Cerpen


Kumpulan Cerpen Persahabatan Terbaru 2012


Kumpulan Cerpen Persahabatan - Sahabat adalah sesuatu hala yang mengalahkan dari teman dan pacar, dalam suatu nyanyian atau lagu ini Persahabatan digambarkan sebagai kepompong mrubah ulat menjadi kupu-kupu karena saling  dalam Persahabatan ini saling melengkapi dengan satu sama yang lainnya. Oke jangan panjang-panjang mengenai Persahabatan, Langsung saja di bawah ini adalah Kumpulan Cerpen Persahabatan yang bisa anda Baca.

KUMPULAN CERPEN PERSAHABATAN
CERPEN PERSAHABATAN UPDATE MARET 2012
 UPDATE CERPEN PERSAHABATAN APRIL 2012
Semoga Bermanfaat Cerpen Persahabatan diatas dan kami Ucapkan banyak terimakasih atas kunjungannya.

DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/10/kumpulan-cerpen-persahabatan.html#ixzz1tV3irnfU

Kumpulan Cerpen Kompas

arsip cerita pendek kompas minggu

Bukit Mawar


Namanya Arjuna. Laki-laki, kurus, bujangan, 45 tahun-an. Ada yang memanggilnya ”Mas Ar”, ada juga yang memanggilnya dengan ”Kang Juna”. Siapa yang benar? Kurasa dua-duanya benar, karena Arjuna hanya tersenyum.
Ketika ada yang penasaran mengapa dia diberi nama Arjuna, laki-laki itu hanya tersenyum ramah. Lalu, biasanya, dia akan melanjutkan dengan suaranya yang ragu dan sedikit gemetar bahwa itu pilihan ibunya. Ibunya hanya penjual bunga di makam.
”Apa ibu sampean penggemar wayang?” ada saja yang bertanya begitu.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
29 April 2012 pada 22:51
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Bukit Mawar


Namanya Arjuna. Laki-laki, kurus, bujangan, 45 tahun-an. Ada yang memanggilnya ”Mas Ar”, ada juga yang memanggilnya dengan ”Kang Juna”. Siapa yang benar? Kurasa dua-duanya benar, karena Arjuna hanya tersenyum.
Ketika ada yang penasaran mengapa dia diberi nama Arjuna, laki-laki itu hanya tersenyum ramah. Lalu, biasanya, dia akan melanjutkan dengan suaranya yang ragu dan sedikit gemetar bahwa itu pilihan ibunya. Ibunya hanya penjual bunga di makam.
”Apa ibu sampean penggemar wayang?” ada saja yang bertanya begitu.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
22 April 2012 pada 20:38
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Nyai Sobir


Ribuan bahkan puluhan ribu pelayat dari berbagai kota yang menangis itu, tampaknya tak seorang pun yang datang berniat menghiburku.
Mereka semua melayat diri mereka sendiri. Hanya orangtuaku dan beberapa orang famili yang terus menjagaku agar aku tidak pingsan seperti banyak santri yang sama sekali tidak siap ditinggal almarhum.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
15 April 2012 pada 12:12
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Wajah Itu Membayang di Piring Bubur


Selalu setiap hari, Sumbi menyiapkan bubur gula jawa kesukaan Murwad, suaminya. Bubur itu ia buat sendiri, dari beras terbaik—rojo lele—yang dicampur santan kelapa kental, sedikit garam dan ditaburi gerusan gula jawa. Setiap menyajikan bubur itu, mulut Sumbi selalu mengucap doa untuk keselamatan Murwad yang hingga kini belum pulang.
Sejak Pasar Kliwon terbakar, keberadaan Murwad tidak jelas. Ada yang mengatakan, Murwad tewas terbakar. Tubuhnya mengabu. Arwahnya gentayangan. Seorang bakul sayuran mengaku melihat Murwad berjalan melayang di antara los-los dan selasar pasar.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
8 April 2012 pada 08:49
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Jembatan Tak Kembali


Aku akan bercerita pada kalian. Bercerita tentang sebuah jembatan. Namanya adalah Jembatan Tak Kembali. Mengapa diberi nama demikian? Karena, setiap yang menyeberang di jembatan itu, tak akan kembali. Disergap oleh batas yang ada di seberang sana. Seberang yang berkabut. Dan berisi kesempurnaan.
Dan sebagai jembatan, maka Jembatan Tak Kembali adalah jembatan yang begitu indah. Kerangkanya berwarna merah. Punggungnya kuning keemasan. Sedangkan pagar pembatas samping kiri-kanannya seakan-akan selalu berputar pelan. Seperti berputarnya jarum jam yang bunyinya begitu halus. Deg-deg-deg surrr.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
1 April 2012 pada 11:49
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Pertunjukan


Kamu mengatakan bahwa yang saya persembahkan ini sebuah pertunjukan. Aku tidak setuju, sebab yang kusampaikan ke masyarakat hanyalah gangguan kuping. Aku berharap syaraf-syaraf kuping mereka tersiksa dengan hebatnya, lalu pada menit-menit bahkan detik-detik terakhir mereka akan aku siram dengan gerimis yang sejuk.
Turun dari pesawat kami harus jalan darat, dan tiba sudah sangat larut malam. Ada beberapa penjemput, dan kudengar Melani bertanya ke para penjemput itu, “Apakah Bapak Uskup sudah tidur?” Pertanyaan bodoh pikirku, tetapi aku hanya berjalan seperti zombie menuju mobil jemputan. Aku tidak tahu pasti apakah bisa tersenyum kepada para penjemput yang menyalami kami itu, atau wajahku juga mirip dengan wajah zombie. Maka setiba di wisma tamu aku langsung mandi dan tidur. Aku masukkan seluruh diriku ke dalam kantung tidur, dan selanjutnya rohku terbang sampai ke langit tujuh, lalu terjun sampai ke palung yang paling dalam, lubuk yang paling hangat di perut bumi.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
25 Maret 2012 pada 11:27
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Lengtu Lengmua


Tepat tengah malam celeng-celeng yang telah kerasukan ratusan iblis itu akan menyeruduk seluruh warga dan tak memberi kesempatan mereka untuk mendengarkan lagi keributan bangau dan gesekan daun-daun bakau dengan angin amis yang risau….
Laut tak sedang mendamparkan perahu Nuh ke kampung yang karena terlalu sunyi lebih mirip hiu tidur itu. Laut—dalam ketenangan musim kemarau—juga tidak sedang menebarkan kolera busuk ke tanjung tenang berpenghuni orang-orang yang teramat karib dengan lapar dan kemiskinan. Tetapi memang ada sembilan perahu yang merapat ke ujung tanjung tak jauh dari makam keramat. Sembilan perahu itu mengusung sembilan celeng milik Jamuri, juragan dari kota, yang dikawal oleh sembilan cempiang atau jagoan berseragam loreng-loreng.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
18 Maret 2012 pada 15:45
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Renjana


Aku berangkat ke kotamu pagi ini dengan kereta paling awal, diantar hawa dingin dan kabut bulan Maret yang menusuk tulang. Mungkin kau tak mengira bertahun-tahun setelah kita tak lagi menghabiskan waktu bersama aku selalu melakukan perbuatan tolol ini: mencarimu di kota yang tak lagi kau tinggali.
Ataukah kau sudah menduganya, dan membayangkan dari kejauhan seluruh ketololan yang kulakukan ini, menertawai masa lalumu bersama seorang lelaki yang tak pernah bisa lepas dari kenangan?
Menjelang berangkat aku bangun sebelum cahaya kemerahan merekah di timur. Kubuka jendela kamar agar angin pagi menyegarkan ruangan kamar dan menahan mataku dari serangan kantuk. Kegelapan yang perlahan menghilang di luar rumah sungguh menggetarkan. Aku seolah terkurung dua makhluk mengerikan, di depan dan di belakang. Telinga dan benakku masih memperdengarkan gemuruh teriakan-teriakan demonstrasi, rentetan tembakan dari senapan tentara, dan tubuh teman-temanku yang roboh oleh peluru karet atau peluru sungguhan. Mungkin aku masih mengalami halusinasi berkepanjangan akibat peristiwa tiga belas tahun lalu itu.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
11 Maret 2012 pada 21:13
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Ambe Masih Sakit


Di kampungku, Tana Toraja, aura kematian sering kali berembus seperti angin. Jika terlihat secarik kain putih melambai di halaman tongkonan, itu pertanda ada orang yang masih hidup meski sudah mati, ”to makula”. Di sini, kematian dirayakan dengan biaya yang tak sedikit.Inilah akibatnya.
Sudah hampir sepuluh tahun Ambe terbaring di dalam erong, seolah menanti upacara rambu solo yang tak kunjung dilaksanakan oleh sanak keluarga. Sebab, tak ada dana atau belum dan jauh dari mencukupi walau kami tengah mengupayakannya. Hingga hari ini.
Baca entri selengkapnya »
Ditulis oleh tukang kliping
4 Maret 2012 pada 15:41
Ditulis dalam Cerpen
Dikaitkatakan dengan

Laki-laki Pemanggul Goni


Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.
Tidak tergantung apakah fajar, tengah hari, sore, senja, malam, ataupun selepas tengah malam, mata laki-laki pemanggul goni selalu menyala-nyala bagaikan mata kucing di malam hari, dan selalu memancarkan hasrat besar untuk menghancurkan.
Baca entri selengkapnya »

No comments:

Post a Comment