Wednesday, February 27, 2013

ASKEP ATRESIA BILLIER


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Satu dari deskripsi paling awal tentang atresia bilier dipublikasikan oleh Thomson dalam sebuah seri dari tiga tulisan pada 1891 dan 1892. Lebih dari 20 tahun kemudian, Holmes pertama kali menggunakan istilah atresia bilier dalam sebuah seri autopsi. Dia mengamati bahwa 16% dari anak-anak ini dapat dikoreksi secara bedah karena kehadiran duktus empedu proksimal paten atau kista didalam hilus hati. Rekonstruksi sukses pertama pada satu dari lesi-lesi yang dapat dikoreksi ini dilaporkan oleh Ladd pada tahun 1928.
Selama beberapa dekade berikutnya, beberapa kesuksesan dilaporkan, namun hanya pada kelompok ‘yang dapat dikoreksi’ ini saja. Karena mayoritas bayi memiliki anatomi ‘tidak dapat terkoreksi’, operasi ditunda selama mungkin. Akibatnya, bahkan bayi dengan lesi yang dapat diperbaiki, terlambat dioperasi sampai kerusakan hati menjadi ireversibel. Pada 1959, Kasai dan Suzuki melaporkan sebuah operasi baru, portoenterostomi hepatik, yang mencapai drainase bilier bahkan pada bayi dengan atresia bilier ‘yang tidak dapat dikoreksi’.
Namun, penerimaan terhadap prosedur ini datangnya lambat. Bahkan baru tahun 1975, Schubert dalam Schiff’s
Diseases of the Liver, berpendapat bahwa “potensi operabilitas atresia bilier ekstrahepatik adalah 12%, namun angka kesembuhan aktual adalah sebesar 2% sampai 5%”. Prosedur Kasai diperjuangkan di Amerika Utara oleh Lily dan Altman, dan saat ini prosedur tersebut diterima diseluruh dunia sebagai modalitas bedah awal pada atresia bilier.





B.     Tujuan
1)      Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Endokrin yang berjudul ” Askep Atresia Billier”.
2)      Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca mengetahui  tentang konsep Atresia Billier serta proses keperawatannya.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1)      Apa Pengertian dari Atresia Billier?
2)      Apa Etiologi dari Atresia Billier?
3)      Apa saja klasifikasi Atresia Billier?
4)      Bagaimanakah patofisiologis pada Atresia Billier?
5)      Apa saja manifestasi dari Atresia Billier?
6)      Pemerikasaan diagnostik apa saja yang perlu ?
7)      Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
8)      Bagaimana cara pencegahannya ?
9)      Apa saja komplikasi nya ?
10)  Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Atresia Billier?











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Anatomi & Fisiologi Kandung Empedu
Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum.Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum.
Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki 2 fungsi penting:
a)      Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b)      Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut
a)      Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan
b)      Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya
c)      Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan
d)     Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh
e)      Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.

B.     Definisi Atresia Billier
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002: 206)
C.    Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 10 ­ 30% kasus atresia bilier.Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Patofisiologi atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang progresif pula.
D.    Manifestasi Klinis

Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1)      Air kemih bayi berwarna gelap
2)      Tinja berwarna pucat
3)      Kulit berwarna kuning
4)      Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5)      Hati membesar.
6)      Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
­- Gangguan pertumbuhan
- Gatal-gatal
- Rewel
- Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

E.     Patofisiologi
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati.Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
















F.     Nursing Pathway
Idiopatik                      Kelainan Kongenital                Infeksi Virus intra uteri


Obstruksi/tidak adanya saluran empedu extra hepatik


 

Empedu tersumbat kembali ke liver


 






Peradangan,edema,                                                                                malabsorbsi lemak,vitamin
degenerasi hepatis
                                  



           fibrosis                                               perubahan nutrisi                            malnutrisi 







 




cirhosis        hipertensi portal                                                               kekuraangan vitamin larut lemak







 





                     Gagal hati                                                                                  gagal tumbuh kembang


 




                Gangguan absorbsi


 




             Kelebihan volume cairan




G.    Pemeriksaan Penunjang
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1)      Pemeriksaan laboratorium
a)      Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Sclain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT> 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT< 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rcndah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier (9). Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkali fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
b)      Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Karena kadar bilirubin dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2)      Pencitraan
a)      Pemeriksaan ultrasonografi
DiagnostikUSG 77% dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum
b)     Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%

c)      Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreaticography) merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
Selain ERCP, pemeriksaan MRCP (Magnetic resonance cholangiopancreatography) sudah banyak digunakan memandangkan penggunaannya kurang invasif dibanding dengan ERCP.

3)      Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95% (1), sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100 ­ 200 u atau 150 ­ 400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu.  Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.









H.    Komplikasi
Komplikasi yang di timbulkan pada oenyakit atresia bilier adalah:
*      Cirrhosis
*      Gagal hati
*      Gagal tumbuh
*      Hipertensi portal
*      Varises esophagus
*      Asites
*      Encephalopathy

I.       Penatalaksanaan
a)      Medik
Penanganan atresia biliary harus segera dilakukan laparotomi eksplorasi, sekaligus dilakukan kolangiografi pada saat melakukan operasi untuk mengetahui adanya dan letak obstruksi yang tepat. Tahap berikutnya tergantung dari jenis kelainan yang tampak, dapat dikoreksi atau tidak dapat dikoreksi.
Terhadap atresia yang dapat dikoreksi dilakukan pemasangan Salin, bila diduga tidak mungkin dilakukan tindakan koreksi harus dibuat sendian beku, untuk menentukan adanya sisa saluran empedu dan besarnya penyempitan. Dalam kasus demikian tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan bedah seperti transeksi atau diseksi jaringan hepar sampai ke porta hepatic. Diantara kasus yang tidak dapat dikoreksi pada beberapa bayi masih mungkin dilakukan hepatoportoonterostomi.
Terapi pengobatan yang dapat diberikan
1)      Feno barbital 5 mg / kg / BB (dibagi 2 kali pemberian)
2)      Kolesteramin 1 gr / kg / BB (dibagi 6 kali pemberian)

b)      Keperawatan
1)      Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan serta menghindarkan kontak infeksi).
2)      Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar / terapi lain.
3)      Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
o   Anamneses Data Biografis
o   Riwayat penyakit sekarang
o   Riwayat penyakit dahulu
o   Riwayat penyakit keluarga
o   Pemeriksaan fisik:
§  System gastrointestinal: warna tinja, distensi, asites, hepatomegali,anoreksia, tidak mau makan
§  System pernafasan
§  Genitourinary : Warna urine
§  Integumen: jaundice,kulit kering, pruritus, kerusakan kulit,edema perifer
§  Muskuloskletan: letargi

B.     Diagnose Keperawatan
a.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
b.      Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
c.       Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan perosedur pembedahan
e.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan tidak mau makan
f.       Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
g.      Gangguan integritas kulit berhunbungan dengan pruritus

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien
mendapatkan volume cairan yang tepat)
Intervensi
a)       Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
b)      Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
c)      Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau
edema sekitar mata.
d)     Atur masukan cairan dengan cermat.
e)      Pantau infus intra vena
f)       Berikan diuretik bila diinstruksikan.

2.  Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
Tujuan: Mempertahankan tumbuh kembang secara normal
KH: anak akan memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
Intervensi
a.  Meakukan stimulasi yang dapat dicapai sesuai dengan usia seperti gerakan (motor halus dan kasar, ROM, posisi duduk)
b.  Menjelaskan pada orang tua pentingnya melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan menyesuaikan kondisi seperti perlu istirahat.

3.  Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan: untuk mencegah perdarahan dan infeksi
KH: tidak menunjukkan perdarahan dan infeksi
Intervensi
a.  Pantau tanda-tanda vital
b.  Pantau perdarahan dan tanda-tanda infeksi
c.   Hindarkan pasien dari pergerakan yang berlebihan yang dapat menambah ketegangan
d.  Pantau distensi abdomen yang terjadi pada pasien
e.  Monitor bising usus

4.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan tidak mau makan
Tujuan: meningkatkan status nutrisi yang adekuat
KH: anak akan menunjukkan status nutrisu adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik dan dan berat badan yang sesuai
Intervensi
a.  Memberikan serta mempertahankan nutrisi parenteral dan juga kepatenan IV
b.  Memberikan dan mempertahankan nutrisi melalui NGT
c.   Memberikan nutrisi yang adekuat seperti vitamin, mineral dan suplemen
d.  Timbang berat badan tiap hari
e.  Monitor intake dan output
f.   Monitor laborotorium seperti albumin, protein sesuai program

5.  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
Tujuan: mempertahankan keutuhan kulit
KH: anak akan menunjukkan keutuhan kulit
Intervensi
a.  Kaji tanda-tanda kerusakan kulit
b.  Merubah posisi posisi anak setiap 2 jam atau sesuai kondisi
c.   Menempatkan anak pada matras yang lembut

6.  Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujuan: meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
KH: orang tua/keluarga akan mengekspresikan pemahaman tentang perawatan di rumah
Intervensi
a.  Menjelaskan kepada klien tentang pengobatan  yang diberikan seperti dosis, reaksi dan tujuan pengobatan.
b.  Menjelaskan kepada keluarga pentingnya stimulus pada anak seperti pendengaran, visual dan sentuhan
c.   Menjelaskan kepada orang tua/keluarga pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otot, diare, HR yang tidak teratur.





BAB III
PENUTUP

B.     Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 10 ­ 30% kasus atresia bilier.Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
C.    Kritik & saran
Guna penyempurnaan Makalah ini,kelompok kami sangat mengharapkan kritik,saran serta masukan dari Rekan-rekan pembaca khususnya Dosen Pembimbing. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi Rekan-rekan dalam membantu kegiatan belajar kita. Sekian & Terima Kasih.








                                                 

DAFTAR PUSTAKA

Newman, W.A. Dorland. 2002. Kamus Kedoteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EG
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC
_____2010. http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. Diakses Tanggal: 10 Desember 2012. Pukul: 15.03
_____2010. http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/. Diakses Tanggal: 10 Desember 2012. Pukul: 14.54
_____2010. http://pilihsehat.tk/. Diakses Tanggal: 10 Desember 2012. Pukul: 05.42