TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya
sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik
dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya
maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak
terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat
kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya
berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang
menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan. Berdasarkan fenomena diatas,
penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta
Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.
B.
TUJUAN
1.
Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah
di Indonesia
2.
Mengidentifikasi issue dalam keperawatan medikal bedah
di Indonesia
3.
Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal
bedah terhadap perawat di Indonesia
4.
Mengetahui issue aspek legal dalam keperawatan professional
5.
Mengetahui trend keperawatan mandiri masa kini.
C.
MANFAAT
1. Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan
trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
2.
Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan
medikal bedah
3. Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan
trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
4.
Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik
dan preklinik
BAB
II
PEMBAHASAN
A. TREND DAN ISSUE DALAM KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH
Seluruh bidang pelayanan kesehatan
sedang berubah dan tidak satupun perubahan yang berjalan lebih cepat
dibandingkan yang terjadi di bidang perawatan akut. Di sini, perawat memberikan
bantuan langsung baik untuk pasien maupun keluarga yang menghadapi penyakit
atau cedera. Hal ini memberikan suatu tantangan yang sangat menyenangkan dan
nyata bagi perawat. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan perawatan ini
membutuhkan perencanaan dan pencatatan yang yang dengan jelas mengidentifikasi
masalah-masalah dan intervensi-intervensi, juga perencanaan perawatan kesehatan
jangka pendek dan panjang untuk individu dan keluarga.
Di bidang perawatan yang tengah
berubah ini, apakah yang bakal terjadi? Pada tahun 1989, kami mencatat tujuh
trend utama yang kami yakin akan mempunyai dampak berkepanjangan pada perawatan
dan perawatan pasien, yaitu:
1. Penurunan biaya perawatan kesehatan
2. Perhitungan biaya asuhan keperawatan
3. Pengurangan lamanya dirawat
4. Peningkatan kepercayaan terhadap
teknologi tinggi
5. Kebutuhan akan pengetahuan
keperawatan tahap lanjut
6. Kebutuhan akan kolaborasi dan
komunikasi
7. Inovasi dalam perencanaan perawatan
melalui komputerisasi
Mereka yang memantau kecenderungan
ini (juga staf perawat yang memberikan perawatan langsung) dapat membuktikan
bahwa kecenderungan ini telah benar-benar menimbulkan, dan akan terus memiliki
efek yang sangat mendalam pada profesi dan praktik keperawatan.
1.
Penurunan Biaya Perawatan Kesehatan
Implementasi
dari kemungkinan reimbursemen (pengembalian uang) yang dimulai dengan pasien Medicare
yang menggantikan fokus pelayanan kesehatan menjadi pembendungan biaya. Rumah
sakit telah menanggapi pengurangan biaya perawatan dengan mengurangi jumlah tempat
tidur dan staf. Selain itu, meskipun perawatan pasien di rumah sakit menjadi
lebih singkat, namun pasiennya lebih parah, mengakibatkan peningkatan kebutuhan
asuhan keperawatan dan kelebihan beban kerja. Keadaan ini telah mewajibkan
bahwa keperawatan meninjau kembali standar minimum dari perawatan sementara
tetap mempertahankan dan memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Sebagai
akibat dari perubahan ini, perawat harus berfungsi lebih efektif. Karena belum
pernah sebelumnya, rencana perawatan pasien harus mencerminkan persiapan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dan standar-standar perawatan di bawah
tekanan-tekanan keterbatasan waktu dan sumber daya yang lebih sedikit.
2. Perhitungan Biaya Asuhan Keperawatan
Perhatian
profesi oleh karenanya terfokus pada biaya pemberian asuhan keperawatan pada
pasien dalam kondisi prospektif pengembalian uang, baiaya lebih sedikit, waktu
yang terbatas, dan pengurangan jumlah tempat tidur dan staf. Perhitungan
kontribusi keperawatan pada perawatan pasien dapat digunakan untuk menentukan
biaya pemberian asuhan pada pasien khusus. Dengan menghitung waktu keperawatan,
membutuhkan pengidentifikasian tingkat asuhan keperawatan yang diperlukan bagi
setiap pasien, yang dapat digunakan untuk “pajak” langsung dari sumbangan pelayanan.
Pada rumah sakit-rumah sakit yang telah menarik pajak untuk pelayanan
keperawatan, rencana asuhan pasien sudah merupakan bagian integral dari
penyesuaian biaya asuhan keperawatan.
Penjabaran
tentang bidang keperawatan telah menjadi tantangan yang berkelanjutan sejak
awalanya profesi kita. Tentang apa dan bagaimana dari bidang
keperawatantelah dijelaskan pada bagian-bagian dalam sejumlah publikasi yang
telah adayang membantu operasionalisasi pekerjaan keperawatan. Publikasi ANA
tahun 1980 Nursing: A Social Policy Statement menggambarkan keperawatan
sebagaidiagnosa dan tindakan dari respons manusia terhadap
masalah-masalahkesehatan aktual dan potensial. Asosiasi Diagnosa Keperawatan
Amerika Utara (NANDA) mengembangkan taksonomi (1989) yang memberikan skema
klasifikasi awal untuk mengkategorikan dan membuat penggolongan label-label
diagnosa keperawatan. Definisi NANDA tentang diagnosa keperawatan (1990) lebih
lanjut memperjelas tahap kedua proses keperawatan (mis., identifikasi
masalah/diagnosa), Standar of Clinical Partice ANA, (1991) menggambarkan
proses asuhan keperawatan pasien dan mengidentifikasi standar-standar untuk
kinerja (performa) profesional (Tabel 1-1)
Kemajuan
ilmu pengetahuan diteruskan dengan AHCPR (departemen kesehatan dan agensi pelayanan
kemanusiaan untuk kebijakan dan penelitian pelayanan kesehatan Amerika)yang
mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas, ketepatan, dan keefektifan
pelayan asuhan kesehatan dan akses untuk pelayanan ini. Yang pada akhirnya,
pertemuan multi disiplin dari para praktisi (termasuk perawat) telah memulai
proses yang sulit dalam pembatan pedoman-pedoman praktik klinik yang ditujukan
untuk situasi khusus perawatan pasien. Pedoman-pedoman ini dimaksudkan untuk
membantu pemberian asuhan kesehatan dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan,
dan penatalaksanaan situasi klinik. Mereka sumber daya yang memungkinkan
perawatan pasien dievaluasi, pemberi asujhan kesehatan menjalankan tanggung
gugat, dan pembayaran jasa disesuaikan. Pada trbitan ini, 4 pedoman praktik klinik
diterbitkan dan tersedia gratis. Keempat terbitan tersebut adalah:
· Penatalaksanaan Nyeri Akut: Prosedur
Operatif atau Medikal dan Trauma
·
Inkontinensia
Urine pada Orang Dewasa
·
Ulkus
karena Tekanan
· Anemia Sel Sabit
Pada
tahun 1992, Iowa Intervention Project: Nursing Interventions Clasification
(NIC) juga telah mengalihkan perhatian kita pada isi dan proses asuhan
keperawatan dengan mengidentifikasi dan menstandarisasi beberapa aktifitas
perawatan langsung yang dilakukan perawat.
3. Pengurangan Lamanya Dirawat
Ketentuan
dari perawatan yang dibuat dengan keinginan sendiri harus direncanakan dan
diberikan dengan kontinuitas sejalan dengan penurunan masa perawatan. Banyak
pasien yang meninggalkan rumah sakit lebih dini masih membutuhkan perawatan
kesehatan. Rumah sakit menanggapi kebutuhan ini dengan membuat ruangan/tempat
tidurperawatan transisi, membuat agensi perawatan kesehatan sendiri, atau
menyewa koordinator yang berlandaskan rumah sakit untuk kerja dengan agensi
pelayanan kesehatan swasta. Perawat memikul ttanggung jawab yang besar untuk
memastikan bahwa pasien yang pulang pada waktu sesuai dengan penggolongan
kelompok diagnosis yang berhubungan. Perencanaan pulang yang agresif harus
dimulai pada penerimaan di unit medikal/bedah dan menggabungkan pengetahuan
tentang sumber-sumber rumah sakitdan komunitas yang tersedia untuk pasien.
Untuk
mempermudah pemulangan dini tetapi aman dan untuk menjamin kontinuitas
perawatan, banyak batasan-batasan unit tradisional dilanggar. Manager
keperawatan-kasus mengikuti pasien dari penerimaan sampai unit perawatan umum
hingga pemulangan kembali ke komuniti dalam suatu upaya untuk mencapai hasil
yang optimal. Rencana perawatan terkoordinasi yang efektif dapat membantu
menjamin kontinuitas perawatan antara sistem pelayanan kesehatan dan rumah atau
agensi yang menerima pemindahan.
Standar-Standar Praktik Keperawatan
Klinik
a. Standar-standar Asuhan
1. Pengkajian: Perawat mengumpulkan
data kesehatan pasien
2. Diagnosis: Perawat menganalisis data
pengkajian dalam memnentukan diagnosa
3. Identifikasi Hasil: Perawat
mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual bagi klien
4. Perencanaan: Perawat mengembangkan
rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang
diharapkan
b. Standar
Performa Profesinal
1. Kualitas Asuhan: Perawat secara
sistematis mengevaluasi kualitas dan efektivitas praktik keperawatan
2. Penilaian Performa: Perawat
mengevaluasi prktik keperawatannya sendiri dalam hubungannya dengan
standar-standar praktik profesinal dan undang-umdang serta peraturan yang
relevan
3. Pendidikan: Perawat mendapatkan dan
mempertahankan pengetahuan terbaru dalam parkatik keperawatan
4. Kolegialitas: Perawat memberikan
sumbangsih pada perkembangan profesional teman sejawat , kolega dan lain-lain
5. Etik: Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan
perawat atas nama klien ditentukan dalam cara-cara yang sesuai etika
6. Kolaborasi: Perawat berkolaborasi
dengan klien, orang terdekat, dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam
memberikan perawatan klien.
7. Riset: Perawat menggunakan temuan-temuan
riset dalam praktik
8. Penggunaan sumber: Perawat
mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keamanan, efektifitas,
dan biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan pada klien
4. Meningkatnya Ketergantungan terhadap
Teknologi Tinggi
Dalam
lingkungan “bermusuhan” dari masyarakat yang tunduk pada hukum, praktik
kedokteran defensif telah mengakibatkan peningkatan ketergantungan
pada teknologi diagnostik dan intervensi pengobatan yang canggih. Beberapa
tahun yang lalu sebelum “tekti” menjadi suatu kecenderungan, perawat-perawat
menunjukkan perhatian bahwa pasien dalam bahaya kematian diantara
selang-selang, alat pemantau, dan mesin-mesin karena teknologi yang kompleks
menjadi bagian yang meningkat dengan pesat dalam perawatan kesehatan. Hal ini
mengarahkan perawat-perawat untuk menjadi penasehat hukum bagi individualitas
pasien, konsep holistik tentang interaksi “pikiran-jiwa-tubuh”, dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap dilema isu-isu etik seperti kualitas
hidup/hak untuk mati. Menyertakan konsep-konsep ini dan pertimbangan dari latar
belakang budaya/sosioekonomi individual dapat memudahkan pencapaian
keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan-kebutuhan manusia
5. Kebutuhan akan Pengetahuan
Keperawatan Tahap Lanjut
Intervensi
keperawatan intensif dibutuhkan untuk menagatasi peningkatan akuitas pasien
dalam menghadapi lamanya dirawat yang lebih singkat didalam lingkungan
medikal/bedah. Perawat membutuhkan keahlian-keahlian klinik yang lebih baik,
kematangan, kemampuan berpikir kritis, keasertifan, dan ketrampilan-ketrampilan
penatalaksanaan pasien untuk mengatasi peningkatan tanggung jawab ini.
Program-program
sertifikasi keperawatan spesialis memberikan tujuan-tujuan yang umum: untuk
memberikan perlindungankonsumen, untuk memajukan pengetahuan dan kompetensi
keperawatan, untuk meningkatkan otonomi keperawatan, dan untuk memperkuat
kolaborasi. Sertifikasi memberikan pengakuan pada hasil yang telah dicapai
perawat tentang standar-standar yang sebelumnya telah ditetapkan oleh kelompok
yang mengeluarkan sertifikasi, dan oleh karenanya sertifikasi ini menjadi
sesuatu yang penting dalam era yang semakin memperhatikan biaya karena para
manajer mencari para profesionalyang kompeten untuk di pekerjakan. Selain itu,
kepercayaan semacam ini bisa menjadi kerangka kerja untuk reimbursement
oleh pembayar ketiga.
6. Kebutuhan akan Kolaborasi dan
Komunikasi
Sejalan
dengan pemberian pelayanan kesehatan yang makin kompleks dan makin terpusat
secara ekonomis, kebutuhan akan komunikasi dan kolaborasi antar profesi-profesi
kesehatan makin tinggi. Hanya melalui kolaborasi anatar departemen,
pelayanan-pelayanan, serta fasilitas-fasilita memungkinkan
profesional-profesional medikal memberikan perawatan yang paling efisien
dan komprehensif. Perawat sebagai koordinator primer keseluruhan perawatan
pasien, berkewajiban untuk menjamin bahwa hal ini berlangsung.
Komunikasi
dan kolaborasi intradepartemen dapat dilakukan dalam bentuk konferensi
perawatan pasien. Informasi yang didapatkan dari konferensi ini dimasukkan ke dalam
rencana perawatan yang menyeluruh oleh perawat, yang bekerja sebagai penghubung
antara pemberi perawatan kesehatan. Jadi, rencana perawatan dan pencatatan
komunikasi yang terjadi terus menerus berfungsi sebagai parantara antara
perawat dan disiplin lain.
Pasien
dan keluarga, karena mempunyai tanggung jawab untuk mereka sendiri (kontrol
lokus-internal), juga turut serta dalam banyak keputusan berkenaan dengan
tingkat dan besarnya asuhan kesehatan yang mereka inginkan. Hal-hal yang
berkenaan dengan moral dan etik mereka, seperti keputusan-keputusan no code/keinginan
hidup, dengan tanggal, waktu, dan nama-nama dari mereka, yang turut serta harus
dimasukkan dalam rencana perawatan. Hal ini memberikan pencatatan legal dan
etik dari proses pembuatan keputusan/komunikasi.
7. Inovasi dalam Rencana Asuhan melalui
Komputerisasi
Banyak
perawat meyakini bahwa waktu mereka yang terbatas lebih baik dihabiskan untuk
pemberian perawatan pasien di tempat tidur daripada mengisi kertas kerja.
Penggunaan rencana perawatan tertulis hanya menunjukkan devisi tugas fungsional
dan kewajiban menghidupkan terus menerus gagasan bahwa rencana-rencana
perawatan adalah kerja sibuk, tidak berhubungan dengan pemberian asuhan.
Pembuatan kembali rencana asuhan untuk menggunakan model-model keperawatan
meningkatkan penggunaan dan memberikan pencatatan singkat, memperlihatkan
hubungan antara perencanaan dan pencatatan. Institusi yang menggunakan laporan
dengan komputer meningkatkan jumlah perencanaan perawatan yang diberikan dan
dipertahankan daripada yang terjadi sebelum komputerisasi. Kenyataanya, sistem
komputer telah memberikan dampak yang menyenangkan pada proses, karena
perawata-perawat dapat dengan cepat memasukkan, menayangkan, memperbaiki,
mengevaluasi, dan mencetak rencana perawatan, sehingga meningkatkan kualitas
penyimpanan catatan.
Kebanyakan
sistem komputer menggunakan rencana asuhan perawatan pasien yang baku, yang
mencerminkan standar-standar perawatan yang diterima untuk masalah-masalah
medik/keperawatan tertentu. Banyak penggunaan diagnosa keperawatan yang
diterima untuk pengujian oleh NANDA. Karena rencana yang dibuat dengan komputer
mencerminkan banyak jenis pengetahuan dan pengalaman keperawatan, hal ini
memungkinkan praktisi yang baru sekali pun untuk membuat strategi perawatan
yang efektif. Rencana perawatan yang baku juga berfungsi sebagai “penyegar
ingatan” bagi perawat yang merawat pasien yang tidak selalu mereka temui dalam
area praktik klinik, sehingga memeberikan informasi untuk meningkatkan praktik
yang efektif. Selain itu rencana perawatan yang baku ini memberikan pada semua
perawat suatu cara yang efisien untuk mengembangkan rencana asuhan yang
komprehensif, diperbaiki secara kontinue, mengindividualisasi, dan dapat
dipertanggung jawabkan untuk masing-masing pasien.
B.
ISU ASPEK LEGAL
Telenursing akan berkaitan dengan
isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth
secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online
sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian
dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari
malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas
dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit
pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan
secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang
mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme,
keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing
mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek
keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan
pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis
internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh
tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti
dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien
adalah:
- Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
- Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
- Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
- Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Perubahan yang cepat dalam
lingkungan perawatan kesehatan, sejalan dengan kemajuan kontinue teknologi,
peningkatan keparahan penyakit, tekanan-tekanan anggaran, dan perluasan
pengetahuan keperawatan, telah sangat meningkatkan tanggung jawab yang harus
diemban oleh perawat sekarang ini. Untuk memenuhi tanggung jawab ini,
perencanaan dan pencatatan perawatan adalah penting untuk memuaskan kebutuhan
pasien dan memenuhi kewajiban legal. Pencatatan dampak keperawatan pada
perawatan pasien juga memberikan informasi akan kebutuhan perawatan yang
berkelanjutan, hal-hal yang berkenaan dengan hukum, dan pembayaran.
1.
Trend
Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan
medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:
a)
Telenursing
(Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing
(pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan
kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien,
atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi
biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi
kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis,
mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton,
Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi
intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan
terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh
oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia,
seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang
meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana
prasarana yang masih belum memadai.
· Definisi :
1. Telenursing (pelayanan Asuhan
keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan tehnologi komunikasi dalam
keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien. Yang menggunakan
saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam
menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di
definisikan sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan
optik, antar manusia dan atau komputer 4)
2. Telenursing (pelayanan asuhan
keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada
jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa
perawat. Sebagai bagian dari telehealth, dan beberapa bagian terkait dengan
aplikasi bidang medis dan non-medis, seperti telediagnosis, telekonsultasi dan
telemonitoring.
3. Telenursing
is defined as the practice of nursing over distance using telecommunications
technology (National Council of State Boards of Nursing).
4. Telenursing diartikan sebagai
pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan
jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit untuk
menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan
memakai peralatan video conference (bagian integral dari telemedicine atau
telehealth).
C.
TREND
KEPERAWATAN MANDIRI MASA KINI
Perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat, keluarga, kelompok maupun individu. Hal ini menyebabkan perawat
selalu menjadi pusat perhatian dari masyarakat maupun pasien yang dirawatnya.
Mengikuti perkembangan perawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan
yang mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu tugas
pelaksanaan tugas dokter, yang menjadi bagian dari upaya pencapaian tujuan
asuhan medis, kini mereka, menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai
upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan tanggungjawab dan tugaspun
mulai bergeser yang dulu perawat hanya sebagai perpanjangan dari dokter untuk
merawat pasien selama 24 jam, kini tuntutan itu sudah menjadi tanggungjawab
profesi perawatan secara mandiri yang tentunya mempunyai konsekuensi terhadap
perawat tentang tanggungjawab dan tanggung gugat, baik dari pasien, dokter,
maupun profesi kesehatan lainya, dan bahkan kadang harus mempertanggungjawabkan
dirinya baik secara perdata maupun pidana di pengadilan akibat kesalahan
tindakan terhadap pasien maupun malpraktik yang terjadi atas diri perawat itu,
maupun bersama-sama dengan profesi kesehatan lainya, seperti dokter, X-ray
technician, Laboratorium Technician
Walaupun Perawat mempunyai Induk organisasi
Keperawatan PPNI, namun jika terjadi kasus-kasus yang berhubungan dengan
perawat ternyata masih belum mampu membantu banyak penyelesaian yang dihadapi
perawat, hal ini memyebabkan perlindungan terhadap perawat masih sangat rendah,
dikarenakan masih belum adanya Undang-undang yang mengatur perlindungan
terhadap perawat. Ternyata resiko-resiko yang dihadapi oleh perawat tidak hanya
berhenti sampai disitu saja tentunya karena perawat sebagai tenaga pelayanan
keperawatan yang berada 24 jam disamping pasien juga menghadapi berbagai resiko
kesehatan akan terjadinya infeksi silang berbagai macam penyakit dari pasien
maupun kejadian kecelakaan kerja akibat pekerjaanya seperti tertusuk jarum,
nyeri pungung sehubungan dengan pekerjaan mengangkat dan memindahkan pasien,
bed making dan bahkan sampai HNP (Hernia Nucleons Pulposus) yang berakibat
kelumpuhan.
Ternyata tanggungjawab dan resiko yang diemban perawat masih belum sebanding dengan upah yang mereka terima rata-rata berkisar antara 400 rb – l jt rupiah, yang mana masih jauh dibawah UMP (Upah Minimum Propinsi). Ketidak cukupan upah inilah yang walaupun bukan faktor utama, akhirnya para perawat tedebak dalam kegiatan "klinical practice", yang ilegal, yang mau tidak mau mereka, harus melakukannya karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari yang memang harus dipenuhi yang tidak dapat dicukupi dari upah yang diterimanya.
Ternyata tanggungjawab dan resiko yang diemban perawat masih belum sebanding dengan upah yang mereka terima rata-rata berkisar antara 400 rb – l jt rupiah, yang mana masih jauh dibawah UMP (Upah Minimum Propinsi). Ketidak cukupan upah inilah yang walaupun bukan faktor utama, akhirnya para perawat tedebak dalam kegiatan "klinical practice", yang ilegal, yang mau tidak mau mereka, harus melakukannya karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari yang memang harus dipenuhi yang tidak dapat dicukupi dari upah yang diterimanya.
Saat ini masih terjadi persepsi yang
keliru di masyarakat tentang profesi keperawatan di Indonesia. Persepsi keliru
itu terjadi karena kesalahan informasi yang mereka terima dan kenyataan di
lapangan. Kondisi ini didukung pula dengan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan
perawat seperti mengambilkan stetoskop, tissue untuk para dokter. Masih banyak
para perawat. yang tidak percaya diri ketika berjalan dan berhadapan dengan
dokter. Paradigma ini harus dirubah, mengikuti perkembangan keperawatan dunia.
Para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau
tadinya hanya, membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya
mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan
mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Institusi pendidikan keperawatan
sangat bertanggungjawab dan berperan penting dalam rangka, melahirkan generasi
perawat yang berkualitas dan berdedikasi. Pemilik dan pengelola insititusi
pendidikan keperawatan yang sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup
tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi dapat menjadi
penyebab rendahnya mute lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada. Hal ini
dapat di ukur dengan kalah bersaingan para Perawat Indonesia bila di bandingkan
dengan negara-negara lain seperti Philipina dan India. Pemicu yang paling nyata
adalah karena, dalam system pendidikan keperawatan. kita masih menggunakan
"Bahasa Indonesia" sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal
tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global. Disisi
lain dengan berkembangnya pola pelayanan kesehatan di Indonesia memberikan
kesempatan pada perawat untuk memperluas peran dan fungsinya, sehingga perlu
ditunjang dengan latar belakang jenjang pendidikan tinggi dalam bidang
keperawatan termasuk pendidikan spesialistik, sehingga mampu bekerja pada
berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak series, seperti penurunan mute pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Pada akhirnva keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri. Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak series, seperti penurunan mute pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Pada akhirnva keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri. Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.
Selain memiliki kemampuan
intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di Indonesia juga harus
mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya,
termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi yang terjadi di
lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan Perawat yang melakukan
"Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan" yang sangat tidak
relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Trend
Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia. - Isu
dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
B. SARAN
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen
PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf,
diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB
No comments:
Post a Comment