Saturday, October 8, 2011
Imobilisasi
PENDAHULUAN
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
DEFINISI
Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
Penyakit jantung atau pernafasan
Gangguan penglihatan
Masa penyembuhan
AKIBAT IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih
Sembelit
Infeksi paru
Gangguan aliran darah
Luka tekansendi kaku
PEMERIKSAAN FISIK
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak
normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari
yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang
lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
A.KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja 0
1
2 Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang berkemih 0
1
2 Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi) 0
1 Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) 0
1
2 Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0
1
2 Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0
1
2
3 Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0
1
2
3 Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
8 Memakai baju 0
1
2 Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
Mandiri.
9 Naik turun tangga 0
1
2 Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
10 Mandi 0
1 Tergantung orang lain
Mandiri
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
MASALAH KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan rasa nyaman nyeri
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer
Kurang perawatan diri
Resiko terhadap cidera
Resiko terjadi infeksi
konstipasi
DAFTAR PUSTAKA
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, Jakarte, EGC, 1998.
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta, PTGramedia Pustaka Utama, 1999.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001
•
•
• 2
2
2
2
2
2
2
2
2
•
•
•
•
•
•
No related posts.
Related posts brought to you by Yet Another Related Posts Plugin.
6 Responses to “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI”
1. merthyn
February 23, 2009 at 10:37 am
prend gw blh minta pendapat kamu ttg patofisiologo konstipasi pada px stroke.please ya gw bth bgt………..thanx
2. sammy
February 24, 2009 at 6:24 am
oke bro..berikut sedikit penjelasan dari sumber kami yang berkompeten, pada dasarnya stroke menyebabkan terjadinya kelemahan bahkan kelumpuhan pada persyarafan, termasuk persyarafan otot-otot organ pencernaan, sehingga kerja peristaltik organ pencernaan terutama usus terganggu menyebabkan makanan kurang bisa terabsorbsi. berikut kutipan dari salah seorang sumber dari bagian penyakit syaraf RSHS Bandung.
Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
2 Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-
fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4 Dampak masalah
a. Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri,
Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b. Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
Perubahan perfusi jaringan perifer
Perubahan perfusi jaringan perifer
Definisi
Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah kapiler.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan perlemahan aliran darah
(Gangguan vaskuler)
Arteriosklerosis
Hipertensi
Aneurisma
Trombosis arteri
Trombosis vena dalam
Penyakit vaskuler kolagen
Artritis reumatoid
Diabetes mellitus
Diskariasis darah (gangguan trombosit)
Gagal ginjal
Kanker/tumor
Varises
Penyakit burger’s
Krisis sel sabit
Sirosis alkoholisme
Tindakan
Berhubungan dengan imobilisasi
Berhubungan dengan adanya aliran invasif
Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking)
Berhubungan dengan trauma pembuluh darah
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer
Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi perifer
Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung
Berhubungan dengan hipotermia
Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau
Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi
Data mayor
Penurunan atau tidak adanya denyut nadi
Perubahan warna kulit
Pucat (arteri)
Sianosis (Vena)
Hiperemi reaktif (arteri)
Perubahan suhu kulit
Lebih dingin (arteri)
Lebih hangat (vena)
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer
2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu
3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan vasodilatasi
4. Melaporkan penurunan dalam nyeri
5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan
Intervensi
1. Ajarkan individu untuk
a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung
b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya.
c. Kurangi risiko trauma
- Ubah posisi sedikitnya setiap jam
- Hindari menyilangkan kaki
- Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit)
- Hindari pelundung tumut dari kulit
- Dorong latihan rentang gerak
2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari
a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program
b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan
c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh dokter terhadap masalah jantung
d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot.
3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena
a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit jantung, gangguan pernapasan.
b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu lama.
c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk mencegah statis vena.
d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena.
- Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur.
- Hindari penyilangan tungkai bawah
- Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam
- Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut.
4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena dalam atau jika hal ini dicurigai
5. Ajarkan individu untuk
a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam.
b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik terhadap infeksi)
c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin
d. Gunakan kaos kaki katun atau wol
e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas
f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki.
- Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari
- Tidak merandam kedua kaki
- Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki
- Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus
g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan
h. Gunakan kaus kaki bersih
i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman
j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar.
6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko
a. Diet :
- Hindari makanan tinggi kolesterol
- Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi
- Rujuk ke ahli gizi
b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs
c. Berhenti merokok
d. Program latihan
Pengkajian Preoperasi
Pengkajian Preoperasi
Pengkajian focus preoperative meliputi :
a. Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
b. Alasan masuk rumah sakit
Kosmetik, gejala simtomatik lainnya seperti : kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema, Perdarahan spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi
c. Riwayat penyakit
Profokatif, pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena
KUlaitatif, kuantitatif, semakin berat
Regio ekstremitas bawah (kedua kaki)
Severity, sakitnya mengganggu kosmetik dan aktivitas sehari-hari (kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema)
Time, semakin hari semakin berat dan bertambah besar
d. Riwayat atau factor-faktor resiko :
1. kelemahan congenital/tidak adanya katup
2. Pekerjaan yang nmengharuskan berdiri/duduk dalam waktu lama tanpa kontrasi otot intermettentrauma langsung ke katup vena perforantes
3. kehamilan atau kelainan hormonal
4. riwayat keluarga dengan varises vena
e. pemenuhan pola kebutuhan sehari-hari :
1. Persepsi
Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi), yang kemudian diberitahukan kepada ahli bedah apaakah diperlukan informasi lebih banyak (Informed consent). Pengalaman pembedahan masa lalu dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta mencegah komplikasi.
2. Status nutrisi
Secara langsung mempengaruhi respon pada trauma pembedahan dan anestesi. Sebelumnya perlu masukan karbohidrat dan protein untuk keseimbangan nitrogen negative. Puasa perlu dipersiapkan 8 jam sebelum operasi.
3. Status cairan dan elektrolit
Klien dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit cendrung mengalami komplikasi syok, hipotensi, hipoksia dan distritmia baik intraoperasi dan paska operasi.
4. Status emosi
Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan tergantung pengalaman masa lalu, strategi koping, system pendukung dan tingkat pembedahan. Kebanyakan klien yang mengantisipasi mengalami pembedahan dengan anssietas dan ketakutan.Ketidakpastian prosedur pembedahan menimbulkan ansietas, nyeri, insisi dan imobilisasi.
f. Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
1. Dilatasi, lekuk-lekuk vena superfisialis pada kaki
2. Keluhan sakit dangkal, kelelahan, kram, dan kaki berat, khsusnya setelah berdiri lama
3. pigmentasi kecoklatan pada kulit
4. bengkak, yang secara umum berkurang dengan peninggian tungkai
g. Pemeriksaan diagnostik
1. Venogram menunjukkan lokasi pasti dari varises kedua vena superficial dan dalam.
2. Test perfthes (klien berdiri sampai vena varikosa tampak dan digambar)
h. Diagnosa keperawatan
1. Praoperasi :
- Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalam tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
2. Inoperasi :
- Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek sekunder dari ligasi dan pemotongan vena
- Risiko tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan efeks sekunder ligasi dan pemotongan vena
3. Paskaoperasi :
- Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan skeresi sekunder intubasi
- NYeri berhubungan dengan sekunder terhadap erauma pada jaringan dan saraf
II. perencanaan
1. Praoperasi :
- Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalaman tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria :
- KLien dapat menyatakan rasa cemas dan masalahnya
- Klien tenang dan tidak gelisah
Asuhan keperawatan Kardiomyopati
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Kardiomiopati kongestif/Dilatasi adalah suatu penyakit miokard yang primer atau idiopatik yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal jantung kongestif. (FKUI,1996:1072)
Kardiomiopati kongestif adalah bentuk kardiomiopati yang ditandai adanya dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel. (Smeltzer and Bare,Alih bahasa Agung Waluyo,2001:833)
Kardiomiopati dilatasi (DCM) adalah kerusakan yang luas pada miofibril dan mengganggu metabolisme jantung. (Ignatavicus et al,1995:918)
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kardiomiopati adalah penyakit miokard yang primer atau idiopatik dengan adanya kerusakan yang luas pada miofibril jantung yang ditandai dengan dilatasi dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran antrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel.
2. Anatomi Dan Fisiologi
Jantung kira- kira sebesar kepalan tangan dengan berat antara 220-260 gram.Basis jantung berada pada costa ke-3 kanan, 2 cm dari sternum, ke atas ke costa kedua kiri, 1 cm dari jantung. Sedangkan apeks jantung pada costa ke-5 dan ke-6 kiri atau ruang intercostal kelima kiri 4 cm dari garis medial.
Jantung tersusun atas:
Epicardium
Miocardium
Endocardium.
Epicardium adalah bagian terluar dan merupakan jaringan yangtransparan. Miokardium adalah bagian tengah yang terdiri atas serat otot striae yang bertanggung jawab atas kekuatan kontraksi jantung. Endocardium , bagian jantung terdalam yang terdiri dari jaringan endotheal merupakan bagianyang berbatasan dengan bilik jantung dan menutup 4 katup jantung.
a. Otot Jantung
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yaitu: otot atrium, otot ventrikel dan serat otot dan serat otot khuss penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka hanya saja kontraksi otot lebih lama. Sebaliknya serat-serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit saraf kontraktif; malahan serat-serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi, sehingga serat-serat ini dapat bekerja sebagai suatu sistem jantung.
Otot jantung adalah bergaris lintang sama seperti otot rangka. selanjutnya otot jantung mempunyai miofibril khas yang mengandung filamen aktin dan miosin hampir identik dengan filamen aktin dan miosin yang terdapat pada otot rangka, dan filamen-filamen ini selama proses kontraksi saling bertautan dn mengadakan sliding satu sama lainnya dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada otot rangka.
Jantung terdiri dari dua sinisium yang terpisah yaitu sinisium atrium dan sinisium ventrikel. Sinisium ini satu sama lain dipisahkan oleh jaringan fibrosa di sekitar cincin-cincin katup, tetapi potensial aksi dapat dihantarkan dari sinisium atrium ke sinisium ventrikel melalui sistem penghantar khusus, berkas A-V.
b. Ruangan-ruangan dalam jantung
Dinding otot disebut septum, memisahkan jantung menajdi dua bagian yaitu bagian kanan dan kiri, masing-masing mempunyai ruangan atas disebut atrium dan ruangan bawah disebut ventrikel.
1) Bagian kanan dari jantung
Atrium kanan berupa dinding tipis yang menerima darah vena yang teroksigenasi dari jaringan-jaringan perifer melalui vena cava superior dan inferior dan dari otot jantung melalui sinus coronaria.
Kebanyakan dari venous return mengalir dengan pasif dari atrium kanan melalui katup trikuspid yang terbuka ke ventrikel kanan selama diastol ventrikuler. Sisa dari venous return secara aktif didorong oleh atrium kanan selama atrium sisitol atau kontraksi.
Ventrikel kanan atau otot pemompa datar yang berada di belakang sternum ventrikel kanan menghasilakan tekanan sekitar 25 mmHg untuk menutup katup trikuspid, untuk membuka katup pulmonik dan untuk mendorong darah ke dalam arteri pulmonalis dan paru-paru. Beban kerja ventrikel kanan berbeda dibandingkan dengan ventrikel kiri karena sistem pulmonary adalah sebuah sistem bertekanan endah yang membebankan sedikit tahanan pada aliran.
2) Bagian kiri dari jantung
Setelah darah dioksigenasi dala paru-paru, darah akan mengalir bebas dari empat vena pulmonalis ke atrium kiri. Darah lalu mengalir melalui katup mitral yang terbuka ke dalam ventrikel kiri selama diastol ventrikuler. Ketika ventrikel kiri hampir penuh, atrium kiri berkntraksdi memompa darah masuk ke ventrikel kiri. Akhirnya dengan kontraksi sisitol ventrikel kiri menghasilkan tekanan sekitar 120 mmHg untuk menutup katup mitral dan membuka katup aortik Darah didorong ke aorta dan amsuk ke sirkulasi sistemik arteri.
Ventrikel kiri berebentuk elips dan yang terbesar dan banyak terdapat otot dalam jantung. Dindingnya 2 sampai 3 kali tebalnya dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang lebih tinggi daripada ventrikel kanan karena ventrikel kiri harus berkontraksi melawan tekanan tinggi sirkulasi sistemik, yang membebankan tahanan yang lebih besar pada aliran jika tekanan meningkat dalam sisitem sirkulasi (hipertensi) berarti ada tahanan yang lebih besar. Lalu ventriel kiri harus menghasilakan tekanan yang lebih tinggi untuk membuka katup aortik dan mengosongkan isinya, meningkatkan beban kerja ventrikel kiri.
Darah didorong di aorta seluruhnya sirkulasi sistemik ke jaringan tubuh. Darah kembalai ke atrium kanan karena perbedaan tekanan. Tekanan darah di aorta pada oranga dewasa muda adalah sekitar 100-120 mmHg, sedangkan tekanan darah di atrium kanan adalah sekitar 0-5 mmHg. Perbedaan dalam tekanan menghasilakan tekanan gradien, sehingga darah mengalir dari yang bertekanan tinggi ke yang bertekanan
Gambar 2.1
Jantung Dalam Potongan Frontal
(Ignativicus, et al., 1995:778)
rendah. Struktur jantung dan pembuluh darah bertanggung jawab untuk mengatur tekanan ini.
a. Katup-katup jantung
Keempat katup merupakan struktur cuping yang berfungsi untuk mempertahankan aliran darah (ke depan) dari arus darah melalui bilik-billik jantung. Katup-katup membuka dan menutup sebagai respon terhadap tekanan dan volume dari bilik-bilik jantung. Katup-katup jantung diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu:
1) Katup atrioventrikuler
Katup atrioventrikuler adalah katup trikusp[idalis yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan dan katup mitral yang terletak antara atrium dan ventrikel kiri. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga katup yang dipertahankan tetap pada tempatnya oleh saluran fibrosa yang disebut chordae tendinae yang dieratkan kepada dinding ventrikuler oleh muskulus papilarsis otot. Katup mitral ynag disebelah kiri dari jantung mempunyai dua daun katup. Dieratkan seperti katup trikuspidalis. Chordae tendinae samngat penting karena menunjang katup-katup AV saat sistolik dari ventrikuler guna mencegah prolaps dari katup ke dalam atrium. Daun katup saling tumpang tindih selama sistolik untuk membentu mencegah arus darah yang membalik. Kerusakan chordae tendinae dapat menyebabkan regurgitasi (arus membelik) ke atrium pada saat sistolik ventrikuler (kontraksi) dan terbuka pada saat diastolik (relaksasi).
2) Katup Semilunaris
Katup semilunaris terdiri dari katup aorta dan pulmonal. Desain struktur dari katup-katup semilunaris berbeda dengan katup AV, tiap katup trdori dari cuspidal yang berbentuk mangkok. Terletak diantara ventrikel dan pembuluh darah besar kemana darah dialrkan. Katup ini terbuka pada saat sistolik ventrikuler untuk mengalirkan darah ke aorta dan arteri pulmonalis dan menutup pada waktu diastole guna mencegah arus balik dari aorta dan arteri pulmonalis masuk dan kembali ke ventrikel bila katup berelaksasi.
b. Arteri Coronaria
Arteri koronaria keluar mulai dari permulaan aorta sebelah kanan dekat katup aorta. Fungsi arteri ini adalah memberi darah ke miokardium. Terdapat dua arteri koronaria utama yaitu, yang kiri dn kanan.
Arteri koronaria kiri mensuplai darah ke belahan jantung kiri yang akan terbagi dua menjadi cabang Left Anterior Descending (LAD) cabang anteriort yang menurun dan The Circumflex Coronary (CCA)/ Arteri koronaria yang melingkar. The Right Coronary Arteri (RCA) / Arteri Coronaria Kanan mensuplai darah ke belahan jantung kanan. Hanya sedikit sambungan anatar aarteri koronaria utama, karena itu bila terjadi sumbatan arteri koronaria atau salah satu cabangnya akan menghilangkan aliran darah (ischemia) ke bagian otot jantung yang mendapat suplai oleh pembuluh itu dan berakibat angina pektoris atau infark miokardial. Yang menjadi penyumbat bisa bekuan darah yang paling sering deposit lemak /penumpukan lemak pada dinding arteri koronaria.
Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian yaitu, vene thebesian menyalurkan darah dari bagian kanan miokardium atrium dan ventrikel, vena cardiac anterior menyalurkan bagian terbesar dari ventrikel kanan dan sinus coronaria dengan cabang-cabangnya menyalur pada ventrikel sebagian besar dari pengembalian darah vene miokardial.
c. Elektrofisiologi Jantung
Elektrofisiologi jantung bertanggung jawab mengatur heart rate dan ritme, sel-sel jantung mempunyai sifat unik dan khusus yaitu:
§ otomatisasi
§ eksitability
§ konduktivitas
§ kontraktilitas
§ membiaskan
Otomatisasi mengacu pada kemampuan seluruh sel-sel jantung untuk menghasilakn impuls secara spontan dan berulang-ulang. Eksitabilitymerupakan kemampuan sel untuk merespon stimulus denagn mengahsilkan impuls (depolarisasi). Konduktivity berarti bahwa sel-sel jatung mentransmisikan impuls listrik yang diterima. Refractoriness/ membiaskan berarti bahwa sel-sel jantung tidak dapat merespon stimulus karena tidak mempunyai repolarisasi dari stimulus sebelumnya.
Sistem konduksi
Mekanisme kontraksi dari jantung dihasilkan dari proses respon stimulus. Perubahan potensi terhadap stimulus dikenal dengan potensi kegiatan. Dua komponen dari potensial aksi adalah depolarisasi (pancaran dari impuls) dan repolarisasi (sel kembali kepada kondisi istirahat). Arus listrik merangsang dilepasnya kalsium yang menjadi katalisator kontraksi miokardial.
Urutan menjadi aktifnya jantung adalah sebagai berikut:
1. Depolarisasi dimulai oleh impuls dari SA node
2. Impuls menyebar ke kedua atria
3. Impuls mencapai AV node yang melambatkan impuls kira-kira 0,1 detik
4. Impus ditransmisi menurut cabang-cabang HIS ke serabut Purkinje mengaktifkan kedua ventrikel hampir simultan
5. Mengaktifkan otot ventrikular dimulai dari apex menuju basis jantung.
d. Siklus Cardiac
Siklus kardiak mempunyai dua fase yaitu diastoli dan sistoli. Relaksasi dan pengisian terjadi saat diastolik kontraksi dan pengosongan terjadi pada saat sistolik.
Diastolik ventrikular berdasarkan konsep terjadi dalam tiga fase :
§ Isovolumetrik relaxation : otot-otot ventrikel relaksasi tapi belum terisi
§ Rapid ventrikular filling : darah mengalir pasif karena sanitasi dari atria ke ventrikel; dimulai bila tekanan atrial melampaui tekanan ventrikular dan katup AV terbuka
§ Slow ventrikular filling ; terjadi karena volume darah meningkat, menimbulkan tekanan ventrikuler meningkat berakibat pengisian seterusnya menjadi lambat.
§ Proses sistolik terjadi dalam tiga fase juga:
§ Isoventrikular-ventrikular contraction ; terjadi peningkatan tekanan myocardial dan tekanan intravaskular tanpa perubahan volume darah; katup-katup AV menutup
§ Maximal ventrikular ejection : tekanan dalam ventrikel lebih besar daripada dalam aorta atau arteria pulmonal mendrng untuk membuka katup-katup semilunaris dan darah terpompakan ke sirkulasi paru-paru dan sirkulasi sistemik
§ Reduced ventrikular ejection ; ventrikel tetap berkontraksi dan haya sedikit darah didorong pada saat terjadi akibat kontraksi; terkanan yang lebih tinggi di dalam aorta dan arteri pulmonal dibanding dalam ventrikel menyebabkan menutupnya katup-katup semilunaris yaitu akhir dari sistolikventrikular.
e. Curah Jantung (Cardiac Output)
Akibat kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron maka darah dipompa masuk kedalam sistem pulmonar dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel permeni5t dikenal dengan istilahcurah jantung. Cardiac output tergantung pada stroke volume dan Heart rate
Cardiac output = stroke volume X Heart rate
1) Curah Sekuncup (Stroke Volume)
Curah sekuncup adalah volume darah yang dikeluarkan oleh ventrikel perdetik. Sekitar 2/3 dari volume darah dalam ventrikel pada akhir diastole (volume akhir diasolik) dikeluarkan selama sistolik. Jumlah darah yang dikeluarga tersebut dikenal dengan sebutan fraksi ejeksi;sedangkan volume darah yang tersisa didalam ventrikel pada akhir sistolik disebut volume akhir sistolik. Penekanan fungsi ventrikel menghambat kemampuan ventrikel untuk mengosongkan diri dan dengan demikian mengurangi curah sekuncup dan fraksi ejeksi, dengan akibat peningkatan volume sisa pada ventrikel.
o Preload
Preload mengacu pada derajat regangan serat miokardial pada akhir diastol beberapa saat sebelum kontraksi. Regangan otot serabut ditentukan oleh volume ventrikel pada khir diastol. Preload ditentukan oleh volume akhir ventrikel kiri-diastol (LVED).
Meningkatnya volume ventrikel meningkatkan panjang dan tekanan otot serat dapat meningkatkan kontraksi dan stroke volume. Ini sesuai dengan hukum Starling yang menyebutkan bahwa semakin banyak jantung tersisi selama diastol (dalam batas), semakin kuat kontraksi. Bagaimanapun pengisian yang berlebih pada ventrikel menyebabkan tekanan dan volume LVED berlebihan dan menurunkan cardiac output.
o Kontraktilitas
Kontraktilitas berkaitan dengan perubahan status inotropis (kekuatan berkontraksi) dari otot tanpa perubahan kepanjangan serabut myocardial atau preload. Kontraktilitas dapat bertambah oleh stimuls simpatis atau karena pemakaian bahan, seperti kalsium atau epinefrin. Peningkatan kontraktilitas meningkatkan daya pengosongan ventrikular pada waktu sistolik maka terjadi peningkatan stroke volume.
Tekanan ventrikular juga merupakan bagian dari besarnya ventrikular. Pemekaran dari ventrikel berakibat kepada peningkatan volume ventrikular dan meningkatkan afterload. Peningkatan yang terlalu besar dari aferload dapat mengganggu daya pengosongan ventrikular, menurunkan stroke volume dan cardiac output.
o Afterload
Afterload adalah besarnya tegangan yang harus dihasilkan ventrikel untuk mengejeksikan darah ke katup semilunar dan ke pembuluh darah perifer. Terutama merupakan fungsi dari tekanan intraventrikular, ukuran atau radius intraventrikular dan ketebalan dinding ventrikel.
Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan Laplace:
Ketegangan =Tekanan intraventrikular X radius
Tebal dinding ventrikel
2) Denyut Jantung (Heart Rate)
Dalam keadaan normal kecepatan jantung dikendalikan oleh aktifitas sinoatrial (SA) node. Normal denyut jantung pada keadaan istirahat adalah 60-100 X/menit. Jumlah impuls yang dihasilkan permenit oleh pacu jantung ini terutama berasal dari inervasi serabut cabang dari simpatis dan para simpatis dari syaraf otonom (SSA/ANS-autonomic nervus sistem)
Parasimpatis menstimulasi melambatkan denyut jantung, sirkulasi hormon katekolamin seperti epinephrin dan norepinefrin juga menyebabkan peningkatan denyut jantung. Faktor lain seperti pada susunan saraf pusat (SSP) dan refleks baroreseptor (pressoreceptor) termasuk mempengaruhi sistem saraf otonom. Nyeri, takut dan kecemasan dapat meningkatkan denyut jantung.
Faktor tambahan yang mempengaruhi denyut jantung adalah suhu tubuh, medikasi, pengaruh hormonal, tekanan AGD dan konsentrasi elektrolit.
2. Etiologi
Tidak ada etilogi yang pasti dari kardimiopati, tetapi kemungkinan ada hubungan dengan beberapa hal, yaitu:
a. Primer (penyakit otot jantung tanpa diketahui penyebabnya)
b. Sekunder (penyakit otot dengan adanya penyebab atau kemungkinan penyebab), yaitu:
§ Kelainan autoimun
§ Hipertensi sistemik
§ Autoantibodi yaitu antimyocardial antibodies
§ Proses infeksi (infeksi bakteri/virus)
§ Gangguan metabolik (defisiensi thiamine dan scurvy)
§ Gangguan imunitas (leukimia)
§ Kehamilan dan kelainan post partum
§ Toxic proses (alkohol dan chemoterapi)
§ Proses infiltrasi (amyloidosis dan kanker)
3. Manifestasi Klinis
a. Kelelahan dan kelemahan
b. Dispneu saat beraktivitas
c. Paroksimal Nokturnal Dispneu
d. Batuk dan mudah lelah
e. Distensi vena jugularis
f. Kongesti vena sistemik
g. Disritmia atau blok jantung
h. Gagal jantung (bagian kiri)
i. Emboli sistemik/ pulmonary
j. Kardiomegali sedang-berat
k. Suara S3 dan S4 gallop pada auskultasi jantung
l. Insufisiensi mitral dan trikuspid
m. Tekanan darah normal/turun
n. Hepatomegali
o. Asites
p. Pittimg edema pada bagian tubuh bawah
q. Kulit dingin
4. Patofisiologi
Kardiomiopati Dilatasi mengakibatkan disfungsi pada ventrikel kiri dan kanan sehingga kekuatan kontraksi jantung menurun yang akan disertai penurunan kardiak outut. Penurunan kardiak autput dapat berakibat pada beberapa hal yaitu :
Penurunan CO akan meningkatkan preload sehingga kongestif paru juga meningkat yang menyebabkan darah residu di ventrikel kanan berlebihan. Karena darah residu di darah berlebihan maka tekanan di ventrikel kanan juga meningkat sehingga aliran darah di atrium kanan terganggu, aliran balik vena kava serta vena hepatika menjadi terhambat yang berefek pada peningkatan tekanan partial dan statis darah di vena portal. Stasis darah yang berada di vena porta lama kelamaan menyebabkan vena di hepar semakin membesar sehingga terjadilah hepatomegali. Hepatomegali yang terjadi pada klien dengan kardiomiopati dilatasi akan mengkibatkan menurunnya fungsi hepar sebagai pembentuk protein plasma yang mengatur perpindahan tekanan osmotik koloid dari cairan intraseluler ke ekstraseluler. Terganggunya perpindahan CIS ke CES akan mengakibatkan terjadinya asites.
Penurunan CO akan diikuti penurunan suplai darah dan Oksigen ke tubuh sehingga sup[lai dan kebuthan darah sera oksigen yang diperlukan tubuh menjadi tidak seimabng dan perfusi jaringan menjadi terganggu yang berdampak pada kelemahan dan kelelahan pada klien. Kelemahan dan kelelahan yang dialami klien menyebabkan intoleransi aktivitas sehingga klien immobilisasi. Immobilisasi yan terlalu lama akan mengakibatka penekanan yang menetap apda daerah yang ,menonjol sehingga sirkulasi jaringan pada area tersebut akan terhambat dan terjadi hipoksia jaringan yang jika dibiarkan akan terjadi gangguan pada integritas kulit.
Penurunan CO mengakibatkan darah residu pada ventrikel kiri bertambah sehingga tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri akan meningkat. Peningkatan tekanan ventrikel kanan dan atrium kiri akan menghambat darah dari paru-pariu sehingga tekanan kapiler paru akan meningkat melebihi tekanan osmotik koloid pada jaringan. Darah yang terhamabt akan menjadi transudat intertisisal alveolar yang akan berdampak sesak pada klien.
Pada penurunan CO mengakibatkan suplai darah ke ginjal menurun sehingga perfusi ginjal juga menurun yang akan disertai penurunan filtrasi glomelurus. Hal-hal tersebut menyebabkan vasokontrikasi pembuluh darah ginjal sehingga aldosteron meningkat. Peningkatan aldosteron dan retensi natrium akan menyebbakan udema.
Penurunan CO diiukti oleh penurunan suplai darah ke otak. Jika suplai darah ke otak menurun menyebabkan perfusi di otak atau serebral terganggu yang dapat berakibat pada perubahan status mental.
Gambar 2.2
Gambaran Kardiomiopati Dilatasi
(Ignatavicius et al,1995:919)
1. Dampak Terhadap Sistem Tubuh berkaitan Dengan Kebutuhan Dasar Manusia
a. Dampak Terhadap Sistem Tubuh
1) Sistem Pernafasan
Batuk dapat terjadi akibat darah kembali ke belakang entrikel menujupulmonary vessels. Abnormalitas ketiaknyamanan bernafas atau dispneu dapat terjadi disebabkan menurunnya pengisian ventrikel kiri, meningkatnya tekanan vena pulmonar dan pulmonar kongestif.
Dispneu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispneu bahkan dapat terjadi saat istirahat matau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi orttopnu, kesulitan bernafas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopneu tidak akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
2) Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada yang kemungkinan disebabkan adanya iskemik miokard. Adanya penurunanya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan menyebabkan kelemahan.
3) Sistem Pencernaan
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat nsehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan disstres pernafasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
4) Sistem Muskuloskeletal
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
5) Sistem Persyarafan
Menurunnya perfusi serebral akibat menurunnya cardiac out put menyebabkan terjadinya perubahan mental status.
6) Sistem Integumen
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia ekstyerna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.
7) Sistem Perkemihan
Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
b. Dampak Terhadap Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispneu, yang pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan lingkaran setan.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Digitalis
Cardiak Output seperti digitalis mempunyai efek isotropic positif dan digunakan untuk meninngalkan miokardium contractility dan cardiac output. Kegiatan mereka dengan peningkatan cardiac output berlanjut dengan waktu kondisi, dan peningkatan refractory period . Permulaan obat-obat tersebut diberikan dalam digitalis dosis untuk memperoleh efisiensi cardiac output yang maksimal. Jika efektivitas obat itu diperoleh sangat besar, dosis lebih rendah digunakan untuk pemeliharaan. Efek samping obat ini adalah mual dan muntah.
b. Vasodilator
Vasodilator menyebabkan relaksasi otot secara halus oleh karena mempersatukan vena, menurunkan resistensi peripheral, dan akhirnya menurunkan daya kerja jantung. Vasodilator dalam dosis rendah adalah aktivitas penurunan kapiler pulmonary dan ventrikel kiri sudut tekanan, dalam dosis tinggi, hal itu menurunkan kelebihan daya. Efek samping obat ini diantaranya hipotensi, mual, muntah, sakit kepala atau compensatory.
c. Istirahat
Pasien harus diletakan pada posisi untuk menghindari ketidakperluan membuang energi. Jika pasien dalam ortopneu harus didukung dalam posisi fowler yang tingi. Pasien harus dimobilisasi secara teratur untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah robeknyajaringan dikarenakan tekanan dari edema.
d. Pemenuhan oksigen ke jaringan
Penambahan oksigen digunakan untuk menjamin secara adekuat oksigen ke sel-sel. Selama pemberian oksigen ini, harus diobservasi warna, respirasi dan tanda-tanda vital.
e. Menurunkan volume darah
Bila payah jantung, hal itu menyulitkan sirkulasi darah, dan akumulasi cairan di dalam jaringan. Volume darah dapat diturunkan dengan menggunakan diuretic, diet pembatasan sodium. Bila perlu dilakukan paracentesisi untuk mengangkat kelebihan cairan di operut. Perubahan CVP, berat badan dan tekanan artery pulmonary adalah kemajuan yangbaik dalam indikasi mengurangi volume darah. Seperti volume darah diturunkan penguatan kardiak akan meningkat dan oksigen ke sel-sel diperbaiki.
f. Terapi dengan diuretic
Diuretik digunakan untuk meningkatkan pengeluaran cairan secara cepat. Bila pasien diberi diuretic, biasanya pasien menjadi lemah atau kebimbangan. Harus diobservasi kehilangan elektrolit, ketika diuretic digunakan. Kehilangan tersebut dapat berupa kehilangan potassium, klorida, sodium, dan calsium. Kehilangan pitasium dan klorida dapat menajdi asidosis metabolic. Observasi juga tanda-tanda kehilangan elektrolit yaitu haus, kram, pada poerut, lemah, banyak tidur, kejang otot.
g. Diet pembatasan sodium
Membatasi pemasukan sodium dalam cara lain, sehingga darah dapat diturunkan. Sodium menyeabkan retensi air, sumber eliminasi diet dari sodium dapat mencegah dan mengontrol rtensi cairan.
h. Rotating tourniquets
Memberikan tourniquet pada tungkai menurunkan kembalinya darah vena. Sirkulasi darah vena di tungkai bawah dibatasi, dan muatan kerja dari jantung diperkecil/dikurangi. Tourniquet biasanya digunakan selama dekompensasi dan edema pulmonary keras dan hanya sampai kekuatan kardiak ditingkatkan. Beberapa ahli menentang penggunaan ini karena menyebabkan darah berkumpul pada ekstremitas bagian bawah, tergantung pada posisi.
i. Pembedahan
Transplantasi jantung adalah pilihan pengobatan pada klien dengan kardiomiopati dilatasi berat (DCM) Kriteria untuk seleksi dilakukannya transplantasi jantung adalah:
§ Harapan hidup kurang dari 1 tahun
§ Umur lebih muda dari 65 tahun
§ New York Heart Association (NYHA) kelas III-IV
§ Normal atau dengan peningkatan resistensi pulmonal yang sedikit
§ Tidak adanya infeksi aktif
§ Status psikososial yang stabil
§ Tidak adanya penyalahgunaan obat atau alkohol
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan, dan pelaksanan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosial-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes R.I, 1994:22).
Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data Demografi
Angka kejadian kardiomiopati dilatasi adalah 2 X terjadi pada laki-laki dan terjadi pada usia pertengahan. (Ignatavicius et al, 1995:919)
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Umumnya klien datang dengan keluhan adanya sesak. Sesa yang dirasakan bertambah bila dilakukan aktivitas dan tidur terlentang dan berkurang bila diistirahatkan dan memakai 2-3 bantal. Sesak dirasakan pada daerah dada dan seperti tertindih benda berat. Skala sesak 0-4 dan dirasakan sering pada siang dan malam hari.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya Kelainan autoimun, Hipertensi sistemik, Autoantibodi yaituantimyocardial antibodies, Proses infeksi (infeksi bakteri/virus), Gangguan metabolik (defisiensi thiamine dan scurvy), gangguan imunitas (leukimia), Kehamilan dan kelainan post partum, toxic proses (alkohol dan chemoterapi), proses infiltrasi (amyloidosis dan kanker)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga, bila ada cantumkan dalam genogram.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Nutrisi klien dikaji adanya konsumsi garam, lemak, gula dan kafein dan jenis makanan. Klien mungkin akan merasa haus dan minum berlebihan (4000-5000 mL) akibat sekresi aldosteron. Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya (ADL) akibat adanya lemah, letih dan adanya dispneu. Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam hari untuk eliminasi BAK.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Dispneu saat beraktivitas, Paroksimal Nokturnal Dispneu, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bnatal, Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum, riwayat paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan (oksigen dan medikasi), nafas dangkal,takipneu, penggunaan otot aksesori pernafasan.bunyi nafas mungkin tidak terdengar, dengan krakels basilar dan mengi.
b) Sistem Kardiovaskular
Distensi vena jugularis, pembesaran jantung, adanya nyeri dada, suara s3 dan s4 pada auskultasi jantung ,tekanan darah normal/turun, takikardi, disritmia (fibril atrium, blok jnatung dll)nadi perifer mungkin berkurang,;perubahan denyutan dapat terjadi;nadi sentral mungkin kuat, punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
c) Sistem Pencernaan
Kaji adanya peningkatan berat badan secara signifikan, mual dan muntah, anorexia, adanya nyeri abdomen kanan atas, hepatomegali dan asites
d) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan, sakit pada otot dan kehilangan kekuatan/ tonus otot.
e) Sistem Persyarafan
Kaji adanya rasa pening, perubahan prilaku, penurunana kesadaran dan disorientasi
f) Sistem Perkemihan
Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, urine berwarna gelap, penggunaan dan keadaan kateterisasi .
g) Sistem Integumen
Pittimg edema pada bagian tubuh bawah, dan kulit teraba dingin, adanya kebiruan, pucat, abu-abu dan sianotik , dan adanya kulit yang lecet.
5) Data psikologis
Kaji adanya kecemasan, gelisah dan konsep diri dan koping klien akibat penyakit, keprihatinan finansial dan hospitalisasi.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan.
7) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama yang dianutnya.. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
8) Data Penunjang
(a) Pemeriksaan Laboratorium
Radiologi: Pada foto rontgen dada, terlihat adanya kardiomegali, terutama ventrikel kiri. Juga ditemukan adanya bendungan paru dan efusi pleura
Elektrokardiografi: ditemukan adanya sinus takikardia, aritmia atrial dan ventrikel, kelainan segmen ST dan gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular. Kadang-kadang ditemukan voltase QRS yang rendah, atau gelombang Q patologis, akibat nekrosis miokard.
Ekokardiografi : Tampak ventrikel kiri membesar, disfungsi ventrikel kiri, dan kelainan katup mitral waktu diastolik, akibat complience dan tekanan pengisian yang abnormal.
Bila terdapat insufisiensi trikuspid, pergerakan septum menjadi paradoksal. Volume akhir diastolik dan akhir sistolik membesar dan parameter fungsi pompa ventrikel, fraksi ejeksi (EF) mengurang. Penutupan katup mitral terlambat dan penutupan katup aorta bisa terjadi lebih dini dari normal. Trombus ventrikel kiri dapat ditemukan dengan pemeriksaan 2D-ekokardiografi, juga aneurisma ventrikel kiri dapat disingkirkan dengan pemeriksaan ini.
Radionuklear: pada pemeriksaan radionuklear tampak ventrikel kiri disertai fungsinya yang berkurang.
Sadapan jantung: pada sadapan jantung ditemukan ventrikel kiri membesar serta fungsinya berkurang, regurgitasi mitral dan atau trikuspid, curah jantung berkurang dan tekanan pengisian intraventrikular meninggi dan tekanan atrium meningkat.
Bila terdapat pula gagal ventrikel kanan, tekanan akhir diastolik ventrikel kanan, atrium kanan dan desakan vena sentralis akan tinggi. Dengan angiografi ventrikel kiri dapat disingkirkan dana neurisma ventrikel sebagai penyebab gagal jantung.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif, berpikir dan daya nalar perawat terhadap data senjang yang ditemukan sehingga diketahui permasalahan klien.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyimpangan yang menggunakan respon manusia (status kesehatan, pola interaksi, baik aktual maupun potensial sebagai individu atau kelompok dimana perawat dapat mengidentifikasi dan melaksanakan intervensi secara legal untuk mempertahankan status kesehatan).
Adapun diagnosa yang muncul adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup, aneurisme ventricular )
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus, contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
6. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
1. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Perawatan pada klien dengan kardiomiopati sama dengan pasien dengan gagal jantung (Ignatavicius et al, 1995: 919) Menurut Doengoes, (alih bahasa I Made Kariasa, 2000:762) adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup, aneurisme ventricular )
Tujuan : Curah jantung tidak menurun
Kriteria hasil :
- Menunjukkan tanda vital yang dapat diterima ( disritmia terkontrol atau hilang )
- Menunjukan tanda gagal jantung ( mis: parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat )
- Menunjukkan penurunan episode dipsnea
- Menunjukkan penurunan episode angina
- Ikur serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi Rasional
1. Auskultasi nadi apical : kaji frekuensi, irama jantung ( dokumentasikan disritmia bila tersedia telemetri )
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau TD
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
6. Pantau haluaran urine, cata penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi
7. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi
8. Atur posisi semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
9. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut
10. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan local atau pucat pada ekstreimitas
11. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi
12. Kolaborasi pemberian obat :
• Diuretik : contoh furosemid (lasix), asam etakrinik (Edecrin) ,bumetamid (Bumex), spironolaton (Aldakton).
• Vasodilator : contoh nitrat (nitro-dur, isodril), arteriodilator, contoh hidralazin (Apresoline), kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres)
• Digoksin ( Lanoxin )
• Captopril ( Capoten ), lisinopril ( Prinivil ), enalapril ( Vasotec )
• Morfin Sulfat
• Transquilizer/sedatif
• Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin ( Coumadin )
13. Kolaborasi pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam
14. Kolaborasi pantau/ganti elektrolit.
15. Kolaborasi EKG dan perubahan foto dada.
16. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin. Pemeriksaan fungsi hati ( AST, LDH ). PT/APTT/Pemeriksaan koagulasi 1. Biasanya terjadi takhikardi ( meskipun pada saat istirahat ) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventricular. Disritmia ventricular yang tidak responsive terhadap obat didugaaneurisma ventricular.
2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallops umum ( S3 dan S4 ) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Mur-mur dapat menunjukkaninkompetensi/ stenosis katup.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teraturuntuk dipalpasi dan pulsus alternan ( denyut kuat lain dan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Pada GJK dini, sedang dan kronis TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada GJK lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi
5. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriktsi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refaktoriGJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongestif vena.
6. Ginjal berespon untuk menurunka curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.
7. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
8. Istirahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau refaktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan / konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan
9. Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus/pembentukan embolus
10. Menurunnya curah jantung. Bendungan / stasis vena dan tirah baring lama meningkatkan resiko tromboflebitis
11. Meningkatkan sediaan oksegen untuk kebutuhanmiokard melawan efek hipoksia/iskemia.
12.
• Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat gagal jantung dan fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik blik reabsorbsi diuretic, sehingga mempengaruhii reabsorbsi natrium dan air.
• Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi ( vasodilator ) dan tahanan vaskuler sistemik ( arteriodilator ), juga kerja ventrikel.
• Meningklatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refaktori pada hubungan AV untuk meningkatkan efisiensi/curah jantung.
• Inhibitor HCE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR dan tekanan darah.
• Penurunan tahan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokard. Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik cemas/pengeluaran katekolamin/cemas.
• Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksegen dan kerja miokard. Catatan : Ada ‘on trial’ oral yang analog dengan amrinon ( inocor ) agen inotropik positif, disebut milrinon yang dapat cock untuk penggunaan jangka panjang.
• Dapat digunakan secara profilaksisuntuk mencegah pembentukkan thrombus/emboli pada adanya factor resiko seperti stasis vena, tirah baring, disritmia jantung dan riwayat episode trombolik sebelumnya.
13. Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan ( preload ). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
14. Perpindahan cairan dan penggunaan diuretic dapat mempengaruhi elektrolot ( khususnya kalium dan klorida ) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas.
15. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongestif pulmonal.
16. Peningkatan BUN/Kreatinin menunjukkan hiperfungsi/gagal ginjal. AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati. Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau keefektifan terapi antikoagulan.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan : Aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,
- Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan
- Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah segera aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic, penyekat beta.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat, pucat.
3. Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
4. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
6. Kolaborasi program rehabilitasi jantung/aktivitas. 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat ( vasodilasi ), perpindahan cairan ( diurestik ) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Kelemahan adalah efek samping beberapa obat ( beta blocker, transquilizer dan sedatif ). Nyeri dan program penuh stress juga dapat memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
Tujuan : volume cairan dalam batas normal/ adekuat
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran,
- Bunyi nafas bersih/jelas
- Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima
- Berat badan stabil
- Tak ada edema
- Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual.
Intervensi Rasional
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
2. Pantau/hitung keseimbangan pemasukkan dan pengeluaran selama 24 jam.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
4. Timbang berat badan tiap hari.
5. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan/tanpa pitting ; cata adanya edem tubuh umum ( anasarka ).
6. Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
7. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan. Contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, dipsnea nocturnal paroksismal, batuk persisten.
8. Selidiki keluhan dipsnea ektrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun dari duduk, sensasi sulit bernafas, rasa panik atau ruangan sempit.
9. Pantau TD dan CVP ( bila ada ).
10. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
11. Berikan makanan yang mudah dicerna. Porsi kecil dan sering.
12. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
13. Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan.
14. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
15. Catat peningkatan lethargi, hipotensi dan kram otot.
16. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : diuretic, thiazid dan tambahan kalium .
17. Pembatasan natrium sesuai indikasi.
18. Konsul dengan ahli diet.
19. Kolaborasi foto torak 1. Haluaran urine mungkin sedikit dan pelkat ( khususnya selama sehari ) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi telentang membantu diuresis : sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada malam/selama tirah baring.
2. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/ berlebihan ( hipovolemia ) meskipun edema/asites masih ada.
3. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4. Peningkatan 2,5 kg menunjukkan kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya diuretic dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan.
5. Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki ( atau area dependen ) dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti vascular ( sehubungan dsengan gagal jantung kanan ) secara nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik.
6. Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat/pencegahan.
7. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukan gagal jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada gagal jantung kanan ( dispnea, batuk, ortopnea ) dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik.
8. Dapat menunjukan terjadinya komplikasi ( edema paru/emboli ) dan berbeda dari ortopnea dan dispnea nocturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan memerlukan intervensi segera.
9. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukan terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
10. Kongesti visceral ( terjadi pada GJK lanjut )dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
11. Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorpsi. Makan sedikit tapi sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
12. Pada gagal jantung kanan lanjut, cairam dapat berpindah kedalam area peritoneal, menyebabkan meningkatnya lingkar abdomen ( asites ).
13. Ekspresi perasaan /masalah dapat menurunkan stress/cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan lemah.
14. Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan mengganggu/ memperpanjang metabolisme obat.
15. Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjdai sehubungan dengan perpindahan cairan dan terapi diuretic.
16. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan. Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping terapi diuretic yang dapat mempengaruhi fungsi jantung.
17. Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan
18. Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan cairan.
19. Menunjukan perubahan indikasif peningkatan/perbaikan kongesti paru.
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus, contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan
- GDA/oksimetri dalam rentang normal
- bebas gejala distress pernafasan
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Dorong perubahan posisi sering.
4. Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi fowler. Sokong tangan dengan bantal.
5. Kolaborasi pemeriksaan GDA, nadi oksimetri.
6. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
7. Berikan obat sesuai indikasi : Diuretik dan bronkodilator 1. Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Membantu mencegah ateletaksis dan pneumonia.
4. Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
6. Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki /menurunkan hipoksemia jaringan.
7. Menurunkan kongesrti alveolar, meningkatkan pertukaran gas. Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
- Mempertahankan integritas kulit
- Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit , catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi, atau kegemukan/kurus.
2. Pijat area kemerahan atau yang memutih.
3. Ubah posisi sering di tempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
4. Berikan perawatan kulit sering , meminimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
5. Periksa sepatu kesempitan/sandal dan ubah sesuai kebutuhan.
6. Hindari obat intramuskuler.
7. Kolaborasi berikan tekanan alternatif/kasur, kulit domba, perlindungan siku/tumit. 1. Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, immobilitas fisik dan gangguan status emosi.
2. Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3. Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
4. Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5. Edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
7. Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.
f. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah tentang kondisi dan program pengobatan.
Kriteria hasil :
- Mengidentifikasi hubungan terapi ( program pengobatan ) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi
- Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi cepat
- Mengidentifikasi stress pribadi/factor resiko dan beberapa teknik untuk menangani
- Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi Rasional
1. Diskusikan fungsi jantung normal. Meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antra serangan jantung dan GJK
2. Kuatkan rasional pengobatan.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan dan istirshat diantara aktivitas.
4. Diskusikan pentingnya pembatasan natrium.
5. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
6. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
7. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan mencatat nadi harian dan kapan memberi tahu pemberi perawatan.
8. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol factor resiko (merokok) dan factor pencetus atau pemberat( diet tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif, terpajan pada suatu ekstrem ).
9. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh peningkatan kelelahan, batuk, hemoptisis, demam.
10. Berikan kesempatan pasien atau orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang perlu.
11. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis, contoh terjdainya gangguan GI dan penglihatan, perubahan frekuensi nadi/irama, memburuknya gagal jantung.
12. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung sesuai indikasi. 1. Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
2. Pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.
3. Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4. Pemasukkan diet natrium diatas 3 gr/hari akan menghasilkan efek diuretic.
5. Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping obat dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
6. Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah /membatasi menghentikan tidur.
7. Meningkatkan pemantauan sendiri pada kondisi/efek obat. Deteksi dini perubahan memungkinkan intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi seperti toksisitas digitalis.
8. Menambah pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi.
9. Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan alat mencegah komplikasi, contoh edema paru, pneumonia.
10. Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat, menimbulkan depresi.
11. Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit.
12. Dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan di rumah.
3. Implementasi
Implementasi / pelaksanaan pada klien meningitis dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CAD POST OPERASI CABG
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CAD POST OPERASI CABG
DEFENISI
CAD adalah penyakit pada arteri koroner dimana terjadi penyempitan atau sumbatan pada liang arteri koroner oleh karena proses atherosklerosis. Pada proses artherosklerosis terjadi perlemakan pada dinding arteri koroner yang sudah terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut. Proses ini umumnya normal pada setiap orang. Terjadinya infark dapat disebabkan beberapa faktor resiko, hal ini tergantung dari individu.
SIRKULASI KORONARIA
Dua arteri koronaria yang melayani miocardium muncul dari sinus katup aorta pada pangkal aorta. Sirkulasi koroner ini terdiri dari arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Arteri koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri. Arteria-arteria ini berjalan melingkari jantung dalam dua celah anatomi eksterna : suklus atrioventrikularis, yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan suklus interventrikularis yang memisahkan kedua ventrikel.
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliput seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat-akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteria koronaria ke otot jantung dan sistem penghantar. Morbiditas dan dan mortalitas pada infark miokardia tergantung pada derajat gangguan fungsi yang ditimbulkannya, baik mekanis maupun elektris.
PATHOGENESIS
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah arteri koronaria dengan kebutuhan miokard. Pada CAD menunjukkan ketidakseimbangan antar aliran darah arterial dan kebutuhan miokardium.
Keseimbangan ini dipengaruhi oleh :
• Aliran darah koroner
• Kepekaan miokardium terhadap iskhemik
• Kadar oksigen dalam darah
Aliran darah arterial yang berkurang hampir selalu disebabkan oleh arteriosklerosis.
Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah mokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahaan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen genting, mem bahayakan myokardium distal dan daerah lesi. Lesi yang bermakna secara klinis, yang dapat menyebabkan iskemi dandisfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75 % lumen pembuluh darah. Langkah akhir prose patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara berikut :
1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak.
2. Perdarahan pada plak ateroma
3. Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit
4. Embolisasi trombus / fragmen plak
5. Spsme arteria koronaria
Lesi-lesi arteroskleosis biasanya berkembang pada segmen epikardial proksimal dari arteria koronaria yaitu pada temapat lengkungan yang tajam, percabangan atau perlekatan. Pada tahap lebih lanjut lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.
FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Yang dapat dirubah:
Mayor:
Peningkatan lipid serum
Hipertensi
Merokok
Gangguan toleransi glukosa
Diet tinggi lemak jenuh, kelesterol dan kalori
Minor:
Gaya hidup yang kurang bergerak
Stress psikologik
Type kepribadian Yang tidak dapat dirubah:
Usia
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Ras
GEJALA-GEJALA
• Asimtomatik (tanpa gejala-gejala):
• Simtomatik (dengan gejala-gejala) :
• Sakit dada, bedebar-debar, sesak napas, pingsan.
• Sakit dada
• Angina pektoris (seperti rasa tertekan, berat, diremas, disertai cemas, keringat dingin, sesak napas)
• Angina pektoris stabil (sakit dada sesudah melakukan kegiatan)
• Angina Varian ( terjadi spontan umumnya sewaktu istirahat atau pada waktu aktifitas ringan. Biasanya terjadi akibat spasme pembuluh arteri koroner).
• Angina Prisemental (sama dengan angina Varian)
• Infark miokard ( nyeri yang hebat, seperti rasa tertekan, berat, diremas, disertai cemas, keringat dingin, sesak napas, mual, muntah)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Hb / Ht
• Hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan
• Elektrolit
• Analisa Gas Darah (ABGS) : Identifikasi status oksigen, efektifitas fungsi pernapasan, keseimbangan asam-basa
• Pulse olimetri
• BUN / Kreatinin
• Glukosa
• Amilase
• Enzym
• Chest X Ray
• Elektrokardiografi (EKG)
• Angiografi
PENGOBATAN
Pencegahan Primer
Tindakan pengobatan yang paling penting pada arterosklerosis koroner adalah pencegahan primer itu sendiri. Pencegahan dilakukan karena :
1. Penyakit ini secra klinis baru terlihat nyata setelah ada suatu masa laten yang lama dengan perkembangan penyakit yang tidak bergejala pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekursor penyakit arterosklerosis ditemukan pada dinding arteri koroner pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Tidak ada terapi kuratif untuk penyakit arterosklerosis koroner. Begitu penyakit ini diketahui secara klinis, maka terapi hanya pal;iatif untuk mengurangi akibat dan konsekuensi klinis untuk memperlambat perkembangan.
3. Konsekuensi penyakit arterosklerosis koroner, dapat sangat berbahaya. Infark miokard dapat terjadi tanpa atau dengan sedikit peringatan lebih dahulu, insiden kematian mendadak terjadi sangat tinggi, lebih dari separuh kemtian yang berkaitan dengan infark miokard terjadi pada jam-jam pertama infark, sebelum pasien dirawat di rumah sakit.
Arteosklerosis koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di Amerika serikat. Menurut American Heart Association, sekitar 524.000 kematian disebabkan karena infarka miokard pada tahun 1986.
Pengobatan
Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah memperbaiki ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium akan oksigen dan suplai oksigen.
• Pengurangan kebutuhan oksigen
a. Pengurangan kerja jantung secara farmakologik:
• Nitrogliserin
• Pengahambat beta adrenergik
• Digitalis
• Diuretika
• Vasodilator
• Sedativa
• Antagonis kalsium
b. Pengurangan kerja jantung secara fisik :
• Tirah baring
• Lingkungan yang tenang
• Peningkatan suplai oksigen:
• Nitrogliserin
• Pemberian oksigen
• Vasopresor
• Antiaritmia
• Antikoagulasiadan agenfibrinotik
• Antagonis kalsium
Revascularisasi koroner
Aliran darah ke miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis pada arteri koroner dapat diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas, atau dengan meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang sakit melalui pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat melisiskan lesi.
Revascularisasi bedah (cangkok pintas = CABG)
Pembuluh standar yang dipakai dalam melakukan CABG adalah vena savena magna tungkai dan arteria mamae interna kiri dari rongga dada.
Pada pencangkokan pintas dengan vena savena magna, satu ujung dari vena ini disambung ke aporta asendens dan ujung lain ditempelkan pada bagian pembuluh darah sebelah distal dari sumbatan. Saluran baru ini dibuat untuk menghindari pembuluh darah yang mengalami penyempitan, sehingga darah dapat dialirkan ke miokardium yang bersangkutan.
PENGKAJIAN
Aktifitas
Dilaporkan :
• Kelemahan umum
• Tidak mampu melakukan aktifitas hidup
Ditandai dengan:
• Tekanan darah berkisar antara 124/91 mmhg- 137/97 mmhg
• Denyut nadi berkisar antara 100 - 112 x/menit
• Pernapasan sekitar 16-20 x/menit
• Terjadi perubahan sesuai dengan aktifitasnya dan rasa nyeri yang timbul sekali-sekali waktu batuk.
Sirkulasi
Dilaporkan :
• Riwayat adanya Infark Miokard Akut, tiga atau lebih penyakit arteri koronaria, kelainan katub jantung, hipertensi
Ditandai dengan :
• Tekanan darah yang tidak stabil, irama jantung teratur
• Disritmia / perubahan EKG
• Bunyi jantung abnormal : S3 / S4 murmur
• Sianosis pada membran mukosa/kulit
• Dingin dan kulit lembab
• Edema / JVD
• Penurunan denyut nadi perifer
• Perubahan status mental
Status Ego
Dilaporkan :
• Merasa tak berdaya / pasrah
• Marah / ketakutan
• Ketakuatan akan kematian, menjalami operasi, dan komplikasi yang timbul
• Takut akan perubahan gaya hidup atau fungsi peran
Ditadai dengan :
• Kelemahan yang sangat
• Imsomania
• Ketegangan
• Menghindari kontak mata
• Menangis
• Perubahan tekanan darah dan pola napas
Makan/minum
Dilaporkan :
• Perubahan berat badan
• Hilangnya nafsu makan
• Nyeri abdomen, nausea/muntah
• Perubahan frekwensi miksi/meningkat
Ditandai dengan :
• Menurunnya BB
• Kulit kering, turgor kulit menurun
• Hipotensi postural
• Bising usus menurun
• Edem (umum, lokal)
Sensoris
Dilaporkan :
• Sering pusing
• Vertigo
Ditandai dengan :
• Perubahan orientasi atau kadang berbicara tidak relefan
• Mudah marah, tersinggung, apatis.
Nyeri / kenyamanan
Dilaporkan :
• Nyeri dada/ angina
• Nyeri post operasi
• Ketidaknyamanan karena adanya luka oprasi
Ditandai dengan :
• Post operatif
• Wajah tapak kesakitan
• Perilakau tidak tenang
• Membatasi gerakan
• Gelisah
• Kelemahan
• Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan
Pernapasan
Dilaporkan :
• Napas cepat dan pendek
• Post operatif
• Ketidakmampuan untuk batuk dan napas dalam
Ditandai dengan :
• Post operatif
• Penurunan pengembangan rongga dada
• Sesak napas (normal karena torakotomi)
• Tanpa suara napas (atelektasis)
• Kecemasan
• Perubahan pada ABGs / pulse axymetri
Rasa Aman
Dilaporkan :
• Periode infeksi perbaikan katub
• Ditandai dengan :
• Post operati : peradarahan dari daerah dada atau berasal dari insisi daerah donor.
Penyuluhan
Dilaporkan :
• Faktor resiko seperti diabetes militus, penyakit jantung, hipertensi, stroke
• Penggunaan obat-obat kardivaskuler ya ng bervariasi
• Memperbaiki kegagalan/kekurangan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Resiko tinggi penurunan kardiak output :
Faktor resiko :
• Penurunan kontraktilitas miokardium sekunder akibat pembedahan dinding ventrikel, MI, respon pengobatan.
• Penurunan preload (hipovolemia)
• Penurunan dalan konduksi elektrikal (dysritmia)
• Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) sehubungan dengan
• sternotomi (insisi mediastinum ) dan atau insisi pada daerah donor.
• Miokardial iskemia (MI akut angina)
• Peradangan pada jaringa atau edem
• Trauma saraf pada intraoperatif
• kecemasan, gelisahm, mudah tersinggung
• Gangguanprilaku
• Peningkatan denyut nadi
• Perubahan peran sehubungan dengan :
Krisis situasi / proses penyembuhan
Ketidakpastian akan masa depan
Ditandai dengan :
• Kemunduran/perubahan kemampuan fisik untuk mengembalikan peran
• Perubahan peran yang sesuai / biasanya atau tanggung jawab
• Perubahan dalam diri / persepsi lain terhadap perannya
• Resiko tinggi tidak efektifnya jalan napas sehubungan dengan
• Ventilasi yang tidak adekuat (nyeri/kelemahan otot)
• Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (kehilangan darah)
• Penurunan pengembangan paru (Atelektasis / pnemotorak / hematotorak).
• Aktual kerusakan/integritas kulit sehubungan dengan insisi pembedahan dan lokasi jahitan luka.
Ditandai dengan :
Luka / koyaknya permukaan kulit
• Kurang pengetahuan tentang keadaan dan pemeliharaan post operasi sehubungan dengan kurang terbuka, mis interprestasi informasi, kurang daya ingat.
Ditandai dengan
• Bertanya / meminta informasi
• Mengungkapkan tentang masalahnya
• Adanya kesalahpaham persepsi
• Tidak adekuat mengikuti instruksi
DAFTAR PUSTAKA :
• Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987.
• Donna D, Marilyn. V, Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.
• Marylin Doenges, Nursing Care Plans,F.A Davis Company, Philadelpia, 1984
• Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N, Pathofisiologi proses-proses penyakit, edisi I, Buku ke empat.
ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN VASKULER “HEPATOMEGALI”
ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN VASKULER “HEPATOMEGALI”
A. PENGERTIAN
Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis). Keluhan dari hepatomegali ini gangguan dari sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam. Pengobatan pada kasus hepatomegali ini berdasarkan penyebab yang mendasarinya.
B. ANFIS
Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga kanan. Hati normal kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma, 2006).
Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati (Price, 2006).
Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006)
Fungsi dasar hati dibagi menjadi :
• Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. Ada dua macam aliran darah pada hati, yaitu darah portal dari usus dan darah arterial, yang keduanya akan bertemu dalam sinusoid. Darah yang masuk sinusoid akan difilter oleh sel Kupffer.
• Fungsi metabolik. Hati memegang peran penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin (Guyton, 2003).
• Fungsi ekskretorik. Banyak bahan diekskresi hati di dalam empedu, seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan lain-lain.
• Fungsi sintesis. Hati merupakan sumber albumin plasma; banyak globulin plasma, dan banyak protein yang berperan dalam hemostasis (Chandrasoma, 2006).
C. ETIOLOGI
Penyebab yang sering ditemukan:
• Alkoholisme
• Hepatitis A
• Hepatitis B
• Gagal jantung kongestif (CHF, congestive heart failure)
• Leukemia
• Neuroblastoma
• Karsinoma hepatoseluler
• Intoleransi fruktosa bawaan
• Penyakit penimbunan glikogen
• Tumor metastatic
• Sirosis bilier primer
• Sarkoidosis
• Sindroma hemolitik-uremik.
D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor resiko seperti rokok jamur, kelebihan zat dan infeksi virus hepatitis B serta alcohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel hepar dan mengakibatkan pembesaran hati. Hepatomegali dapat mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang mengakibatkan menurunnya produksi albumin dalam darah (hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis meningkatkan tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya vena porta juga dapat mengakibatkan ansietas. Hepatomegali juga dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga mengakibatkan nekrosis jaringan. Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru, sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang yang merangsang nyeri.
E. TANDA DAN GEJALA
Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila diraba. Tanda dan gejala yang lain berupa:
• Umumnya tanpa keluhan
• Pembesaran perut
• Nyeri perut pada epigastrium/perut kanan atas
• Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
• Ikterus
• Sering disertai kista ginjal
F. KOMPLIKASI
Orang yang hatinya rusak karena pembentukan jaringan parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit gejala atau gambaran dari hepatomegali. Beberapa diantaranya mungkin juga mengalami komplikasi, yaitu:
• hipertensi portal dengan pembesaran limpa
• asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
• gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma hepatorenalis)
• kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum) atau
• kanker hati (hepatoma).
G. TEST DIAGNOSTIK
Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari saluran empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker. Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu menentukan penyebab membesarnya hati adalah:
• rontgen perut
• CT scan perut
• tes fungsi hati.
Uji Normal Makna klinis
Bilirubin serum terkonjugasi 0,1-0,3 mg/dl Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi.
Bilirubin serum tak terkonjugasi 0,2-0,7 mg/dl Meningkat pada hemolitik.
Bilirubin serum total 0,3-1,0 mg/dl Meningkat pada penyakit hepatoseluler.
Bilirubin urine 0 Mengesankan adanya obstruksi pada sel hati
Urobilinogen urine 1,0-3,5 mg/24jam Berkurang pada gangguan ekskresi empedu, gangguan hati.
Enzim SGOT 5-35 unit/ml Meningkat pada kerusakan hati.
Enzim SGPT 5-35 unit/ml Meningkat pada kerusakan hati
Enzim LDH 200-450 unit/ml Meningkat pada kerusakan hati
Fosfatase alkali 30-120 IU/L Meningkat pada obtruksi biliaris.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi umum
• Istirahat
• Diet
• Medikamentosa
• Obat pertama
• Obat alternative
2. Terapi komplikasi
• Ruptur : pembedahan
• Kista terinfeksi : pasang drainase
3. Pembedahan
• Pembedahan
• Operasi pintas porto-cava
• Aspirasi cairan (bila kista besar)
• Skleroterapi (bila ada perdarahan varises)
• Transplantasi hati
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
• Identitas Klien
• Aktivitas/ Istirahat:
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot perut. Tidak banyak aktivitas karena nyeri di perutnya.
• Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, takikardi, perubahan tekanan darah
• Integritas Ego
Stress, ansietas
• Eliminasi
Perubahan pola berkemih sulit BAB, BAK sedikit.
• Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penambahan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
• Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
• Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri pada perut kanan atas (sedang / berat)
• Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
• Keamanan
Kulit kering, gatal.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d proses penyakit, imflamasi
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada perut kanan atas dan punggung.
3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik
4. Defisit volume cairan b/d intake yang tidak adekuat, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik.
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada pada perut atas dan punggung, terapi tirah baring.
6. Kurang pengetahuan pasien terhadap penyakitnya b/d status pendidikan.
7. Gangguan peran diri b/d Penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain.
Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri akut b/d proses penyakit, imflamasi Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil:
• Pasien mengatakan nyerinya hilang
• Nyeri berada pada skala 0-3 1. Kaji tingkat nyeri pasien
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
4. Libatkan keluarga dalam askep
5. Berikan obat analgetik
1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
5. Memberikan penurunan nyeri
2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada perut kanan atas dan punggung Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam diharapkan gangguan pola tidur pasien akan teratasi, dengan kriteria hasil:
• Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit
• Pasien tenang dan wajah segar
• Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien 1. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat
2. mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien
4. Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
3 Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan criteria:
• Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
• Menunjukkan tingkat energi biasanya
• Berat badan stabil atau bertambah
1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
3. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit Hepatomegali.
4. Berikan pengobatan secara teratur sesuai indikasi
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi
1. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
3. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
4. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
Subscribe to:
Posts (Atom)