Thursday, September 29, 2011

KONSEP DASAR LUKA

KONSEP DASAR LUKA A. Fisiologi Kulit Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas. Kulit pada orang dewasa mempunyai luas + 2 meter persegi, dan mempunyai berat + 15% dari berat badan dan mencakup 1/3 dari volume sirkulasi darah. Struktur kulit Kulit terdiri dari tiga lapisan jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapisan subkutan  Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, avaskular dan menerima nutrisi dari lapisan dermis di bawahnya. Walaupun hanya setebal 0,1 mm, epidermis terbagi menjadi lima lapisan yaitu : - Stratum corneum : lapisan kulit terluar yang dibentuk oleh proses keratinisasi. Keratin merupakan protein yang tahan terhadap perubahan pH dan temperatur. - Stratum lucidum : lapisan ini hanya terdapat pada daerah yang tidak ditumbuhi rambut seperti pada telapak tangan dan kaki. Lapisan ini tembus pandang dan terbentuk dari sel mati serta tidak tampak adanya sel syaraf. - Stratum granulosum : lapisan ini berada di bawah stratum lucidum, jika tidak terdapat stratum lucidum maka lapisan ini berada di bawah stratum corneum. - Stratum spinosum : lapisan ini mengandung sel-sel hidup yang menopang sel-sel pada lapisan di atasnya - Stratum germinativum : merupakan lapisan tunggal dari sel-sel hidup. Stratum spinosum dan stratum germinativum terbentuk dari lapisan germinal yang secara konstan memproduksi sel-sel hidup melalui proses mitosis. Sejak terbentuk, sel-sel tersebut berpindah ke lapisan diatasnya sampai terlepas di stratum corneum. Ini merupakan proses penggantian epidermis setiap + 3 minggu pada dewasa muda. Melanocyte juga ditemukan pada lapisan ini.  Dermis - Lapisan papiler : terutama terbuat dari jaringan connective yang mengandung kapiler, pembuluh getah bening, ujung saraf, reseptor panas dan sentuhan. Kelenjar sebacea, kelenjar keringat dan folikel rambut merupakan struktur epidermal khusus yang melewati dermis. Kolagen dan fibrosa elastis yang terbentuk sebagai jaringan memberi kulit kekuatan regang dan elastisitas. Beberapa sel dapat bergerak di sekitar dermis melewati batas cairan matriks gelatin. Sel-sel tersebut meliputi fibroblast dan makrofag yang mempunyai peranan penting dalam proses penyembuhan luka. - Lapisan reticular : merupakan dasar dari dermis. Tidak ada batas yang jelas antara reticular dan papiler, yang membedakan adalah ukuran kolagen dan suplai vaskular yang lebih tebal pada lapisan retikular.  Lapisan Subkutan Merupakan lapisan paling dalam dan memberikan daya dukung terhadap kulit. Tersusun dari jaringan adiposa, jaringan conective, pembuluh darah dan membentuk lapisan pelindung terhadap organ di dalamnya. Fungsi kulit meliputi :  Proteksi terhadap : - Bakteri dan virus - Dingin, panas, radiasi dan sinar - Substansi kimia - Kerusakan mekanik - Dehidrasi  Mengontrol suhu tubuh dengan : - Sekresi dan evaporasi - Mekanisme sirkulasi (vasodilatasi dan konstriksi) - Menimbun jaringan lemak dan tempat pertumbuhan rambut  Indra Perasa, mengandung reseptor saraf yang sensitif terhadap : - Nyeri - Panas - Sentuhan - Tekanan dan getaran  Metabolisme - Sintesis vitamin D - Sintesis melanin  Fungsi komunikasi - Ekspresi wajah - Perubahan warna kulit (kemerahan, pucat) - Sensasi sentuhan  Konsep diri dan body image B. Pengertian luka Luka adalah cidera fisik yang merusak kulit, biasanya disebabkan oleh suatu tindakan yang disengaja atau kecelakaan atau penyakit. ( Mosby’s: Medical, Nursing & Allied Health Dictionary Fifth Edition ). Menurut Koiner dan Taylan luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya. Trauma dapat terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, luka dapat tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam. Sedangkan Walff dkk mengatakan dengan istilah cidera atau trauma. Cidera pada jaringan dapat terjadi karena bermacam-macam sebab seperti tekanan pada tubuh, kekerasan, suhu yang ekstrim (terlalu panas atau dingin), atau zat kimia. Luka mungkin terbuka atau tertutup dan terjadi karena disengaja ataupun tidak disengaja. C. Type Luka Tipe Penyebab Gambaran/Implikasi Klasifikasi tindakan yang terjadi pada luka  Luka disengaja  Luka tidak disengaja Perencanaan therapi misalnya bedah insisi, radiasi, penggunaan jarum atau trochar (therapi IV, spinal tap, torasentesis) Trauma yang tidak diharapkan yang terjadi karena kecelakaan, cidera/rudapaksa (kena tikam, tembak) dan terbakar. Bersihkan luka dengan tehnik aseptik dengan menggunakan alat dan bahan steril. Kontrol perdarahan, minimalkan faktor infeksi, fasilitasi penyembuhan. Kontaminasi dapat terjadi pada lingkungan yang tidak steril. Tepi luka biasanya bergerigi dengan perdarahan dan trauma jaringan multiple. Beresiko tinggi untuk terjadi infeksi dan penyembuhan lambat Definisi Integritas Kulit  Luka tertutup  Luka terbuka Tubuh yang terkena pukulan, tekanan atau regangan (karena terjatuh, penyerangan atau kecelakaan) Trauma yang dapat terjadi secara disengaja maupun tidak disengaja. Kulit tidak robek (disebut juga luka memar) yang terjadi biasanya akibat kekerasan yang dilakukan terhadap jaringan. Dapat terjadi kerusakan berat thd jaringan lunak dan pembuluh darah yang pecah di bawah kulit yang menyebabkan warna biru. Luka memar dapat terjadi pada bagian tubuh yang terbuka atau di dalam tubuh, misalnya luka memar di otak. Permukaan kulit terbuka yang merupakan jalan masuk bagi mikroorganisme. Dapat juga terjadi perdarahan, kerusakan jaringan dan peningkatan resiko infeksi. Gambaran Luka  Luka Memar  Luka Incisi  Luka Abrasi  Laserasi  Punctum/tusuk Terpukul oleh benda keras Terjadi karena alat-alat tajam/jarum Terjadi karena kecelakaan atau terjatuh yang menyebabkan tergores atau tergeseknya permukaan kulit atau prosedur penanganan kulit yang disengaja. Terjadi karena trauma mendadak Terjadi karena benda tajam/lancip yang masuk kedalam kulit dan jaringan di bawahnya. Luka tertutup, menyebabkan kerusakan jaringan lunak dan ruptur pada pembuluh darah yang menyebabkan bengkak dan nyeri. Jika organ dalan yang terkena dapat terjadi efek yang lebih parah. Idem dengan luka terbuka yang disengaja Luka terbuka, hanya merusak permukaan kulit, terasa nyeri. Jaringan robek dan tepi luka rata. Kedalaman luka bervariasi dan lebih beresiko untuk terjadinya komplikasi. Sering diakibatkan oleh obyek kotor shg. resiko infeksi tinggi. Mungkin disengaja atau tidak disengaja. Kemungkinan atau tingkat kontaminasi  Bersih  Bersih terkontaminasi  Terkontaminasi  Infeksi Bedah incisi dan luka tertutup. Pada pembedahan khusus Luka kecelakaan terbuka, pembedahan yang kurang steril, atau pembedahan dengan kontaminasi mayor dari gastro intestinal. Luka yang mengandung kuman patogen, luka lama, luka trauma, atau incisi pada area infeksi. Tidak terdapat organisme pathogen. Biasanya pada operasi yang tidak mengenai saluran respirasi, gastrointestinal, atau sistem perkemihan. Pembedahan pada saluran respirasi, gastrointestinal atau sistem perkemihan. Resiko untuk terjadinya infeksi lebih tinggi. Jaringan akan meradang, resiko tiggi untuk terjadi infeksi. Luka menunjukkan reaksi radang, panas, purulent, kulit tampak kemerahan. Menurut penyebabnya luka dibagi menjadi : 1. Mekanik ( tajam, tumpul, ledakan/tembak ) a. Vulnus Scissum (luka sayat) : pinggirnya rapi karena tersayat benda tajam b. Vulnus Contusum (luka memar) : cidera pada jaringan di bawah kulit karena terbentur benda tumpul c. Vulnus Laceratum (luka robek) : jaringan yang rusak dengan luka terkoyak misalnya tergilas mesin d. Vulnus Punctum (luka tusuk) : luka yang di bagian luarnya (mulut luka) kecil tetapi bagian dalamnya dapat melukai organ lain, dikarenakan benda runcing. e. Vulnus Seloferadum (luka tembak) : daerah pinggir luka tampak kehitaman, karena tembakan peluru f. Vulnus Morcum (luka gigitan) : luka dengan bentuk contur gigi tergantung dari gigi g. Vulnus Abracio (luka terkikis) : luka yang menghilangkan/mengikis lapisan kulit bagian atas tetapi belum mengenai pembuluh darah. 2. Non Mekanik a. Luka akibat zat kimia b. Luka akibat suhu yang panas c. Luka akibat radiasi d. Luka karena listrik e. Luka akibat alergi D. Efek Psikologi adanya Luka Trauma karena adanya luka menyebabkan stress psikologi yang sesuai dengan cidera fisik yang terjadi. Karena fungsi kulit adalah sebagai organ sensori dan memainkan peran didalam berkomunikasi dan perasaan terhadap diri sendiri, maka adaptasi emosional terhadap luka akan berimbang dengan parah tidaknya luka. Walaupun stress dan adaptasi lebih bersifat individual, ada beberapa keadaan stress aktual dan potensial yang umum terjadi pada pasien dengan luka. Stress tersebut meliputi nyeri, cemas, takut, dan perubahan pada konsep diri.  Nyeri Nyeri adalah bagian dari kebanyakan trauma, dari luka kecil pada tangan sampai incisi pada bedah perut. Walaupun nyeri berhubungan dengan komplikasi fisik, terjadi pula gangguan pada komponen psikologis. Nyeri dari luka akan meningkat pada saat aktivitas seperti ambulasi, batuk, berganti posisi di tempat tidur, berganti pakaian. Nyeri aktual dapat membuat pasien takut untuk beraktivitas. Intervensi perawatan bertujuan menurunkan nyeri dengan keterampilan dan penjelasan/penyuluhan dapat menurunkan stress emosional.  Kecemasan dan ketakutan Kecemasan dan ketakutan merupakan respon umum terhadap luka. Pasien merasa takut tentang keadaan lukanya, sebagian privacy akan terganggu saat luka dirawat, dan bagaimana reaksi orang lain terhadap terlihatnya luka dan adanya bau dari luka tersebut. Dapat terjadi kecemasan aktual saat organ tubuhnya terpotong/terluka. Perawat perlu bersikap menerima dan empatik, menganjurkan pada pasien agar mengungkapkan perasaannya secara terbuka, menjawab pertanyaan pasien secara akurat dan jujur, hindari ekspose bagian tubuh secara berlebihan saat memberikan perawatan luka.  Gangguan Konsep Diri Konsep diri pada masing-masing orang merupakan keadaan yang terkait secara menyeluruh. Saat kulit dan jaringan mengalami trauma, konsep diri berubah dan seseorang harus beradaptasi dan memformulasikan kembali konsep terhadap dirinya. Luka dan bekasnya akan terlihat oleh orang lain, khususnya di wajah, dapat membuat pasien mengalami perasaan penolakan, buruk rupa dan tidak berharga. Bekas luka yang lebar seperti bekas luka pada dada atau colostomy dapat berdampak serius terhadap seksualitas, hubungan sosial dan body image. Saat merencanakan perawatan intervensi harus mencakup pemecahan masalah tersebut seperti merujuk pada support system dan konsulen untuk memfasilitasi koping dan penerimaan -pada klien dan keluarga- terhadap perubahan struktur dan fungsi tubuh. E. Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka mungkin satu dari tiga proses yaitu : primer, sekunder, dan tertier. Kebanyakan incisi dan laserasi jahitan kecil sembuh secara primer. Perlukaannya bersih, bergaris lurus dengan sedikit jaringan yang hilang, dan seluruh tepi luka menyembhuh sesuai dengan jahitannya. Luka ini dapat sembuh secara normal dengan segera dengan bekas yang minimal. Penyembuhan secara sekunder terjadi pada luka yang luas dengan banyak jaringan yang hilang sehingga tepi luka tidak sembuh merata. Penyembuhan secara sekunder melalui proses pengisisan luka dengan jaringan granulasi. Karena luka lebih terbuka maka peluang terinfeksi lebih besar, waktu penyembuhan lebih lama serta meninggalkan bekas lebih luas. Penyembuhan secara tertier terjadi jika ada peningkatan jangka waktu antara terjadinya luka dan penjahitan luka. Keterlambatan tersebut memungkinkan bakteri patogen hidup pada area luka sehingga resiko terjadinya infeksi meningkat. Terjadi juga reaksi radang yang lebih kuat dan lebih banyak granulasi jaringan dibandingkan dengan penyembuhan secara primer. Trauma jaringan menimbulkan dua respon utama yaitu respon stress dan respons radang. Semua perlukaan mengikuti fase-fase yang sama dalam penyembuhannya, walaupun terdapat perbedaan dalam waktu penyembuhan serta pertumbuhan jaringan granulasi. Empat fase penyembuhan luka (Phipps et all, 1987) yang terjadi pada luka pembedahan akan diuraikan karena merupakan luka yang umum dirawat. Fase I. Fase ini berlangsung dari saat insisi sampai dua hari setelah pembedahan. Respon radang akan terjadi yang merupakan respon lokal terhadap terhadap cidera jaringan. Respons jaringan pada fase ini merupakan tahapan dari “lokal adaptation syndrome”. Pada tahap ini pertamakali terjadi adalah kontriksi dari pembuluh darah pada area cidera, memfasilitasi proses pembekuan darah untuk menyumbat luka. Kemudian diikuti dengan vasodilatasi, memfasilitasi peningkatan aliran darah ke area luka, memungkinkan sel darah putih (leukosit) masuk ke area luka dan memakan bakteri dan jaringan yang mati. Fibroblast juga bermigrasi dari aliran darah ke area luka, menangkap/menimbun fibrin yang memperluas bekuan. Lapisan tipis sel-sel epitel terbentuk melintasi luka dan pembuluh darah disekeliling luka kembali terbentuk. Pada fase ini, klien menunjukkan gejala-gejala umum dari respon tubuh seperti temperatur yang meningkat, lekositosis dan kelemahan umum. Fase II. Fase ini berlangsung pada hari ke-3 sampai hari ke-14 setelah pembedahan. Lekosit mulai menurun dan serat-serat kolagen mengisi ruang jaringan. Lapisan epitel berregenerasi pada akhir minggu pertama. Ini merupakan jaringan baru yang disebut jaringan granulasi, vaskularisasinya tinggi dan berwarna merah serta gampang berdarah. Pasien mulai terlihat membaik saat melewati fase ini. Fase III. Fase ini berlangsung pada akhir minggu kedua sampai enam minggu setelah pembedahan. Pada periode ini, kolagen semakin bertambah, aliran darah ke sekitar luka berkurang dan akhirnya terhenti. Luka terlihat kasar, berwarna merah muda dan scar mulai tumbuh. Fase IV. Fase ini merupakan fase terakhir, berlangsung pada akhir minggu ke enam sampai satu tahun setelah pembedahan. Luka berkontraksi dan mengecil, akhirnya menjadi rata dan tipis. Scar merupakan jaringan kolagen yang avaskular yang tidak mengeluarkan keringat, tidak tumbuh rambut, atau berwarna kecoklatan. F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan luka Meliputi banyak faktor diantaranya : 1. Faktor Lokal - Kerusakan/berkurangnya suplay darah ke daerah luka Gangguan pada suplay darah perifer dapat menurunkan perfusi jaringan dan membatasi suplay lokal terhadap oksigen dan zat makanan yang diperlukan untuk perbaikan jaringan. - Deficit oksigen Hipoksia menstimulasi angiogenesis, tetapi oksigen yang adekuat dibutuhkan pada tepi luka. Penurunan oksigen menghambat sintesa kolagen dan pertumbuhan epitel dan menghambat aktivitas pagositosis dari leukosit. - Fluktuasi temperatur Aktivitas pembelahan sel berlangsung dengan baik pada suhu tubuh normal. Perubahan suhu secara ekstrim menyebabkan kerusakan jaringan. - Lokasi luka Posisi luka mempengaruhi vaskularisasi dan dapat menentukan pergerakan sisi luka. Luka pada persendian akan sembuh dengan lambat. - Stress mekanik Stress mekanik menghambat penyembuhan dan memperlama kerusakan jaringan. Tekanan dan gesekan dapat disebabkan oleh perawatan yang buruk dan tehnik pembalutan yang jelek. - Banyak/sedikitnya jaringan yang hilang Luka yang dalam dan lebar dengan kehilangan jaringan yang besar akan sembuh dengan lambat. Penyembuhan sekunder memerlukan lebih banyak regenerasi jaringan daripada penyembuhan secara primer atau tertier. - Adanya jaringan nekrosis Jaringan mati ini menghambat migrasi epitel dan menghambat suplay nutrisi pada dasar luka. - Tehnik pembedahan Pembedahan yang tidak steril dan drainase luka yang tidak adekuat dapat menyebabkan infeksi yang menghambat penyembuhan. - Adanya benda asing Benda asing menyebabkan iritasi jaringan, memperpanjang respon radang dan beresiko untuk terjadinya infeksi. 2. Faktor General - Status nutrisi Protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral semuanya memainkan peranan penting dalam proses penyembuhan luka dan diperlukan untuk produksi kolagen dan jaringan conective. - Dehidrasi Dehidrasi dan adanya ketidakseimbangan elektrolit menghambat fungsi sel dan dapat meningkat secara drastis pada luka bakar atau fistule. - Bangun/bentuk tubuh Bangun tubuh yang ekstrim dapat mengganggu tahapan penyembuhan. Cacheksia dan anoreksia mengindikasikan buruknya status nutrisi. Obesitas dapat menurunkan tegangan luka, menurunkan efek kontraksi dan meningkatkan resiko dehiscene. - Infeksi sistemik Infeksi memperkuat reaksi radang dan mengganggu aktivitas fibroblast. - Stress Kecemasan menyebabkan release glukokortikoid yang mempunyai efek antiinflamasi dan menginhibisi fibroblast, sintesis kolagen dan pembentukan jaringan granulasi. - Imunnosupresive agent Konsekwensi dari radiotherapy dan kemotherapy diantaranya menghambat pembelahan dan pertumbuhan sel. Sel yang diradiasi akan kehilangan vaskularisasi, mengalami ulcerasi dan atropi. - Therapy obat Obat anti inflamasi, agen sistotoksik, agen imunosupresive dan antikoagulan semuanya menurunkan kecepatan penyembuhan dengan menghambat pembelahan sel dan proses pembekuan. - Kecukupan istirahat/tidur Perbaikan jaringan dan kecepatan pembelahan sel meningkat saat tidur. Penyembuhan luka memerlukan kondisi turunnya stress fisik dan psikis yang didapat saat istirahat/tidur. 3. Faktor psikologis - Motivasi Motivasi pasien yang rendah akan menurunkan kemampuan pasien mengikuti pengobatan/perawatan. Motivasi dipengaruhi oleh kecemasan, perasaan bersalah dan penolakan. - Perhatian pasien terhadap perawatan Luka kronis kadang mempengaruhi perasaan pasien sehingga merasa tergantung dan merasa kemampuannya rendah. Perhatian positif terhadap pasien dalam perawatan lukanya dapat berarti banyak dalam penyembuhan. - Pengetahuan Kurangnya pengetahuan pasien mengganggu penerimaan pasien terhadap luka yang dideritanya dan menghambat pengobatan/perawatan terhadap luka. Pemberian informasi yang adekuat terhadap luka dan perawatannya dapat meningkatkan pengetahuan pasien sehingga berpartisipasi aktif dalam pengobatan. 4. Faktor Gaya hidup - Keadaan lingkungan Lingkungan yang tidak sehat atau kotor akan mempermudah terjadinya infeksi sehingga proses penyembuhan luka secara fisiologis terhambat. - Keadaan ekonomi Ekonomi rendah akan membatasi kemampuan pasien didalam perawatan terhadap lukanya. - Adat dan kepercayaan Beberapa adat dan kepercayaan menghambat proses penyembuhan luka seperti ; pemakaian getah kayu untuk pengobatan luka, bebat yang kuat, tidak boleh mengkomsumsi makanan tinggi protein tanpa alasan yang jelas. - Kebiasaan merokok, alkohol dan ketergantungan obat Merokok berarti mengkomsumsi CO dimana CO akan diikat oleh hemoglobin dan menyaingi peredaran oksigen dalam tubuh. Hal ini menyebabkan oksigen yang dibutuhkan dalam regenerasi sel pada luka menjadi terbatas. Pada perokok dapat pula terjadi defisiensi vitamin C yang merupakan faktor esensial bagi regenerasi jaringan. Alkohol dan obat-obatan akan mempengaruhi kondisi umum tubuh serta konsumsi nutrisi yang tidak adekuat. G. Komplikasi spesifik adanya Luka Komplikasi luka meningkatkan angka kesakitan dan kematian pot operatif dan juga meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Komplikasi luka diantaranya infeksi, perdarahan, dehiscene dan eviscerasi. 1. Perdarahan (hemorrhage) Perdarahan dapat diindikasikan oleh robeknya jahitan, bekuan yang keluar karena tegangan dari bagian yang dioperasi, infeksi atau erosi pembuluh darah keluar tubuh. Luka post op memerlukan pengkajian yang hati-hati untuk mendeteksi perdarahan. Hipovolemia bukan tidak mungkin terjadi. Karena itu, balutan harus diperiksa secara teratur sampai 48 jam setelah operasi. Perhatian khusus diberikan bila ada perasaan haus, peningkatan denyut nadi dan pernafasan, serta kelemahan menyeluruh pada pasien. Hal tersebut merupakan tanda awal terjadinya perdarahan. Jika perdarahan terjadi, balutan menekan diperlukan, penggantian cairan mungkin diperlukan dan intervensi bedah mungkin diperlukan juga. 2. Infeksi Invasi bakteri dapat terjadi pada waktu trauma, saat pembedahan atau saat postoperative. Keadaan infeksi berhubungan dengan tingkatan, tipe dan lokasi pembedahan serta penyebab dari terjadinya luka (Cruse & Foord, 1980). Dikatakan terinfeksi bila terdapat nanah dengan atau tanpa hasil positif terhadap kultur specimen (Simmons, 1982). Infeksi dapat terjadi 2-7 hari post operative. Kadang-kadang pada beberapa kasus infeksi dapat terjadi setelah pasien keluar dari rumah sakit. Tanda dari infeksi disamping adanya nanah, termasuk nyeri, kemerahan, bengkak, demam/panas, serta peningkatan jumlah leukosit (Flynn & Rovee, 1982). 3. Dehiscene Adalah robek/pecahnya luka sebagian atau seluruhnya. Beberapa faktor resiko pasien terhadap terjadinya dehiscene meliputi : kegemukan, kekurangan nutrisi, multiple trauma, batuk yang berlebihan, muntah-muntah, dehidrasi. Dehiscene seringkali terjadi bila tidak terjadi penyembuhan sehingga pinggiran luka incisi tidak dapat menyatu. Hal ini terlihat dalam 4-5 hari post operasi, secara normal pinggiran incisi merapat sepanjang incisi tersebut. Tanda-tanda klinik untuk mengetahui secara cepat terjadinya dehiscene adalah : terjadinya demam, takikardi, nyeri, paralitic dan prolonge ileus. 4. Eviceration Adalah menonjolnya organ-organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui incisi. Bila dehiscene dan eviscerasi terjadi maka tutup daerah tersebut dengan gaas steril yang dibasahi dengan cairan steril dan jaga agar jaringan selalu lembab. Segera rujuk ke dokter untuk perbaikan pembedahan. PERTANYAAN 1. Coba sebutkan bagian-bagian struktur kulit ! 2. Coba sebutkan fungsi dari kulit ! 3. Jelaskan pengertian luka secara singkat ! 4. Sebutkan salah satu type luka ! 5. Bagaimana efek psikologi terjadinya luka ? 6. Bagaimana terjadinya proses penyembuhan luka ? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyembuhan luka ? 7. Secara singkat sebutkan komplikasi luka !

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak (Tumor Intrakranial)

LAPORAN PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak (Tumor Intrakranial) Konsep Dasar 1. Pengertian. Tumor intracranial meliputi lesi benigna dan maligna. Tumor intracranial dapat terjadi pada beberapa struktur area otak dan pada semua kelompok umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan jaringan dimana tumor itu muncul. 2. Penyebab Tumor intracranial primer atau neoplasma berasal dari sel intrinsic jaringan otak dan berasal dari kelenjar pituitary dan kelenjar pineal. Sedangkan tumor sekunder atau metastasis juga beperngaruh pada tumor intracranial. Tumor intracranial primer dibagi atas dua yaitu tumor intraserebral primer dan tumor ekstrasebral primer. 3. Type tumor otak Tumor intraserebral primer : a. Glioma : astrocytoma, oligodendrogliomas, ependymomas, medulloblastoma dan glioblastoma. Terdapat pada jaringan konektif otak, infiltrasi terutama pada jarinan hemisfer serebral, berkembang cepat. Tumor ekstraserebral primer : a. Meningioma. Terdapat pada lapisan meningeal yang menutupi otak. Biasanya beningna tapi bias berubah menjadi ganas. Bisa timbul tanda dan gejala neurologis seperti anosmia, atropi optic, palsi ekstraokuler, papiledema, disfungsi serebelar. b. Tumor pituitary. Terdapat pada berbagai jaringan. c. Neuroma. Berasal dari sel Schwann pada saraf cranial ketiga. Mulanya benigna kemudia berubah menjadi maligna. Tumor metastase Sel kanker menyebar ke otak via system sirkulasi, pembedahannya sulit, dan prognosis jelek. Metastase dapat terjadi pada epidural, meningeal atau parenkim otak. 4. Patofisiologi Gejala tumor intracranial dapat memberikan efek local ataupun efek general. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian, gangguan afek, disfungsi system motor, kejang, aphasia.. Pada presentral gyrus dapat ditemukan kejang Jacksonian. Pada lobus oskipital terjadi gangguan penglihatan, dan sakit kepala (headache). Lobus temporal bias terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan atau gustatory dan kejang psikomotor, aphasia.. Pada lobus parietal dapat ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri – kanan, deficit sensori (kontralateral). Ada juga yang menekan secara langsung pada struktur saraf menyebabkan degenerasi dan interferensi dengan sirkulasi local. Bisa timbul edem local dan jika lama maka mempengaruhi fungsi jaringan saraf. Suatu tumor otak sesuai type dimana-mana pada rongga cranial bias menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Bila tumor berada di ventrikel maka dapat menyebabkan obstruksi. Bila edema meningkat maka suplay darah ke otak menurun dan karbondioksida tertahan. Pembuluh darah dilatasi untuk meningkatkan suplay oksigen darah. Hal ini malah akan memperberat edem. Papilledem merupakan efek general dari peningkatan tekanan intracranial dan sering sebagai tanda terakhir yang timbul. Kematian akibat kompresi batang otak. 5. Komplikasi : a. Edema serebral b. Tekanan intracranial meningkat. c. Herniasi otak d. Hidrosefalus. e. Kejang. f. Metastase ke tempat lain. 6. Studi diagnostic dan hasil. a. Scan otak. Meningkatt isotop pada tumor. b. Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah. c. X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial. d. X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase. e. CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel serebral. f. Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline. 7. Manajemen medis. Pengobatan tumor otak meliputi pembedahan, kemoterapi, radiasi atau kombinasi ketiga – tiganya. a. Managemen umum. Terapi radiasi dan nutrisi yang adekuat. b. Pembedahan. Kraniotomi, kraninektomi, prosedur transpheniodal, prosedur shunting, dan reservoir Ommaya. c. Terapi obat. Kortikosteroid, antikonvulsan, analgesic/antipiretik, histamine reseptor antagonis, antacids, kemoterapi sistemik. Asuhan Keperawatan Tumor Otak 1. Pengkajian. a. Gangguan fokal neurologis. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian, gangguan afek, disfungsi system motor, kejang, aphasia.. Pada presentral gyrus dapat ditemukan kejang Jacksonian. Pada lobus oskipital terjadi gangguan penglihatan, dan sakit kepala (headache). Lobus temporal bias terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan atau gustatory dan kejang psikomotor, aphasia.. Pada lobus parietal dapat ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri – kanan, deficit sensori (kontralateral). b. Meningkatnya TIK : letargi, HR menurun, tingkat kesadaran menurun, papilledem, muntah proyektil, kejang, perubahan pola napas, perubahan tanda vital. c. Mentasi. Perubahan kepribadian, depresi, menurun daya ingat dan kemampuan mengambil keputusan. d. Disfungsi pituitary. Syndroma cushing, akromegali, giantisme, hipopituitarisme. e. Nyeri. Headache persisten. f. Aktivitas kejang. g. Status cairan. Mual dan muntah, urine output menurun, membrane mukosa kering, turgor kulit menurun, serum sodium menurun, BUN, Hb, Hct, hipotensi, takikardi, berat badan menurun. h. Psikososial. Marah, takut, berkabung dan hostility. 2. Diagnosa Keperawatan. a. Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan rambut, dan perubahan struktur dan fungsi tubuh. b. Antisipasi berkabung berhubungan dengan penerimaan kemungkinan kematian pasien. c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemoterapi dan terapi radiasi. d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan sakit kepala yang hebat dan efek samping pengobatan. e. Resiko tinggi volume cairan menurun berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan terapi radiasi. 3. Perencanaan Keperawatan. Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan rambut, dan perubahan struktur dan fungsi tubuh. Pasien mengekspresikan gambaran diri yang positif dengan criteria pasien menerima perubahan pada body imagenya. 1. Kaji reaksi pasien terhadap perubahan tubuhnya. 2. Observasi interaksi social pasien. 3. Pertahankan hubungan terapeutik dengan pasien. 4. Anjurkan pasien untuk berkomunikasi terbuka dengan petugas kesehatan atau orang penting lainnya. 5. Bantu pasien menemukan koping yang efektif tentang body image. Menentukan reaksi pasien terhadap perubahan body imagenya Withdrawl social bisaa terjadi karena penolakan. Memfasilitasi suatu hubungan terapeutik yang terbuka Ekspresi ketakutan secara terbuka dapat mengurangi kecemasan Membantu pasien menemukan strategi koping yang dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan Antisipasi berkabung berhubungan dengan penerimaan kemungkinan kematian pasien. Pasien dan keluarga mampu ekspresikan rasa berkabungnya dengan criteria perasaan pasien dan keluarga tentang rasa berkabungnya diekspresikan dengan tepat. 1. Kaji reaksi pasien dan keluarga terhadap diagnosis. 2. Anjurkan pasien untuk ekspresi perasaan secara terbuka. 3. Antisipasi perasaan pasien akan kemarahan dan ketakutannya. 4. Bantu pasien mereview pengalaman masa lalu 5. Anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam ADL 6. Rujuk pasien dan keluarga kepada kelompok pendukung. Menentukan proses berkabung dan strategi koping yang digunakan. Mengurangi kecemasan dan ketakutan. Perasaan bimbang (tak menentu) bisa muncul setelah shock akan diagnosis Membantu pasien menemukan koping mekanisem Mengurangi perasaan ketidakberdayaan. Kelompok penduduk dapat membantu dalam hal support emosional Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemoterapi dan terapi radiasi. Integritas kulit pasien dipertahankan dengan criteria kulit tetap intak, tidak ada kemerahan atau kerusakan. 1. Kaji integritas kulit tiap 4 jam 2. Pertahankan kulit bersih dan kering, gunakan sabun dan air untuk memandikan pasien. 3. Reposisi pasien setiap 2 jam 4. Anjurkan untuk intake cairan dan nutrisi yang adekuat. Merah, kering, dan luka dapat terjadi pada daerah radiasi, kemoterapi bias menyebabkan rash, hiperpigmentasi dan kehilangan rambut. Mencegah kerusakan kulit Meningkatkan sirkulasi dan mencegah luka tekan Dehidrasi dan malnutrisi dapat meningkatkan resiko berkembangnya luka tekan. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan sakit kepala yang hebat dan efek samping pengobatan. Pasien bebas nyeri dengan criteria melaporkan tidak ada ketidaknyamanan, tidak meringis, menangis, tanda vital dalam batas normal, berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat. 1. Kaji lokasi, dan lamanya nyeri kepala dan nyeri insisi tiap 2 jam. 2. Atur pmberian analgesic/narkotik 3. Berikan kenyamanan pada pasien Perubahan yang mendadak atau nyeri hebat dapat menunjukkan TIK meningkat dan harus dilaporkan ke dokter. Narkotik memberikan efek sedative. Menghilangkan ketidaknyamanan dan kecemasan. Resiko tinggi volume cairan menurun berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan terapi radiasi. Keseimbangan cairan yang adekuat dipertahankan dengan criteria intake dan output seimbang, turgor kulit dan membrane mukosa lembab, serum elektrolit, Hb, Hct, dan tanda vital dalam batas normal 1. Kaji turgor kulit, membrane mukosa, haus, tekanan darah, HR, monitor serum elektrolit, albumin dan CBC. 2. Monitor intake dan output 3. Anjurkan intake yang adekuat. Atur pemberian cairan per iv sesuai order 4. Atur pemberian antiemtek sesuai order. Menentukan status dehidrasi. Muntah dapat terjaid pasien dengan kemoterapi dan tera[I radiasi Membantu mempertahankan hidrasi yang adekuat. Mengurangi mual dan muntah Laporan Kasus ASUHAN KEPERAWATAN NY. S.H. DENGAN MENINGIOMA SPHENOID DI RUANG SARAF A RSDS SURABAYA TANGGAL 26 – 28 NOPEMBER 2001 Pengkajian I. Biodata. A. Identitas pasien. 1. Nama : Tn. S.H. (Perempuan, 52 tahun). 2. Suku/bangsa : Madura/Indonesia. 3. Agama : Islam 4. Status perkawinan : Kawin 5. Pendidikan/pekerjaan : TS/petani 6. Bahasa yang digunakan : Madura 7. Alamat : Dusun Sarip Rt 04 RW 1 Bajang, Pakong-Pamekasan 8. Kiriman dari : datang sendiri B. Penanggung jawab pasien : Suami dan anak sebagai penanggung jawab. II. Alasan masuk rumah sakit A. Alasan dirawat : mata kanan tidak dapat melihat dan nyeri kepala sejak 2 tahun yang lalu. B. Keluhan utama : pasien mengatakan pusing, dan tidak ada napsu makan karena stress dengan penyakitnya, dimana dijanjikan akan dilakukan pembedahan tetapi belum terlaksana. III. Riwayat kesehatan A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : pasien pernah menderita tekanan darah tinggi 3 tahun yang lalu, nyebabnya tidak diketahui, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit, riwayat alergi seperti obat dan makanan tidak ada. B. Riwayat kesehatan sekarang : sejak 2 tahun yang lalu pasien merasa nyeri kepala, mata kanan menonjol dan tidak bisa melihat. Berobat jalan ke RS Pamekasan tetapi tidak ada perubahan. Oleh keluarga dibawa ke RS Mata Undaan Surabaya. Dari RS Undaan dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. C. Riwayat kesehatan keluarga : orang tua, saudara kandung ayah/ibu, saudara kandung pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan. Genogram : IV. Informasi khusus A. Masa balita : tidak dikaji B. Klien wanita : tidak dikaji V. Aktivitas hidup sehari – hari : Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit A. Makan dan minum 1. Nutrisi 2. Minum Pola makan 3 kali/hari, tidak ada makanan pantangan. Minum air putih 8-10 gelas sehari, kadang-kadang minum kopi. Sejak 3 hari yang lalu pasien tidak ada napsu makan, tidak menghabiskan porsi yang disiapkan Minum air putih 4-6 gelas, kadang minum susu yang disiapkan. B. Eliminasi BAB dan BAK tidak ada kelainan. Kadang keringat dingin. BAB 1-2 kali/hari, konsistensi lembek dan BAK 1000-1500 cc/hari, warna kuning. C. Istirahat dan tidur Pasien istirahat jam 13.00-14.30 dan tidur malam 22.00-05.30 Pasien istirahat di tempat tidur saja. Tidur kalau merasa mengantuk. Kesulitan tidur karena stress belum dilakukan pembedahan D. Aktivitas Pasien sebagai seroang petani bekerja di sawah. Pasien mengatakan ia hanya duduk E. Kebersihan diri Mandi 2 kali sehari, menggosok gigi tidak pasti Dilakukan di kamar mandi F. Rekreasi Pasien senang menonton televise. Tidak bisa dilakukan. VI. Psikososial A. Psikologis : pasien dan keluarga mengatakan tidak mau minum obat dan napsu makan menurun karena pusing memikirkan pelaksanaan operasi yang selalu ditunda dan biaya yang dikeluarkan sudah banyak. Konsep diri : tidak dirasakan sebagai suatu masalah pada konsep dirinya. Keadaan emosi : pasien marah-marah, sedih. Mekanisme koping adalah diam saja. B. Sosial : hubungan antar anggota keluarga (suami dan anak-anaknya) harmonis dimana anak dengan setia menunggu sedangkan suami kadang-kadang menjenguk karena harus bekerja mencari nafkah. C. Spiritual : di rumah ibadah dengan sholat 5 waktu, sedangkan di rumah sakit pasien berdoa dalam hati. Keyakinan tentang kesehatan sekarang ini adalah bahwa ia mengharapkan agar cepat dilakukan pembedahan. VII. Pemeriksaan fisik A. Keadaan umum : pasien nampak sakit sedang. Kesadaran kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 150/90 mmHg, N 120 x/menit, S 375 0C, RR 18 X/menit. B. Head to toe : 1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala bersih. 2. Rambut. Rambut agak ombak, sebagian berwarna uban, dan nampak bersih. 3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan pada mata kanan tidak dapat melihat konjungtiva anemis, pupil kanan enoftalmus, ptosis, dan refleks cahaya mata kanan negative, tidak menggunakan alat bantu kacamata. 4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal. 5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran normal. 6. Mulut dan gigi. Tidak ada bau mulut, perdarahan dan peradangan, ada karang gigi/karies. Lidah bersih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan pada faring. 7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk. 8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur. 9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, tidak ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 12 X/menit. 10. Repoduksi Tidak dikaji. 11. Ekstremitas Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4. 12. Integumen. Kulit keriput, pucat. VIII. Pemeriksaan penunjang A. Laboratorium : B. Radiologi : 23 – 10 – 2001 : CT scan kepala : meningioma sphenoid sisi kanan dengan tanda-tanda invasi ke jaringan lunak dan kanalis opticus. C. EKG/USG/IVP : D. Endoskopi : Analisa data Data pendukung Masalah Etiologi 1. Subyektif : Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, menanyakan mengapa pembedahan ditunda terus, mengatakan sudah banyak biaya yang sudah dikeluarkan. Obyektif : Volume suara tinggi, tidak menghabiskan porsi yang disiapkan, hari perawatan 32 hari, T : 150/90, N 120 x/menit, S : 375oC, RR 1/menit 2. Subyektif : Keluarga menanyakan bagaimana persiapan operasi, mengatakan belum pernah dijelaskan mengenai persiapan pembedahan. Obyektif : Pendidikan pasien tidak sekolah, belum pernah opname/masuk rumah sakit. 3. Subyektif : Pasien mengatakan kepalanya sering nyeri (cekot-cekot), mata kanan tidak dapat melihat. Obyektif : Mata kanan enoftalmus, ptosis, CT scan meningioma sphenoid kanan dengan tanda invasi ke jaringan lunak dan kanalis opticus Depresi Kurang pengetahuan tentang persiapan pembedahan Tekanan intrakranial Ketidakpastian pembedahan Keterbatasan kognitif Metastase tumor Diagnosa Keperawatan (berdasarkan prioritas) 1. Depresi berhubungan dengan ketidakpastian pengobatan : pembedahan 2. Kurang pengetahuan tentang persiapan pre operasi berhubungan dengan keterbatasan koginitf. 3. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan metastase tumor ke jaringan lunak. Rencana Keperawatan Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional Depresi berhubungan dengan ketidakpastian pengobatan : pembedahan Setelah tindakan keperawatan tidak terjadi depresi dengan criteria tidak marah, menerima keadaan dan penjelasan yang diberikan, tanda vital dalam batas normal, melakukan ADL seperti biasa. 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. 2. Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya. 3. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga kemungkinan alasan ketidakpastian pembedahan. 4. Kolaborasi dengan dokter acara pembedahan. 5. Anjurkan pasien dan keluarga menggunakan mekanisme koping yang konstruktif. Pasien akan mengungkapkan perasaan pada orang yang sudah dipercayainya. Mengungkapkan perasaan merupakan salah satu upaya mengurangi depresi. Mningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga sehingga depresi berkurang. Memberikan kepastian pengobatan yang akan dipeorleh pasien. Mencegah kerusakan diri sendiri dan orang lain Kurang pengetahuan tentang persiapan pre operasi berhubungan dengan keterbatasan koginitf. Setelah 3 kali pertemuan pasien dan keluarga mampu mengenal dan mengerti persiapan pre oeprasi secara umum dengan criteria menyebutkan persiapan fisik, psikologis, administrasi 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga 2. Berikan penjelasan tentang persiapan pre operasi secara umum : informed consent, persiapan GI, kulit, dan psikologis. 3. Evaluasi pemahaman keluarga tentang penjelasan yang telah diberikan. Ketepatan dalam memberikan pendidikan kesehatan sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman klien Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga dan meningkatkan kooperatif bila sudah ada acara pmbedahan Meyakinkan kembali pemahaman pasien dan keluarga tentang penjelasan yang diberikan. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan metastase tumor ke jaringan lunak. Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial selama perawatan dengan criteria tidak muntah, mual, nyeri kepala, takikardi dan tanda vital dalam batas normal. 1. Monitor tanda vital tiap 4 jam. 2. Monitor tanda-tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial. 3. Anjurkan pasien untuk mencegah valsava maneuver. 4. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas yang berat. 5. Anjurkan pasien dan keluarga segera melaporkan kepada dokter atau perawat bila menemukan tanda dan gejala peningkatan TIK. 6. Berikan obat : Tramadol, Neurosanbe dan Genvibrofit sesuai order. Melihat perubahan status sistemik pasien. Penemuan dini mencegah komplikasi lebih lanjut Valsava maneuver meningkatkan tekanan pembuluh darah dan selanjutnya meningkatkan TIK Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan dan mencegah peningkatan TIK Bantuan dan dukungan dari pasien dan keluarga sangat membantu perawat/dokter dalam memberikan tindakan yang tepat dan segera Membantu proses penyembuhan Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan Diagnosa kep. Hari/tanggal (jam) Tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan 1. Senin, 26 – 11- 2001 10.00 12.00 Membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga dengan memperkenalkan diri dan menyapa pasien dan keluarga. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga kemungkinan ketidakpastian pengobatan : pmbedahan Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga Jam 13.30 S : mengatakan mau makan, mengatakan jika tidak dioperasi dalam waktu dekat maka akan pulang paksa. O: nampak pasrah, T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit, tenang, tidak marah. A : pasien menerima keadaan dan ketidakpastian pmbedahan. P: tindakan keperawatan dipertahankan 2. 10.30 Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan pre operasi Menjelaskan tentang persiapan pre oeprasi secara umum : informed consent, GI, kulit, dan psikologis. Jam 13.30 S : mengatakan belum mengerti tentang persiapan GI, kulit dan psikologis. O: mampu menyebutkan persiapan informed consent A : hanya memahami persiapan informed consent P: tindakan keperawatan dipertahankan 3 10.00 Mengukur tanda vital : T 120/80, N 100 x/menit, RR 10 x/menit Memonitor tanda dan gejala penignkatan TIK Menganjurkan pasien untuk menghindari mengedan, batuk yang terlalu kuat, berjalan ke kamar mandi. Menganjurkan untuk segera melaporkan dokter atau perawat bila menemukan tanda dan gejala TIK meningkat seperti nyeri kepala, muntah, mual, bradikardi atau takikardi, peningkatan suhu dan tanda vital lainnya serta perubahan kesadaran. Jam 13.30 S : mengatakan mata kanan tidak bias melihat, nyeri kepala tetapi kadang-kadang. O: tidak muntah, GCS 4-5-6, T 100/70, N 80, RR 12 x/menit, suhu 37oC. A : masalah tidak terjadi. P: tindakan keperawatan dipertahankan 1. Selasa, 27 – 11- 2001 08.00 Menganjurkan pasien dan keluarga mengungkapan perasaan terutama yang dikeluhkan sekarang ini. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga Jam 13.00 S : mengatakan mau makan, dan menghabiskan porsi yang disiapkan dan mengharapkan cepat operasi O: tidak marah, menerima alasan atau penjelasan perawat A : depresi berkurang P: tindakan keperawatan dipertahankan 2. 09.00 Menjelaskan pada pasien dan keluaraga tentang persiapan preoperasi yaitu GI, psikologis, kulit. Jam 12.00 S : mengatakan mengerti penjelasan perawat. O: mampu menjawab pertanyaan A : masalah teratasi. P: tindakan keperawatan dipertahankan 3. 08.00 10.45 Mengukur tanda vital Menyiapkan obat Tramadol, Neurosanbe dan Genvibrofit 1 tablet Memonitor tanda dan gejala peningkatan TIK Menganjurkan pasien dan keluarga perawat untuk segera melapor perawat atau dokter bila terjadi peningkatan TIK Menganjurkan pasien untuk menghindari valsava maneuver Jam 13.30 S : mengatakan kadang nyeri kepala seperti diturusk-tusuk, mata kanan tidak bias melihat. O: tidak muntah, T 100/80, N 80 x/menit, RR 12 x/menit, GCS 4-5-6, tidak pusing. A : tidak terjadi peningkatan TIK P: tindakan keperawatan dipertahankan 1. Rabu, 28 – 11- 2001 15.00 Menganjurkan pasien mengungkapkan perasaan dan memberikan dukungan emosional dengan mengatakab bahwa tim kesehatan akan memberikan yang terbaik bagi pasiennya dan menginginkan agar pasien cepat sembuh seperti haraapan pasien dan keluarga. Jam 20.00 S : mengatakan napsu makan meningkat, mengatakan bias menerima penjelasan O: tenang, rileks, tidak marah A : depresi hilang dan pasien siap menunggu jadwal pembedahan. P: tindakan keperawatan dihentikan 2. 18.30 Megingatkan kembali pasien dan keluarga tentang persiapan pre operasi dengan menanyakan kembali pnjelasan yang sudah diberikan. Jam 20.30 S : mengatakan mengerti semua penjelasan perawat O: menjawab semua pertanyaan perawat. A : masalah teratasi P: tindakan keperawatan dihentikan 3. 15.00 Mengukur tanda vital Memonitor tanda dan gejala peningkatan TIK Menganjurkan pasien untuk menghindari valsava maneuver. Jam 20.30 S : mengatakan nyeri kepala hilang, mata kanan tidak bisa melihat. O: tidak muntah, T 110/70, N 90 x/menit, RR 10 x/menit, GCS 4-5-6, tidak pusing. A : tidak terjadi peningkatan TIK P: tindakan keperawatan dipertahankan sampai pasien dilakukan pembedahan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MININGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MININGITIS I. LANDASAN TEORI . A. PENGERTIAN Miningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus. B. ANATOMI & FISIOLOGI SELAPUT OTAK. Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam yaitu Durameter, Aranoid, Piameter. Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum. Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan parameter, diantaranya terdapat ruang subarnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata. Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah keotak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis. Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni: 1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza. 2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose). 3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. C. ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI. Miningitis bakteri dapat disebabkan oleh setiap agen bakteri yang bervariasi. Haemophilus Influenza (Tipe β), Streptococcus pneumoniae, dan Naisseria Miningitis (meningokokus) bertanggung jawab terhadap meningitis pada 95 % anak-anak yang lebih tua dari usia 2 bulan. Haemophilus influenzae merupakan organisme yang dominan pada usia anak-anak 3 bulan sampai dengan 3 tahun, tetapi jarang pada bayi dibawah 3 bulan, yang terlindungi oleh substansi bakteri yang didapat secara pasif dan pada anak-anak diatas 5 tahun yang mulai mendapat perlindungan ini. Organisme lain adalah Streptococus β hemolyticus, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Penyebab utama meningitis neonatus adalah organisme Streptococcus β hemolyticus dan Escherichia coli. Infeksi Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak usia setelah bayi (lebih dari 1 tahun). Meningitis meningokokus (serebrospinal epidemik) terjadi pada bentuk epidemik dan merupakan satu-satunya tipe yang ditularkan melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meskipun kondisi ini dapat berkembang pada setiap usia, risiko infeksi meningokokus meningkat dengan seringnya kontak dan oleh karena itu infeksi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah dan adolesens. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan terutama pada periode neonatal. Angka kesakitan tertinggi seteleh timbulnya meningitis mengenai anak-anak pada usia antara kelahiran sampai dengan empat tahun (dibawah lima tahun). Faktor maternal seperti ketuban pecah dini dan infeksi ibu hamil selama trimester akhir merupakan penyebab utama meningitis neonatal. Terjadinya defisiensi pada mekanisme imun dan berkurangnya aktivitas leukosit dapat mempengaruhi insiden pada bayi baru lahir, anak-anak dengan defisiensi imunoglobulin, dan anak-anak yang menerima obat-obatan imunosupresif. Meningitis yang muncul sebagai perluasan dari infeksi-infeksi bakteri yang bervariasi kemungkinan disebabkan kurangnya resistensi terhadap berbagai organisme penyebab. Adanya kelainan SSP, prosedur / trauma bedah saraf, infeksi-infeksi primer dilain organ merupakan faktor-faktor yang dihubungkan dengan mudahnya terkena penyakit ini. D. PATOFISIOLOGI Rute infeksi yang paling sering adalah penyebaran vaskuler dari fokus-fokus infeksi ketempat lain. Contohnya organisme nasofaring menyerang pembuluh-pembuluh darah yang terdapat didaerah tersebut dan memasuki aliran darah keserebral atau membentuk tromboemboli yang melepaskan emboli sepsis kedalam aliran darah. Invasi oleh perluasan langsung dari infeksi-infeksi disinus paranasal dan disinus mastoid jarang terjadi. Organisme-organisme dapat masuk melalui implantasi langsung setelah luka yang tertembus, fraktur tulang tengkorak yang memberikan sebuah lubang kedalam kulit atau sinus, lumbal fungsi, prosedur pembedahan dan kelainan-kelainan anatomis seperti shunt ventrikuler. Organisme-organisme yang terimplantasi menyebar kedalam cairan serebrospinal oleh penyebaran infeksi sepanjang rongga subarnoid. Proses infeksi yang terlihat adalah inflamasi, eksudasi akumulasi leukosit dan tingkat kerusakan jaringan yang bervariasi. Otak menjadi hiperemis, edema, dan seluruh permukaan otak tertutup oleh lapisan eksudat purulen dengan bervariasi organisme. E. MANIFESTASI KLINIK. Neonatus : ♦ Gejala tidak khas ♦ Panas ± ♦ Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun. ♦ Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung. ♦ Pernafasan tidak teratur. Anak umur 2 bulan - > 2 tahun : ♦ Gambaran klasik (-) ♦ Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang. ♦ Kadang-kadang “ high pitched cry “. Anak umur > 2 tahun : ♦ Panas , menggigil, muntah, nyeri kepala. ♦ Kejang ♦ Gangguan kesadaran. ♦ Tanda-tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kering. Gejala yang sering terlihat : • Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang menjalar ketengkuk dan punggung • Kesadaran menurun • Kaku kuduk, disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk ; • Terdapat tanda kernig dan Brundzinski yang positif. Tanda kernig yang positif adalah bila paha ditekuk 90° keventral, tungkai dapat diluruskan pada sendi lutut. F. PERUMUSAN DIAGNOSTIK. Diagnostik miningitis akut bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukan kadar glukosa dan protein. Penemuan ini umumnya diagnostik Kultur dan pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis. Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tapi bisa sangat bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Kadar khlorida akan menurun tapi ini tidak selalu terjadi. Kadar glukosa berkurang, umunya sesuai perbandingan lamanya dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal, oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal fungsi. Konsentrasi protein biasanya meningkat. Kultur darah dianjurkan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Dijumpai leukositosis, pergeseran ke kiri, dan anemia megaloblastik. G. PERAWATAN. - Pada waktu kejang. * Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka * Hisap lendir. * Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi * Hindarkan penderita dari rudapaksa (mis jatuh ) - Bila penderita tidak sadar lama. * Beri makanan melalui sonda * Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin. * Cegah kekeringan kornea dengan boorwater / salep antibiotika - Pada inkontinensia alvi lakukan lavement - Pemantauan ketat. * Tekanan Darah * Pernafasan * nadi * Produksi air kemih * Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC - Penanganan penyulit. - Fisiotherapi dan rehabilitasi. H. PENATALAKSANAAN Farmakologis : = Obat anti infeksi * Miningitis tuberkuosa : - Isoniazid 10 –20 mg/kg/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg, selama 1½ tahun. - Rifampisin 10 –15 mg/kg/24 jam oral, 1 x sehari selama 1 tahun. - Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam (IM) 1-2 x sehari, selama 3 bulan. * Miningitis bakterial, umur < - 2 bulan: - Sefalosporin Generasi ke 3 - Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/kg/24 jam IV, 4-6 x sehari, dan - Kloramfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x / hari. * Miningitis bakterial umur > bulan: - Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/ kg/24 jam IV, 4-6 sehari . - Kloramfenikol 100 mg/kg/24 jam IV, 4 x sehari atau - Sefalosporin Generasi ke 3. = Pengobatan Simtomatis. * Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg / kg/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6 mg/kg/ dosis. Kemudian dilanjutkan dengan: - Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 x sehari atau - Fenobarbital 5 – 7 mg /kg/24 jam, 3 kali sehari. * Turunkan panas: - Antipiretik: parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis. - Kompres air PAM / es = Pengobatan Suportif * Cairan intravena * Zat asam. I. PROGNOSA Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya gejala dan terapi yang adekwat penting dalam prognosa meningitis bakteri. Mortalitas miningitis neonatus kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbul terlambat, sedangkan meningitis streptokokus β hemolitikus menimbulkan 15 – 20 % kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan miningitis meningokokus, angka mortalitas 5 – 10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20 %. Gejala sisa miningitis bacteri paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 tahun pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan miningitis meningokokus. Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gajala sisa dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh darah) yang menyertai penyakit ini. Evaluasi saraf N VIII penting atau sekurang-kurangnya follow up 6 bulan untuk mengkaji kemungkinan hilangnya pendengaran. Asuhan Keperawatan Miningitis Pengkajian Keperawatan : Pengkajian keperawatan meningitis tergantung pada tingkat yang luas pada usia anak-anak. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh beberapa tingkat tipe organisme dan efektivitas tetapi terhadap penyakit yang mendahuluinya. Berikut ini pengkajian keperawatan berdasarkan golongan usia tumbuh kembang anak.  Riwayat Kesehatan Masa Lalu. Mencakup beberapa pertanyaan sebagai berikut : - Apakah pernah menderita inpeksi saluran pernafasan akut (ISPA). - Apakah pernah mengalami prosedur neurosurgital - Apakah pernah menderita trauma yang mencederai kepala - Adakah kelainan bawaan (spina bifida) - Bagaimana riwayat kesehatan ibu selama hamil - Bagaimana riwayat kesehatan keluarga - Bagaimana riwayat imunisasi, dll. Neonatus Meningitis pada bayi baru lahir dan bayi prematur benar-benar sulit untuk didiagnosa. Manifestasinya samar-samar dan tidak spesifik. Bayi-bayi ini biasanya tampak sehat ketika lahir, tetapi dalam beberapa hari kemudian tampak mulai melemah. Mereka tidak mau makan, kemampuan mengisap buruk, bisa muntah atau diare. Tonus otot melemah (hipotonus), kurang gerak, tangisan melemah. Tanda-tanda lain yang nonspesifik yang dapat muncul meliputi hipotermia atau demam (bergantung pada kematangan bayi), ikterik, mudah terangsang, mengantuk, kejang, napas tidak teratur, apnea, sianosis, dan berat badan menurun. Ubun-ubun menonjol, tegang dapat muncul atau tidak sampai akhir perjalanan penyakit. Bila tidak diobati kondisi anak cenderung menurun hingga kolaps sistem kardiovaskuler, kejang, dan apnea. Bayi dan Balita Gambaran klasik meningitis jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan – 2 tahun. Penyakit ini ditandai secara khas dengan demam, tidak nafsu makan muntah, peka terhadap rangsangan, serangan kejang berulang, yang disertai tangisan merintih. Ubun-ubun besar yang menonjol merupakan penemuan yang paling bermakna dan kaku kuduk dapat muncul/tidak. Tanda-tanda Brudzinski dan Kernig biasanya tidak membantu diagnostik karena sulit untuk menemukannya dan mengevaluasinya pada anak-anak usia ini. Anak dan Adolesens Timbulnya penyakit mungkin tiba-tiba, demam, sakit kepala, muntah yang disertai /dengan cepat diikuti oleh perubahan sensoris. Sering kali gejala awal nya berupa kejang yang berulang karena penyakitnya memburuk. Anak jadi mudah terangsang, gelisah, dan dapat berkembang menjadi fotofobia, delirium, halusinasi, kelakuan yang agresif/maniak, mengantuk, stupor, bahkan koma. Kadang-kadang datangnya gejala perlahan-lahan, sering kali didahului oleh gejala-gejala gastrointestinal selama beberapa hari.Kadang-kadang infeksi sebelumnya yang telah diobati menutupi atau memperlambat tanda-tanda meningitis.Anak menolak fleksi dari leher dan karena penyakit bertambah buruk, leher menjadi kaku kuduk sampai kepalanya tertarik kebelakang / hiperekstensi (opitotonus). Tanda Kernig positif, Brudzinski positif. Respons-respons refleks bervariasi, meskipun mereka memperlihatkan hiperaktivitas. Kulit mungkin dingin dan sianotik dengan perfusi perifer yang buruk. PENGKAJIAN MININGITIS 1. Riwayat: Mengalami infeksi saluran pernapasan atau infeksi telinga, kontak dengan pasien rinitis. Pneumonia dan otitis media seringkali mendahului pneumokokus dan hemofilus miningitis. 2. Gejala subjektif: Sakit kepala yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, dingin, ekspresi rasa takut. Tidak enak badan dan mudah terangsang. 3. Suhu tubuh: 38– 41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,berkeringat. 4. Tanda Vital: Nadi lambat sehingga intra kranial meningkat dan Tekanan Darah meningkat. 5. Tingkat kesadaran: Mula-mula sadar kemudian delirium dan akhirnya Koma. 6. Persarafan: Perubahan refleks. Tidak adanya refleks dinding abdomen, tidak adanya refleks kremasterik pada laki-laki, gangguan refleks tendon. Kaku kuduk. Tanda Brudzinski positif, tanda Kernig positif. Ubun-ubun besar menonjol (bayi). 7. Cairan & Elektrolit: Turgor kulit jelek, berkurangnya output urin. 8. Muskuloskeletal Meningokoksemia kronik : bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). 9. Kulit: Meningokoksemia:Ptekia dan lesipurpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Diagnosa yang muncul : 1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan. 2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 3. Ketidak efektipan pola pernapasan sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran. 4. Gangguan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan infeksi meningokokus. 5. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran. 6. Nyeri sehubungan dengan peradangan pada selaput otak dan jaringan otak. 7. Hipertemia sehubungan dengan infeksi. 8. Potensial defisit cairan sehubungan dengan muntah dan demam. 9. Potensial berlebihannya volume cairan sehubungan dengan sekresi ADH berlebihan. 10. Takut sehubungan dengan parahnya kondisi. 11. Kurangnya perawatan diri sendiri sehubungan dengan perubahan susunan saraf pusat. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan yang dibahas : 1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan. Data penunjang : • Laboratorium positif adanya kuman penyebab • Adanya eksudat saluran napas atas • Riwayat infeksi saluran napas atau terpapar baru-baru ini dengan pasien rinitis atau meningitis • Riwayat infeksi virus sistemik • Riwayat memakai obat-obatan imunosupresif Tujuan : • Pasien bebas dari infeksi • Komplikasi-komplikasi meningitis bakterial dapat dicegah dengan terapi. dini dan efektif Intervensi :  Gunakan isolasi pernapasan selama 24 jam setelah permulaan terapi antibiotoka untuk meningitis bakterial • Gunakan pelindung sekret selama dirawat karena meningitis • Anjurkan orang-orang yang kontak dengan pasien diperiksa dan diobati • Bantu kumpulkan CSS. Catat jumlah dan karakterisik CSS. Beri antibiotika sesegera mungkin sesuai instrusi. Rasionalisasi :  Terapi dini antibiotika penting untuk mencegah komplikasi-komplikasi meningitis bakterial • Setiap jam itu penting • Mencegah penularan selama waktu penularan yang tinggi • Mencegah penularan kuman dan mengurangi resiko infeksi dari orang-orang yang kontak dengan pasien • Sebagai diagnosa laboratorium untuk kuman penyebab dan mencegah penularan Evaluasi : 1. Pasien terbebas dari infeksi dan komplikasi meningitis • Laboratorium CSS : < 30 sel/mm, glukosa dan protein normal, tekanan normal, dan kultur negatif. • Refleks pupil normal, kaku kuduk negatif, refleks abdominal negatif • Kesadaran penuh, orentasi baik, dan memori baik. 2. Infeksi tidak menular keorang-orang yang pernah kontak dengan pasien  Perawat/ tenaga medis rumah sakit dan kontak pasien bebas dari infeksi 2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan otak meninges. Data penunjang : • Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma. • Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda neurologik, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial ( bradikardi, tekanan darah meningkat ), nyeri kepala hebat. Tujuan : • Pasien dapat memperlihatkan perfusi jaringan memadai. Intervensi : • Monitor pasien dengan ketat terutama setelah pungsi lumbal. Anjurkan pasien berbaring minimal 4 - 6 jam setelah pungsi lumbal. • Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan inrtakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tensi meningkat, kesadaran menurun, napas aritmik, refleks pupil menurun, kelemahan). • Monitor tanda-tanda vital dan neurologik tiap 5 - 30 menit. Mengenai tekanan intrakranial catat laporkan segera perubahan-perubahannya kedokter. • Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan pasien, anjurkan untuk bedrest. • Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher hindari fleksi leher. • Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut. • Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan / diatur tepat waktu dengan preode relaksasi / sedasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. • Beri penjelasan kepada pasien yang bingung ; artikan / jelaskan lingkungan kepasien dan reorientasikan pasien yang bingung. • Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual. • Beri zat hipertonik / steroid sesuai dengan instruksi. Rasionalisasi • Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial • Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan kedokter untuk intervensi dini. • Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi dini. • Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial. • Untuk mengurangi tekanan intrakranial. • Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial. • Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang. • Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensoris yang terganggu. • Untuk merujuk ke rehabilitasi. • Untuk menurunkan tekanan intrakranial. Evaluasi : Perfusi jaringan dan oksigenasi baik • Tanda-tanda vital dalam batas normal • Syok dapat dihindari. • Purpura negatif, ptekia negatif. • Pasien sadar, disorentasi negatif, konsentrasi baik. • Afek sesuai dengan rangsangan lingkungan.

SISTEM RESPIRASI THORACIC CAGE DAN DIAPHRAGMA

MAKALAH SISTEM RESPIRASI THORACIC CAGE DAN DIAPHRAGMA KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah Thoracic Cage dan Diaphragma .Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada kami, lebih jauh lagi diharapkan makalah ini dapat menjadi sarana tambahan bagi mahasiswa khususnya jurusan keperawatan dalam kegiatan belajar-mengajar pada mata kuliah Respirasi I. Dalam kesempatan ini, tidak lupa pula kami ucapkan banyak terimakasih kepada khususnya kepada Dosen Mata Respirasi I yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan kesempatan,serta kepada pihak yang telah memberikan bantuannya, baik moril maupun materi sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibagi menjadi 3 bab yang terdiri dari Pendahuluan, Pembahasan dan Penutup. Materi makalah diambil dari beberapa referensi yang berhubungan dengan judul yang sebagian besarnya diambil dari internet. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi melengkapi kekurangan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini bermanfaat, amin. Mataram. Februari 2011 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUMUSAN MASALAH 2 D. MANFAAT 2 BAB II PEMBAHASAN A. THORACIC CAGE 3 1. Identifikasi 3 2. Fungsi 7 B. DIAPHRAGMA 7 1. Identifikasi 7 2. Fungsi 8 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 9 B. SARAN 9 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Anatomi Thoraks 3 Gambar 2 : Proses Perubahan Thoraks 7 Gambar 3 : Diafragma 8 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pernafasan berarti pergerakan O2 dari atmosfer menuju sel-sel dan keluarnya CO2 dari sel-sel ke udara bebas .Sistem pernafasan terdiri dari rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisah antara system pernafasan dan system kardiovaskuler. Fungsi sistem pernafasan dan jantung adalah menyuplai kebutuhan Oksigen tubuh. Fisiologi dasar sistem repirasi meliputi sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi antara lain:  Saluran pernapasan bagian atas antara lain :  Hidung  Faring  Laring (tenggorokan)  Epiglotis - Saluran pernapasan bagian dalam antara lain :  Trakea  Bronkus  Paru Mekanisme pernapasan Ventilasi, Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dua aspek ventilasi adalah inhalasi dan ekshalasi yang dijadikan oleh sistem saraf dan otot-otot pernapasan. Otot-otot yang dimaksud adalah diafragma dan muskuli interkostale eksterni dan interni. Difusi Gas, Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 dikapiler dengan alveoli. Transportasi gas, Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.pada proses transportasi,O2 akan berkaitn dengan Hb membentuk oksihemologi (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%). B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa / mahasiswi memiliki kemampuan konsep pemahaman sebagai tenaga perawat professional di bidang keperawatan dasar sehingga mampu menggunakan pendekatan proses keperawatan yang komprehensif yang mencakup bio, psiko, sosio, dan spiritual. 2. Tujuan khusus Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa/i dapat memahami materi tentang mekanisme pernapasan khususnya tentang otot pernapasan. C. RUMUSAN MASALAH 1. Menjelaskan tentang mekanisme pernapasan 2. Menjelaskan tentang thoraks dan fungsi nya 3. Menjelaskan diafragma dan fungsinya D. MANFAAT Dengan mempelajari sistem pernapasan mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang identifikasi dan fungsi dari rongga dada dan otot pernapasan. BAB II PEMBAHASAN A. THRACIC CAGE 1. Identifikasi Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu sistem pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah dan saluran linfe. Pembuluh darah pada sistem peredaran darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung, vena yang membawa darah ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan bhan buangan (Pearce, 2003 : 53). Anatomi Thorax Gambar 1 : Anatomi Thorax Dinding dada, Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna. a. Dasar torak Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus. b. Isi rongga torak Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior. Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ; 1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan ) 2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri) 3. Rongga dada tengah (mediastinum). - Rongga Mediastinum Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi : 1. Mediastinum superior, batasnya : - Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch. - Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4 - Lateral : Pleura mediastinalis - Anterior : Manubrium sterni. - Posterior : Corpus Vth1 – 4 2. Mediastinum inferior terdiri dari : Mediastinum anterior, Mediastinum medius, Mediastinum Posterior. a. Mediastinum Anterior batasnya : - Anterior : Sternum ( tulang dada ) - Posterior : Pericardium ( selaput jantung ) - Lateral : Pleura mediastinalis - Superior : Plane of sternal angle - Inferior : Diafragma. b. Mediastinum Medium batasnya : - Anterior : Pericardium - Posterior ; Pericardium - Lateral : Pleura mediastinalis - Superior : Plane of sternal angle - Inferior : Diafragma c. Mediastinum posterior, batasnya : - Anterior : Pericardium - Posterior : Corpus VTh 5 – 12 - Lateral : Pleura mediastinalis - Superior : Plane of sternal angle - Inferior : Diafragma. c. Batas-batas Thorax Thorax adalah daerah antara sekat rongga badan (diafragma) dan leher. Batas bawah thorax: – arcus costarum • processus xhiphoideus • garis penghubung antara puncak-puncak ketiga iga terakhir dan processus spinalis thoracal XII Batas atas thorax: – incisura jugularis sterni • clavicula • garis penghubung antara articulus acromioclavicularis dan processus spinalis cervical VII. Bentuk thorax ditentukan oleh: - rangka dada bagian tulang - letak scapula - otot-otot yang berjalan dari thorax ke anggota gerak atas: Mm pectoralis major dan minor, Mm latissimus dorsi d. Dinding Thorax Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih. Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan di sebelah anterior ke sternum. Iga ke 8, 9, 10 merupakan iga palsu (false rib) yang melekat di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya, dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang karena tidak berartikulasi di sebelah anterior. Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Dan memiliki 2 ujung : permukaan artikulasi vertebral dan sternal. Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan bagian anterior lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat melekatnya ligamentum costotransversus anterior, sedangkan tepi inferior lebih bulat dan halus. Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat tuberculum. Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi. Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal dan internal), serta 2 tepi (superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung (convex) dan halus; permukaan internal cekung (concave) dengan sudut mengarah ke superior. Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat berjalannya arteri-vena-nervus interkostal. Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia. M.scalenus anterior melekat di bagian anterior permukaan internal iga I (tuberculum scalenus), dan merupakan pemisah antara plexus brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah medial dari otot tersebut. Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis externus dan internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat fascia transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura. Pembuluh darah dan vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri blok), kemudian ke anterior makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan berurutan dari atas ke bawah vena, arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di bawah dan di atas iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis meningkat pada tindakan pemasangan WSD. 2. Fungsi - Inspirasi : dilakukan secara aktif - Ekspirasi : dilakukan secara pasif - Fungsi respirasi : • Ventilasi : memutar udara. • Distribusi : membagikan • Diffusi : menukar CO2 dan O2 • Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan. Gambar 2 : Proses Perubahan Thorax B. DIAPHRAGMA 1. Identifikasi Diafragma merupakan otot pernapasan utama yang memisahkan antara rongga dada dan perut yang berbentuk kubah dan memisahkan torak dan abdomen. Diafragma terletak di bawah rongga torak. Pada keadaan relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Pengaturan saraf diafragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ketiga. Oleh karena itu, jika terjadi kecelakaan pada C-3, maka akan menyebabkan gangguan ventilasi. Pada pernapasan normal kubah diafragma ini akan bergerak turun 1,5-2 cm dan pada saat pernapasan dalam diafragma akan turun 6-7 cm. Anatomi dari diafragma yaitu : - Gambar 3 : Diafragma Bagian-bagian dari diafragma yaitu : - Bagian vertebralis : slip dexter, slip sinester, - Bagian kostalis : - Bagian sternalis 2. Fungsi Adapun fungsi dari otot diafragma ini adalah menyediakan mekanisme secara fisis unutk proses respirasi, yaitu mendorong masuk dan keluarnya gas dalam tubuh. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa rongga dada (thoraks) dan otot-otot pernapasan sangat membantu dalam mekanisme pernapasan. Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Adapun beberapa fungsi dari thoraks antara lain, inspirasi yang dilakukan secara aktif, ekspirasi yang dilakukan secara pasif. Diafragma merupakan otot pernapasan utama yang memisahkan antara rongga dada dan perut yang berbentuk kubah dan memisahkan torak dan abdomen. Diafragma terletak di bawah rongga torak. Pada keadaan relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Adapun fungsi dari otot diafragma adalah menyediakan mekanisme secara fisis unutk proses respirasi, yaitu mendorong masuk dan keluarnya gas dalam tubuh. B. SARAN Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran khususnya dalam mata kuliah Sistem Respirasi. Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dan penyusunan makalah yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Valerie C. Scanlon, Tina Sander, Anatomi dan Fisiologi, edisi 3. Jakarta, EGC 2006 http://pojokrsj.blogspot.com/2009/03/anatomy-fisiologi-sistem-respirasi.html http://nursecerdas.wordpress.com/2008/12/20/kebutuhan-oksigenasi/

“KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT”

MAKALAH IKD 4 “KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT” KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan kekuatan dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami mengenai Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. Selawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memperjuangkan islam hingga tetes darah penghabisan, yang telah mengantar kita pada agama yang hakiki. Kami berharap dengan menyelesaikannya makalah ini semoga ada manfaatnya bagi yang membacanya dan bisa dijadikan alat untuk pembelajaran. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing kami atas segala petunjuk dan bimbingannya. Tidak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan hasil kerja kami, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesuksesan makalah kami berikutnya. Mataram,05 Februari 2011 Penulis DAFTAR ISI Daftar Isi Kata Pengantar 1. pendahuluan: 1. Latar Belakang 2. Tujuan 3. Rumusan Masalah 2. Pembahasan: 1. Keseimbangan intake dan output 2. Fisiologi keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Nilai normal kebutuhan cairan pada berbagai umur perkembangan 4. Gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit 5. Proses keperawatan pada klien dengan masalah keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Penutup Kesimpulan 4. Daftar Pustaka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. 1.2 Tujuan: Tujuan kita mempelajari kebutuhan cairan dan elektrolit agar kita mengetahui seberapa pentingnya cairan di dalam tubuh kita dan gangguan apa saja yang bisa terjadi jika kekurangan atau kelebihan cairan dalam tubuh. 1.3 Rumusan Masalah: 1.Keseimbangan intake dan output 2.Fisiologi keseimbangan cairan dan elektrolit 3.Nilai normal kebutuhan cairan pada berbagai umur perkembangan 4.Gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit 5.Proses keperawatan pada klien dengan masalah keseimbangan cairan dan elektrolit BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Keseimbangan Intake dan Output Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar. Asupan Cairan Asupan (intake) cairan utnuk kondisi normal pada orang dewasa +2500 cc per hari.asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau tambahan dari makanan lain. Pengaturan keseimbangan cairan menggunakan mekanisme haus yang diatur oleh hiopotalamus. Pengeluaran Cairan Pengeluaran cairan (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada rang dewasa, dalam kondisi normal adalah + 2500 cc. Hasil-hasil pengeluaran cairan dapat berupa ; • Urine • Keringat • Fases Proses pengaturan cairan tubuh dapat dipengaruhi oleh dua factor,yaitu ;tekeanan cairan dan memberan. 1) Tekanan cairan ; proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses osmotic juga mengguanakan tekanan osmotic, yang merupakan kemampuan partikel untuk menarik larutan melalui memberan. 2) Memberan semipermeabel ; memberan semipermeabel merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak tergabung, memberan ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah. Pola keseimbangan antara volume cairan dan komposisi kimia Cairan tubuh mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan dapat diperkuat. (“panduan diagnosa keperawatan NANDA 2006 difinisi dan aplikasi”). Kekurangan volume cairan tubuh Penurunan cairan itravaskuler interstisial dan intraseluler,mengarah pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium. . (“panduan diagnosa keperawatan NANDA 2006 difinisi dan aplikasi”). 2.2 Fisiologi keseimbangan cairan dan elektrolit Cairan tubuh (60% berat badan) terbagi atas tiga kompartemen normal, yaitu intravaskuler (ISF) 5% berat badan, interstisial 15 % berat badan dan intrasel (40%) berat badan. Cairan intravaskuler dan interstisial bersama-sama disebut ekstrasel (ECF). Dalam keadaan patologis yang mengiri syok yang berkepanjangan, terjadi kebocoran cairan ke rongga ketiga (ke lumen usus, rongga priotenium, dan ke non-fungctioning ECF). ECF adalah cairan tubuh dengan laju malih tinggi, dikeluarkan melalui urin 25 ml/kg/hari serta keringat dan uap nafas (700 ml/m2 /hari). 2.3 Nilai normal kebutuhan cairan pada berbagai umur perkembangan Kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan. Kebutuhan air Umur Jumlah air dalam 24jam Ml/kg berat badan 3 hari 250-300 80-100 1 tahun 1150-1300 120-135 2 tahun 1350-1500 115-125 4 tahun 1600-1800 100-110 10 tahun 2000-2500 70-85 14 tahun 2200-2700 50-60 18 tahun 2200-2700 40-50 Dewasa 2400-2600 20-30 2.4 Gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit Dalam menangani gannguan keseimbangan cairan dan elektrolit, harus diperhatikan bahwa proses penyakit , misalnya, infeksi atau ilius, di satu sisi dan proses kehilangan cairan berlebihan disisi lain adalah hal yang berjaln sendirisendiri. Tetapi saling memperberat. Tetapi atas penyakit primer harus dilakukan bersamaan dengan erapi cairan, tidak saling menunggu dan terapi cairan harus dapat mengganti kehilangan cairan yang berlebihan. Gangguan keseimbangan elekrolit natruim dan kalium selalu terjadi bersamaan dengan gangguan cairan melalui mekanisme yang rumit. Natruim dalam keseimbangan sangat dipengaruhi oleh jumlah cairan isotonic yang menyertainya. Kadar natrium fisiologis adalah 145 – 150 mEq/L dan tubuh tidak memiliki cadangan natrium. Jadi, kebutuhan dan ekskresi berjalan bersama-sama setiap saat tanpa dapat dipengaruhi. Kalium kebanyakan berada di intrasel,kseimbangan kalium selain ditentukan oleh asupan makanan dan ekskresi di ginjal, juga oleh pH darah yang mengatur keluar masuk kalium pada sel. Setiap sel yang mati, rusak, atau lisis melepas kalium kesirkulasi darah. Secara teoritis, psien mempunyai banyak cadangan kalium didalam tubuhnya.(Wim De Jong,”Ilmu Bedah”ed.2) 1.Kekurangan Natrium Yang disebut natrium adalah air beserta natrium dalam proporsi normal, cairan ini berada pada IVF dan ISF, pada kekurangan natrium sering disebut “hipovolemia”. Diare,muntaber, priotenitis, luka bakar dan syok pad dengue merupakan penyebab utama terjadinya hipovolemia. Hipovolemia Intravaskuler dapat segera diatasi sampai kondis perfisi perifer, nadi, dan tekanan darah mendekati normal. Dengan demikian, diharapkan perpusi organ vital seperti otak dan jantung dapat dipertahankan. Selain itu perfusi organ skunder, terutama organ diperut dapat kembali mendekati normal. Hipovolemia Interstisial lebih perlahan teratasinya karena harus menunggu cairan intravena merembes ke interstisial. Kembalinya turgor kulit, basahnya mukosa lidah, dan berkurangnya haus pulih seiring dengan meningkatnya produksi urin. Cairan pengganti yang sesuai untuk kekurangan cairan IVF adalah “ringer lektat”, “ringer asetat”, NaCl 0,9%..oleh kareana IVF dan ECF tergabung dalam cairan ESF, maka cairan reflecment untuk ISF adalah ringer lektat”,ringer asetat”, dan NaCl 0,9%..(Wim De Jong,”Ilmu Bedah”ed.2) 2. Kelebihan Natrium(Hipernatremia) Hipernatremia merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak <> 3. Hipokelemia Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan diare berkepanjangan, juga ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah- muntah,perut kembung, lemah dan lunaknya otot tubuh, tidak beraturannya denyut jantung(aritmia), kurangnya kadar kalium plasma hingga <> 4.Hiperkelemia Merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalium dalam darah.sering terjadi pada pasien luka baker, penyakit ginjal, asidosis metabolic, pemberian kalium berlebihan melalui intravena yang ditandai dengan adanya mula, hiperaktivitas system pencernaan, aritmia, kelemahan, sedikitnya jumlah urin dan diare, serta kadar kalium dalam plasma mencapai > 5 mEq/1t. .(A.Aziz Alimul”kebutuhan dasar manusia II). 2.5 Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Keseimbangan cairan dan Elektrolit 1 Pengkajian Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi : • Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit • Kaji manifestasi klinik melalui : Timbang berat badan klien setiap hari - Monitor vital sign - Kaji intake output • Lakukan pemeriksaan fisik meliputi : - Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability. - Auskultasi bunyi /suara nafas - Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran • Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine. 2 Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan yang umum terjadi pada klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah : • Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri • Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio,ketidakseimbangan elektrolit • Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria. • Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria,penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan di ekstraseluler. • Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan • Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema • Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema 3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah : a. Atur intake cairan dan elektrolit b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate. d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment. 4 Evaluasi/Kreteria hasil : Kreteria hasil meliputi : • Intake dan output dalam batas keseimbangan • Elektrolit serum dalam batas normal • Vital sign dalam batas normal. BAB 3 PENUTUP Kesimpulan: Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan dan elektrolit asam basa dalam tubuh, Keseimbangan ini dipertahankan oleh asupan, distribusi dan keluaran air dan elektrolit, serta pengaturan komponen-komponen tersebut oleh sistem renal dan paru.Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif. DAFTAR PUSTAKA =Ellis RJ, A Elizabeth, 1994, Nowlis, Nursing, : A Human Needs Approach, Fifth Edition, JB Lippincott Company, Philadephia. Wolf, Weitzel, Fuerst, 1984, Dasar-dasar Ilmu Keperawatan, buku kedua, Gunung Agung, Jakarta. http://dinkes cirebonkota.org/index.php?option=com_content&view=article&id=53:manajemen-stress&catid=17:tips&Itemid40 http://mikopoetro.multiply.com/journal/item/8 Sylvia Anderson Price, Alih : Peter Anugerah, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi kedua, EGC, Jakarta, 1995.

ASUHAN KEPERAWATAN LABIO PALATOSKISIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Marasmus berasal dari kata marasmos (bahasa jerman) yang berarti sekarat. Mal nutrisi jenis ini biasanya biasanya berupa kelambatan pertumbuhan, hilangnya lemak di bawah kulit, mengecilnya otot, menurunnya selera makan dan keterbelakangan mental. Sedangkan Kwashiorkor (dalam bahasa Afrika berarti anak yang ditolak) adalah kelainan akibat kekurangan protein akut. Ditandai dengan kelambatan pertumbuhan, perubahan warna kulit dan pigmentasi rambut, buncit, anemia dan peradangan pada kulit. Penderita biasanya mengalami perubahan warna kulit yang menggelap dan menebal di beberapa tempat, seperti tungkai dan punggung. Sering pula disertai pengelupasan kulit dan meninggalkan bekas berwarna merah muda dengan permukaan yang kasar. Kwashiorkor pertama kali ditemukan di Afrika. Gabungan dari marasmus dan kwashiorkor ini sangat berbahaya dan mengakibatkan kematian. Sementara itu, di Indonesia hanya ada satu istilah untuk marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya, yaitu busung lapar. Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. B. MASALAH 1. Apa yang dimaksut dengan labio? 2. Apa yang dimaksut dengan atresia ani? 3. Apa yang dimaksut dengan marasmus kwashiorkor? 4. Apa yang dimaksut dengan hisprung? C. TUJUAN 1. Agar kita mengetaui apa it labio. 2. Agar kita mengetahui ap it atresia ani, 3. Agar kita mengetahui marasmus kwashiorkor, 4. Agar kita dapat mengetahui ap it hisprung. BAB II PEMBAHASAN A. LABIO/PALATOSKISIS • Definisi Labio / palatoskisis Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167) Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003) Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003) Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21) • Etiologi Labio / palatoskisis 1) faktor Genetik atau keturunan Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma P atau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir. 2) Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat. 3) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. 4) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan clamidia. 5) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin • Patofisiologi 1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. 2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. 3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. 4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan • Klasifikasi Labio/palatoskisis  Berdasarkan organ yang terlibat antara lain : a. Celah di bibir (labioskizis) b. Celah di gusi (gnatoskizis) c. Celah di langit (palatoskizis) d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)  Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah : a. Unilateral Incomplete Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral Complete Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral Complete Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. • Tanda dan Gejala Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu : 1. Terjadi pamisahan Langit-langit 2. Terjadi pemisahan bibir 3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit 4. Infeksi telinga berulang 5. Berat badan tidak bertambah 6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung. • Manifestasi Klinis 1. Deformitas pada bibir 2. Kesukaran dalam menghisap/makan 3. Kelainan susunan archumdentis. 4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan. 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Regurgitasi makanan. 7. Pada Labio skisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir 8. Pada Palati skisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari e. Kesukaran dalam menghisap/makan. Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG. • Komplikasi Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu; 1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing. 2. Infeksi telinga dan hilangnya dikaerenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran. 3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya 4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus. Penatalaksanaan Labio / palatoskisis 1. Penatalaksanaan Medis Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. 2. Perawatan a. Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi, dengan memberikan dorongan dan informasi yang dapat membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. b. Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate (ASI). o Fasilitasi menyusui dengan ASI. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. o Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. o Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. o Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan. o Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. o Akhiri pemberian susu dengan air. c. Menggunakan alat khusus o Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar. o Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi o Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive d. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi. e. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara. f. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung. g. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh 3. Pengobatan a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi. b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik. f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yang telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen. Prinsip perawatan secara umum; 1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. 2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus. 3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga. 4. umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit. 5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty. 6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7. umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis. 8. umur 12-13 tahun; final touch5; perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9. umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu B. ATRESIA ANI • Pengertian Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Malformasi anorektal menyebabkan abnormalitas jalan buang air besar. Masalah ini akan bervariasi bergantung tipe malformasinya: - Ketika lubang anal sempit, bayi kesulitan BAB menyebabkan konstipasi dan ketidaknyamanan. - Jika terdapat membrane pada akhiran jalasn keluar anal, bayi tidak bias BAB. - Ketika rectum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus. Hal ini dapat menyebabkan infeksi. - Jika rectum tidak berhubungan dengan anus dan tidak terdapat fistula sehingga feses tidak dapat dikeluarkan dari tubuh dan bayi tidak dapat BAB. • Etiologi Penyebab yang sebenarnya dari atresia ani sejauh ini belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah karier gen pada kondisi ini. Janin menerima copian dari kedua gen orang tuanya. Pasangan suami istri yang karier gen tersebut berpeluang 25% untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan berikutnya. Sepertiga dari bayi yang memiliki syndrome genetis, abnormalitas kromosom, atau kelainan konginetal lain, juga mempunyai malformasi anorektal. • Patofisiologi Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi. • Manifestasi klinis Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum,Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa: 1. Perut kembung 2. Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium) 3. Tidak bisa buang air besar dan kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir 4. Tidak ada atau stenosis kanal rectal 5. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan 6. Adanya membrane anal dan fistula eksternal pada perineum • Klasifikasi atresia ani Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali rendah / infralevator Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm. Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe : 1. Tipe I stenosi ani kongenital. 2. Tipe II anus imperforata membranase, 3. Tipe III anus imperforata, 4. Tipe IV atresia recti. Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan. Klasifikasi berdasarkan hasil foto: Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung rectum dari foto di bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut : • Letak tinggi : rectum berakhir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus). • Letak intermediet : akhiran rectum terletak di m.levator ani. • Letak rendah : akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani. • Pemeriksaan penunjang Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis : Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen : Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen : Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan : Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena : Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rectum : Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis : Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. C. MARASMUS KWASHIORKOR KWASHIORKOR MARASMUS 1. MARASMUS • Pengertian • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157). • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk : 1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein. 2. Sebagai cadangan protein tubuh. 3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen). 4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu. 5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen. • Etiologi • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). • Patofisiologi marasmus Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11). 2. KWASHIORKOR • Pengertian Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994) Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995) 2.2.2 Etiologi Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati. • Patofisiologi Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. D. HISPRUNG • Pengertian hisprung Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Hisprung • Etiologi penyakit hisprung Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus. • Gejala penyakit hisprung Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan. • Patofisiologi penyakit hisprung Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ). • Pemeriksaan tambahan pada penyakit hisprung Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur. Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena. • Komplikasi penyakit hisprung Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia. • Penatalaksanaan klien dengan hisprung 1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara. 2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk. 3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Istilah Marasmus Kwashiorkor lebih sering kita dengar akhir-akhir ini. Banyak yang menyangka marasmus kwashiorkor hampir sama dengan busung lapar. Padahal penyakit ini 2 jenis penyakit mal nutrisi (kurang gizi), yakni marasmus dan kwashiorkor. Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus. B. Saran Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca,serta dapat menambah pangetahuan kita tentang penyakit labio/palatokisis,atresia ani,marasmus kwashiorkor,dan penyakit hisprung. DAFTAR PUSTAKA Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC