PENANGANAN
PENDERITA CEDERA PRA RUMAH SAKIT
OLEH
MASYARAKAT AWAM
Puguh
Widiyanto*
Kualitas pertolongan pertama
penderita cedera akan meningkatkan keberhasilan penanganan pada periode
berikutnya. Banyaknya kasus-kasus kecelakaan di jalan raya yang merupakan kasus
gawat darurat yang menuntut peran serta
semua masyarakat pengguna jalan raya untuk ikut serta memikul tanggung jawab
untuk menghindari penderita cerdera mengalami kematian atau gangguan yang lebih
parah akibat kesalahan dan keterlambatan dalam memberikan pertolongan. Perlunya
masyarakat awam sebagai pengguna jalan raya maupun awam khusus seperti polosi,
PMI, pramuka mempunyai kemampuan mengenali gangguan dan dapat memberikan
pertolongan agar penanganan pertama penderita dapat meningkatkan kualitas hidupnya,
karena biasanya masyarakatlah yang pertama menjumpai adanya kasus kasus
kecelakaan tersebut. Teknik teknik estrikasi atau avakuasi,
imobilisasi atau stabilisasi dan pemberian bantuan hidup dasar sampai
transportasi menuju rumah sakit menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
penanganan, sehingga teknik-teknik tersebut perlu dipahami oleh masyarakat.
Kata kunci: Cedera, gawat darurat, pertolongan
pertama, masyarakat awam
PENDAHULUAN
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun,
dan merupakan penyebab kematian nomor 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Setiap tahun yang mengalami cedera kepala lebih dari 2 juta orang, 75.000 orang
di antaranya meninggal dunia. Lebih dari 100.000 orang yang selamat akan
mengalami disabilitas permanen (Suara Medreka online, 2007)
Menurut Dinas Perhubungan Darat data kecelakaan lalu lintas memperlihatkan
bahwa pada tahun 2006 sebanyak 36.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan
raya, 19.000 orang di antaranya melibatkan pengendara sepeda motor. Itu berarti
dalam tahun 2006
*)
Staf pengajar Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang
setiap hari ada sekitar 52 orang yang tewas dalam kecelakaan yang
melibatkan sepeda motor. Angka itu menunjukkan peningkatan sebesar 73,33 persen
daripada angka dua tahun yang lalu, yang hanya sekitar 30 orang (hubdat 2007).
Terlepas dari berat ringanya trauma, kualitas pertolongan pertama di tempat
kejadian sangat menentukan keselamatan korban pada periode pertolongan
berikutnya. Masalah yang dihadapi saat ini adalah belum optimalnya pertolongan
awal di tempat kejadian. Banyak masyarakat umum belum mempunyai kemampuan untuk
malakukan pertolongan pertama pada korban kecelakaan, kadang juga takut
memberikan pertolongan dengan alasan ikut diminta “bertanggungjawab”. Padahal
management pertolongan cedera kepala sudah dimulai sejak penanganan pertama.
Teknik teknik estrikasi atau avakuasi, imobilisasi atau stabilisasi dan
pemberian bantuan hidup dasar sampai transportasi menuju rumah sakit menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan penanganan. Siapa yang harus
bertanggungjawab? Tentunya ini menjadi tanggungkjawab kita semua, sebagai
sopir, awam, polisi dan siapapun pengguna jalan raya mestinya mempunyai
tanggungjawab untuk penanganan kedaruratan disekitar kita.
PERTOLONGAN
PERTAMA PENDERITA CEDERA PRA RUMAH SAKIT
Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada
area pra rumah sakit adalah menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pada
fase pra rumah sakit titik berat diberikan pada menjaga kelancaran jalan nafas,
kontrol adanya perdarahan dan syock, stabilisasi pasien dan transportasi ke rumah
sakit terdekat.
Airway (jalan nafas)
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain
merupakan pembunuh tercepat pada kasus trauma. Guna menghindari gangguan
tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas diatas segala masalah yang
lainya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena
kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi
gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah
penderita sendiri.
Pengenalan segera terhadap adanya gangguan jalan
nafas harus segera di ketahui. Terganggunya jalan nafas dapat secara tiba-tiba
dan komplit, perlahan maupun progresif. Pada pasien sadar yang dapat berbicara
biasa bisa dijamin memiliki airway yang baik (walaupun sementara), karena itu
tindakan pertama adalah berusaha mengajak bicara dengan penderita. Jawaban yang
baik menjamin airway dan sirkulasi oksigen ke otak masih baik.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas., selain mengecek adanya
benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara kedalam paru. Selain itu
aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
Breathing (membantu bernafas)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas
tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih
ada. Karena henti nafas seringkali terjadi pada kasus trauma kepala bagian
belakang yang mengenai pusat pernafasan atau bisa juga penanganan yang salah
pada pasien pada pasien cedera kepala justru membuat pusat pernafasan terganggu
dan menimbulkan henti nafas. Keterlambatan dalam mengenali gangguan
pernafasan dan membantu ventilasi/pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
Sehingga kemampuan dalm memberikan bantuan pernafasan menjadi prioritas kedua.
Circulations (Mengontrol perdarahan)
Upaya untuk mempertahnakan cirkulasi yang bisa
dilakukan pra rumah sakit adalah mencegah hilangnya darah pada kasus-kasus
trauma dengan perdarahan. Jika ditemukan adanya perdarahan, segera lakukan
upaya mengontrol perdarahan itu dengan memberikan bebat tekan pada daerah luka.
Pemberian cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk mengganti hilangnya cairan dari tubuh jika pasien dalam
keadaan sadar. Perlu dipahami dalam tahap ini adalah mengenal tanda-tanda
kehilangan cairan sehingga antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya syock.
Stabilisasi (mempertahankan posisi)
Seringkali perubahan posisi pasien yang tidak
benar justru akan menambah cedera yang dialami. Tidak jarang pada kasus cedera
tulang belakang yang penanganan stabilisasi tidak baik justru menyebabkan
cedera sekunder yang mengakibatkan gangguan menjadi lebih parah dan penyembuhan
yang tidak sempurna. Pemasangan bidai pada trauma ekstremitas, long spine board
pada kasus cedera tulang belakang dan neck colar pada cedera leher dapat serta alat-alat
stabilisasi sederhana yang lain bisa mengurangi resiko kerusakan akibat
sekunder karena posisi yang tidak stabil.
Transportasi (pengankutan menuji Rumah Sakit)
Sebisa mungkin segeralah penderita di bawa ke
rumah sakit terdekat agar penanganan dapat dilakukan secara menyeluruh dengan
peralatan yang memadai. Namun perlu di ingat kesalahan dalam transportasi juga
menyebabkan cedera yang diderita bisa bertambah berat. Pilihkah alat
transportasi yang memungkinkan sehingga stabilisasi dapat di pertahankan,
airway, breathing dan cirkulasi dapat selalu di pantau .
PERAN
MASYARAKAT AWAM
- AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)
Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga
pengamatan look, listen
and feel. Look berarti melihat adanya
gerakan pengembangan dada dan listen adalah mendengarkan suara pernafasan.
Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya
hambatan jalan nafas. Sedangkan feel
adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien melakukan ekspirasi yang bisa
kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda ini
dapat kita temukan artinya pernafasan klien masih ada.
Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan
upaya dengan dua metode yaitu Haed till dan Chin lift, yaitu tindakan mendorong
kepala agak kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan manuver ini maka
jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru. Bila
korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari adanya
jejas pada dada, leher, dan muka/wajah, maka dua manuver tadi harus dihindari
agar tidak menambah cedera leher yang terjadi tetapi lakukan Jaw Thrust
Manoever
- BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)
Bila airway sudah baik belum tentu
pernafasan akan baik, sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah
pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
Perubahan pernafasan dapat kita lihat
dari pengamatan frekwensi pernafasan normalnya pada orang dewasa frekwensi
pernafasan per menit adalah 12 – 20 kali permenit sedangkan anak 15 – 30 kali
per menit. Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih
dari 30 atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati mengalami
henti nafas, maka tindakan yang dilakukan adalah melakukan pernafasan buatan.
Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth to mouth. Tindakan pemberian fasas
buatan secara langsung dari mulut ke mulut sudah tidak dianjurkan karena
beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu penolong harus menggunakan
barrier device (alat poerantara).
- CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol perdarahan).
Seringkali pasien dengan trauma juga
mengalami perdarahan. Hall yang harus dilakukan adalah bagaimana agar
perdarahan bisa segera dihentikan. Beberapa perdahahan kecil dan perdarahan
vena mungkin lebih mudah diatasi, sedangkan perdarahan arteri biasanya sulit
diatasi dan dapat segera menyebabkan syock sirkulasi.
Tanda-tanda adanya kehilangan cairan
(darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah
dan respirasi. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan tekanan
darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan
meningkat 20 – 30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat Tekanan
darah akan menurun disertai peningkatan nadi dan respirasi lebih dari
perdarahan ringan.
Perdarahan dapat dikontrol dengan
melakukan bebat tekan pada daerah luka. Dengan bebet tekan ini diharapkan
pembuluh darah yang rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat di
kurangi. Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan
ini beresiko mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas yang
dapat mengakibatkan kematian jaringan.
- EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan mempertahankan posisi)
Kebanyakan para penolong yang tidak
tahu cara-cara pengangkatan dan pemindahan penderita yang benar akan membuat
cedera semakin parah pada saat pemindahan penderita. Beberapa hal yang harus
diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :
- Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika tidak mampu jangan paksakan
- Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
- Berjongkok jangan membungkuk saat mengangkat.
- Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.
Pada pasien dengan trauma cervikal dan
tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan dengan hati hati dan tidak
dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing menyangga bagian
atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih parah.
Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan
teknik log roll. Untuk menghindari
cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk
mensabilkan posisi penderita.
- TRANSPOTRASI. (pengangkutan menuju Rumah Sakit)
Pemilihan sarana transportasi yang
salah juga bisa menimbulkan cedera yang lebih parah pada pasien. Idealnya
transportasi pasien cedera kepala adalah menggunakan ambulan dengan peralatan
trauma. Tetapi untuk daerah yang akses pertolongan pertama oleh ambulan tidak
bisa cepat, jangan berlama-lama untuk menunggu datangnya ambulan. Pilih mobil
dengan kriteria sebagai berikut:
Pilih mobil yang bisa membawa pasien
dengan tidur terlentang tanpa memanipulasi pergerakan tulang belakang, penolong
leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila selama perjalanan terjadi
sesuatu. Hal yang juga penting selama perjalanan adalah komunikasi dengan pihak
rumah sakit. Dengan melaporkan kondisi korban, penanganan yang telah dan sedang
dilakukan termasuk meminta petunjuk darii petugas pelayanan gawat darurat rumah
sakit tentang apa yang harus dikerjakan bila menemui kesulitan. Pihak unit
gawat darurat juga dapat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pertolongan
korban sesampainya di rumah sakit.
KESIMPULAN
Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat
yang dapat dikategorikan sebagai orang awam misalnya guru, orangtua, sopir dan
crew angkutan atau awam khusus seperti polisi, satpam, pramuka, PMR, petugas
pemadam kebakaran atau yang lainya. Kemampuan awam pada penanggulangan gawat
darurat ini berfokus pada beberapa hal seperti: cara meminta pertolongan,
memberikan bantuan hidup dasar, mengontrol perdarahan, memasang pembalut dan
bidai sebagai upaya stabilisasi dan transportasi menuru rumah sakit terdekat.
Penanganan cedera pra rumah sakit sangat
dipengaruhi oleh beberapa komponen yang saling terkait yaitu kecepatan ditemukannya korban,
kecepatan permintaan pertolongan dan kualitas pertolongan yang diberikan.
Beberapa tahapan pertolongan pertama pada
penderita cedera sangat penting dipahami oleh masyarakat awam. Dengan kemampuan
yang dimiliki diharapkan adanya peningkatan kualitas pertolongan pertama pada
kasus kecelakaan sehingga keselamatan nyawa korban dapat diselatkan dan
mengurangi kemungkinan cedera yang bertambah akibat pertolongan yang salah.
Kemampuan yang dimiliki masyarakat juga harus diimbangi dengan kesiapan rumah
sakit menjadi rujukan cedera dengan memperbaiki sistem komunikasi dan pelayanan
cepat terhadap kebutuhan pelayanan mobile seperti ambulan yang dilengkapi
dengan perlengkapan pertolongan cedera. Penting di bentuk adanya sistem
penanggulangan gawat darurat terpadu yang melibatkan unsur masyarakat di
lapangan sampai penanganan rumah sakit..
DAFTAR
PUSTAKA
Ellis, J.R., et al, 1996, Modul for Basic Nursing Skills, Volume 1
6 th ed. Philadelphia: lippincott
http://www.hubdat.web.id/tiki-read_article.php?articleId=79
di akses 16 Nopember 2007
http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/18/opi5.htm
di akses 16 Agustus 2007
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/art-1.htm
- 19k di akses 1 Nopember 2007
Polaski, A.L., Tatro,
S,E., 1996, Medical-Surgycal Nursing,
WB Saunders Company, Philadelphia
Purwadianto, A.,
Sampurna, B., 2000, Kedaruratan Medik,
Binarupa aksara,
Jakarta
Sleltzer, C,S., Bare,
B,G.,2001, Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Alih bahasa Agung Waluyo dkk, EGC, Jakarta.
Yayasan Ambulan Gawat
Darurat 118 Jakatra: Basic Trauma and Cardiac Life
Support, Makalah Pelatihan Tidak dipublikasikan
No comments:
Post a Comment