Trend Current issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa
Trend Current issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa
Trend
atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut
dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada
keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Ada beberapa
tren penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya
adalah sebagai berikut:
• Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
• Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
• Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
• Kecenderungan situasi di era global
• Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
• Kecenderungan penyakit jiwa
• Meningkatnya post traumatik sindrom
• Meningkatnya masalah psikososial
• Trend bunuh diri pada anak
• Masalah AIDS dan NAPZA
• Pattern of parenting
• Perspektif life span history
• Kekerasan
• Masalah ekonomi dan kemiskinan
A. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu
bila berbicara masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai pada saat onset
terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak
gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali
melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini
menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari
masa konsepsi malahan harus dimulai dari masa pranikah.banyak penelitian
yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan
kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang.
Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan mental
seseorang dimulai pada masa konsepsi.
Van de carr (1979) menemukan
bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari seorang ayah yang
menggeluti musik, pola-polanya sudah dipelajari sejak dalam kandungan
pada saat bayi belum lahir yang sudah terbiasa terpapar oleh suara-suara
komposisi lagu yang teratur.
Marc Lehrer, seorang ahli dari
university of California menemukan bahwa dari 3000 bayi yang diteliti
serta diberikan stimulasi dini berupa suara, musik, cahaya, getaran dan
sentuhan, ternyata setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental
dan emosi yang lebih baik. Kemudian Craig Ramey, meneliti bahwa
stimulasi dini, bonding and attachment pada bayi baru lahir dapat
meningkatkan inteligensi bayi antara 15-30%.
Marion cleves meneliti
tentang tikus-tikus yang hamil. Beberapa tikus hamil yang diberikan
stimulasi aliran listrik rendah, cahaya, suara dan jebakan-jebakan
menunjukkan banyaknya percabangan dendrite sebagai prasyarat kecerdasan.
Setelah dibandingkan dengan kelompok control ternyata menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Demikian juga penelitian-penelitian yang
dilakukan di hospital Bangkok Thailand, pada bayi-bayi yang mendapat
prenatal care yang baik dan stimulasi sejak dalam kandungan. Ternyata
bayi tersebut mampu berbicara, berkomunikasi, menirukan suara, menyebut
kata pertama dan senyum. Hal ini didukung oleh penemuan beatriz manrique
(presiden the Venezuela ministry for the development of intelligence)
dalam penelitian pada 600 bayi, ternyata stimulasi sejak dalam kandungan
dapat menigkatkan kemampuan adaptasi, attachment, dan bahasa.
Demikian
juga dengan kaitan antara masa kehamilan dengan skizofrenia.
Skizofrenia sering dianggap sebagai penyakit kronis dan tidak dapat
disembuhkan. Anggapan tersebut keliru, karena dengan pengobatan yang
baik banyak penderita yang dapat kembali ke masyarakat dan berfungsi
optimal. Salah satu kendala dalam mengobati skizofrenia optimal adalah
keterlambatan penderita datang ke klinik pengobatan. Timbul pertanyaan,
mungkinkah penyakit ini dideteksi sedini mungkin dan dicegah
perkembangannya? Tahun 1988, Mednick dkk dalam penelitian epidemiologi
melaporkan penemuan yang menarik, yaitu hubungan antara skizofrenia
dengan infeksi virus dalam kandungan. Laporannya didasarkan atasepidemi
virus influenza pada tahun 1957 di kota Helsinki.epidemi ini sangat
spesial mengingat pertama, terjadinya dalam kurun waktu yang pendek,
dimulai pada tanggal 8 oktober dan berakhir 5 minggu kemudian 14
November. Kedua, epidemi ini sangat menyebar. Hampir dua pertiga
penduduk kota ini terkena infeksi dalam berbagai tingkatan. Kondisi ini
memungkinkan dilakukannya evaluasi efek jangka panjang.
Mednick
membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi untuk
menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan
bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam
kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia.
Mednick
menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan
bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan
neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif
seperti berkurnagnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian,
membedakan suara rangsang yang berurutan, working memory, dan
fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya
kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam
kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan
berat dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh
zat-zat yang mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan
neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala
skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi,
perilaku yang aneh dan gangguan emosi.
B. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah
jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita
sakit jiwa di propinsi lain dan daerah istimewa Yogyakarta terus
meningkat. Penderita tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah.
Kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas, juga tersentuh
gangguan psikotik dan depresif.
Kecenderungan itu tampak dari
banyaknya pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di RS
Grhasia Yogyakarta dan RS Sardjito Yogyakarta. Pada dua rumah sait
tersebut klien gangguan jiwa terus bertambah sejak tahun 2002 lalu. Pada
tahun 2003 saja jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada 2004 naik
menjadi 10.610 orang. Sebagian dari klien menjalani rawat jalan, dank
lien yang menjalani rawat inap mencapai 678 orang pada 2003 dan
meningkat menjadi 1.314 orang pada tahun 2004. yang menarik, klien
gangguan jiwa sekarang tidak lagi didominasi kalangan bawah, tetapi
kalangan mahasiswa, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan kalangan
professional juga ada diantaranya. Klien gangguan jiwa dari kalangan
menengah ke atas, sebagian besar disebabkan tidak mampu mengelola stress
dan ada juga kasus mereka yang mengalami post power syndrome akibat
dipecat atau mutasi jabatan.
Kepala staf medik fungsional jiwa RS
Sardjito Yogyakarta, Prof.Dr. Suwadi mengatakan, pada tahun 2003 jumlah
klien gangguan jiwa yang dirawat inap sebanyak 371 pasien. Tahun 2004
jumlahnya meningkat menjadi 433 pasien. Jumlah itu, belum termasuk klien
rawat jalan di poliklinik yang sehari-hari rata-rata 25 pasien.
Demikian juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan kejiwaan dua tahun
terakhir ini menunjukkan kecenderungan peningkatan. Beban hidup yang
semakin berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya
klien gangguan jiwa. Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) daerah Propinsi
Sumatera Selatan mengungkapkan: setahun ini jumlah klien gangguan jiwa
yang ditangani di RSJ mengalami peningkatan 10-15% dibandingan dengan
tahun sebelumnya. Kecenderungannya, kasus-kasus psikotik tetap tinggi,
disusul kasus neurosis yang cenderung meningkat, rekam medis di RSJ
Sumsel mencatat, jumlah klien yang dirawat meningkat dari jumlah 4.101
orang (2003) menjadi 4.384 orang (2004). Dari keseluruhan jumlah klien
yang dirawat selama 2004, sebanyak 1.872 pasien diantaranya dirawat inap
di RSJ itu. Sebanyak 1.220 orang adalah sebagai pasien lama ang
sebelumnya pernah dirawat. Kondisi lingkungan yang semakin keras, dapat
menjadi penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan
kejiwaan. Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan
dengan timgkat kemiskinan terlalu menekan.
Kasus-kasus gangguan
kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ
menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun
usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan
semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada
anak dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis
adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya
mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan
penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan
merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin
belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat
kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus
trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah,
kehilangan orang tua, atau masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang
lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan gejala
perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap
mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan
dirinya dan orang lain, seperti mengamuk.
C. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya
perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah
satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan
kesehatan jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization
(WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak,
ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei,
Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hamper satu per tiga dari penduduk
di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Buktinya, bisa
kita cocokkan dan lihat sendiri dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (
SKRT); tahun 1995 saja, di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari
1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Dalam
hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat DepKes)
mengatakan, angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan
jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk
Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja samapai skizofrenia.
Bukti
lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan
jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang
yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya
meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil
jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan
yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan
jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris
Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan
penyebab gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau
organic. Penyebabnya antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan
pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria dan lain-lain),
kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan mental,
emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan
(pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota
keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga,
gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor
psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam
pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan,
hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan
lain-lain).
D. Kecenderungan situasi di era globalisasi
Era
globalisasi adalah suatu era dimana tidak ada lagi pembatas antara
negara-negara khususnya di bidang informasi, ekonomi, dan politik.
Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas yang
merupakan ciri era ini, berdampak pada semua sector termasuk sektor
kesehatan