SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Pengendalian vektor
Sasaran :
Mahasiswa STIKES MATARAM
Hari/Tanggal :
Jumat , 16 Maret 2012
Tempat :
Ruang Kelas
STIKES MATARAM
Waktu :
20 menit
i.
A. ANALISA SITUASI
1. Peserta
Jumlah peserta : 50 orang
Umur : 19 – 23 tahun
2. Ruangan
Ruang kelas STIKES MATARAM
3. Pengajar
Fasilitator adalah mahasiswa Semester Sekolah Tinggi
Kesehatan (STIKES) Mataram kelompok I.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan (health education),
diharapkan peserta mampu menjelaskan Pengendalian vektor terutama dilingkungan
rumah.
C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah
dilakukan penyuluhan (health education), peserta mampu menyebutkan :
- Pengertian vektor.
- Tujuan pengendalian vektor.
- Jenis-jenis vektor.
- Konsep dasar
pengendalian vector.
- Cara pengendalian
vector.
D. MATERI (terlampir)
1.
Pengendalian vektor
E. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F. MEDIA & ALAT BANTU
1. LCD (Presentation)
G. KEGIATAN PENYULUHAN
NO
|
WAKTU
|
KEGIATAN PENYULUH
|
KEGIATAN PESERTA
|
1.
|
3 menit
|
Pembukaan :
·
Membuka kegiatan dengan mengucapkan
salam.
·
Memperkenalkan diri
·
Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
·
Menyebutkan materi yang akan
diberikan
|
· Menjawab salam
· Mendengarkan
· Memperhatikan
· Memperhatikan
|
2.
|
10 menit
|
Pelaksanaan :
·
Menjelaskan kepada peserta
pengertian vector.
·
Menjelaskan kepada peserta
peranan vector penyakit.
·
Menjelaskan kepada
peserta Jenis-jenis vector penyakit.
·
Menjelaskan kepada
peserta Tujuan pengendalian vector penyakit.
·
Menjelaskan kepada
peserta konsep dasar pengendalian vector penyakit.
·
Menganjurkan kepada peserta
untuk memulai kebersihan lingkungan rumah.
·
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
|
·
Memperhatikan
·
Bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan
|
3.
|
5 menit
|
Evaluasi :
·
Menanyakan kepada peserta tentang materi yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada peserta yang dapat menjawab pertanyaan.
|
·
Menjawab pertanyaan
|
4.
|
2 menit
|
Terminasi :
·
Mengucapkan terimakasih atas peran
serta peserta
·
Mengucapkan salam penutup
|
·
Mendengarkan
·
Menjawab salam
|
H. EVALUASI
- Evaluasi Struktur
·
Peserta hadir ditempat penyuluhan
·
Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang
kelas STIKES MATARAM
·
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.
- Evaluasi Proses
·
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
·
Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
·
Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara bena.r
DAFTAR PUSTAKA
Santio
Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberantasan vektor malaria, sanitas.
Puslitbang Kesehatan Depkes RI.
Jakarta.
Adang
Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
Afrizal,
D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor- penyakit.html diakses pada tanggal 5
Maret 2011
Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan
vektor malaria, sanitas.
Puslitbang
Kesehatan Depkes Rl Jakarta
Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia.
http://files.buku-
kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf
. diakses tanggal 4 maret 2011.
Materi 1
PENGENDALIAN VEKTOR
A. Pengertian pengendalian vektor
Vektor adalah anthropoda
yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber
Infeksi kepada induk semang yang rentan. Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010
menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan
atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini
(2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Vektor
penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga
dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai
vector – borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan
seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan sampai kematian.
Di
Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan
penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada
penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan
paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Bagi dunia kesehatan masyarakat,
binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia
karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan
penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas.
Menurut
Chandra (2003), ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
suatu penyakit :
1.
Cuaca
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang
mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada
daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup.
Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan
vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau
menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor
arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
2.
Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen
dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk
arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup
bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus
encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup
di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang
menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen mengalami
multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada
intermediate host.
3.
Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda
berhubungan langsung dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada.
Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan
curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains
spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara
geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh
ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau
anjing ke bagian timur Amerika Serikat.
4.
Perilaku
Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan
manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan
dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda borne diseases.
Adapun dari penggolongan
binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2
phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda
seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit
malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai pengganggu
manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis
yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan
tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai
vektor dan binatang pengganggu.
Namun kedua
phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu
keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi,
sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita
hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat
ertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal
ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian
dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk
memurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan.
Jadi Pengendalian vektor adalah semua upaya yang dilakukan untuk menekan, mengurangi, atau menurunkan tingkat populasi vektor sampai serendah rendahnya sehigga tidak membahayakan
kehidupan manusia.
B.
Peranan Vector Penyakit
Secara
umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit.
Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat,
semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit
pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau
sering juga disebut sebagai
vector – borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi
yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu :
a. Dari orang ke orang
b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda
(Chandra,2003).
Vektor penyakit dari arthropoda
yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau
sering juga disebut sebagai
vector – borne diseases.
1. Arthropods Borne
Disease
Istilah ini mengandung
pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab untuk
terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Park &
Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan
terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :
No.
|
Arthropoda
|
Penyakit Bawaan
|
1
|
Nyamuk
|
Merupakan vektor dari penyakit
Malaria, Filaria, Demam kuning Demam
berdarah, Penyakit otak, demam haemorhagic
|
2
|
Lalat
|
Merupakan vektor dari penyakit
tipus dan demam paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis,
amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
|
3
|
Lalat pasir
|
Merupakan vektor penyakit
leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
|
4
|
Lalat hitam
|
Merupakan vektor penyakit
Oncheocerciasis
|
5
|
Lalat tze2
|
Merupakan vektor dari penyakit
tidur
|
6
|
Kutu
|
Merupakan vektor dari penyakit
tipus mewabah, relapsing demam, parit
|
7
|
Pinjal
|
penyakit sampar, endemic
typhus
|
8
|
Sengkenit
|
Penyakit Rickettsia
(Rickettsia Rickettsii)
|
9
|
Tungau
|
penyakit tsutsugamushi atau
scrub typhus yang disebabkan
oleh Rickettsia tsutsugamushi |
Transmisi Arthropoda
Bome Diseases
Masuknya
agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala
penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods
borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada
manusia.
1.
Inokulasi
(Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang
berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau
deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi.
2.
Infestasi
(Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh
manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh
scabies.
3.
Extrinsic
Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan
agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik,
sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10
– 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik
dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis
plasmodium malaria.
4.
Definitive
Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau
intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi
perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau
manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif,
sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka
nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.
5.
Propagative,
Cyclo – Propagative dan Cyclo – Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe
perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila
agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya
multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu
tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan
multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus
tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit
filarial dalam tubuh nyamuk culex.
C. Jenis
jenis vector
Sebagian dari Arthropoda dapat
bertindak sebagai vektor, yang mempu nyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan
merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75%
dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasi
vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4
kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10):
misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya
binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8)
: misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) :
misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi
menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian
adalah :
a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk
dan lalat
- Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
- Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
- Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
b. Ordo Siphonaptera yaitu
pinjal
- Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes
c. Ordo Anophera yaitu kutu
kepala
- Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.
Selain vektor diatas, terdapat ordo
dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain:
·
Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
·
Ordo isoptera, contoh rayap
·
Ordo orthoptera, contoh belalang
·
Ordo coleoptera, contoh kecoak
Sedangkan
dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Tikus
besar, (Rat) Contoh :
-
Rattus norvigicus (tikus riol )
-
Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
-
Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
b. Tikus
kecil (mice),Contoh:Mussculus (tikus rumah)
Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum
dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang
eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya
kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan
speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang
dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).
Arthropoda yang Penting dalam dunia
Kedokteran adalah arthropoda yang berperan penting sebagai vektor penyebaran
penyakit (arthropods borne disease) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
D.
Pengendalian Vektor Penyakit
Peraturan
Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan
kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan
penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor
sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah
(MENKES,2010).
Pengendalian
vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis,
penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa
faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang
antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku
masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular
vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk,
pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke
daerah endemis.
Masalah
yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi
geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah
endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian
vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida
tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya
operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Dalarn
pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas,
yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan
populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun
hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan
teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan
prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit
yaitu :
1.
Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi
oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya, maka pengendaliannya tidak
hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama
lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya.
a.
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
-
Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai
metode atau cara pengendalian
-
Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih
dari satu penyakit tular vector
-
Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai
lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pengendalian
Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan
prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan
pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses
pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara
optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
b.
Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1.
Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang
bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku
masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence based)
2.
Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif
berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha
/swasta serta masyarakat.
3.
Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan
penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta
bijaksana
4.
Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah
ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c.
Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1.
Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah
upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan
dan populasi vektor secara fisik dan mekanik.
Contohnya:
-
modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan
(3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
-
Pemasangan kelambu
-
Memakai baju lengan panjang
-
Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
-
Pemasangan kawat
2.
Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
-
predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
-
Bakteri, virus, fungi
-
Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3.
Metode pengendalian secara kimia
·
Surface spray (IRS)
·
Kelambu berinsektisida
·
larvasida
Adapun prinsip dasar dalam
pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
a.
Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam
cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak
merugikan/ membahayakan.
b.
Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau
gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
2.
Pengendalian secara alamiah (naturalistic control)
yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan
vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama
3.
Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan
memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya
dapat dilakukan sementara.
a.
Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental
sanitation improvement)
b.
Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical
control) yaitu dengan modifikasi/manipulasi lingkungan
c.
Pengendalian secara biologis (biological control)
yaitu dengan memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d.
Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal
control) yaitu dengan karantina
e.
Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical
control) (Afrizal, 2010).
E. Meteologi
Pengendalian vektor
Dalarn
pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas,
yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan
populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun
hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan
teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting d dasarkan
prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor
yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1.
Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar
vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2.
Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup.
F. Konsep
dasar pengendalian Vektor
1.
Harus dapat menekan densitas vektor
2.
Tidak membahayakan manusia
3.
Tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan
G. Tujuan
pengendalian vektor
1. Mencegah wabah penyakit yang tergolong vector-borne
disease >> memperkecil risiko kontak antara manusia dg vektor penyakit
dan memperkecil sumber penularan penyakit/reservoir
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau
penyakit yg baru ke suatu kawasan yg bebas >> dilakukan dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi pestisida (spraying, baiting, trapping)
H. Cara
Pengendalian Vektor
1. Usaha pencegahan (prevention) >>
mencegah kontak dengan vektor
>> pemberantasan nyamuk, kelambu
2. Usaha penekanan (suppression) >>
menekan populasi vektor sehingga tidak membahayakan kehidupan manusia
3.
Usaha pembasmian (eradication)
>> menghilangkan vektor sampai habis .
I. Identifikasi,
Sifat dan Perilaku Vektor dan Binatang Pengganggu
Ø Nyamuk
a. Siklus
hidup nyamuk
Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama
dengan serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-beda.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium berkembang
di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas :
i.
Nyamuk dewasa :
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk
jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan
nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyakum betina
keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan
langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina
hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor
antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk.
ii.
Telur nyamuk.
Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair,
pada tempat yang keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan
meletakkan telur dari nyamuk berbeda – beda tergantung dari jenisnya.
·
Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya
dipermukaan air satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur
anopeles mempunyai alat pengapung.
·
Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas
permukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga mampu
untuk mengapung.
·
Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada
yang terapung diatas air atau menempel pada permukaan benda yang merupakan
tempat air pada batas permukaan air dan tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia
meletakkkan telurnya menempel pada tumbuhan – tumbuhan air, dan diletakkan
secara bergerombol berbentuk karangan bungan. Stadium telur ini memakan waktu 1
– 2 hari.
iii.
Jentik nyamuk
Pada perkembangan stadium jentik, adalah pertumbuhan dan
melengkapi bulu-bulunya, stadium jentik memerlukan waktu 1 minggu. Pertumbuhan
jentik dipengaruhi faktor temperatur, nutrien, ada tidaknya binatang predator.
iv.
Kepompong
Merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di
dalam air, pada staidum ini memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap
hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang 1 – 2 hari.
b.
Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Dalam perkembang biakan nyamuk selalu memerlukan tiga
macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk
mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat
(reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti
culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat
berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung,
mansonia senang berkembang biak di kolam – kolam, rawa – rawa,danau yang banyak
tanaman airnya dan Anopeheles bermacam breeding placec, sesuai dengan jenis
anophelesnya sebagai berikut :
i.
Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan anopheles
vagus senang berkembang biak di air payau.
ii.
Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi
nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
iii.
Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari
disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.
iv.
Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk
anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
v.
Air yang tenang
atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles aconitus, vagus
barbirotus, anullaris untuk berkembang biak.
c.
Kebiasaan menggigit
Waktu keaktifan mencari darah dari masing – masing nyamuk
berbeda – beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles
dan colex sedangkan nyamuk yang aktif
pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila
menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada
umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.
d. Tempat
beristirahat (resting places)
Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan,
nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 – 3 hari, misalnya pada
bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat
yang berwarna gelap dan lain – lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk
untuk berisitirahat.
e. Bionomik
nyamuk (kebiasaan hidup)
Bionomik sangat penting diketahui dalam kegiatan tindakan
pemberantasan misalnya dalam pemberantasan nyamuk dengan insectisida kita
tidak mungkin melaksanakannya, bilamana kita belum mengetahui kebiasaan
hidup dari nyamuk, terutama yang menjadi vektor dari satu penyakit. Pada
hakekatnya serangga sebagai mahluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan,
adapun yang perlu diketahui untuk pemberantasan/pengendalian misalnya :
a. Kebiasaan
yang berhubungan dengan perkawinan/mencari makan, dan lamanya hidup.
b. Kebiasaan
kegiatan diwaktu malam, dan perputaran menggigitnya.
c. Kebiasaan
berlindung diluar rumah dan di dalam rumah.
d. Kebiasaan
memilih mangsa.
e. Kebiasaan
yang berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban dll.
f. Kebiasaan
di dalam rumah atau di luar rumah yang berhubungan dengan penggunaan.
Ø L
a l a t
Lalat merupakan kelas insekta dari diptera, yang
terpenting adalah golongan Clyptrata muscodiae bagian dari super family
muscodiae.
1. Genus
Musca
Genus musca yang penting diketahui adalah spesies yang
sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari
lalat rumah (musca domestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada
thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung,
vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata
terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari
tubuh lalat betina.
2. Siklus
hidup
Lalat memiliki bentuk telur lonjong berwarna putih, lalat
betina sekali bertelur 100 – 200 telur, stadium lamanya menetas 12 – 24 jam
dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium telur sampai dewasa lamanya sampai 8
– 20 hari, temperatur optimum untuk kehidupan lalat 24 0 C – 32 0 C. Tanpa air
lalat akan dapat bertahan hidup sampai ± 48 jam .
3. Tempat
berkembang biak
Tempat yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya
pada sampah – sapah basah, kotoran manusia, binatang dan tumbuh – tumbuhan yang
membusuk.
4. Cara
terbang
Lalat suka terbang
terus menerus, dari hasil penyelidikan jarak terbang lalat pada daerah yang
padat penduduknya tidak lebih dari 0,5 km.
5. Cara
bertelur
Lalat masa bertelurnya 4 – 20 hari dan setiap betina dapat
bertelur 4 – 5 kali seumur hidupnya, dengan jumlah sekali bertelur 100 – 150
butir.
Ø T
i k u s
Untuk dapat mengenal tikus dalam arti sesungguhnya (family
muridae) dapat dilakukan dengan indentifikasi morfologi yang menyolok pada
jenis tikus, memperhatikan lingkungan hidupnya serta penelusuran secara
deskripsi.
1. Kebiasaan
– kebiasaan tikus.
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk tetapi mempunyai
panca indera seperti penciuman yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari
tikus bergerak di pandu oleh rambut, kumis yang panjang peka terhadap sentuhan.
Tikus senang dengan bau harum, khususnya yang berasal dari makanan manusia.
Kebiasaan waktu makan adalah pada malam hari, tikus tidak seang di tempat –
tempat yang ramai misalnya gaduh oleh suara mesin melainkan senang di tempat –
tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makan adalah seperti di tempat
sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus rata – rata mencapai
1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan, apabila terdapat banyak
makanan dan tempat untuk berlindung.
2. Tanda
ada atau tidaknya tikus.
a. Ada
dijumpai bekas gigitan yang ditinggalkan tikus misalnya pada pintu jendela,
dll.
b. Alur
jalan tikus pada umumnya kotor dan berminyak.
c. Di
jumpai kotoran tikus, kotoran yang masih lembek, mengkilap berwarna gelap
adalah ciri – ciri kotoran yang masih baru, sedangkan kotoran yang sudah lama,
keras, kering dan umumnya berwarna abu – abu.
d. Terdengar
adanya suara tikus pada saat hari sudah muali gelap.
Sarang tikus dijumpai pada dinding, pada pohon – pohon,
tanam – tanaman dan si sela – sela pada rumah, dll.
J. Metode
pengendalian Vektor
1. Pengendalian secara alamiah (naturalistic
control) >> memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector >>
jangka waktu lama
2. Pengendalian terapan (applied control)
>> memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor >> sementara
a.
Upaya
peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b.
Pengendalian
secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) >> modifikasi/manipulasi
lingkungan >>
landfilling, draining
c.
Pengendalian
secara biologis (biological
control) >> memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator,
fertilisasi
d.
Pengendalian
dengan pendekatan per-UU (legal control) >>
karantina
e.
Pengendalian
dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
Dalam pengendalian vektor
tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan
dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu tingkat
yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan
agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan
teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar.
Adapun
prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan
sebagai berikut :
1. Pengendalian
vektor harus menerapkan bermacam – macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang
tidak merugikan / membahayakan.
2. Pengendalian
vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata
lingkungan hidup.
Sesuai dengan hal tulisan
diatas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan
nyamuk malaria secara sederhana.
1. Pemberantasan
Vektor Malaria dengan cara Sederhana
Pemberantasan secara
sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitusdan Anopheles sundaicus
yang merupakan vektor malaria. Dalam
pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihatumur
tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam,karena
hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk
anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila
permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya
densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi
nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan
cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini
dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat.
a. Pengamatan Vektor
Pengamatan
vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang
menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu.
Cara
pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan
menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles
aconitus tempat perindukan sering di jumpai di sawah dan saluran irigasi, dan
daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti
ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh patani
dilakukan dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus
menyenangi darah hewan/binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang
diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, sungai yaitu di
bagian dekat air yang lembab, nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian
bawah dinding setinggi ± 80 cm dari lantai.
b. Pemberantasan
·
Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai
pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantsan vektor utama yang dapat
dilakukan adalah penyemprotan rumah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti
dengan
·
menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan
ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan
penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang
adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan
dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya.
-
Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani
diharapkan merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada
kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak
sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada
minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
-
Pengendalian Jentik
Perkembangan
jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka
pengeringan berkala sawah hinggs kering betul, merupakan cara pengendalian
jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani.
Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya
pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama
2 hari.
Cara
lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman
berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik,
ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai
nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk
pengendalian jentik.
-
Pengendalian nyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian
nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki ternak lembu,
kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang
senang/menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, ntuk
itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan
anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan
dibawah kolong dekat dengan rumah).
Perlu
diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna
agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumbai pada ujung
rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke
kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa,
sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TENTANG
“PENGENDALIAN VEKTOR”
OLEH
1. Amaliah
2. Afridayanti
3. Ahmad sahedu
4. Ardyan pradana
No comments:
Post a Comment