurahan / desa sejenis ini yang perlu adalah
menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat.
Pada daerah tersebut dilakukan pelatihan pemberdayaan dan safe
community dan meningkatkan forum kesehatan desa.
2.
POSYANDU
Revitalisasi
Posyandu, dengan berbagai rangkaian kegiatan.
Revitalisasi yang dilaksanakan secara menyeluruh dengan sasaran
memantapkan kelembagaan posyandu, kemampuan kader dan sarana Posyandu
diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja Posyandu.
3.
POSKESTREN
Dengan pembinaan dan persiapan yang dilakukan, Poskestren yang ada dapat menjadi pijakan
awal dalam menuju desa siaga. Pondok pesantren merupakan komunitas yang homogen
dan membentuk masyarakat serta lingkungan sendiri tetapi mempunyai peran dan
pengaruh bagi masyarakat sekitarnya. Ditambah lagi program pelatihan dan
dukungan fisik dan peralatan Pos Kesehatan Pondok Pesantren yang mendukung
Santri Siaga, merupakan potensi yang besar dalam mendukung terbentuknya Desa
Siaga.
4.
POSKESDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang baru
disosialisasikan oleh Departemen Kesehatan. Poskesdes diharapkan sebagai pusat
pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat
desa ( misalnya Pos Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga,
dan lain-lain ).
Bentuk fisik Poskesdes disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di masing masing desa / kelurahan. Bangunan bisa merupakan perluasan
bangunan Polindes yang telah ada dan selama ini dimanfaatkan oleh bidan di desa
sebagai tempat pelayanan serta rumah tinggal. Bisa pula berupa bangunan baru
yang terpisah dari Polindes atau bangunan / sarana yang telah ada dan
dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan UKBM.
Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berfungsi menjadi
tempat i koordinasi dari UKBM - UKBM tersebut.
B.
Visi
dan Misi Desa Siaga
VISI :
·
Mewujudkan
Desa menjadi Desa Siaga Sehat.
·
Menuju
Desa Sehat 2010.
MISI
:
·
Menggerakkan
pembangunan kesehatan.
·
Memelihara
dan meningkatkan pengetahuan,SDM.
·
Memberdayakan masyarakat agar mampu berperilaku
hidup sehat.
·
Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan berkualitas.
·
Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan
informasi kesehatan.
·
Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
C.
Landasan
Hukum Desa Siaga
Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574
/ Menkes / SK / IV / 2000 telah ditetapkan Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu
Indonesia Sehat 2010. Visi tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa
Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat
serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sehingga memiliki derajat
kesehatan yang setinggi - tingginya.
Beberapa
landasan hukum pelaksanaan desa siaga :
-
UU No.23 Th.1992 tentang kesehatan
-
UU No.32 Th.2004 tentang Pemerintah Daerah
-
UU No.25 Th.2005 tentang Perencanaan Pembangunan
-
PP No.25 Th.2004 tentang Otonomi Daerah
-
Keputusan Menkes No.128 / Menkes / SK / II /2004
Th.2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
-
Keputusan Menkes No.131 / Menkes / SK / II/ 2004
tentang SKN.
D.
Tujuan
Desa Siaga
Tujuan Umum :
Terwujudnya masyarakat desa yang
sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
Tujuan khusus:
1.
Meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan
2.
Meningkatnya
kemampuan masyarakat desa untuk menolong dirinya dibidang kesehatan
3.
Meningkatnya
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, kegawatdaruratan
dsb)
4.
Meningkatnya
dukungan dan peran aktif para stakeholders dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat desa
5.
Meningkatnya
masyarakat desa yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
6.
Meningkatnya keluarga sadar gizi
7.
Meningkatnya kesehatan lingkungan desa
8.
Meningkatnya kemampuan dan kemauan
masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.
Dalam rangka memaksimalkan fungsi desa siaga, sejak
tahun 2006 - 2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas terkait sumber daya
desa siaga. Terkait kesiapan petugas telah dilatih bidan desa siaga sebagai
tenaga pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, sedangkan terkait kesiapan
masyarakat telah dilatih 2 kader dan 1 tokoh masyarakat ( toma ) di seluruh
desa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya untuk pelaksanaan Survai
Mawas Diri ( SMD ) dan musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ). Telah dikembangkan
UKBM dan di bangun poskedes di desa dalam rangka pelayanan kesehatan dasar.
Jadi pengembangan desa siaga sampai tahun 2009 masih mengarah kepada upaya
memenuhi kesiapan desa siaga secara fisik dan upaya penyiapan tenaga kesehatan
dan kader.
E.
Grand
Strategis
Konsep penyusunan rencana umum ( grand strategy ) pengembangan desa diuraikan di bawah ini. Gangguan gizi masyarakat dan kemiskinan desa mengawali
analisis pengembangan terhadap
setiap desa. Masalah gizi pada RTM
di setiap
desa adalah kekurangan gizi pada ibu hamil dan balita.
Kekurangan gizi pada kedua kelompok masyarakat ini dipengaruhi oleh pola
konsumsi yang rendah asupan mikronutrien. Pola konsumsi keluarga RTM
seperti itu erat kaitnya dengan keterbatasan persediaan pangan RTM karena produktivitas
hasil pertanian yang rendah. Demikian pula dengan daya beli keluarga.
Keterbatasan produktifitas pertanian RTM di setiap desa muncul karena keterbatasan kepemilikan lahan, belum dimanfaatkannya teknologi pertanian, dan
diperburuk lagi oleh masalah air. Rendahnya
tingkat pendidikan RTM membatasi kemampuan keluarga mengakses informasi tentang
penggunaan teknologi pertanian, peluang pasar, dan kalah kemampuan bersaing
mencari lapangan kerja. Kewajiban adat setempat juga dirasakan oleh RTM sebagai
beban ekonomi. Beban perekonomian keluarga juga diperburuk oleh kegemaran
masyarakat berjudi sabungan ayam. ( “metaje” )
Dari konsep tersebut di
atas dan hasil survei, dirumuskan isu -
isu strategis yang menjadi dasar strategi umum ( grand strategy ) pengembangan di setiap desa . RTM dijadikan sasaran utama
pengembangan program dampingan disinergikan dengan program pengentasan
kemiskinan. Sesuai dengan semangat otonomi daerah, pengentasan kemiskinan yang
dikembangkan di setiap desa akan dikoordinasikan dengan Dinas
-
Dinas terkait menjadi model pengentasan kemiskinan di pedesaan.
Validasi eksternal pengentasan kemiskinan di suatu desa akan diterapkan di
desa-desa lainnya yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang mirip dengan desa
tersebut.
Berbagai isu strategis terkait dengan masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang biasa di pedesaan
terdiri atas:
1.
Keterbatasan lahan yang dimiliki RTM. Di sisi lain, masih
banyak lahan di suatu
desa yang belum diolah secara
optimal menjadi lahan produktif.
2.
Rendahnya produktivitas lahan pertanian. Pengolahan pertanian oleh RTM di suatu desa belum menggunakan
teknologi tepat sehingga produktivitas sistem pertanian mereka masih rendah.
3.
Terbatasnya persediaan pangan di tingkat rumah
tangga. Hasil pertanian RTM hampir semuanya dikonsumsi keluarga
dan dijadikan bibit untuk musim tanam berikutnya. Jumlahnya yang dijual masih
sangat terbatas
4.
Rendahnya pendapatan dan daya beli keluarga. Kondisi ini erat
kaitannya dengan keterbatasan produktivitas lahan pertanian, dan ketidak
mampuan mereka merebut pasar kerja di luar desa atau menciptakan lapangan kerja
baru di desa mereka.
5.
Lemahnya permodalan dan pemasaran produk
pertanian, peternakan, dan kerajinan tangan. Kondisi ini erat
kaitannya dengan sistem ijon dan belum efektifnya penerapan skema bantuan modal
kerja pemerintah bagi RTM
di pedesaan.
6.
Pola konsumsi keluarga kurang gizi. Faktor ini dipengaruhi langsung oleh rendahnya persediaan pangan, daya
beli keluarga, dan tingkat pendidikan RTM. Kelompok RTM yang paling cepat
terkena dampak gangguan gizi adalah ibu hamil dan balita. Kondisi ini erat kaitannya
dengan tingginya proporsi Balita
kurang gizi. Ini menjadi bukti belum efektifnya intervensi
akar masalah gangguan gizi di masyarakat karena hanya dilaksanakan oleh jajaran
kesehatan saja. Keterlibatan sektor lainnya seperti pertanian, peternakan,
perindustrian, PU, pemberdayaan perempuan, koperasi dsb kurang fokus programnya
untuk mengatasi masalah kekuarangan gizi terutama yang menjadi ancaman RTM.
7.
Masalah air. Air tadah hujan adalah sumber air utama di pedesaan. Kondisi ini dirasakan
sangat menghambat upaya peningkatan produktifitas sistem pertanian terpadu. Kebutuhan air
bersih untuk keluarga juga menjadi dambaan utama masyarakat pedesaan. Tidak terpenuhinya air
sebagai salah satu kebutuhan pokok rumah tangga di desa ini memengaruhi status kesehatan lingkungan di
desa ini. Kelangkaan air mendorong masyarakat melakukan buang air besar (
BAB
) di sembarang tempat. Lalat
berkembang di musim hujan.
8.
Rendahnya tingkat pendidikan keluarga. Kondisi ini sangat erat
kaitannya dengan keterbatasan pendapatan dan sikap skeptis kepala keluarga RTM
terhadap pendidikan anak-anak mereka. Isu ini pasti berpengaruh pada
angka partisipasi kasar anak usia 7 - 15 tahun di bidang pendidikan.
9.
Terbatasnya mobilitas penduduk. Isu ini erat kaitannya
dengan masih kuatnya ikatan adat desa. Selain akibat masalah
kemiskinan, kondisi ini ditengarai juga melemahkan motivasi keluarga mengirim
anak-anak mereka mencari pendidikan di luar desa.
10.
Kegemaran berjudi. Berjudi terutama sabungan
ayam adalah salah satu bentuk “ hiburan
” yang digemari masyarakat desa. Secara umum, prilaku
judi ini merupakan salah satu faktor yang menggrogoti kesejahteraan RTM di desa
ini.
Strategi yang dirumuskan melalui program Pengabdian
Masyarakat dan Penelitian memiliki dua dimensi.
Dimensi pertama,
pengembangan usaha tani
skala kecil secara terpadu berbasis pupuk organik. Teknologi tepat guna
diperkenalkan mulai dari pemakaian pupuk organik, pemilihan bibit, pengolahan
tanah, cara tanam, sampai ke pemasaran produk pertanian, dan peternakan. Output kegiatan ini adalah digunakannya secara bertahap pupuk
organik pada lahan pertanian penduduk setempat, terutama di lahan milik RTM.
Dengan menjadikan desa berbasis pertanian organik, secara bertahap
diharapkan ketahanan pangan dan pendapatan RTM akan
meningkat, termasuk teratasinya masalah air dan peningkatan akses masyarakat ke
pelayanan kesehatan bermutu.
Dimensi kedua,
pengembangan lahan desa
sebagai laboratorium (
sekolah
) lapangan. Outputnya
adalah peternakan,
misalnya sapi melalui inseminasi buatan, dan budi daya pertanian lahan
kering melalui demplot pembuatan bibit. Petani setempat akan belajar
mengembangkan usaha tani terpadu melalui demplot (
Sekolah lapangan
).
Dokumen akademik hasil
penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang peternakan, pertanian, dan
pengentasan kemiskinan akan dipublikasikan di berbagai forum ilmiah. Dengan
mengembangkan inseminasi buatan sapi unggul dan budidaya tanaman lahan kering
di lahan yang dikelola,maka Desa tersebut
akan menjadi pusat
pengembangan bibit sapi unggul dan budi daya tanaman lahan kering di Indonesia.
Strategi yang diterapkan terkait dengan kedua dimensi tersebut
mencakup:
1.
Intensifikasi sistem pertanian lahan kering menggunakan
pupuk organik
2.
Diversifikasi budi daya tanaman dan ternak.
3.
Memperluas jangkauan pendidikan melalui sekolah lapangan
dan gerakan orang tua asuh.
4.
Membangun semangat kewirausahaan RTM di bidang pertanian, peternakan dan
kerajinan tangan dari bambu mulai dari bantuan permodalan dan bibit sampai
ke pemasarannya.
5.
Merevitalisasi Posyandu sebagai UKBM ( upaya kesehatan berbasis masyarakat ). Program ini diawali dengan pelatihan kader ( posyandu dan dasa wisma ) masing - masing dusun. Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kompetensi dan komitment kader mengembangkan Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS KIA ).
6.
Mengefektifkan pemanfaatan lahan desa sebagai laboratorium (
Sekolah Lapangan
) melalui kegiatan
penelitian di bidang peternakan, pertanian terpadu lahan kering, dan kerajinan bambu.
7.
Mencari alternatif sumber air melalui studi
kelayakan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa yang sudah lama
mendambakan air, baik untuk kebutuhan
domestik keluarga maupun untuk pengembangan sistem pertanian mereka.
F.
Sasaran
Desa Siaga
Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran
dibedakan menjadi tiga kelompok, yang dalam pendekatannya harus dilakukan
secara simultan, ketiga kelompok tersebut adalah :
Sasaran
Primer :
·
Semua
individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat,
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
Sasaran
Sekunder :
·
Pihak
- pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga di desa
atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut
yaitu tokoh - tokoh pemerintahan, masyarakat, agama, perempuan, pemuda, PKK,
dan lain – lain.
Sasaran
Tersier :
·
Pihak
- pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang -
undangan, tenaga, sarana, dana, dan lain - lain yaitu Camat, Kepala Desa,
pejabat pemerintahan lainnya, dunia usaha, donatur, dan stakeholders lain.
G.
Kriteria
Desa Siaga
1.
Mempunyai pos kesehatan desa.
2.
Mempunyai upaya kesehatan berbasis
masyarakat.
3.
Surveilans berbasis masyarakat.
Adalah
pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap :
-
Gejala
atau penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk
serta faktor risikonya.
-
Kejadian
lain di masyarakat dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat
untuk ditindaklanjuti.
Contoh penyakit :
Penyakit
menular
- TBC -
Frambusia
-
HIV
/AIDS - Kusta
Penyakit Menular Potensial KLB antara lain :
- Diare -
Typhus
- Diphteri -
Hepatitis
- Polio / AFP -
Malaria
- Campak -
DBD
- Flu Burung -
dll.
Faktor risiko
antara lain :
·
Adanya
penolakan masyarakat terhadap imunisasi
·
Adanya
Kematian unggas
·
Adanya
tempat-tempat perindukan nyamuk
·
Adanya
migrasi penduduk ( in / out )
·
Perilaku
yang tidak sehat.
Kondisi lain
·
faktor
risiko tinggi ibu hamil,bersalin , menyusui dan bayi baru lahir
Kejadian lain di masyarakat :
- Keracunan makanan
- Bencana
- Kerusuhan
Bentuk pengamatan masyarakat ( anggota keluarga ,
tetangga, kader ) disesuaikan dengan tatacara setempat , misalnya pengamatan terhadap tanda penyakit
:
-
batuk
yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu
-
bercak
putih di kulit yang mati rasa
-
ibu
hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi ( 4 terlalu, kedaruratan pada
kehamilan sebelumnya,dll )
-
bayi
baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dll
-
balita
yang tidak naik berat badannya.