Friday, April 6, 2012

SAP Pengendalian vektor


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik                                          : Pengendalian vektor
Sasaran                                       : Mahasiswa STIKES MATARAM
Hari/Tanggal                              : Jumat , 16 Maret 2012
Tempat                                       : Ruang Kelas STIKES MATARAM
Waktu                                        : 20 menit                
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       i.       

A.    ANALISA SITUASI
1.      Peserta
Jumlah peserta : 50 orang
Umur               : 19 – 23 tahun
2.      Ruangan
Ruang kelas STIKES MATARAM
3.      Pengajar
Fasilitator adalah mahasiswa Semester Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Mataram kelompok I.

B.     TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan (health education), diharapkan peserta mampu menjelaskan Pengendalian vektor terutama dilingkungan rumah.

C.    TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah dilakukan penyuluhan (health education), peserta mampu menyebutkan :
  1. Pengertian vektor.
  2. Tujuan pengendalian vektor.
  3. Jenis-jenis vektor.
  4. Konsep dasar pengendalian vector.
  5. Cara pengendalian vector.

D.    MATERI  (terlampir)
1.      Pengendalian vektor

E.     METODE
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab

F.     MEDIA & ALAT BANTU
1.      LCD (Presentation)

G.    KEGIATAN PENYULUHAN
NO

WAKTU
KEGIATAN PENYULUH
KEGIATAN PESERTA
1.
3 menit
Pembukaan :
·         Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
·         Memperkenalkan diri
·         Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
·         Menyebutkan materi yang akan diberikan

·     Menjawab salam

·     Mendengarkan
·     Memperhatikan

·     Memperhatikan
2.
10 menit
Pelaksanaan :
·         Menjelaskan kepada peserta pengertian vector.
·         Menjelaskan kepada peserta peranan vector penyakit.
·         Menjelaskan kepada peserta Jenis-jenis vector penyakit.
·         Menjelaskan kepada peserta Tujuan pengendalian vector penyakit.
·         Menjelaskan kepada peserta konsep dasar pengendalian vector penyakit.
·         Menganjurkan kepada peserta untuk memulai kebersihan lingkungan rumah.
·         Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya.

·         Memperhatikan












·         Bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan
3.
5 menit
Evaluasi :
·         Menanyakan kepada peserta tentang materi yang telah diberikan, dan reinforcement kepada peserta yang dapat menjawab pertanyaan.

·         Menjawab pertanyaan
4.
2 menit
Terminasi :
·         Mengucapkan terimakasih atas peran serta peserta
·         Mengucapkan salam penutup

·         Mendengarkan

·         Menjawab salam

H.    EVALUASI
  1. Evaluasi Struktur
·         Peserta hadir ditempat penyuluhan
·         Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang kelas STIKES MATARAM
·         Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.
  1. Evaluasi Proses
·         Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
·         Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
·         Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara bena.r










DAFTAR PUSTAKA

Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberantasan vektor malaria, sanitas.
            Puslitbang Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes.          Depkes RI. Jakarta
      Afrizal, D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor-         penyakit.html diakses pada tanggal 5 Maret 2011
Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria, sanitas.
                  Puslitbang Kesehatan Depkes Rl Jakarta
Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. http://files.buku-
            kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf .        diakses tanggal 4 maret 2011.





















Materi 1
PENGENDALIAN VEKTOR

A.    Pengertian pengendalian  vektor
            Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
            Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.
            Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
            Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas.
            Menurut Chandra (2003), ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit :
1.      Cuaca
     Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
2.      Reservoir
     Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermediate host.
3.      Geografis
     Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat.
4.      Perilaku Manusia
     Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda borne diseases.
            Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu.
            Namun kedua phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat ertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk memurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan.
            Jadi Pengendalian vektor adalah semua upaya yang dilakukan untuk menekan, mengurangi, atau menurunkan tingkat populasi vektor sampai serendah rendahnya sehigga tidak  membahayakan kehidupan manusia.
B.     Peranan Vector Penyakit
            Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu :
a. Dari orang ke orang
b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.

1. Arthropods Borne Disease
Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :
No.
Arthropoda
Penyakit Bawaan
1
Nyamuk
Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria, Demam kuning Demam berdarah, Penyakit otak, demam haemorhagic
2
Lalat
Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
3
Lalat pasir
Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
4
Lalat hitam
Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
5
Lalat tze2
Merupakan vektor dari penyakit tidur
6
Kutu
Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah, relapsing demam, parit
7
Pinjal
penyakit sampar, endemic typhus
8
Sengkenit
Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
9
Tungau
penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan
oleh Rickettsia tsutsugamushi
Transmisi Arthropoda Bome Diseases
            Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
1.      Inokulasi (Inoculation)
     Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi.
2.      Infestasi (Infestation)
     Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3.      Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
     Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4.      Definitive Host dan Intermediate Host
     Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.
5.      Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo – Developmental
     Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.



C.    Jenis jenis vector
            Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempu nyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian adalah :
a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
  • Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
  • Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
  • Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
  • Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes
c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
  • Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.
            Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain:
·           Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
·           Ordo isoptera, contoh rayap
·           Ordo orthoptera, contoh belalang
·           Ordo coleoptera, contoh kecoak
            Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a.       Tikus besar, (Rat) Contoh :
-          Rattus norvigicus (tikus riol )
-          Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
-          Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
b.      Tikus kecil (mice),Contoh:Mussculus (tikus rumah)
     Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).
     Arthropoda yang Penting dalam dunia Kedokteran adalah arthropoda yang berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods borne disease) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
D.    Pengendalian Vektor Penyakit
            Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).
            Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
            Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
            Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
1.      Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
     Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya.
a.       Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
-          Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
-          Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vector
-          Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.
                               Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
b.      Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1.      Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence based)
2.      Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3.      Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4.      Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c.       Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1.      Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik.
Contohnya:
-          modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
-          Pemasangan kelambu
-          Memakai baju lengan panjang
-          Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
-          Pemasangan kawat
2.      Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
-          predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
-          Bakteri, virus, fungi
-          Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3.      Metode pengendalian secara kimia
·         Surface spray (IRS)
·         Kelambu berinsektisida
·         larvasida
               Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
a.       Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b.      Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
2.      Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama
3.      Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
a.       Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b.      Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan modifikasi/manipulasi lingkungan
c.       Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d.      Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e.       Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).
E.     Meteologi Pengendalian vektor
          Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting d dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1.      Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2.      Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup.

F.     Konsep dasar pengendalian Vektor
1.      Harus dapat menekan densitas vektor
2.      Tidak membahayakan manusia
3.      Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan

G.    Tujuan pengendalian vektor
1.      Mencegah wabah penyakit yang tergolong vector-borne disease >> memperkecil risiko kontak antara manusia dg vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan penyakit/reservoir
2.      Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan yg bebas >> dilakukan dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi pestisida (spraying, baiting, trapping)
H.    Cara Pengendalian Vektor
1.     Usaha pencegahan (prevention) >> mencegah kontak dengan vektor >> pemberantasan nyamuk, kelambu
2.     Usaha penekanan (suppression) >> menekan populasi vektor sehingga tidak membahayakan kehidupan manusia
3.      Usaha pembasmian (eradication) >> menghilangkan vektor sampai habis .



I.       Identifikasi, Sifat dan Perilaku Vektor dan Binatang Pengganggu
Ø  Nyamuk
a.      Siklus hidup nyamuk
Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium berkembang di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas :
              i.      Nyamuk dewasa :
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyakum betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk.
            ii.      Telur nyamuk.
Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda – beda tergantung dari jenisnya.
·         Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur anopeles mempunyai alat pengapung.
·         Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas permukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
·         Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada yang terapung diatas air atau menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas permukaan air dan tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia meletakkkan telurnya menempel pada tumbuhan – tumbuhan air, dan diletakkan secara bergerombol berbentuk karangan bungan. Stadium telur ini memakan waktu 1 – 2 hari.
          iii.      Jentik nyamuk
Pada perkembangan stadium jentik, adalah pertumbuhan dan melengkapi bulu-bulunya, stadium jentik memerlukan waktu 1 minggu. Pertumbuhan jentik dipengaruhi faktor temperatur, nutrien, ada tidaknya binatang predator.
          iv.      Kepompong
Merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada staidum ini memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang 1 – 2 hari.
b.      Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Dalam perkembang biakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam – kolam, rawa – rawa,danau yang banyak tanaman airnya dan Anopeheles bermacam breeding placec, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :
              i.      Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan anopheles vagus senang berkembang biak di air payau.
            ii.      Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
          iii.      Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.
          iv.      Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
            v.       Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles aconitus, vagus barbirotus, anullaris untuk berkembang biak.
c.       Kebiasaan menggigit
Waktu keaktifan mencari darah dari masing – masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles dan  colex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.
d.      Tempat beristirahat (resting places)
Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 – 3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain – lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat.

e.       Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup)
Bionomik sangat penting diketahui dalam kegiatan tindakan pemberantasan misalnya dalam pemberantasan nyamuk dengan insectisida kita tidak mungkin melaksanakannya, bilamana kita belum mengetahui kebiasaan hidup dari nyamuk, terutama yang menjadi vektor dari satu penyakit. Pada hakekatnya serangga sebagai mahluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan, adapun yang perlu diketahui untuk pemberantasan/pengendalian misalnya :
a.      Kebiasaan yang berhubungan dengan perkawinan/mencari makan, dan lamanya hidup.
b.      Kebiasaan kegiatan diwaktu malam, dan perputaran menggigitnya.
c.       Kebiasaan berlindung diluar rumah dan di dalam rumah.
d.      Kebiasaan memilih mangsa.
e.       Kebiasaan yang berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban dll.
f.       Kebiasaan di dalam rumah atau di luar rumah yang berhubungan dengan penggunaan.
Ø  L a l a t
Lalat merupakan kelas insekta dari diptera, yang terpenting adalah golongan Clyptrata muscodiae bagian dari super family muscodiae.
1.      Genus Musca
Genus musca yang penting diketahui adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (musca domestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina.
2.      Siklus hidup
Lalat memiliki bentuk telur lonjong berwarna putih, lalat betina sekali bertelur 100 – 200 telur, stadium lamanya menetas 12 – 24 jam dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium telur sampai dewasa lamanya sampai 8 – 20 hari, temperatur optimum untuk kehidupan lalat 24 0 C – 32 0 C. Tanpa air lalat akan dapat bertahan hidup sampai ± 48 jam .
3.      Tempat berkembang biak
Tempat yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah – sapah basah, kotoran manusia, binatang dan tumbuh – tumbuhan yang membusuk.
4.      Cara terbang
 Lalat suka terbang terus menerus, dari hasil penyelidikan jarak terbang lalat pada daerah yang padat penduduknya tidak lebih dari 0,5 km.
5.      Cara bertelur
Lalat masa bertelurnya 4 – 20 hari dan setiap betina dapat bertelur 4 – 5 kali seumur hidupnya, dengan jumlah sekali bertelur 100 – 150 butir.

Ø  T i k u s
Untuk dapat mengenal tikus dalam arti sesungguhnya (family muridae) dapat dilakukan dengan indentifikasi morfologi yang menyolok pada jenis tikus, memperhatikan lingkungan hidupnya serta penelusuran secara deskripsi.

1.      Kebiasaan – kebiasaan tikus.
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk tetapi mempunyai panca indera seperti penciuman yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari tikus bergerak di pandu oleh rambut, kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau harum, khususnya yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan waktu makan adalah pada malam hari, tikus tidak seang di tempat – tempat yang ramai misalnya gaduh oleh suara mesin melainkan senang di tempat – tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makan adalah seperti di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus rata – rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan, apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung.
2.      Tanda ada atau tidaknya tikus.
a.       Ada dijumpai bekas gigitan yang ditinggalkan tikus misalnya pada pintu jendela, dll.
b.      Alur jalan tikus pada umumnya kotor dan berminyak.
c.       Di jumpai kotoran tikus, kotoran yang masih lembek, mengkilap berwarna gelap adalah ciri – ciri kotoran yang masih baru, sedangkan kotoran yang sudah lama, keras, kering dan umumnya berwarna abu – abu.
d.      Terdengar adanya suara tikus pada saat hari sudah muali gelap.
Sarang tikus dijumpai pada dinding, pada pohon – pohon, tanam – tanaman dan si sela – sela pada rumah, dll.

J.      Metode pengendalian Vektor
1.     Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) >> memanfaatkan kondisi alam yang dapat  mempengaruhi kehidupan vector >> jangka waktu lama
2.     Pengendalian terapan (applied control) >> memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan  vektor >> sementara
a.       Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b.      Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) >> modifikasi/manipulasi lingkungan >> landfilling, draining
c.       Pengendalian secara biologis (biological control) >> memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d.      Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) >> karantina
e.       Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
            Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar.
            Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1.      Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam – macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan / membahayakan.
2.      Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup.
            Sesuai dengan hal tulisan diatas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana.
1.      Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana
     Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitusdan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihatumur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam,karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat.
a.        Pengamatan Vektor
                        Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu.
                        Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jumpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh patani dilakukan dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan/binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab, nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi ± 80 cm dari lantai.
b.      Pemberantasan
·         Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantsan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan rumah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan
·          menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya.
-          Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
-          Pengendalian Jentik
                        Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan berkala sawah hinggs kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari.
                        Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik, ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik.
-          Pengendalian nyamuk dewasa dengan hewan ternak
                        Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senang/menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, ntuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
        Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumbai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa, sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.













SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TENTANG

“PENGENDALIAN VEKTOR”








OLEH
1. Amaliah
2. Afridayanti
3. Ahmad sahedu
4. Ardyan pradana

No comments:

Post a Comment