Friday, April 6, 2012

KOMUNITAS:DESA SIAGA


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Timbulnya masalah masalah kesehatan dan bencana yang sangat sering terjadi akhir - akhir ini dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor risiko secara dini dan menanggulangi masalah yang telah berlangsung. Mengendornya pendampingan dari Pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM ( Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat ).
Menyimak  kenyataan tersebut, kiranya diperlukan upaya terobosan  yang benar benar memiliki daya ungkit bagi meningkatnya derajat kesehatan  bagi seluruh penduduk Indonesia.  Sehubungan  dengan itu,  Depertemen Kesehatan menyadari bahwa pada akhirnya pencapaian Visi Indonesia Sehat akan sangat bertumpu pada pencapaian Desa Sehat sebagai basisnya.
Berkaitan dengan  strategi tersebut, salah satu sasaran terpenting yang ingin dicapai adalah ” Pada  Akhir Tahun 2008, Seluruh Desa Telah Menjadi  Desa Siaga ” . Desa Siaga  merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) , kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi  setempat, secara gotong royong. Pengembangan Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar  kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah - masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk itu, dengan adanya makalah kami ini diharap dapat membantu pembelajaran bagaimana Konsep Desa Siaga dalam Mata Kuliah keperawatan komunitas. Sehingga Mahasiswa dapat mencapai pemahaman yang lebih baik.


B.                 Tujuan

Ø   Tujuan umum
Sebagai bahan diskusi kelompok dan syarat pemenuhan nilai dalam Mata Kuliah Keperawatan komunitas.
Ø   Tujuan Khusus
-          Memahami konsep desa siaga
-          Memahami visi dan misi desa siaga
-          Mengetahui landasan hukum desa siaga
-          Mengetahui dan memahami sasaran dan titik awal pengembangan desa siaga.
-          Mengetahui kriteria desa siaga.

C.                Rumusan Masalah

-       Bagaimana Konsep desa siaga
-       Bagaimana visi dan misi desa siaga
-       Apa landasan hukum desa siaga
-       Apa saja yang menjadi sasaran dan titik awal pengembangan desa siaga
-       Bagaimana kriteria desa siaga.











BAB II
PEMBAHASAN

A.                Konsep Desa Siaga

Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah / ancaman kesehatan
( termasuk bencana dan kegawat-daruratan kesehatan ) secara mandiri dalam rangka mewujudkan desa sehat. Desa Siaga merupakan basis bagi Indonesia Sehat.
Desa yang dimaksud disini dapat berarti kelurahan  atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pencanangan program nasional Desa Siaga yang ditargetkan bisa mencakup 70.000 desa di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2008 diharapkan tidak terjebak pada kegiatan seremoni saja. Konsep Desa Siaga yang dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu hidup sehat itu harus berkesinambungan dan menjadi bagian dari warga desa tersebut.
Agar sebuah desa   menjadi Desa Siaga maka desa tersebut harus memiliki forum desa / lembaga kemasyarakatan yang aktif dan adanya sarana / akses  pelayanan kesehatan dasar.  Dalam pengembangannya Desa Siaga  akan meningkat  dengan membagi menjadi 4 Kriteria Desa Siaga :
·           Tahap Bina
Pada tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif, namun telah ada forum / lembaga masyarakat desa yang telah berfungsi dalam bentuk apa saja, misalnya kelompok rembug desa, kelompok yasinan atau persekutuan doa, dsb.  Demikian juga Posyandu dan Polindesnya mungkin masih pada tahap pratama.  Pembinaan intensif dari petugas kesehatan dan petugas sektor lainnya sangat diperlukan, misalnya dalam bentuk pendampingan saat ada pertemuan forum desa untuk meningkatkan kinerja forum dengan pendekatan PKMD.

·           Tahap Tumbuh
Pada tahap ini  forum masyarakat desa telah aktif lamdari anggota forum untuk mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat selain posyandu , Demikian juga Polindes dan Posyandu sedikitnya sudah pada tahap madya.
Pendampingan dari tim Kecamatan atau petugas dari sektor/LSM masih sangat diperlukan untuk pengembangan  kualitas Posyandu atau pengembangan UKBM lainnya. Hal  penting lain yang diperhatikan adalah pembinaan dari Puskesmas PONED sehingga semua hamil  bersalin nifas serta bayi baru lahir yang risiko tinggi  dan mengalami komplikasi dapat ditangani dengan baik. Disamping itu sistem surveilans berbasis masyarakat juga sudah sudah dapat berjalan, artinya masyarakat mampu mengamati penyakit ( menular dan tidak menular ) serta faktor risiko di lingkungannya secara terus menerus dan melaporkan serta memberikan informasi pada petugas kesehatan / yang terkait.

·           Tahap Kembang

Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat telah berperan secara aktif dan mampu mengembangkan UKBM-UKBM sesuai kebutuhan masyarakat dengan biaya berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini masyarakat menghadapi bencana dan kejadian luar biasa telah dilaksanakan dengan baik, demikian juga dengan sistem pembiyaan kesehatan berbasis masyarakat.
Jika selama ini pembiayaan kesehatan oleh masyarakat sempat terhenti karena kurangnya pemahaman terhadap sistem jaminan ,masyrakat didorong lagi untuk mengembangkan sistem serupa dimulai dari sistem yang sederhana dan jelas dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya tabulin.  Pembinaan masih diperlukan meskipun tidak terlalu intensif.

·           Tahap Paripurna
Pada tahap ini semua indikator dalam kriteria Desa Siaga sudah terpenuhi.  Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan sehat serta berperilaku hidup bersih dan sehat.  Masyarakatnya sudah mandiri dan siaga tidak hanya terhadap masalah kesehatan yang mengancam , namun juga terhadap kemungkinan musibah / bencana non kesehatan. . Pendampingan dari Tim Kecamatan sudah tidak diperlukan lagi.
Desa siaga tidak hanya sekedar konsep yang bertengger di atas awan. Dengan mengacu visi Departemen Kesehatan agar rakyat indonesia dapat mewujudkan kesehatan secara mandiri, perlu dilakukan tindakan - tindakan nyata. Sebagai contoh, pembentukan Pos Kesehatan Desa ( Poskesdes ) yang bertujuan agar setiap desa mampu mengidentifikasi dan mencegah bencana, wabah, kurang gizi dan persoalan - persoalan lain. Poskesdes diharapkan pula untuk merevitalisasi upaya - upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti posyandu, pos obat desa, ambulans desa, bank daerah desa, kelompok pemakai air dan koperasi jamban.

1.                   POLINDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang memiliki tenaga kesehatan yang tetap dan tinggal di desa. Untuk pembinaan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat dapat langsung dirasakan dan sangat besar manfaatnya. Bidan Desa yang tinggal bersama dengan masyarakat setempat setiap saat siap dan siaga dalam  pendampingan dan pemantauan kesehatan masyarakat setempat.
Bagi kelurahan dan atau desa yang telah memiliki sarana kesehatan milik Pemerintah maupun swasta seperti Rumah Sakit, Klinik , Puskesmas dan Pustu, pembentukan Desa Siaga tidak harus dikaitkan dengan  Polindes. Demikian juga bagi kelurahan di perkotaan / desa dengan jumlah penduduk yang kecil , tidak harus membangun fasilitas pelayanan kesehatan; yang penting adalah aksesibitas pelayanan kesehatan yang mudah. Pada kelurahan / desa sejenis ini yang perlu adalah menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat.
                        Pada daerah tersebut dilakukan pelatihan pemberdayaan dan safe community dan meningkatkan forum kesehatan desa.
2.                  POSYANDU
Revitalisasi Posyandu, dengan berbagai rangkaian kegiatan.  Revitalisasi yang dilaksanakan secara menyeluruh dengan sasaran memantapkan kelembagaan posyandu, kemampuan kader dan sarana Posyandu diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja Posyandu.

3.                   POSKESTREN
Dengan pembinaan dan persiapan yang dilakukan,  Poskestren yang ada dapat menjadi pijakan awal dalam menuju desa siaga. Pondok pesantren merupakan komunitas yang homogen dan membentuk masyarakat serta lingkungan sendiri tetapi mempunyai peran dan pengaruh bagi masyarakat sekitarnya. Ditambah lagi program pelatihan dan dukungan fisik dan peralatan Pos Kesehatan Pondok Pesantren yang mendukung Santri Siaga, merupakan potensi yang besar dalam mendukung terbentuknya Desa Siaga.

4.                  POSKESDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang baru disosialisasikan oleh Departemen Kesehatan. Poskesdes diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat desa ( misalnya Pos Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga, dan lain-lain ).
Bentuk fisik Poskesdes disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing masing desa / kelurahan. Bangunan bisa merupakan perluasan bangunan Polindes yang telah ada dan selama ini dimanfaatkan oleh bidan di desa sebagai tempat pelayanan serta rumah tinggal. Bisa pula berupa bangunan baru yang terpisah dari Polindes atau bangunan / sarana yang telah ada dan dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan UKBM.
Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berfungsi menjadi tempat i koordinasi dari UKBM - UKBM tersebut.

B.                 Visi dan Misi Desa Siaga

VISI :
·                      Mewujudkan Desa menjadi Desa Siaga Sehat.
·                      Menuju Desa Sehat 2010.
MISI :
·                     Menggerakkan pembangunan kesehatan.
·                     Memelihara dan meningkatkan pengetahuan,SDM.
·                     Memberdayakan masyarakat agar mampu berperilaku hidup sehat.
·                     Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas.
·                     Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan.
·                     Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

C.                Landasan Hukum Desa Siaga

Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574 / Menkes / SK / IV / 2000 telah ditetapkan Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2010. Visi tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil  dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi - tingginya.
Beberapa landasan hukum pelaksanaan desa siaga :
-               UU No.23 Th.1992 tentang kesehatan
-               UU No.32 Th.2004 tentang Pemerintah Daerah
-               UU No.25 Th.2005 tentang Perencanaan Pembangunan
-               PP No.25 Th.2004 tentang Otonomi Daerah
-              Keputusan Menkes No.128 / Menkes / SK / II /2004 Th.2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
-              Keputusan Menkes No.131 / Menkes / SK / II/ 2004 tentang SKN.


D.                Tujuan Desa Siaga
Tujuan Umum :
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Tujuan khusus:
1.                  Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan
2.                  Meningkatnya kemampuan masyarakat desa untuk menolong dirinya dibidang kesehatan
3.                  Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, kegawatdaruratan dsb)
4.                  Meningkatnya dukungan dan peran aktif para stakeholders dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa
5.                  Meningkatnya masyarakat desa yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
6.                  Meningkatnya keluarga sadar gizi
7.                  Meningkatnya kesehatan lingkungan desa
8.                  Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.

Dalam rangka memaksimalkan fungsi desa siaga, sejak tahun 2006 - 2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas terkait sumber daya desa siaga. Terkait kesiapan petugas telah dilatih bidan desa siaga sebagai tenaga pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, sedangkan terkait kesiapan masyarakat telah dilatih 2 kader dan 1 tokoh masyarakat ( toma ) di seluruh desa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya untuk pelaksanaan Survai Mawas Diri ( SMD ) dan musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ). Telah dikembangkan UKBM dan di bangun poskedes di desa dalam rangka pelayanan kesehatan dasar. Jadi pengembangan desa siaga sampai tahun 2009 masih mengarah kepada upaya memenuhi kesiapan desa siaga secara fisik dan upaya penyiapan tenaga kesehatan dan kader.


E.                 Grand Strategis

Konsep penyusunan rencana umum ( grand strategy ) pengembangan desa  diuraikan di bawah ini. Gangguan gizi masyarakat dan kemiskinan desa  mengawali analisis pengembangan terhadap setiap desa. Masalah gizi pada RTM di setiap desa adalah kekurangan gizi pada ibu hamil dan balita. Kekurangan gizi pada kedua kelompok masyarakat ini dipengaruhi oleh pola konsumsi yang rendah asupan mikronutrien. Pola konsumsi keluarga RTM seperti itu erat kaitnya dengan keterbatasan persediaan pangan RTM karena produktivitas hasil pertanian yang rendah. Demikian pula dengan daya beli keluarga. Keterbatasan produktifitas pertanian RTM di setiap desa muncul karena keterbatasan kepemilikan lahan, belum dimanfaatkannya teknologi pertanian, dan diperburuk lagi oleh masalah air. Rendahnya tingkat pendidikan RTM membatasi kemampuan keluarga mengakses informasi tentang penggunaan teknologi pertanian, peluang pasar, dan kalah kemampuan bersaing mencari lapangan kerja. Kewajiban adat setempat juga dirasakan oleh RTM sebagai beban ekonomi. Beban perekonomian keluarga juga diperburuk oleh kegemaran masyarakat berjudi sabungan ayam. ( “metaje)
Dari konsep tersebut di atas dan hasil survei, dirumuskan isu - isu strategis  yang menjadi dasar strategi umum ( grand strategy ) pengembangan di setiap desa . RTM dijadikan sasaran utama pengembangan program dampingan disinergikan dengan program pengentasan kemiskinan. Sesuai dengan semangat otonomi daerah, pengentasan kemiskinan yang dikembangkan di setiap desa akan dikoordinasikan dengan Dinas - Dinas terkait menjadi model pengentasan kemiskinan di pedesaan. Validasi eksternal pengentasan kemiskinan di suatu desa akan diterapkan di desa-desa lainnya yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang mirip dengan desa tersebut.
Berbagai isu strategis terkait dengan masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang biasa  di pedesaan  terdiri atas:
1.                  Keterbatasan lahan yang dimiliki RTM. Di sisi lain, masih banyak lahan di suatu desa yang belum diolah secara optimal menjadi lahan produktif.
2.                  Rendahnya produktivitas lahan pertanian. Pengolahan pertanian oleh RTM di suatu desa belum menggunakan teknologi tepat sehingga produktivitas sistem pertanian mereka masih rendah.
3.                  Terbatasnya persediaan pangan di tingkat rumah tangga. Hasil pertanian RTM hampir semuanya dikonsumsi keluarga dan dijadikan bibit untuk musim tanam berikutnya. Jumlahnya yang dijual masih sangat terbatas
4.                  Rendahnya pendapatan dan daya beli keluarga. Kondisi ini erat kaitannya dengan keterbatasan produktivitas lahan pertanian, dan ketidak mampuan mereka merebut pasar kerja di luar desa atau menciptakan lapangan kerja baru di desa mereka.
5.                  Lemahnya permodalan dan pemasaran produk pertanian, peternakan, dan kerajinan tangan. Kondisi ini erat kaitannya dengan sistem ijon dan belum efektifnya penerapan skema bantuan modal kerja pemerintah bagi RTM di pedesaan.
6.                  Pola konsumsi keluarga kurang gizi. Faktor ini dipengaruhi langsung oleh rendahnya persediaan pangan, daya beli keluarga, dan tingkat pendidikan RTM. Kelompok RTM yang paling cepat terkena dampak gangguan gizi adalah ibu hamil dan balita. Kondisi ini erat kaitannya dengan tingginya proporsi Balita kurang gizi. Ini menjadi bukti belum efektifnya intervensi akar masalah gangguan gizi di masyarakat karena hanya dilaksanakan oleh jajaran kesehatan saja. Keterlibatan sektor lainnya seperti pertanian, peternakan, perindustrian, PU, pemberdayaan perempuan, koperasi dsb kurang fokus programnya untuk mengatasi masalah kekuarangan gizi terutama yang menjadi ancaman RTM.
7.                  Masalah air. Air tadah hujan adalah sumber air utama di pedesaan. Kondisi ini dirasakan sangat menghambat upaya peningkatan produktifitas sistem pertanian terpadu. Kebutuhan air bersih untuk keluarga juga menjadi dambaan utama masyarakat pedesaan. Tidak terpenuhinya air sebagai salah satu kebutuhan pokok rumah tangga di desa ini memengaruhi status kesehatan lingkungan di desa ini. Kelangkaan air mendorong masyarakat melakukan buang air besar ( BAB ) di sembarang tempat. Lalat berkembang di musim hujan.
8.                  Rendahnya tingkat pendidikan keluarga. Kondisi ini sangat erat kaitannya dengan keterbatasan pendapatan dan sikap skeptis kepala keluarga RTM terhadap pendidikan anak-anak mereka. Isu ini pasti berpengaruh pada angka partisipasi kasar anak usia 7 - 15 tahun di bidang pendidikan.
9.                  Terbatasnya mobilitas penduduk. Isu ini erat kaitannya dengan masih kuatnya ikatan adat desa. Selain akibat masalah kemiskinan, kondisi ini ditengarai juga melemahkan motivasi keluarga mengirim anak-anak mereka mencari pendidikan di luar desa.
10.              Kegemaran berjudi. Berjudi terutama sabungan ayam adalah salah satu bentuk “ hiburan ” yang digemari masyarakat desa. Secara umum, prilaku judi ini merupakan salah satu faktor yang menggrogoti kesejahteraan RTM di desa ini.
Strategi yang dirumuskan melalui program Pengabdian Masyarakat dan Penelitian memiliki dua dimensi.
Dimensi pertama,
pengembangan usaha tani skala kecil secara terpadu berbasis pupuk organik. Teknologi tepat guna diperkenalkan mulai dari pemakaian pupuk organik, pemilihan bibit, pengolahan tanah, cara tanam, sampai ke pemasaran produk pertanian, dan peternakan. Output kegiatan ini adalah digunakannya secara bertahap pupuk organik pada lahan pertanian penduduk setempat, terutama di lahan milik RTM. Dengan menjadikan desa berbasis pertanian organik, secara bertahap diharapkan ketahanan pangan dan pendapatan RTM akan meningkat, termasuk teratasinya masalah air dan peningkatan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan bermutu.

Dimensi kedua,
pengembangan lahan desa sebagai laboratorium ( sekolah ) lapangan. Outputnya adalah peternakan, misalnya sapi melalui inseminasi buatan, dan budi daya pertanian lahan kering melalui demplot pembuatan bibit. Petani setempat akan belajar mengembangkan usaha tani terpadu melalui demplot ( Sekolah lapangan ).
Dokumen akademik hasil penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang peternakan, pertanian, dan pengentasan kemiskinan akan dipublikasikan di berbagai forum ilmiah. Dengan mengembangkan inseminasi buatan sapi unggul dan budidaya tanaman lahan kering di lahan yang dikelola,maka Desa tersebut akan menjadi pusat pengembangan bibit sapi unggul dan budi daya tanaman lahan kering di Indonesia.
Strategi yang diterapkan terkait dengan kedua dimensi tersebut mencakup:
1.                       Intensifikasi sistem pertanian lahan kering menggunakan pupuk organik
2.                       Diversifikasi budi daya tanaman dan ternak.
3.                       Memperluas jangkauan pendidikan melalui sekolah lapangan dan gerakan orang tua asuh.
4.                       Membangun semangat kewirausahaan RTM di bidang pertanian, peternakan dan kerajinan tangan dari bambu mulai dari bantuan permodalan dan bibit sampai ke pemasarannya.
5.                       Merevitalisasi Posyandu sebagai UKBM ( upaya kesehatan berbasis masyarakat ). Program ini diawali dengan pelatihan kader ( posyandu dan dasa wisma ) masing - masing dusun. Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kompetensi dan komitment kader mengembangkan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS KIA ).
6.                       Mengefektifkan pemanfaatan lahan desa sebagai laboratorium ( Sekolah Lapangan ) melalui kegiatan penelitian di bidang peternakan, pertanian terpadu lahan kering, dan kerajinan bambu.
7.                       Mencari alternatif sumber air melalui studi kelayakan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa yang sudah lama mendambakan air, baik untuk kebutuhan domestik keluarga maupun untuk pengembangan sistem pertanian mereka.


F.                 Sasaran Desa Siaga

Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok, yang dalam pendekatannya harus dilakukan secara simultan, ketiga kelompok tersebut adalah :
Sasaran Primer :
·                     Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
Sasaran Sekunder :
·                     Pihak - pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga di desa atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut yaitu tokoh - tokoh pemerintahan, masyarakat, agama, perempuan, pemuda, PKK, dan lain – lain.
Sasaran Tersier :
·                     Pihak - pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang - undangan, tenaga, sarana, dana, dan lain - lain yaitu Camat, Kepala Desa, pejabat pemerintahan lainnya, dunia usaha, donatur, dan stakeholders lain.





G.                Kriteria Desa Siaga

1.                   Mempunyai pos kesehatan desa.
2.                   Mempunyai upaya kesehatan berbasis masyarakat.
3.                   Surveilans berbasis masyarakat.
Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap :
-           Gejala atau penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk serta faktor risikonya.
-           Kejadian lain di masyarakat dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti.
Contoh penyakit :
Penyakit menular
-    TBC                          -  Frambusia
-      HIV /AIDS              -  Kusta 
Penyakit Menular Potensial KLB antara lain :
- Diare                                     - Typhus
- Diphteri                                 - Hepatitis
- Polio / AFP                           - Malaria
- Campak                                 - DBD
- Flu Burung                            - dll.

Faktor risiko antara lain :
·               Adanya penolakan masyarakat terhadap imunisasi
·               Adanya Kematian unggas
·               Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk
·               Adanya migrasi penduduk ( in / out )
·               Perilaku yang tidak sehat.
Kondisi lain
·               faktor risiko tinggi ibu hamil,bersalin , menyusui dan bayi baru lahir
Kejadian lain di masyarakat :
- Keracunan makanan
- Bencana
- Kerusuhan
Bentuk pengamatan masyarakat ( anggota keluarga , tetangga, kader ) disesuaikan dengan tatacara setempat  , misalnya pengamatan terhadap tanda penyakit :
-           batuk yang tidak sembuh dalam waktu 2  minggu
-           bercak putih di kulit yang mati rasa
-           ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi ( 4 terlalu, kedaruratan pada kehamilan sebelumnya,dll )
-           bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dll
-           balita yang tidak naik berat badannya.