Tuesday, June 19, 2012

ASKEP Penyakit paru Obstruksi menahun (PPOM)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma bronkial.
Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas.
Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit. (Price & Wilson, 1994 : 695)
B.     TUJUAN
1)      Untuk memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan yang diberikan dengan Masalah Pernafasan (PPOM).
2)      Mengetahui tentang definisi dari PPOM
3)      Mengetahui penyebab dari PPOM.
4)      Mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.
5)      Mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.
6)      Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Fokus intervesi, dan Evaluasi dengan PPOM.


BAB II
PEMBAHASAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN

A.    PENGERTIAN  PPOM
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea(sesak nafas ) saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Macam macam bentuk PPOM :

       I.            Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.




Ø  Patofisiologi Bronkitis Kronis

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

Asap (zat iritan)

Masuk ke sal. Pernafasan
                               
Mengiritasi sal. Pernfsan

Penurunan                    hipersekresi lendir
Fungsi silia

Penyempitan sal . pernafasan

             Sesak nafas

Ø  Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis

a.       Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

Ø  Pemeriksaan Penunjang
1)Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2)Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3)Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4)Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

    II.            Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman &Sarwono, 199))

 Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa (mis.Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi (hudak &Gallo,1997)

Bronkiektasis adalah dilatasi permanent abnormal dari salah satu atau lebih cabang-cabang bronkus yang besar (Barbara E, 1998)

Ø  Etiologi
a. Infeksi
b. Kelainan herideter atau kelainan konginetal
c. factor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
d. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak,batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.





Ø  Patofisiologi

Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.

Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

Ø  Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkietasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1.Bronkiektasis silindris
2.bronkiektasis Fusiform
3.Bronkiektasis kistik atau sakular

Ø  Tanda dan Gejala Bronkiektasis
a.Batuk produktif menahun, terus menerus atau berulang.
b.Batuk darah
c.eksaserebasi akut disertai panas.
d.Dahak mukoid, mukopurulen atau purulen. (dalam gelas transparan → 3 lapis
buihlapisan atas,mukos lapisan tengah,nanah dan debris lapisan bawah)
e.Ronchi basah local dan menetap
f.Sianosis dan ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

Ø  Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage secret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi:
ü  Pengendalian infeksi akut maupun kronik → pemberian antibiotic dengan spekrum luas (Ampisilin, Kotrimoksasol, atau amoksisilin)selama 5 – 7 hari pemberian
ü  Fisioterapi dada dan drainage postural dengan teknik ekspirasi paksa untuk mengeluarkan secret
ü  Bronkodilator\
ü  Aerosal dengan garam faali atau beta agonis
ü  Hidrasi yang adekuat untuk mencegah secret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan secret.
ü  Cortikosteroid bila ada bronchospasme yang hebat.

 III.            Emfisema
                         
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

Ø  Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
1.      inflamasi dan pembengkakan bronki
2.       produksi lendir yang berlebihan
3.       kehilangan rekoil elastik jalan napas
4.       kolaps bronkiolus serta
5.      redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Ø  Tanda dan Gejala Emfisema
1.      Dispnea
2.      Takipnea
3.      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4.      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5.      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6.      Hipoksemia
7.      Hiperkapnia
8.      Anoreksia
9.      Penurunan BB
10.  Kelemahan
Ø  Pemeriksaan Penunjang
a)      Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
b)      Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV

 IV.            Asthma Bronkiale

Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak hingga dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu yang selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena kecemasan , kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi pernapasan, obat-obatan dan alergen.
Di negara –negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5%-20% bayi dan anak-anak menderita asma 2%-10%.(Sundaru H, hal-6, 1995). Penelitian yang pernah dilakukan di beberapa tempat diperkirakan 2-5% menderita asma.

Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin, bakat alergi, bunga ,keturunan, lingkungan dan faktor psikologi. Berbagai maslah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung pada usia , pekerjaan, dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.

Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya kecenderungan untuk menolak saran-saran pada upaya mengeleminasi perilaku yang mendukung kesehatannya , merupakan salah satu respon psikologis pasien asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi tersebut dalam memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi  keterbatasan fungsi tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik selama serangan, maupun setelah seranagn sehinnga klien terhindar dari kekambuhan dan dapat berfungsi secara optimal.
Ø  Definisi
Menurut Croccket (1997) Asma bronkiale didefinisikan sebagai salah satu penyakit dari sistem pernapasan yang meliputi peradangan dari jalan napas dan gejala-gejala bronkhopaaasma yang bersifat reversibel.
Asma bronchiale menurut Americans Thoracic Society dikutip dari Barata Wijaya (1990) adalah suatu penyakit denagn ciri mendekatnya respons Thrakea dan Bronkhus terdap berbagai rangsangan  dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya berubah-ubah , baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Ø  Macam:
a)      Ekstrinsic  faktor allergen:  eksternal agent/ atopic asma
b)      Instrinsic / non  dimungkinkan oleh beberapa penyebab sulit di identifikasi atopic asma penyebab : common cold, infeksi saluran nafas atas, stress dll.
Ø  Faktor Pencetus

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan seranagn asma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
1)      Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma , misalnya debu rumah , tungau debu rumah, spora jamur, serpih kilit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
2)      Infeksi saluran napas
Infeksi saluran napas terutama oleh bakteri influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan 2/3 pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulakn oleh infeksi saluran napas. (Sundaru, 1991)
3)      Stress psikologik
Stress psikologik bukan berarti penyebab asma tetapi sebagai pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi tidak menjadi penderita asma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannnya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan ank-anak. ( Yunus,1994)
4)      Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asama bronkiale akan mendapatkan asma apabila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma . serangan asma karena kegiatan jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.

5)      Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicilin ,salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6)      Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara debu, asap pabrik, /kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran sulfur dioksida dan oksida foto kemikal, serta bau yang tajam.
7)      Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah lingkungan kerja(Sundaru H. 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :

Ø  Pencetus:
1)      Bulu dan serpih binatang
2)      Enzim bakteri sublitis
3)      Debu kopi dan teh
4)      Debu kapas
5)      Toluen diisosianat
6)      Debu gandum dan padi-padian
7)      Amoniak , sulfur dioksida, asam klorida, klorin
8)      Garam platina
9)      Ampisilin

B.     ETIOLOGI

PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bias dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOM. Feaktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOM.



C.    PATOFISIOLOGI
polusi dan rokok (radikal hidroksida (OH-).

Masuk ke sal. Pernafasan
                               
Mengiritasi sal. Pernfsan

Penurunan                    hipersekresi lendir
Fungsi silia

Penyempitan sal . pernafasan

             Sesak nafas

Patofisiologi PPOM adlah sangat komplek dan komprehensif sehingga mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bias menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini:
1)      Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun bias dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernafasan nya terhalang oleh mukus kental atau bronchospasma. Di sini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.

2)      Mengalirnya darah kapiler pulmo
Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.
3)      Difusi gas yang terhalang
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari sati atau da seba yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.

D. TANDA DAN GEJALA

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adlah malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan :
1.      batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari.
2.       Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek akut.
3.      Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
4.      pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
5.      Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
6.       pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
v  Radiologik.
Terdapatnya kelainan pada foto thorax PA lateral menunjukkan tingkat perjalanan penyakit lanjut. Pada bronkitis Menahun gambaran normal pada 21 — 50%, sedangkan tanda Rontgenologis positif : over inflation, bayangan tubuler, corakan paru bertambah, defisiensi vaskuler (Fraser Pare) Pada emfisema terdapat kelainan dalam 2 perangai radiologik :
a.       Dengan defisiensi arterial
b.      Dengan corakan paru bertambah
Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOM. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOM. Walaupun pencitraan dapat memperlihatkan keberadaan PPOM, hanya spirometri yang merupakan standar kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.
v  Uji faal paru.
Spirometri.
Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting, untuk mendeteksi adanya obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat mengindikasikan klasifikasi PPOM. Hambatan aliran udara pernafasan pada ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan :
1.      Perumusan nilai-nilai Volume Ekspirasi Paksa 1 detik
2.      (VEP10= FEV1.0)
3.      Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).
4.      Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).
5.      Kapasitas nafas Maksimal (KNM = MBC/MVV).
VEP 1.o = merupakan parameter yang paling banyak digunakan untuk menentukan obstruksi, derajat obstruksi , bahkan dapat menilai prognosis.
Untuk menunjukkan adanya sumbatan aliran udara dan untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pengukuran volume penghembusan nafas dalam 1 detik dengan menggunakan spirometri. Pada penderita PPOM akan terjadi penurunan aliran udara selama penghembusan nafas.
v  Elektrokardiogram
Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOM dapat diketahui dengan EKG.
Gambaran abnormal EKG antara lain :
  • P pulmonal.
  • Deviasi aksis kekanan
  • “Low voltage” sering pada emfisema.
  • Tanda-tanada hipertrofi ventikei kanan (RVH).
  • P pulmonal R V6 < 5, R/S <= 1 adalah yang paling sering terdapat pada gambaran EKG
v  Tes laboratorium
Hematokrit meningkat, dan mungkin melampaui 55% (polisitemia). Pasien dicirikan dengan nomal atau peningkatan tekanan karbondioksida  arteri (PaCO2) dan penurunan tekanan oksigen arteri (Pa O2). Pada pasien kaukasian muda atau kurang dari 45 tahun memiliki kekurangan level α1-antitrypsin. Dalam darah menandakan tanda dan gejala PPOM, khusunya dengan keluarga yang memiliki riwayat enfisema. Defisiensi Alfa 1-antitripsin (A1AD or Alfa-1) adalah gangguan genetik yang disebabkan oleh gagalnya produksi alfa 1-antitripsin (A1AT), lalu memicu penurunan aktivitas  A1AT di darah, paru-paru dan deposisi kelebihan protein abnormal  A1AT sel hati. Severe A1AD menyebabkan emfisema dan atau PPOM pada orang dewasa. Rokok sangat berbahaya bagi individu dengan A1D1. selain itu meningkatkan reaksi inflamasi di saluran nafas, asap rokok secara langsung dapat menginaktivasi alfa 1-antitripsin. Radiografi dan high-resolution computed tomography (CT) serta gejala klinis pasien dapat membantu mengetahui jenis penyakit paru lainnya.
F.     PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :
1. Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.
2. Mobilisasi dahak.
3. Mengatasi bronkospasme.
4. Memberantas infeksi.
5. Penanganan terhadap komplikasi.
6. Fisioterapi, inhakasi terapi dan rehabilitasi.

Keterangan :

1. Pencegahan

a)      Hubungan dokter dan penderita. Penerangan yang jelas kepada penderita mengenai sebab-sebab, faktor-faktor yang dapat memperburuk keadaan harus diberikan sejelas-jelasnya, agar penderita dapat turut aktif dalam tindakan pencegahan sering diperlukan dan pengobatan, motivasi yang terus-menerus..
b)      Ditujukan kepada faktor-faktor yang dapat memperburuk penyakit : rokok merupakan satu-satunya faktor penyebab terpenting dalam etiologi bronkitis menahun, yang juga merupakan tujuan pencegahan utama. Asap rokok menyebabkan iritasi yang menahun pada mukosa saluran nafas yang mengakibatkan batuk, bertambahnya produksi sputum dan spasme bronkus, merusak silia dan menggangu pengeluaran sekret yang wajar. Menghentikan merokok pada penderita walaupun sangat susah, harus diusahakan semaksimal mungkin. Penghentian merokok secara total adalah lebih berhasil dari secara pelan-pelan.
c)      Bahan irritasi lainnya, polusi udara di pabrik-pabrik, lingkungan sekitar jalan sedapat mungkin dihindari.

2. Mobilisasi dahak.
Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang melebarkan saluran nafas.
a)      Ekspektoransia.--Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat.
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini.
Hidrasi yang cukup merupakan yang paling efektif, penderita diharuskan untukcukup banyak air. Cairan kadang-kadang perlu diberikan perenteral pada penderita dengan obstruksi jalannafas yang berat disertai kesulitan mengeluarkan dahak.
b)      Obat-obat mukoliti. (dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai)
Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan bronkospasme.
Bromhexin sangat populer oleh penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup).
c)      Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).

3. Obat-obat bronkodilator.
Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon terhadap bronkodiator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.
a)      Simpatomimetik amine, (metaproterenol, terbutalin, salbutamol, dll)
Obat-obat ini merangsang reseptor beta--2 di otot-otot polos bronkus yang melalui enzim adenyl cyclase yang bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini selain bekerja sebagai bronkodilator juga bekerja merangsang mobilisasi dahak terutama pada pemberian secara inhalasi dalam bentuk aerosol.
b)      Derivat Xanthin (aminofilin, teofilin).
Pemahaman baru mengenai cara kerja methyl xanthine yang bertindak sebagai penghambat ensim fosfodiesterase. (menginaktifasi Cyclic AMP). Cyclic AMP dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi, sehingga tetap mempunyai efek bronkodilator. Paduan obat golongan simpatomimetika dengan golongan methyl zanthin meningkatkan kadar C. AMP secara lebih efektif hingga masing-masing dapat diberikan dalam dosis rendah. Dengan efek terapeutis yang sama apabila obat diberikan sendiri-sendiri dalam dosis tinggi, efek samping menjadi lebih kecil (Snider). Beberapa dengan asma bronkial, pada penderita PPOM pemberian aminofilin harus dihentikan bila tidak menunjukkan perbaikan objektif.
c)      Kortikosteroid.
Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap obstruksi jalan nafas pada PPOM namun mengingat banyak penderita bronkitis yang juga menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot polos bronkus Snider, menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap penderita PPOM terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
1.      Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik spontan maupun setelah pengobatan.
2.      Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga.
3.      Polip hidung.

Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari 25% setelah uji bronkodilator.
1.      Eosinofil perifer lebih dari 5%
2.      Eosinofil sputum lebih dari 10% Prednison diberikan dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu. Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan mendadak

4.      Antibiotika.

Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOM terutama pada bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-keadaan dengan eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi bakterial.
S. pneumonia dan H.

 influensa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi. Antibiotika yang efektif terhadap eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.

5. Pengobatan tehadap komplikasi.

Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita PPOM dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan cor pulmonale yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit.

6. Fisioterapi dan inhalasi terapi.
Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :
b.      mengencerkan dahak
c.       memobilisasi dahak
d.       melakukan pernafasan yang efektif
e.        mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal
f.        Pendekatan psikis

Pada penderita bronkitis menahun yang lanjut terutama yang sudah menjalani gangguan pernafasan perlu dilakukan pendekatan hubungan dokter-penderita yang lebih baik dengan cara penerangan mengenai tujuan pengobatan dengan mengemukakan hal-hal yang positif. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman Sterling).

Penyebab kematian utama (Rodman Sterling).
1. Cor pulmonale (53%)
2. Kegagalan pernafasan akut (sub akut 30%)
3. Aritemia Jantung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN)
A.    PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1.      Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2.      Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3.      Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.      Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.      Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.      Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1.      Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2.      Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3.      Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.      Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.      Apakah tampak sianosis?
6.      Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7.      Apakah pasien mengalami edema perifer?
8.      Apakah pasien batuk?
9.      Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10.  Bagaimana status sensorium pasien?
11.  Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
\



1)      Riwayat Keperawatan
Perlu dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) factor-faktor yang biasanya mencetuskan serangan penyakit paru obstruksi menahun. Perlu juga ditanyakan bagaimana kemampuan klien untuk menghindari factor pencetus tersebut, ataukah klien sudah mengetahui beberapa factor pencetus tersebut.
2)      Keluhan Utama
Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau factor lain yang mencetuskan serangan PPOM.
3)      Pemeriksaan Fisik :
Ø  Sistem pernafasan
1.      Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi.
2.      Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
3.      Pernafasan cuping hidung.
4.      Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
5.      Bunyi nafas : wheezing, pemanjangan ekspirasi.
6.      Batuk keras, kering, dan akhirnya batuk produktif.
Ø  Sistem kardiovaskuler
1.      Takhikardi
2.      Tensi meningkat
3.      Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu inspirasi).
4.      Sianosis
5.      Dehidrasi
6.      Diaforesis

Ø  Psikososial
1.      Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panic, gelisah.




4)      Pemeriksaan Diagnostik :
a)      Darah : kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat.
b)      Gas darah arteri : penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2 meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas.
c)      Faal paru : menurunnya FEVI.
d)     Tes kulit : untuk menentukan jenis allergen.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN PPOM
1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, bronkospasme, sekunder aktivitas trakeobronkhial.
2)      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, sekunder hypesensitifitas trakeobronkus.
3)      Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian kondisi, kesulitan bernafas, terjadinya serangan ulang.

C.    PERENCANAAN
1.      diagnosa 1
a)      Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai kkeadekuatan pertukaran gas.
b)      Jika memungkinkan lakukan suction.
c)      Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat infeksi saluran nafas atas.
d)     Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.
e)      Tingkatkan intake cairan untuk mencegah secret yang kental, untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.
f)       Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.
g)      Jika secret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : perkusi dan vibrasi.
h)      Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa tidak enak akibat secret.
i)        Lakukan order dokter dalam pemberian expetoran.



2. Diagnosa 2
a.       Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernafasan, dan adanya tanda-tanda sesak nafas.
b.      Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan.
c.       Baringkan pasien dalam posisi fowler untuk meminimalkan kerja ekspansi dada.
d.      Berikan oksigen pernasal sesuai order dokter.
e.       Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :
-Kortikosteroid
-Bronkodilator
-Antihistamin

3. Diagnosa 3
a)      Kaji tingkat ansietas (skala HART).
b)      Kaji kebiasaan keterampilan koping.
c)      Berikan dukungan emosional :
ü  Tetap berada di dekat  pasien selama serangan akut
ü  Antisipasi kebutuhan pasien
ü  Berikan keyakinan yang menenangkan
d)     Implementasikan teknik relaksasi.
e)      Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
f)       Jangan berbicara jika sedang dispnea berat.










BAB IV
PENUTUP


A.KESIMPULAN
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.
Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin, Defisiensi anti oksidan
Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”

B.SARAN
Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu di harapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Terima kasih.









DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, G.K.. 1990. Asma Bronkhiale dalam Soeparman Ilmu Penyakit Dalam
jilid II. Jakarta: FK UI.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan keperawatan-ppok.html, diakses tgl 26 Juni
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/04/asuhan-keperawatan-asthma/