Friday, August 19, 2011

SEORANG YANG MENCINTAI KAMU

Seseorang yang mencintai kamu, tidak bisa memberikan alasan mengapa ia mencintaimu. Dia hanya tau, di mata dia, kamulah satu satunya.
Seseorang yang mencintai kamu, sebenarnya selalu membuatmu marah / gila.
Tp ia tidak pernah tau hal bodoh apa yang sudah ia lakukan, karna semua yang ia lakukan adalah untuk kebaikanmu.
Seseorang yang mencintai kamu, jarang memujimu.
Tetapi di dalam hatinya kamu adalah yang terbaik, hanya ia yang tau.
Seseorang yang mencintai kamu, akan mencaci maki atau mengeluh jika kamu tidak membalas pesannya, karna ia peduli.
Seseorang yang mencintai kamu, hanya menjatuhkan air matanya di hadapanmu.
Ketika kamu mencoba untuk menghapus air matanya, kamu telah menyentuh hatinya, dimana hatinya selalu berdegup / berdenyut / bergetar untuk kamu.
Seseorang yang mencintai kamu, akan mengingat setiap kata yang kamu ucapkan, bahkan yang tidak sengaja dan ia akan selalu menggunakan kata – kata itu tepat waktunya.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak akan memberikan janji apapun dengan mudah, karna ia tidak mau mengingkari janjinya.
Ia ingin kamu untuk mempercayainya dan ia ingin memberikan hidup yang paling bahagia dan aman selama lamanya.
Seseorang yang mencintai kamu, selalu memberitahumu untuk tidak berpikir terlalu banyak, karna ia sudah merencanakan semuanya untukmu.
Ia ingin memberikan kehidupan yang terbaik di masa mendatang. Ia ingin memberikanmu suatu kejutan, percayalah dia dapat melakukannya.
Seseorang yang mencintai kamu, mungkin tidak bisa mengingat kejadian / kesempatan istimewa, seperti perayaan hari jadi.
Tetapi ia tau bahwa setiap detik yang ia lalui, ia mencintai kamu, tidak peduli hari apakah hari ini.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak mau berkata Aku mencintaimu dengan mudah, karna segalanya yang ia lakukan untuk kamu adalah untuk menunjukkan bahwa ia siap mencintaimu.
Tetapi hanya ia yang akan mengatakan kata I Love You pada situasi yang spesial, karna ia tidak mau kamu salah mengerti, dia mau kamu mengetahui bahwa ia mencintai dirimu.
Seseorang yang benar – benar mencintai kamu, akan merasa bahwa sesuatu harus dikatakan sekali saja krn ia berpikir bahwa kamu telah mengerti dirinya.
Jika berkata terlalu banyak, ia akan merasa bahwa tidak ada yang akan membuatnya bahagia / tersenyum.
Seseorang yang mencintai kamu, akan pergi ke airport untuk menjemput kamu, dia tidak akan membawa seikat mawar dan memanggilmu sayang seperti yang kamu harapkan.
Tetapi, iaakan membawakan kopermu dan menanyakan: “Mengapa kamu menjadi lebih kurus dalam waktu 2 hari?” dengan hatinya yang tulus.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak tahu apakah ia harus menelponmu ketika kamu marah, tetapi ia akan mengirimkan pesan setelah beberapa jam.
Jika kamu menanyakan: mengapa ia telat menelepon, ia akan berkata: Ketika kamu marah penjelasan dari dirinya semua hanyalah sampah.
Tetapi, ketika kamu sudah tenang, penjelasannya baru akan benar – benar bekerja / manjur / berguna.
Seseorang yang mencintaimu, selalu memanggil kamu dengan sebutan gadis kecil.
Tetapi sewaktu ia menginginkan untuk membuat keputusan besar, dialah org pertama yang ingin mendengar saran dari kamu.
Seseorang yang mencintaimu, tidak suka akan boneka kecil seperti : beruang teddy.
Tapi ia akan selalu meletakkan boneka yang kamu hadiahkan di atas tempat tidurnya.
Seseorang yang mencintaimu, saat bertengkar, dia akan meminta maaf dengan tak terkontrol (secara terus menerus) meskipun kamu yang bersalah dan nantinya ia akan mengirimkan pesan kepadamu : “Sayang, sebenarnya itu adalah kesalahan kamu dan kamu sendiri sudah mengetahuinya”.
Seseorang yang mencintaimu, ketika merindukanmu, ia ingin membelikanmu seikat mawar dan menunggu dengan bodohnya di bawah apartemenmu.
Tapi ia tidak pernah tau, apa yang ia beli adalah bunga aster.
Tapi itu tidak menjadi masalah, karna dalam hatinya itu ialah bunga mawar.
Seseorang yang mencintaimu, jarang mengatakan kata – kata manis.
Tetapi kamu tau, kecupannya sudah menyalurkan semua hasratnya kepadamu.


http://photo505.com/en/















































































































































































































































































































































































































































Monday, August 15, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN RETINOBLASTOMA

Askep retinoblastoma - Askep retinoblastoma berikut ini adalah askep retinoblastoma teman-teman dapat mendowload dan mengcopynya silahkan menuju menu askep-askep untuk pilihan askep lainnya untuk askep dengan klien retino blastoma silahkan baca di bawah ini cek it dot
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN RETINOBLASTOMA

I. ANATOMI FISIOLOGI RETINA

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron:

1. Sel bipolar

2. Sel ganglion

3. Sel horizontal

4. Sel amakrin

Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel glia yang disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini membentuk membran pembatas dalam di permukaan dalam retina dan membran pembatas luar di lapisan reseptor.

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

3. Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.

Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hyperemia.

Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandangan. Pemeriksaan objektif adalah:

- Elektroretino-gram (ERG)

- Elektro-okulogram (EOG)

- Visual Evoked Respons (VER)

• Fungsi Retina

Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina.

- Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea, berfungsi untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan penglihatan warna.

- Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau cahaya remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut rhodopsin.

• Komponen-komponen Retina

II. PENGERTIAN

Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pad anak.

40 % penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediten. Retinoblastoma merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan merupakan tumor embrional.

Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia 3 tahun, sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.

Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada anak-anak.

Pada saat terakhir ini terlihat kenaikan jumlah anak menderita retinoblastoma di Indonesia. Kenaikan insiden tumor ini mungkin sekali akibat sudah meningkatnya penerangan akan tumor pada anak, sehingga prang tua penderita lebih cepat memeriksakan mata anaknya.



III. PENYEBAB

Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena mutasi atau diturunkan.

Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian diteruskan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.

IV. PATOFISIOLOGI

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui kromosom.

Massa tumor dapat tumbuh ke dalam vitreous (endofilik) dan tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor berkembang difus.

Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina. Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid.

Perluasan retina okuler ke dalam tumor vitreous dapat terjadi pada tipe endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau melalui tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina cribrosa langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat ditemukan infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan sumsung tulang.

Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:

• Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)

• Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.

• Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.

• Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.

Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.


V. TANDA DAN GEJALA

1. Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.

2. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna iris yang tidak normal.

3. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.

4. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.

5. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.

6. Tajam penglihatan sangat menurun.

7. Nyeri

8. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.



VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan metastase ke luar misalnya dengan gejala proptosis bola mata.

- Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina.

- Elektro-okulogram (EOG)

- Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan rangsangan/penglihatan pada seseorang.



VII. PENATALAKSANAAN

Semua tujuan terapi adalah merusak tumor dan mempertahankan penglihatan yang memungkinkan tanpa membahayakan hidup. Terapi primer retinoblastoma unilateral biasanya enuklasi, kendatipun pada kasus-kasus tertentu, alternatif seperti krioterapi, fotokoagulan atau radiasi dapat dipertimbangkan.

• Bila tumor masih terbatas intraokuler, pengobatan dini mempunyai prognosis yang baik, tergantung dari letak, besar dan tebal.

• Pada tumor yang masih intraokuler dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan visus.

• Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreous dan visus nol, dilakukan enuklasi.

• Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita, dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi, dan kemoterapi.

Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20 – 90 % pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma.



VIII. PROGNOSIS

Tumor mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler. Prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstra ocular pada saat pemeriksaan pertama. Tumor dapat masuk ke dalam otak melalui saraf optik yang terkena infiltrasi sel tumor.



ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

A. Pengkajian yang penting untuk retinoblastoma

1. Sejak kapan sakit mata dirasakan

Penting untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang dialami. Retinoblastoma mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini.

2. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan

Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.

3. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya

Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom, protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

4. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.

Retinoblastoma dapat menyebabkan bola mata menjadi besar.

5. Apakah ada keluhan lain yang menyertai

Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor yang bermetastase.

6. Penyakit mata sebelumnya

Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan penderita.

7. Penyakit lain yang sedang diderita

Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula memperburuk keadaan klien

8. Usia penderita

Dikenal beberapa jenis penyakit yang terjadi pada usia tertentu. Retinoblastoma umumnya ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun.

9. Riwayat Psikologi

a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.

b. Mekanisme koping

10. Pemeriksaan Fisik Umum

Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.

11. Pemeriksaan Khusus Mata

a. Pemeriksaan tajam penglihatan

Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun.

b. Pemeriksaan gerakan bola mata

Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka akan menyebabkan mata juling.

c. Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal

Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma didapatkan:

- Leukokoria

Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.

- Hipopion

Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.

- Hifema

Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan

- Uveitis

d. Pemeriksaan Pupil

Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.

e. Pemeriksaan funduskopi

Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan kaca.

f. Pemeriksaan tekanan bola mata

Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat.



B. Pengelompokan Data

• Data Subjektif

- Mengeluh nyeri pada mata

- Sulit melihat dengan jelas

- Mengeluh sakit kepala

- Merasa takut

• Data Objektif

- Mata juling (strabismus)

- Mata merah

- Bola mata besar

- Aktivitas kurang

- Tekanan bola mata meningkat

- Gelisah

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

- Tajam penglihatan menurun

- Sering menangis

- Keluarga sering bertanya

- Ekspresi meringis

- Tak akurat mengikuti instruksi

- Keluarga nampak murung

- Keluarga nampak gelisah

- Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi



II. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses penyakitnya

(kompresi/dekstruksi jaringan saraf, inflamasi), ditandai dengan:

- Keluhan nyeri

- Aktivitas kurang (distraksi/perilaku berhati-hati)

- Gelisah (respons autonomik)

- Sering menangis

- Keluhan sakit kepala

- Ekspresi meringis

2. Gangguan persepsi sensorik penglihatan sehubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:

- Menurunnya ketajaman penglihatan

- Mata juling (strabismus)

- Mata merah

- Bola mata membesar

- Tekanan bola mata meningkat

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

3. Gangguan rasa aman cemas, sehubungan dengan:

- Perubahan status kesehatan

- Adanya nyeri

- Kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan

Ditandai dengan:

- Merasa takut

- Gelisah

- Sering menangis

- Sering bertanya

4. Resiko tinggi cedera, sehubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan:

- Menurunnya ketajaman penglihatan

- Mata juling (strabismus)

- Tekanan bola mata meningkat

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit anaknya yang ditandai dengan:

- Tak akurat mengikuti instruksi

- Keluarga nampak murung

- Keluarga nampak gelisah

- Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E., et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Ganong, William, F., 1998, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., et. al. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV, Media Aekulapius. FK-UI, Jakarta.

Askep Hipotiroidisme

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagaian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Kelenjar tiroid tidak essensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardi, tremor, dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid stimulating hormon = TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengerti tentang hipotiroidisme
2. Memahami pemyebab dari hipotiroidisme dan cara pencegahannya
3. Mengerti tentang asuhan keperawatan hipotiroidisme

BAB II. ISI

A. DEFINISI
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.

B. PENYEBAB
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.

C. GEJALA
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa disalahartikan sebagai depresi. Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah menjadi bengkak. Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal. Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping mulai rontok. Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung.
Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
- cuaca dingin
- infeksi
- trauma
- obat-obatan (misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
D. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

F. Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.

3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik


5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun

G. Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.

2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b. Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan fees.


3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
a. gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan

4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit . .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat


















Asuhan Keperawatan
Hipotiroidisme
I. PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid, yang terletak tepat dibawah laring sebelah kanan dan kiri depan trakea, mensekresi tiroksin (T4), triiodotironi (T3), yang mempunyai efek nyata pada kecepatan metabolisme tubuh. Kelenjar ini juga menyekresikalsitonin, suatu hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Tidak adanya sekresi tiroid sama sekali biasanya menyebabkan laju metabolisme turun sekitar 40 persen di bawah normal dan sekresi tiroksin yang berlebihan sekali dapat menyebabkan laju metabolisme basal meningkat setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Sekresi tiroid terutama diatur oleh hormon perangsang tiroid yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.


















Hormon yang paling banyak disekresi oleh kelenjar tiroid adalahtiroksin. Akan tetapi, juga disekresitriiodo tironin dalam jumlah sedang. Fungsi kedua hormon ini secara kualitatif sama, tetapi berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerja. Triiodotironin kira-kira empat kali kekuatan tiroksin, tetapi terdapat jauh lebih sedikit dalam darah dan menetap jauh lebih singkat.
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, dibutuhkan makan kira-kira
50 mg yodium setiap tahun, atau kira-kira 1 mg per minggu. Untuk mencagah
defisiensi yodium, garam meja yang biasa diiodisasi dengan satu bagian natrium
iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.
II. PENGERTIAN
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema. Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.
III. ETIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme:
1.Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya
otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
2.Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik
yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3.Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan.
Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4.Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari
hipotiroidisme di negara terbelakang.
5.Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun,
terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
IV. HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksitosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadannya pada wanita dibandingkan proa. Hipotiroidisme kongenital dijumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan hormon sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan memepengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain:
1. Penurunan produksi asam lambung (Aclorhidria)
2. Penurunan motilitas usus
3. Penurunan detak jantung
4. Gangguan fungsi neurologik
5. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda miksedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebgai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.



V. PATHWAYS

VII.TANDA DAN GEJALA
Hipotiroidisme ditandai dengan gejala-gejala:
1.Nafsu makan berkurang
2.Sembelit
3.Pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat
4.Suara serak
5.Berbicara lambat
6.Kelopak mata turun
7.Wajah bengkak
8.Rambut tipis, kering, dan kasar
9.Kulit kering, kasar, bersisik, dan menebal
10.Denyut nadi lambat
11.Gerakan tubuh lamban
12.Lemah
13.Pusing
14.Capek
15.Pucat
16.Sakit pada sendi atau otot
17.Tidak tahan terhadap dingin
18.Depresi
19.Penurunan fungsi indera pengecapan dan penciuman
20.Alis mata rontok
21.Keringat berkurang
VIII.GAMBARAN KLINIS

1. Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat
2.Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema),
dan penurunan curah jantung
3. Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan
kaki
4.Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu
makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema
5. Konstipasi
6. Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi
7. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

IX. PERANGKAT DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.


Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan





Gambar 2. Gambaran wajah pasien dengan miksedema. Kiri, pada
saat diagnosi awal. Kanan, setelah penggantian terapi dengan
tiroksin.
XI. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
1.Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit
tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2.Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3.Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4.Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh:
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik

5. Pemeriksaart fisik mencakup
a.Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b.Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun

6.Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.

7.Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum;
pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal).


XII.DIAGNOSA DAN INTERVENSI
1.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
a.Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan
latihan yang dapat ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan
lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam
aktivitas perawatan mandiri.
c. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak
menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada
pasien.
d.Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan
atau kurang.




2. Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi:
a. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b.Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal
pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
c.Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar
suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma
miksedema.
d. Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.
Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan
lebih lanjut kehilangan panas.

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi:
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas.
b. Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c.Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak
mengandung air.
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses
tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola
defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi
latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan feces.

4.Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian
tiroid seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang
diresepkan.
Intervensi:
a. Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon
tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien
b.Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien.
Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan
kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid.
c.Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan
pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.


Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang
diresepkan.
d.Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang
berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan
apakah tujuan terapi terpenuhi.
e. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan
keluarganya.
Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau
hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.

5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi:
a.Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan
gas darah arterial.
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau
perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b.Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang
adekuat.
c.Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan
pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
d.Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan
dukungan ventilasi jika diperlukan.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi
mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan.

6.Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan
perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
Intervensi:
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar
dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat
mengancam.
rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien
terhadap stres.
c.Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi
kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan
kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan
terapi yang tepat.

7. Miksedema dan koma miksedema
Tujuan: Tidak ada komplikasi.
Intervensi:
a. Pantau pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala
hipertiroidisme.
i. Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
ii.Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi, pernapasan,
suhu tubuh, denyut nadi)
iii.Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan
pasien.
Rasional : Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan
miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh
b. Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional : Dukungan ventilasi diperlukan untuk mempertahankan
oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
c.Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan
sangat hati-hati.
Rasional : Metabolisme yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema
dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian tiroksin.
d. Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
Rasional : Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
e. Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional : Perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan
risiko jika diberikan pada keadaan miksedema.






















DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C.Fisiologi Manusia. 1995. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006.PATO F I S I O LO G I
Konsep
Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Website:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hypothyroidism
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=11&judul=Hipertiroidisme&iddtl=1
24&UID=20071121172513125.163.255.129

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

2.1 Anatomi Fisiologi Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan merah pada hiperemia.
Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina. Makula merupakan bagian dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2.2 Definisi
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
2.3 Klasifikasi
Dikenal 3 bentuk ablasi retina:
2.3.1 Ablasi Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Pada ablasi retina regmatogenosa maka ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air (fluid vitreous)yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.
2.3.2 Ablasi Retina Eksudatif / Serosa & Hemoragik
Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreo-retina.
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas di makula. Termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh bermacam-macam hal.
2.3.3 Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membrane vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya kea rah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya, pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangansehingga kelainan mengakibatkan retina midperifer dan makula.
2.4 Etiologi
Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama, dan trauma atau penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebakan robekan retina.
Komplikasi Diabetes Melitus dan Peradangan yang terjadi pada mata juga dapat mengakibatkan ablasio retina.
2.5 Manifestasi Klinis
Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya:
1. gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup.
2. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya(fotopsia) / light flashes atau keduanya
3. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
4. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
5. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula
2.5.1 Retina lepas dengan robekan (rhegmatogenous)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat mencapai posterior pole dengan cairan di bawah retina.
b. Retina (yang lepas) tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan perdarahan vitreus. Di vitreus ditemukan sel pigmen retina, tanda utama adalah robekan retina dengan cairan di bawahnya.
c. Umumnya disertai dengan penurunan tekanan intraokuler.
d. Terkadang ditemukan afferent pupillary defect (APD).
e. Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis lurus (demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas dengan yang masih melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis vitreus berat (proliferative vitreo-retinopathy) hingga perlekatan retina hebat (star fold, napkins ring, fixed folds, subretinal bands).
2.5.2 Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan (exudative)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas dengan bentuk permukaan relatif mulus disertai cairan di bawah retina.
b. Tidak ditemukan robekan retina.
c. Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai dengan posture atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari tempat yang paling rendah.
d. Pemeriksaan APD (afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.
2.5.3 Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada proliferative diabetic retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity (tractional detachment). Disebut juga tractional
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada riwayat neonatus prematur.
b. Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi di dalam vitreus, dengan detachmnet yang paling tinggi di tempat perlekatan traksi/fibrosis.
c. Terkadang disertai dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.
d. Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau yang mendasari.
2.6 Pemerikasaan Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan:
1. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2. Pemeriksaan perimeter atau kampimetri.
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
c. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
b. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
c. Scleral indentation
d. Goldmann triple-mirror
e. Indirect slit lamp biomicroscopy
f. Tes refraksi
g. Respon refleks pupil
h. Gangguan pengenalan warna
i. Tekanan intraokuler,
Hasil Pemeriksaan:
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Retina terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkdang robekan retina berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Kolaborasi Intervensi Bedah
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Pasien harus mempertahankan posisi kepala selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien tidak perlu dirawat inap dan mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur buckling. Kerugiannya adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam 7 – 10 hari, dan mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan skleral buckle.
2. Scleral buckle ( pelibatan Sklera )
Operasi jenis ini sampai sekarang masih merupakan pilihan untuk ablasi tipe regmatogenosa, terutama jika tidak ada komplikasi. Buckle biasanya berupa silicon berbentuk spons atau padat tergantung dari lokasi dan jumlah robekan retina.Silikon tersebut dipasangkan melingkari bola mata dengan tujuan membentuk cekukan kedalam pada dinding bola mata untuk menutupi rongga yang terjadi akibat robeknya retina.Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 – 2 hari.Prosedur ini lebih sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasca operasi pasien tidak harus dalam posisi tertentu pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus(perdarahan viterus) atau hemoragik vitreus.Pada dasarnya vitrektomi merupakan tindakan pengeluaran cairan vitreus kemudian digantikan dengan gas khusus yaitu SFG ( Sulfoheksafliurid). Secara perlahan gas tersebut akan diserap dan digantikan kembali dengan cairan yang diproduksi oleh mata itu sendiri. Cara pelaksanaan vitrektomi yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument ke dalam rongga viteus,setelah instrument di masukkan viterus di pindahkan dengan menggunakan vitreus culter kemudian dilanjutkan dengan teknik sayatan tractional bands dan air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali retina. Pada operasi vitrektomi kepala pasien harus berada dalam posisi tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.Terkadang vitrektomi dapat dilakukan bersamaan dengan pemasangan sklera buckle.
Operasi-operasi tersebut diatas bisa dilakukan dengan menggunakan bius lokal maupun general, tergantung pada kesehatan penderita dan waktu yang diperkirakan diperlukan untuk merekatkan kembali retina.Pada penderita dengan lepasnya retina sederhana biasanya soudah dibolehkan berjalan sehari setelah operasi dan tidak perlu rawat inap di rumah sakit.Tetapi setelah pulang pasien memerlukan salep dan obat tetes untuk merawat mata pasca pembedahan,dan terkadang diperlukan kacamata atau lensa kontak bila setalah pembedahan retina ternyata penglihatan terganggu.
Bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan laser atau menggunakan tindakan kriopeksi.
1. Laser
Pembedahan laser digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio.Sinar laser yang digunakan adalah yang mampu menciptakan lingkungan yang terbakar pada retina, Laser akan menempatkan luka bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina.
2. Kriopeksi
Kriopeksi merupakan teknik membekukan dinding bagian belakang mata yang terletak di belakang robekan retina.Cara kerja kriopeksi yaitu dapat merangsang pembentukan jaringan parut dan merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding belakang bola mata. Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina. Kriopeksi biasanya dilakukan pada pasien berobat jalan dan hanya memerlukan pembiusan local pada mata.
Penempelan kembali retina yang sukses, terdiri dari penempelan robekan retina, dan pencegahan agar retina tidak tertarik lepas lagi.
2.7.2 Perawatan Preoperasi
Klien mungkin mengalami kecemasan atau ketakutan. Perawt perlu memberikan informasi secara akurat dan tenangkan hati klien untuk mengurangi kecemasan klien.
2.7.3 Perawatan Postoperasi
Tanda vital dan TIO. Pemantauan tanda vital perlu dilakukan tiap 15-30 menit (atau sesuai kebijakan rumah sakit) sampai kondisi klien stabil. Monitor TIO minimal 24 jam secara ketat.
Perawatan mata. Adanya drainase, harus segera dilaporkan pada ofthalmologist. Balutan tidak boleh dilepas tanpa order khusus. Kedua mata dibalut selama 5-6 hari dan setelah boleh dilepas balutan mata diganti minimal 1 kali sehari. Bantu aktivitas sehari – hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan. Berikan kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan memberikan kenyamanan.
Visus tidak dapat kembali dengan segera karena pembengkakan post op dan efek dilatasi tetes mata. Visus meningkat bertahap dalam beberapa minggu samapi bulan. Jelaskan pada klien agar membatasi membaca dan menulis untuk mencegah pergerakan mata yang berlebihan.
Posisi dan aktivitas klien. Posisi dan tingkat yang diizinkan setelah pembedahan diberikan oleh dokter. Kepala diposisikan sedemikian rupa sehingga daerah yang diperbaiki menggantung, mencegah dorongan gravitasi merusak daerah operasi. Jika gas (sulfaheksafluorid) digunakan untuk membantu penyatuan retina kembali, maka klien diatur dalam posisi yang memungkinkan gas mengangkat retina. Pembatasan aktivitas yang sama juga dilakukan pada klien yang menggunakan minyak silikon. Memposisikanklien pada abdomen dengan kepala menoleh ke arah mata yang dioperasi sering dianjurkan, sehingga klien berbaring dengan mata yang tidak dioperasi berada dibawah. Posisi ini dipertahankan beberapa hari sampai gas diabsorpsi. Hindari gerakan menghentakkan kepala ( menyisir rambut, membungkuk, mengejan, bersin, batuk, muntah ) dan batasi aktivitas yang berlebihan hingga tercapai penyembuhan. Perawat perlu membantu aktivitas sehari-hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan.
Medikasi. Klien kadang memerlukan antiemetik atau obat batuk yang yang dianjurkan serta laksatif (jika perlu).
Nyeri. Klien mungkin mengalami nyeri pascaoperasi. Analgesik seperti meperidi atau asetaminofen dan kodein biasanya diresepkan. Tindakan non-farmakologis seperti distraksi atau imajinasi terbimbing dapat dilakukan pada kondisi ini. Peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang disertainausea mungkin merupakan indikasi berkembangnya komplikasi dan harus dilaporkan pada dokter mata.
2.8 Komplikasi
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
Peningkatan TIO
Glaukoma
Infeksi
Ablasio koroid
Kegagalan pelekatan retina
Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
Infeksi
Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
Diplopia
Kesalahan refraksi
astigmatisme (tidak mampu memfokuskan cahaya.
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka robekan l yang ebih luas pada vitreus dapat dicegah .Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
2.10 Web of Caution
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
Kaji faktor resiko penyakit afakia, meningkatnya umur, degenerasi vitreoretina dan miopia. Klien yang mengeluhkan penurunan visus mendadak harus dievaluasi segera. Kaji situasi ketika klien pertama kali mengeluhkan penurunan visus. Kaji riwayat okuler dan kondisi medis sebelumnya, catat riwayat operasi mata atau cedera mata. Kaji apakah gejala terjadi pada satu atau kedua mata, lamanya waktu sejak timbulnya gejala, keparahan gejala dan hal-hal yang mengurangi atau memperburuk gejala. Timbulnya ablasio retina biasanya mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri yang terletak pada retina (Ignatavicius D, 1991). Klien sering mengeluh melihat sinar kilat atau titik-titik hitam di depan mata yang terkena. Selama fase awal atau ablasio retina parsial, klien mengeluhkan sensasi adanya tabir menutupi bagian lapang pandang. Hilangnya lapang pandang tergantung area lepasnya retina.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang berkaitan dengan manifestasi klinis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik.
3.1.3 Pengkajian Psikososial
Klien dengan ancaman gangguan penglihatan dapat mengalami kecemasan. Kecemasan yang berat akan merusak kemampuan klien untuk memproses informasi baru. Catat postur, sikap dan pola bicara klien. Klien yang cemas akan menunjukan kebingungan, perubahan topik yang sering dan menanyakan informasi secara berulang. Klien cemas juga dapat mengalami salah interpretasi informasi. Mereka mungkin hanya mendengar sebagian dari apa yang dibicarakan dan menerima keterangan yang diberikan dngan lambat. Kaji juga kemampuan aktivitas sehari-hari klien.
3.1.4 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS :
1. Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang
2. Pasien sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater)
3. Pasien mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri
DO :
1. Miopi (rabun jauh)
2. Adanya robekan pada retina (pemeriksaan fundudkopi)
Miopia
Ukuran anteroposterior mata membesar
Mendesak Retina
Lapisan retina robek
Lapisan retina lepas dari lapisan berpigmen
Cahaya yang
masuk tidak
bisa ditangkap
retina
Robekan retina dan sel – sel darah merah mengapung di sekitar vitreus
Hilangnya lapang pandang
Floater
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual Perubahan Sensori Preseptual
2. DS :
1. Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya (Fotopsia)
2. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati
3. Pasien mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater)
DO :
1. Diabetic retinopathy
2. Didapatkan jaringan fibrous pada vitreus.
3. Robekan retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan funduskopi)
Diabetic Retinopaty
Jaringan fibrosis pada vitreus menarik lapisan retina sampai terlepas dari lapisan pigmennya
Fotopsia (timbul kilatan cahaya)
Lapisan retina robek dan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.(floater).
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Perubahan Sensori Preseptual
3. DS :
1. Pasien mengatakan memiliki riwayat kesehatan Diabetes mellitus
2. Pasien mengeluh pandangannya sering kabur
3. Pasien mengeluk adanya kilatan cahaya dan titik-titik hitam pada pandangannya
DO :
1. LDL > 220
2. Ditemukan robekan retina dan sel-sel darah mengapung pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi) Diabetes mellitus
Kadar glukosa dalam darah meningkat
Viskositas darah meningkat
Aliran darah menuju ke mata menjadi terhambat
Mata kekurangan nutrisi terutama pada retina
Retina lepas dari lapisan berpigmen
dan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.(floater).
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Perubahan Sensori Preseptual
4. DS :
1. Pasien mengatakan rasa perih dan gatal-gatal pada mata
2. Pasien mengatakan sering keluar air dari mata
3. Pasien mengeluh pandangannya kabur
DO :
1. Pasien menderita uveitis kronis
2. Adanya robekan retina pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi) Uveitis
Akumulasi cairan akibat proses peradangan
Cairan mendesak pada ruang subretina
Retina lepas dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
5. DS :
1. Pasien mengeluh pandangannya sering kabur
2. Pasien sering mengeluh melihat titik-titik hitam pada pandangannya (floater)
3. Pasien mengeluh melihat kilatan cahaya dalam pandangannya.
4. Pasien mengatakan khawatir dengan keadaanya
DO :
1. Pemerikasaan funduskopi : adanya robekan retina dan sel –sel darah mengapung di ruang vitreus
2. Penurunan visus
3. Pasien terlihat cemas
4. Pasien menanyakan informasi secara berulang. Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Penurunan visus
Hilangnya lapang pandang
Hilangnya penglihatan mendadak
ancaman terhadap konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Menimbulkan kecemasan Cemas / Ansietas
5. DS :
1. Pasien mengeluh pandangannya menjadi kabur
2. Pasien mengatakan tidak dapat beraktivitas secara optimal
DO :
1. Penurunan visus
2. Lepasnya retina dari sel berpigmen Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang dan kedalaman persepsi berkurang
Resiko cedera Resiko Cedera
6. DS :
1. Pasien meraskan nyeri pascaoperasi
DO : - Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Pembedahan (operasi)
Pascaoperasi
Timbul nyeri pada mata yang dioperasi Nyeri
3.2 Diagnosa dan Interverensi Keperawatan
1. Perubahan sensori perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan kemampuan memproses rangsangan visual.
Tujuan, Klien akan :
Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
• Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup.
Rasional : untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut.
• Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung.
Rasional : Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua.
• Kolaborasi untuk pembedahan.
2. Defisit perubahan diri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas.
Intervensi :
• Beritahu klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi.
Rasional : mencegah robekan lebih lanjut.
• Bantu kebutuhan sehari hari klien.
Rasional: mengurangi resiko cedera lebih lanjut
• Letakkan call bell pada tempat yang mudah di jangkau. Rasional:Memudahkan pasien untuk meminta pertolongan
3. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan, hilangnya pandangan mendadak dan kemungkinan kegagalan mendapatkan pandangan kembali, ancaman terhadap konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Tujuan klien akan :
Klien akan mengalami penurunan tingkat ansietas.
Intervensi :
• Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya.
Rasional : Mengurangi rasa cemas
• Walaupun kemungkinan pemulihan penglihatan tidak dapat dipastikan, klien dapat diyakinkan bahwa banyak robekan retina dapat diperbaiki dengan operasi.
Rasional :Memberikan dukungan moral untuk mengurangi beban stress
4. Resiko cedera yang berhubungan dengan berkurangnya penglihatan dan perubahan kedalaman persepsi.
Tujuan :
• Klien tidak mengalami cedera selama dalam perawatan.
Intervensi :
• Observasi ketajaman penglihatan klien.
Rasional: Mengetahui perkembangan keadaan mata.
• Beritahu klien bahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien sesuai kebutuhan.
• Jauhkan benda benda berbahaya dari jangkauan klien
Rasional : mencegah terjadinya cedera karena keterbatasan lapang pandang.
• Bersihkan jalan yang dilewati klien dari benda-benda berbahaya jika klien sudah diperbolehkan beraktivitas.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan aktivitas rutin pre dan pasca operasi yang berhubungan dengan kurangnya informasi atau salah interpretasi informasi yang didapat sebelumnya.
Tujuan, klien akan :
• Menjelaskan penggunaan obat yang benar.
Rasional: Menghindari pasien defisit pengetahuan tentang penggunaan obat yang benar
• Menjelaskan tanda dan gejala robekan retina.
Rasional : Menghindari terjadinya trauma
• Aktivitas yang perlu dibatasi
Rasional : Menghindari terjadinya cedera
Intevensi:
• Usahakan aktivitas tetap dalam 2 minggu,jangan mengangkat yang berat atau aktivitas yang terlalu aktif selama enam minggu atau sesuai yang diintrusikan dokter.
• Periksa shampoo rambut yang diintruksikan oleh dokter.
Rasional :Menghindari bahan bahan shampoo yang dapat mengiritasi mata sehingga memperparah kondisi mata.
• Batasi membaca selama 3 minggu atau sesuai advis.
Rasional: mencegah robekan semakin luas.
• Beritahu klien cara menggunakan obat mata yang benar.
• Beritahu klien untuk lapor ke dokter mata jika ada gejalan robekan retina yang berlanjut atau kegagalan penyatuan retina pada klien pasca operasi (ditandai dengan melihat cahaya sperti kilat,titik-titik hitam didepan mata,penglihatan kabur/adanya “tabir”pada lapang pandang).
Rasional: Mencegah terjadinya komplikasi
• Beritahu klien untuk melakukan tinjauan lanjutan sesuai program.
6. Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan kehilangan pandangan dan berada dlingkungan yang tidak dikenal.
Intevensi :
• Observasi tanda dan gejala disorientasi .
• Orientasikan klien pada lingkungan baru.
Rasional: mencegah klien agar tidak mengalami stress akibat lingkungan yang baru
• Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan klien.
7. Nyeri yang berhubungan dengan manipulasi bedah pada jaringan.
Intevensi :
• Observasi tempat nyeri klien.
Rasional: mengobati nyeri pada posisi yang tepat dan mencegah terjadinya infeksi
• Ajarkan dan dorong klien untuk melakukan distraksi atau imajinasi terbimbing.
• Beritahu klien untuk melaporkan adanya peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang disertai nausea yang dapat merupakan indikasi berkembangnya komplikasi.
Rasional: mencegah komplikasi berlanjut
• Kolaborasi: Pemberian analgesic seperti meperidin atau asetaminofen.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri

Friday, August 5, 2011

ANATOMI FISIOLOGI MATA DAN PENGLIHATAN





Terdiri dari Rongga orbita, Kelopak mata, Sistem lakrimal, dan bola mata.
A. Rongga Orbita
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi 1/5 rongga orbita.
Rongga orbita berbentuk limas segiempat dengan puncak ke arah dalam.
Dinding orbita terdiri dari :
1. Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)
2. Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus
3. Dinding medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal dan sphenoidal)
4. Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatikus. Pada tulang maksilaris terdapat sinus maksilaris
Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.

B. Kelopak Mata
Terdiri 5 lapisan (dari luar) :
a. Lapisan kulit
- kulit tertipis dibagian tubuh manusia (+ clitoris)
- tidak ada lemak sub kutan

b. Lapisan otot orbikularis Okuli
Untuk menutup mata yang disyarafi N. VII

c. Jaringan areolar
yaitu rongga dibawah otot orbikularis okuli
- Berhubungan dengan mata kanan dan kiri
- Berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
- Pada trauma kepala belakang dapat terjadi Brill hematom (Edema kanan, miring kiri dapat menyebabkan edema kiri dan juga sebaliknya )

d. Tarsus --> Jaringan fibrous padat dengan sedikit jaringan elastis

e. Konjungtiva Papebra / Konjungtiva Tarsalis
Melekat dengan tarsus.

Tepian Palpebra (Margo palpebra)
--> Pinggir bebas palpebra panjangnya 25 – 30 mm dan lebarnya 2 mm
--> Pinggir anterior dipisahkan dari pinggir posterior (dalam) oleh garis kelabu (schwabel line). Pada operasi trachoma, hati - hati
--> Tepi Anterior, terdapat bulu mata dan kelenjar Zeiss dan Molli. Kelenjar Zeiss dan Molli terdapat kelainan hodeulum eksterna.
--> Tepi posterior, langsung kontak dengan bola mata dan terdapat kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom sering terdapat kelainan hordeulum interna dan kalazion.
--> Punktum Lakrimalis, pada ujung medial dari tepi posterior palpebra

Retraktor Palpebra (Membuka Palpebra)
1. Palpebra superior terdapat muskulus levator palpebra + Muskulus Muller yang berfungsi untuk membuka mata yang dipersyarafi N. III (mensyarafi Rectus Superior dan Levator Palpebra) maka operasi katarak, sering terjadi sipit post operasi.
2. Palpebra inferior, yang ada hanya Muskulus Muller sehingga palpebra inferior tidak bisa membuka dengan lebar.

C. Sistem Lakrimal
Terdiri dari :
1. Sekresi, yaitu kelenjar lakrimalis. Kelenjar ini terdiri dari :
terletak pada bagian temporal anteriora) Bagian orbita rongga orbita
terletak di segmen temporal darib) Bagian palpebra fornik konjungtiva superior.
2. Ekresi, terdiri dari :
a) Punktum lakrimalis
b) Kanalis lakrimalis
c) Sakkus lakrimalis
d) Duktus Nasolakrimalis.




D. Bola Mata

I. Dinding bola mata

1. konjungtiva yg terdiri dari :
- Konjungtiva palpebra
- Konungtiva fornik
- Konjungtiva Bulbi

2. Sklera dan Episklera

3. Kornea
--> Adalah jaringan transparan dengan ketebalan
- tengah 0,54 mm
- Tepi 0,65 mm
- Diameter 11, 50 mm
- Kekuatan refraksi 40 dioptri
--> Dari luar kornea terdiri dari 5 lapisan :
--> lapisan epitel
--> Lapisan Bowman
--> Stroma
--> Membran desement
--> Lapisan endotel

II. Isi Bola Mata
Segmen anterior terdiri dari ( Uvea anterior,dan lensa mata :
A. Uvea anterior (iris dan badan siliaris)
Uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Iris (selaput pelangi )
adalah lubang ditengah yang disebut pupil. Pupil mengendalikan cahaya yang masuk dengan mengecil (miosis) akibat aktivitas parasimpatis melalui N. III dan juga bisa melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis
2. Badan siliaris, fungsi : membentuk aquos humor. Aquos humor berfungsi mengendalikan tekanan bola mata (selain badan kaca). Untuk terapi glaukoma, dengan mengendalikan badan siliaris.
3. Choroid
Disebelah dalam dibatasi Membran Bruch dan luar oleh sklera. Sebelum membran Bruch, terdapat retina.

B. Lensa mata
Berbentuk bikonvek, avaskuler (oleh krn itu obat2 suntikan tidak efektif untuk mengobati mata, kecuali suntikkan langsung dan oleh karena itu juga sebagian besar obat mata dalam bentuk tetes atau salep), tidak berwarna, hampir transparan sempurna.
--> Tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
--> Kekuatan refraksi lensa 20 dioptri
--> Terdiri dari 65% air dan sisanya protein.


OPTIKA
Optika adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku dan sifat cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik berasal dari bahasa Latin ὀπτική, yang berarti tampilan.
Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam). Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Maxwell.
Bidang optika memiliki identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri. Aspek keilmuannya sering disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan sering disebut rekayasa optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkait khusus dengan sistem iluminasi (iluminasi) disebut rekayasa pencahayaan. Setiap disiplin cenderung sedikit berbeda dalam aplikasi, keterampilan teknis, fokus, dan afiliasi profesionalnya. Inovasi lebih baru dalam rekayasa optik sering dikategorikan sebagai fotonika atau optoelektronika. Batas-batas antara bidang ini dan "optik" sering tidak jelas, dan istilah yang digunakan berbeda di berbagai belahan dunia dan dalam berbagai bidang industri.
Karena aplikasi yang luas dari ilmu "cahaya" untuk aplikasi dunia nyata, bidang ilmu optika dan rekayasa optik cenderung sangat lintas disiplin. Ilmu optika merupakan bagian dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika, psikologi, kedokteran (khususnya optalmologi dan optometri), dan lain-lain. Selain itu, penjelasan yang paling lengkap tentang perilaku optis, seperti dijelaskan dalam fisika, tidak selalu rumit untuk kebanyakan masalah, jadi model sederhana dapat digunakan. Model sederhana ini cukup untuk menjelaskan sebagian gejala optis serta mengabaikan perilaku yang tidak relevan dan / atau tidak terdeteksi pada suatu sistem.
Di ruang bebas suatu gelombang berjalan pada kecepatan c = 3×108 meter/detik. Ketika memasuki medium tertentu (dielectric atau nonconducting) gelombang berjalan dengan suatu kecepatan v, yang mana adalah karakteristik dari bahan dan kurang dari besarnya kecepatan cahaya itu sendiri (c). Perbandingan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium adalah indeks bias n bahan sebagai berikut : n = c⁄v
o


Optika klasik
Sebelum optika kuantum menjadi penting, asarnya terdiri dari aplikasi elektromagnetik klasik dan pendekatan frekuensi tinggi untuk cahaya. Optik klasik terbagi menjadi dua cabang utama: optika geometris dan optika fisis.
Optika geometris, atau optika sinar, menjelaskan propagasi cahaya dalam bentuk "sinar". Sinar dibelokkan di antarmuka antara dua medium yang berbeda, dan dapat berbentuk kurva di dalam medium yang mana indeks-refraksinya merupakan fungsi dari posisi. "Sinar" dalam optik geometris merupakan objek abstrak, atau "instrumen", yang sejajar dengan muka gelombang dari gelombang optis sebenarnya. Optik geometris menyediakan aturan untuk penyebaran sinar ini melalui sistem optis, yang menunjukkan bagaimana sebenarnya muka gelombang akan menyebar. Ini adalah penyederhanaan optik yang signifikan, dan gagal untuk memperhitungkan banyak efek optis penting seperti difraksi dan polarisasi. Namun hal ini merupakan pendekatan yang baik, jika panjang gelombang cahaya tersebut sangat kecil dibandingkan dengan ukuran struktur yang berinteraksi dengannya. Optik geometris dapat digunakan untuk menjelaskan aspek geometris dari penggambaran cahaya (imaging), termasuk aberasi optis.
Optika geometris sering disederhanakan lebih lanjut oleh pendekatan paraksial, atau "pendekatan sudut kecil." Perilaku matematika yang kemudian menjadi linear, memungkinkan komponen dan sistem optis dijelaskan dalam bentuk matrik sederhana. Ini mengarah kepada teknik optik Gauss dan penelusuran sinar paraksial, yang digunakan untui order pertama dari sistem optis, misalnya memperkirakan posisi dan magnifikasi dari gambar dan objek. Propagasi sorotan Gauss merupakan perluasan dari optik paraksial yang menyediakan model lebih akurat dari radiasi koheren seperti sorotan laser. Walaupun masih menggunakan pendekatan paraksial, teknik ini memperhitungkan difraksi, dan memungkinkan perhitungan pembesaran sinar laser yang sebanding dengan jarak, serta ukuran minimum sorotan yang dapat terfokus. Propagasi sorotan Gauss menjembatani kesenjangan antara optik geometris dan fisik.
Optika fisis atau optika gelombang membentuk prinsip Huygens dan memodelkan propagasi dari muka gelombang kompleks melalui sistem optis, termasuk amplitudo dan fasa dari gelombang. Teknik ini, yang biasanya diterapkan secara numerik pada komputer, dapat menghitung efek difraksi, interferensi, polarisasi, serta efek kompleks lain. Akan tetapi pada umumnya aproksimasi masih digunakan, sehingga tidak secara lengkap memodelkan teori gelombang elektromagnetik dari propagasi cahaya. Model lengkap tersebut jauh lebih menuntut komputasi, akan tetapi dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan kecil yang memerlukan pemecahan lebih akurat.

Optik modern
Optik modern meliputi bidang ilmu dan rekayasa optik yang menjadi terkenal pada abad ke 20. Bidang-bidang ilmu optik ini biasanya berhubungan dengan elektromagnetik atau sifat kuantum dari cahaya tetapi tidak termasuk topik lain.

Optik sehari-hari
Optik adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pelangi dan bayangan adalah contoh gejala optis. Banyak orang mendapat manfaat dari kacamata atau lensa kontak, dan optik digunakan di banyak barang konsumen termasuk kamera. Superimposisi dari struktur periodik, misalnya tisu transparan dengan struktur kisi, menghasilkan bentuk yang dikenal sebagai pola moiré. Superimposisi dari pola periodik transparan yang terdiri garis atau kurva buram paralel memproduksi pola garis moiré.


REFRAKSI
Refraksi (atau pembiasan) dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel cahaya akibat terjadinya percepatan.
Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius, terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fasa gelombang cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal). Pengetahuan ini yang membawa kepada penemuan lensa dan refracting telescope. Refraksi di era optik fisis dijabarkan sebagai fenomena perubahan arah rambat gelombang yang tidak saja tergantung pada perubahan kecepatan, tetapi juga terjadi karena faktor-faktor lain yang disebut difraksi dan dispersi.




The straw appears to be broken, due to refraction of light as it emerges into the air.
Contoh terjadinya refraksi yang sangat umum dijumpai adalah seperti ilustrasi gambar di samping. Dengan adanya perbedaan indeks bias antara udara (1,0003) dan air (1,33) di dalam sebuah mangkok, sebuah benda lurus seperti pensil atau sedotan akan tampak seperti patah dengan kedalaman air yang tampak lebih dangkal.
KELAINAN REFRAKSI

________________________________________

Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.
Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Gbr.1 : Mata Miopia

Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala.
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).
Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Gambar 2. Mata Hipermetropia

Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Astigmatisma
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur.
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Presbiopia
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gambar 3. Mata Presbiopia
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
PemeriksaanRefraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.


Gambar 4. Pemeriksaan Mata

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
Pencegahan
Selama bertahun-tahun, banyak pengobatan yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresi miopia, antara lain dengan:
o Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata
o Pemberian tetes mata atropin.
o Menurunkan tekanan dalam bola mata.
o Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun dekat pada anak.
o Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.
Gejala dan Tanda
Penderita kelainan refraksi biasanya datang dengan keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Tajam penglihatan pasien kurang dari normal (6/6). Ametropia pada anak dapat mengakibatkan seperti penglihatan kabur dan juling.
Terapi
Terapi meliputi edukasi mengenai kelainan refraksi, penggunaan kaca mata tidak menyembuhkan kelainan refraksi, meningkatkan jumlah asupan makanan yang mengandung vitamin A, B, dan C. Kebutuhan mengkoreksi kelainan refraksi tergantung gejala pasien dan kebutuhan penglihatan. Pasien dengan kelainan refraksi ringan dapat tidak membutuhkan koreksi. Koreksi kelainan refraksi bertujuan mendapatkan koreksi tajam penglihatan terbaik.
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi bingkai pada kaca mata.
Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan. Salah satu terapi pembedahan yang cukup populer adalah dengan cara LASIK atau bedah dengan sinar laser. Pada lasik yang diangkat adalah bagian tipis dari permukaan kornea yang kemudian jaringan bawahnya dilaser. Pada lasik dapat terjadi hal-hal berikut : kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau, infeksi kornea, ataupun kekeruhan pada kornea. Terapi bedah lain yang dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di depan lensa mata, pengangkatan lensa, radikal keratotomi dan Automated Lamelar Keratoplasty (ALK).





PENYAKIT MATA
HORDEOLUM
Hampir setiap orang mengenal timbilen atau timbil yang dalam bahasa medis disebut Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, mulai anak-anak hingga orang tua. Disebutkan bahwa angka kejadian pada usia dewasa lebih banyak dibanding anak-anak. Tidak ada perbedaan angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya seseorang mudah banget mengalami timbilen (berulang). Ibaratnya, baru sembuh yang satu, kemudian muncul lagi timbil di tempat yang lain.

Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :
• Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam).
• Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar (palpebra).
G E J A L A
Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna kemerahan. Adakalanya nampak bintik berwarna keputihan atau kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata.
Keluhan yang kerap dirasakan oleh penderita hordeolum diantaranya rasa mengganjal pada kelopak mata, nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Hordeolum dapat membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan nanah.

PENGOBATAN
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:
• Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.
• Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
• Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya hordeolum.
Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen, dan sejenisnya.
ANJURAN UNTUK PENDERITA
• Hindari mengucek-ucek atau menekan hordeolum.
• Jangan memencet hordeolum. Biarkan hordeolum pecah dengan sendirinya, kemudian bersihkan dengan kasa steril ketika keluar nanah atau cairan dari hordeolum.
• Tutup mata pada saat membersihkan hordeolum.
• Untuk sementara hentikan pemakaian make-up pada mata.
• Lepaskan lensa kontak (contact lenses) selama masa pengobatan.
Kapan dilakukan insisi ?
Dianjurkan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:
• Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.
• Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.
Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
PENCEGAHAN
1. Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
2. Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
3. Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh kuman.
4. Gunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.


KATARAK

Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat penambahan cairan di lensa, pemecahan protein lensa, atau kedua-duanya.
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X).
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan menurun. Secara umum, penurunan tajam penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.

Gbr 1 : Perbedaan Penglihatan benda
pada mata normal dan mata katarak

GejaladanTanda
Gejala utama yang dijumpai adalah penglihatan berkabut dan penglihatan yang semakin kabur. Pada gejala awal dapat terjadi penglihatan jauh kabur sedangkan penglihatan dekat sedikit membaik dibandingkan sebelumnya (second sight). Bila kualitas lensa memburuk atau terjadi kelelahan maka second sight ini akan menghilang. Gejala lain yang dijumpai pada katarak senilis adalah penigkatan rasa silau (glare). Pada lensa mata penderita katarak akan tampak bayangan putih. Selain itu dapat pula terjadi pandangan ganda, rabun senja dan terkadang membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.


Gbr 2 :Mata tanpa katarak Gbr 3 : Mata dengan katarak
Tata laksana
Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular :
 Ekstraksi intrakapsular (ICCE). Tehnik ini jarang dilakukan lagi sekarang.
 Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE). Pada tehnik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul bagian belakang utuh.
 Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi. Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada >90% kasus. Sisanya mungkin telah mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infeksi yang mengambat pemulihan daya pandang. Adanya lensa intraokular dan lensa kontak kornea menyebabkan penyesuaian penglihatan setelah operasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan sewaktu hanya tersedia kacamata katarak yang tebal.


Epidemiologi
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak.
Pemeriksaan
Pada pasien katarak, dapat dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan biasanya akan sangat berkurang

KATARAK SENILIS

DEFINISI
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun1 (gambar 4). Katarak merupakan penyebab kebutaan di
dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita
katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya.
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari
seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.

ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
diduga multifaktorial, diantaranya antara lain:
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum

KLASIFIKASI
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, hipermatur.
Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :




Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur MatuIr Hipermatur
I insipien IIIINSIPIENIII ii Imatur matur
hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa
Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal
Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test
(-) (+) (-) +/-
Visus
(+) < << <<<
Penyulit
(-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma


MANIFESTASI KLINIS

Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita
mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit
membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second
sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipien.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum
dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp .
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis
pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen.


PENATALAKSANAAN

Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma..
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE
- konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery),
- fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification),
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ±
3 mm.

Komplikasi
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain:
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris




GLAUKOMA

DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma .
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata
relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan
menyebabkan kelainan lapang pandang2. Di Amerika Serikat, glaukoma
ditemukan pada lebih 2 juta orang, yang akan beresiko mengalami kebutaan.
Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%).
Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari
kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia
produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada
umumnya dan khususnya Indonesia.

FAKTOR RESIKO

Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor
resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:

- Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
- Penyakit hipertensi
- Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
- Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
- Ras tertentu

KLASIFIKASI
Klasifikasi Glaukoma4.
I. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal

B. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas, dll
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom Sturge–Weber
2. tiroidopati
3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
II. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1. Glaukoma primer sudut tertutup ( akut, subakut, kronik, mekanisme
campuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior
a. Inflamasi
b. Pseudofakia
c. Iris-vitreous
B. Anterior displacement of the iris/lens
1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. sindrom ICE
4. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu

III. Kelainan perkembangan bilik mata depan
A. Glaukoma primer congenital
B. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata
1. Aniridia
2. Axenfeld–Rieger syndrome
3. Peter’s anomaly

PATOFISIOLOGI
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui
pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior
(COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula
menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus
menurun. Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan
terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal
ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum.
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup
optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan
besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup,
Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris,
dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer
sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel
ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.



MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat
terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma
akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan
gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.
a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh
sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik
menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan
kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhir
kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visus
pasien masih 6/6.
e. Perubahan pada diskus optik. Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa
penggaungan dan degenerasi papil saraf optik.
f. Oklusi vena
g. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-anak
dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik.
Beberapa perimetri yang digunakan
antara lain:
- Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann
- Perimetri otomatis
- Perimeter Oktopus
2. Tonometri
Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang digunakan
antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, tonometer Pulsair,
Tono-Pen, tonometer Perkins, non kontak pneumotonometer.
3. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf
optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik2. Rasio cekungan diskus (C/D)
digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma.
Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar
dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata,
mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.
4. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau
sekunder2.
5. Gonioskopi
Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan struktur sudut,
memperkirakan kedalaman sudut bilik serta untuk visualisasi sudut pada
prosedur operasi.
6. OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur
ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf
7. Fluorescein angiography
8. Stereophotogrammetry of the optic disc



PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain:
a. Medikamentosa
1. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
- β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2
kali sehari, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%,
metipranolol 0.3%, dan carteolol 1%
- apraklonidin
- inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250
mg 2 kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
2. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus
seperti: prostaglandin analog, golongan parasimpatomimetik, contoh:
pilokarpin tetes mata 1 - 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin
3. Penurunan volume korpus vitreus.
4. Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
b. Terapi operatif dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
3. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)




Konjungtivitis

Konjungtivitis merujuk pada peradangan selaput mata (conjunctiva) (lapisan terluar mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata
Konjungtivitis Gonokokal
Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
Konjungtivitis Vernalis
Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia dibawah 10 tahun. Pada umumnya penderita konjungtivitis vernalis mengeluh gatal, mata merah, dan mengeluarkan sekret atau kotoran. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit 1-3 hari.

Gejala
Mata terasa kasar menggatalkan, merah dan mungkin berair. Kelopak mata mungkin menempel sewaktu bangun tidur. Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.
Gejala lainnya adalah: - mata berair - mata terasa nyeri - mata terasa gatal - pandangan kabur - peka terhadap cahaya - terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

Mata juling (strabismus)
1. Definisi
= Strabismus adalah kelainan deviasi bola mata yang tidak dapat diatasi dengan mekanisme fusi.
Dalam bahasa awamnya, Strabismus dapat didefinisikan sebagai posisi bola mata yang tidak simetris. Baik pada keadaan diam maupun bergerak dan dapat meimbulkan gangguan penglihatan berupa pandangan berganda.

2. Penyebab Strabismus
= Penyebab strabismus secara garis besar ada 2, yaitu
a. Kelemahan otot-otot ekstraokuler mata
b. Ketidakseimbangan inervasi saraf-saraf otot ekstraokular mata

3. Macam strabismus
= Terdapat beberapa macam klasifikasi strabismus. Di antaranya klasifikasi berdasarkan penyebab, klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan, dan klasifikasi berdasarkan posisi bola mata. Pada tulisan ini kita hanya akan membahan klasifikasi dari posisi bola mata

a. Esotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah dalam (medial). Merupakan tipe strabismus yang paling sering dijumpai.

b. Exotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah luar (lateral). Merupakan tipe yang lebih jarang.

4. Gejala Strabismus pada anak
= Strabismus sebagian besar mulai terjadi sejak masa anak-anak dan jarang diketahui pada derajat yang rendah. Orang tua anak atau pasien sendiri baru akan menyadari bila telah terjadi deviasi sekitar 15*. Untuk itulah para orang tua harus lebih cermat dalam mengamati perkembangan anaknya.
Beberapa gejala awal antara lain
- Gerakan bola mata yang lebih tertinggal dari mata lain
- Posisi mata yang kurang simetris

5. Tes penegakan Diagnosis Strabismus
= Strabismus ditegakkan melalui beberapa tes, antara lain
a. Cover test
b. Cover uncover test
c. Hirschberg test
d. Krymsky test
Tes-tes ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata.

6. Penanganan strabismus
a. Menutup mata yang sehat
b. Kacamata khusus
[img]http://www.medicalera.com/images/fbfiles/images/strabismus_kacamata.JPG[/img]
c. Operasi

Penanganan akan semakin baik bila diberikan sedini mungkin. Pada usia dini terapi mungkin hanya dengan menutup mata yang sehat atau menggunakan kacamata khusus. Sementara pada orang dewasa terapi yang dilakukan adalah operasi untuk memperbaiki posisi bola mata.
Strabismus atau Mata Juling pada Anak
Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling.
Juling dapat mengenai pria dan wanita. Juling dapat diturunkan pada keturunannya. Namun walau tidak ada riwayat keluarga juling, hal ini dapat saja terjadi.
Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui. Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola mata, melekat pada bagian luar masing-masing mata. Pada setiap mata, dua otot menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya menggerakkan ke atas, ke bawah, dam memutar.
Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan bekerja secara bersama-sama. Agar kedua mata bergerak bersama-sama, semua otot-otot pada kedua mata harus terkoordinasi dengan baik. Otot-otot mata ini dikontrol oleh otak.
Strabismus lazim ditemukan pada anak-anak dengan kelainan pada otak, seperti:
• Cerebral palsy
• Down syndrome
• Hydrocephalus
• Tumor otak
• Anak yang lahir prematur
Katarak atau trauma yang mengenai penglihatan juga dapat menyebabkan strabismus. Namun sangat banyak anak dengan strabismus tidak didapatkan kelainan-kelainan tersebut. Juga ditemukan riwayat keluarga dengan strabismus.
Gejala Strabismus
Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher untuk menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.
Cara Diagnosis Strabismus
Strabismus dapat didiagnosa melalui pemeriksaan mata. Dianjurkan agar semua anak dengan usia antara 3-3,5 tahun memeriksakan penglihatannya pada dokter spesialis mata.
Bila ada anak yang gagal dalam tes pemeriksaan tajam penglihatan, akan dirujuk ke dokter spesialis mata untuk pemeriksaan yang lebih lengkap. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus atau ambliopia, atau riwayat keluarga menggunakan kacamata tebal, seorang spesialis mata akan melakukan pemeriksaan penglihatan walaupun usianya kurang dari 3 tahun. Bila memang anak terlihat jelas juling sejak usia kurang dari 6 bulan, harus dilakukan pemeriksaan sedini mungkin.
Penanganan Strabismus
Setelah pemeriksaan mata lengkap, dokter spesialis mata dapat merekomendasikan terapi yang sesuai. Pada beberapa kasus, pemberian kacamata dapat meluruskan kedudukan bola mata. Terapi lain berupa tindakan operasi untuk menyeimbangkan otot yang tidak seimbang atau operasi katarak bila terdapat katarak. Sering diperlukan tindakan menutup sebelah mata yang dominan untuk mengatasi ambliopia.
KACA MATA
Jika strabismus disebabkan oleh kesalahan pembiasan cahaya, menggunakan kaca mata untuk menormalkan penglihatan dapat meluruskan mata sepenuhnya atau, paling tidak, bisa memperbaiki posisi mata.
PENUTUP MATA
Jika seorang anak menderita strabismus dengan ambliopia, dia dapat dipaksa untuk menggunakan (untuk memperkuat) mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan penutup mata. Penggunaan penutup mata harus dilakukan sedini mungkin dan diteruskan sesuai anjuran dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun. Anak akan memerlukan kunjungan ke dokter spesialis mata secara berkala untuk mengetahui apakah penglihatan binokularnya sudah terbentuk seutuhnya. Penutup mata tidak meluruskan mata secara kosmetik.
OPERASI STRABISMUS
Dokter spesialis mata akan membuat sayatan pada selaput putih mata untuk dapat mencapai otot penggerak bola mata. Otot mata kemudian dilepaskan dari perlekatannya dan dipindahkan perlekatannya pada tempat yang diinginkan sesuai dengan arah deviasi bola mata. Atau dapat pula otot dipotong sedikit sesuai kebutuhan kemudian dilekatkan lagi pada tempat perlekatan semula.
Operasi strabismus dapat dilakukan pada satu atau kedua mata sekaligus tergantung jenis dan besarnya juling. Operasi strabismus umumnya dilakukan dengan bius umum, terutama pada anak-anak.
Waktu pemulihan cepat. Anak biasanya dapat kembali pada aktivitas normal dalam beberapa hari. Setelah pembedahan, kacamata mungkin masih diperlukan. Pada beberapa kasus, pembedahan lebih dari satu kali mungkin diperlukan untuk menjaga mata tetap lurus.





Penyakit Mata Retinopati Diabetes
Retinopati diabetes adalah penyakit mata yang sering terjadi pada penderita diabetes. Mereka yang menderita diabetes juga beresiko tinggi untuk mengidap penyakit mata lainnya seperti glaukoma dan katarak. Semua penyakit mata ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan berat hingga kebutaan.
Proses penyakit retinopati diabetik terjadi akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada pembuluh darah retina, yaitu suatu membran tipis yang terbentuk dari sel-sel saraf yang berjejer di belakang 2/3 bola mata. Sel-sel saraf pada retina akan menerima cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak tentang apa yang dilihat oleh mata.
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
• Retinopati nonproliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
• Retinopati proliferatif. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.
Retinopati diabetik biasanya berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita diabetes tipe 1 dan sejumlah penderita diabetes tipe 2. Pengawasan kadar gula darah yang ketat dapat mencegah resiko perkembangan retinopati menjadi parah serta kehilangan penglihatan. Jika terjadi retinopati, maka deteksi awal dan pengobatan yang tepat (paling sering dengan laser) dapat membantu mencegah, menghambat atau merubah kehilangan penglihatan.
Mereka yang menderita diabetes, harus memeriksakan matanya pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan penyakit mata sekalipun. Asosiasi dibetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut :
• Seseorang yang mengidap retinopati diabetik tanpa disadari karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
• Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi retinopati berkembang.
• Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan. Retinopati diabetik merupakan penyebab utama dari kebutaan baru pada orang-orang yang berusia antara 20 hingga 74 tahun. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.
Anatomi
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabutserabut
saraf optik, letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada
ora serata. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan yang terdapat
makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk
penglihatan. 1,5
Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal (lihat gambar 1).1,5
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas lapisan: 1,5,6
- Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang dan sel
kerucut dan merupakan lapisan penangkap sinar.
- Membran limitan eksterna merupakan membrane ilusi.
- Lapisan nukleus luar terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
- Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
- Lapisan nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
- Lapisan pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amkrin dengan sel ganglion.
- Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel saraf bercabang
- Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik
dan di dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
- Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Kelainan patologik yang
paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.
Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas
dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok
Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi:
1. Retinopati diabetik non proliferatif
2. Retinopati diabetik preproliferatif
3. Retinopati diabetik preproliferatif
4. Retinopati diabetik proliferative

Patofisiologi
Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan cerminan
klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Disebabkan
oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tetapi
telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya
perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Di sini
perubahan mikrovaskuler pada retina terbatas pada lapisan retina (intra retina). Karakteristik
pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-kapiler
yang membentuk kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik, vena retina
mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intra retina. Perdarahan dapat
terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan
serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran
plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada
lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah
atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall
spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua
mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Gambaran Klinis
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina.
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:
- Penglihatan kabur
- Kesulitan membaca
- Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
1. Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini
pada mata

2. Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelokkelok.
Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan
endotel dan eksudasi plasma

3. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat
gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler

4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung

5. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai
retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar
kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
1. Edema retina 500 μm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
2. Hard eksudat jaraknya 500 μmdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
3. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 μm) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferative Dijumpai kelainan pada elektroretinografik juga memiliki hubungan
dengan keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati.
Tes angiografi menggunakan kontras untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras
yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini
tidak memakai yodium.

Pasien dengan retinopati nonproliferatif harus dipantau secara ketat, karena
kemungkinan untuk berkembang menuju retinopati proliferatif sangat besar. Fokus
pengobatan bagi pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa edema makula adalah
pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik yang menyertai. 2,10
Suatu percobaan klinis terkontrol memperlihatkan bahwa terapi inhibitor aldosa
reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati diabetik. Sedangkan percobaan klinis
yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal
terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema
bermakna dalam memperkecil risiko penurunan penglihatan dan meningkatkan
kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau
secara ketat tanpa terapi laser.

Kesimpulan
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat dibagi
dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes
non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh
darah yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya
seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata,
melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip.
Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain
mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard eksudat,
edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui dua mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler
abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu dari
keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati
diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko penurunan penglihatan
dan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Pada edema makula diabetik
dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak berespon dengan terapi laser.









































DAFTAR PUSTAKA
1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition. Boston:Little
Brown Company.1988. 145-7.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.211-4.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.168-9.
4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:
Erlangga.2005.131
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto.2002.8-9.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-
20.
7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.
http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FK
USU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema. http://www.vrmny.com
[diakses 29 April 2008]
10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth Heinemann.
1994.344-57
11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org [diakses 29
April 2008]
12. Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org [diakses 29 April 2008]
13. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29
April 2008]
14. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United State:
American Academi of Ophtalmologi.1997.71-86
15. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
16. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com [diakses 29 April 2008]