Friday, August 5, 2011

ANATOMI FISIOLOGI MATA DAN PENGLIHATAN





Terdiri dari Rongga orbita, Kelopak mata, Sistem lakrimal, dan bola mata.
A. Rongga Orbita
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi 1/5 rongga orbita.
Rongga orbita berbentuk limas segiempat dengan puncak ke arah dalam.
Dinding orbita terdiri dari :
1. Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)
2. Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus
3. Dinding medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal dan sphenoidal)
4. Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatikus. Pada tulang maksilaris terdapat sinus maksilaris
Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.

B. Kelopak Mata
Terdiri 5 lapisan (dari luar) :
a. Lapisan kulit
- kulit tertipis dibagian tubuh manusia (+ clitoris)
- tidak ada lemak sub kutan

b. Lapisan otot orbikularis Okuli
Untuk menutup mata yang disyarafi N. VII

c. Jaringan areolar
yaitu rongga dibawah otot orbikularis okuli
- Berhubungan dengan mata kanan dan kiri
- Berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
- Pada trauma kepala belakang dapat terjadi Brill hematom (Edema kanan, miring kiri dapat menyebabkan edema kiri dan juga sebaliknya )

d. Tarsus --> Jaringan fibrous padat dengan sedikit jaringan elastis

e. Konjungtiva Papebra / Konjungtiva Tarsalis
Melekat dengan tarsus.

Tepian Palpebra (Margo palpebra)
--> Pinggir bebas palpebra panjangnya 25 – 30 mm dan lebarnya 2 mm
--> Pinggir anterior dipisahkan dari pinggir posterior (dalam) oleh garis kelabu (schwabel line). Pada operasi trachoma, hati - hati
--> Tepi Anterior, terdapat bulu mata dan kelenjar Zeiss dan Molli. Kelenjar Zeiss dan Molli terdapat kelainan hodeulum eksterna.
--> Tepi posterior, langsung kontak dengan bola mata dan terdapat kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom sering terdapat kelainan hordeulum interna dan kalazion.
--> Punktum Lakrimalis, pada ujung medial dari tepi posterior palpebra

Retraktor Palpebra (Membuka Palpebra)
1. Palpebra superior terdapat muskulus levator palpebra + Muskulus Muller yang berfungsi untuk membuka mata yang dipersyarafi N. III (mensyarafi Rectus Superior dan Levator Palpebra) maka operasi katarak, sering terjadi sipit post operasi.
2. Palpebra inferior, yang ada hanya Muskulus Muller sehingga palpebra inferior tidak bisa membuka dengan lebar.

C. Sistem Lakrimal
Terdiri dari :
1. Sekresi, yaitu kelenjar lakrimalis. Kelenjar ini terdiri dari :
terletak pada bagian temporal anteriora) Bagian orbita rongga orbita
terletak di segmen temporal darib) Bagian palpebra fornik konjungtiva superior.
2. Ekresi, terdiri dari :
a) Punktum lakrimalis
b) Kanalis lakrimalis
c) Sakkus lakrimalis
d) Duktus Nasolakrimalis.




D. Bola Mata

I. Dinding bola mata

1. konjungtiva yg terdiri dari :
- Konjungtiva palpebra
- Konungtiva fornik
- Konjungtiva Bulbi

2. Sklera dan Episklera

3. Kornea
--> Adalah jaringan transparan dengan ketebalan
- tengah 0,54 mm
- Tepi 0,65 mm
- Diameter 11, 50 mm
- Kekuatan refraksi 40 dioptri
--> Dari luar kornea terdiri dari 5 lapisan :
--> lapisan epitel
--> Lapisan Bowman
--> Stroma
--> Membran desement
--> Lapisan endotel

II. Isi Bola Mata
Segmen anterior terdiri dari ( Uvea anterior,dan lensa mata :
A. Uvea anterior (iris dan badan siliaris)
Uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Iris (selaput pelangi )
adalah lubang ditengah yang disebut pupil. Pupil mengendalikan cahaya yang masuk dengan mengecil (miosis) akibat aktivitas parasimpatis melalui N. III dan juga bisa melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis
2. Badan siliaris, fungsi : membentuk aquos humor. Aquos humor berfungsi mengendalikan tekanan bola mata (selain badan kaca). Untuk terapi glaukoma, dengan mengendalikan badan siliaris.
3. Choroid
Disebelah dalam dibatasi Membran Bruch dan luar oleh sklera. Sebelum membran Bruch, terdapat retina.

B. Lensa mata
Berbentuk bikonvek, avaskuler (oleh krn itu obat2 suntikan tidak efektif untuk mengobati mata, kecuali suntikkan langsung dan oleh karena itu juga sebagian besar obat mata dalam bentuk tetes atau salep), tidak berwarna, hampir transparan sempurna.
--> Tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
--> Kekuatan refraksi lensa 20 dioptri
--> Terdiri dari 65% air dan sisanya protein.


OPTIKA
Optika adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku dan sifat cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik berasal dari bahasa Latin ὀπτική, yang berarti tampilan.
Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam). Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Maxwell.
Bidang optika memiliki identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri. Aspek keilmuannya sering disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan sering disebut rekayasa optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkait khusus dengan sistem iluminasi (iluminasi) disebut rekayasa pencahayaan. Setiap disiplin cenderung sedikit berbeda dalam aplikasi, keterampilan teknis, fokus, dan afiliasi profesionalnya. Inovasi lebih baru dalam rekayasa optik sering dikategorikan sebagai fotonika atau optoelektronika. Batas-batas antara bidang ini dan "optik" sering tidak jelas, dan istilah yang digunakan berbeda di berbagai belahan dunia dan dalam berbagai bidang industri.
Karena aplikasi yang luas dari ilmu "cahaya" untuk aplikasi dunia nyata, bidang ilmu optika dan rekayasa optik cenderung sangat lintas disiplin. Ilmu optika merupakan bagian dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika, psikologi, kedokteran (khususnya optalmologi dan optometri), dan lain-lain. Selain itu, penjelasan yang paling lengkap tentang perilaku optis, seperti dijelaskan dalam fisika, tidak selalu rumit untuk kebanyakan masalah, jadi model sederhana dapat digunakan. Model sederhana ini cukup untuk menjelaskan sebagian gejala optis serta mengabaikan perilaku yang tidak relevan dan / atau tidak terdeteksi pada suatu sistem.
Di ruang bebas suatu gelombang berjalan pada kecepatan c = 3×108 meter/detik. Ketika memasuki medium tertentu (dielectric atau nonconducting) gelombang berjalan dengan suatu kecepatan v, yang mana adalah karakteristik dari bahan dan kurang dari besarnya kecepatan cahaya itu sendiri (c). Perbandingan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium adalah indeks bias n bahan sebagai berikut : n = c⁄v
o


Optika klasik
Sebelum optika kuantum menjadi penting, asarnya terdiri dari aplikasi elektromagnetik klasik dan pendekatan frekuensi tinggi untuk cahaya. Optik klasik terbagi menjadi dua cabang utama: optika geometris dan optika fisis.
Optika geometris, atau optika sinar, menjelaskan propagasi cahaya dalam bentuk "sinar". Sinar dibelokkan di antarmuka antara dua medium yang berbeda, dan dapat berbentuk kurva di dalam medium yang mana indeks-refraksinya merupakan fungsi dari posisi. "Sinar" dalam optik geometris merupakan objek abstrak, atau "instrumen", yang sejajar dengan muka gelombang dari gelombang optis sebenarnya. Optik geometris menyediakan aturan untuk penyebaran sinar ini melalui sistem optis, yang menunjukkan bagaimana sebenarnya muka gelombang akan menyebar. Ini adalah penyederhanaan optik yang signifikan, dan gagal untuk memperhitungkan banyak efek optis penting seperti difraksi dan polarisasi. Namun hal ini merupakan pendekatan yang baik, jika panjang gelombang cahaya tersebut sangat kecil dibandingkan dengan ukuran struktur yang berinteraksi dengannya. Optik geometris dapat digunakan untuk menjelaskan aspek geometris dari penggambaran cahaya (imaging), termasuk aberasi optis.
Optika geometris sering disederhanakan lebih lanjut oleh pendekatan paraksial, atau "pendekatan sudut kecil." Perilaku matematika yang kemudian menjadi linear, memungkinkan komponen dan sistem optis dijelaskan dalam bentuk matrik sederhana. Ini mengarah kepada teknik optik Gauss dan penelusuran sinar paraksial, yang digunakan untui order pertama dari sistem optis, misalnya memperkirakan posisi dan magnifikasi dari gambar dan objek. Propagasi sorotan Gauss merupakan perluasan dari optik paraksial yang menyediakan model lebih akurat dari radiasi koheren seperti sorotan laser. Walaupun masih menggunakan pendekatan paraksial, teknik ini memperhitungkan difraksi, dan memungkinkan perhitungan pembesaran sinar laser yang sebanding dengan jarak, serta ukuran minimum sorotan yang dapat terfokus. Propagasi sorotan Gauss menjembatani kesenjangan antara optik geometris dan fisik.
Optika fisis atau optika gelombang membentuk prinsip Huygens dan memodelkan propagasi dari muka gelombang kompleks melalui sistem optis, termasuk amplitudo dan fasa dari gelombang. Teknik ini, yang biasanya diterapkan secara numerik pada komputer, dapat menghitung efek difraksi, interferensi, polarisasi, serta efek kompleks lain. Akan tetapi pada umumnya aproksimasi masih digunakan, sehingga tidak secara lengkap memodelkan teori gelombang elektromagnetik dari propagasi cahaya. Model lengkap tersebut jauh lebih menuntut komputasi, akan tetapi dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan kecil yang memerlukan pemecahan lebih akurat.

Optik modern
Optik modern meliputi bidang ilmu dan rekayasa optik yang menjadi terkenal pada abad ke 20. Bidang-bidang ilmu optik ini biasanya berhubungan dengan elektromagnetik atau sifat kuantum dari cahaya tetapi tidak termasuk topik lain.

Optik sehari-hari
Optik adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pelangi dan bayangan adalah contoh gejala optis. Banyak orang mendapat manfaat dari kacamata atau lensa kontak, dan optik digunakan di banyak barang konsumen termasuk kamera. Superimposisi dari struktur periodik, misalnya tisu transparan dengan struktur kisi, menghasilkan bentuk yang dikenal sebagai pola moiré. Superimposisi dari pola periodik transparan yang terdiri garis atau kurva buram paralel memproduksi pola garis moiré.


REFRAKSI
Refraksi (atau pembiasan) dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel cahaya akibat terjadinya percepatan.
Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius, terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fasa gelombang cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal). Pengetahuan ini yang membawa kepada penemuan lensa dan refracting telescope. Refraksi di era optik fisis dijabarkan sebagai fenomena perubahan arah rambat gelombang yang tidak saja tergantung pada perubahan kecepatan, tetapi juga terjadi karena faktor-faktor lain yang disebut difraksi dan dispersi.




The straw appears to be broken, due to refraction of light as it emerges into the air.
Contoh terjadinya refraksi yang sangat umum dijumpai adalah seperti ilustrasi gambar di samping. Dengan adanya perbedaan indeks bias antara udara (1,0003) dan air (1,33) di dalam sebuah mangkok, sebuah benda lurus seperti pensil atau sedotan akan tampak seperti patah dengan kedalaman air yang tampak lebih dangkal.
KELAINAN REFRAKSI

________________________________________

Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.
Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Gbr.1 : Mata Miopia

Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala.
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).
Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Gambar 2. Mata Hipermetropia

Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Astigmatisma
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur.
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Presbiopia
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gambar 3. Mata Presbiopia
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
PemeriksaanRefraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.


Gambar 4. Pemeriksaan Mata

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
Pencegahan
Selama bertahun-tahun, banyak pengobatan yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresi miopia, antara lain dengan:
o Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata
o Pemberian tetes mata atropin.
o Menurunkan tekanan dalam bola mata.
o Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun dekat pada anak.
o Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.
Gejala dan Tanda
Penderita kelainan refraksi biasanya datang dengan keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Tajam penglihatan pasien kurang dari normal (6/6). Ametropia pada anak dapat mengakibatkan seperti penglihatan kabur dan juling.
Terapi
Terapi meliputi edukasi mengenai kelainan refraksi, penggunaan kaca mata tidak menyembuhkan kelainan refraksi, meningkatkan jumlah asupan makanan yang mengandung vitamin A, B, dan C. Kebutuhan mengkoreksi kelainan refraksi tergantung gejala pasien dan kebutuhan penglihatan. Pasien dengan kelainan refraksi ringan dapat tidak membutuhkan koreksi. Koreksi kelainan refraksi bertujuan mendapatkan koreksi tajam penglihatan terbaik.
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi bingkai pada kaca mata.
Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan. Salah satu terapi pembedahan yang cukup populer adalah dengan cara LASIK atau bedah dengan sinar laser. Pada lasik yang diangkat adalah bagian tipis dari permukaan kornea yang kemudian jaringan bawahnya dilaser. Pada lasik dapat terjadi hal-hal berikut : kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau, infeksi kornea, ataupun kekeruhan pada kornea. Terapi bedah lain yang dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di depan lensa mata, pengangkatan lensa, radikal keratotomi dan Automated Lamelar Keratoplasty (ALK).





PENYAKIT MATA
HORDEOLUM
Hampir setiap orang mengenal timbilen atau timbil yang dalam bahasa medis disebut Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, mulai anak-anak hingga orang tua. Disebutkan bahwa angka kejadian pada usia dewasa lebih banyak dibanding anak-anak. Tidak ada perbedaan angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya seseorang mudah banget mengalami timbilen (berulang). Ibaratnya, baru sembuh yang satu, kemudian muncul lagi timbil di tempat yang lain.

Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :
• Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam).
• Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar (palpebra).
G E J A L A
Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna kemerahan. Adakalanya nampak bintik berwarna keputihan atau kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata.
Keluhan yang kerap dirasakan oleh penderita hordeolum diantaranya rasa mengganjal pada kelopak mata, nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Hordeolum dapat membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan nanah.

PENGOBATAN
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:
• Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.
• Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
• Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya hordeolum.
Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen, dan sejenisnya.
ANJURAN UNTUK PENDERITA
• Hindari mengucek-ucek atau menekan hordeolum.
• Jangan memencet hordeolum. Biarkan hordeolum pecah dengan sendirinya, kemudian bersihkan dengan kasa steril ketika keluar nanah atau cairan dari hordeolum.
• Tutup mata pada saat membersihkan hordeolum.
• Untuk sementara hentikan pemakaian make-up pada mata.
• Lepaskan lensa kontak (contact lenses) selama masa pengobatan.
Kapan dilakukan insisi ?
Dianjurkan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:
• Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.
• Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.
Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
PENCEGAHAN
1. Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
2. Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
3. Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh kuman.
4. Gunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.


KATARAK

Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat penambahan cairan di lensa, pemecahan protein lensa, atau kedua-duanya.
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X).
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan menurun. Secara umum, penurunan tajam penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.

Gbr 1 : Perbedaan Penglihatan benda
pada mata normal dan mata katarak

GejaladanTanda
Gejala utama yang dijumpai adalah penglihatan berkabut dan penglihatan yang semakin kabur. Pada gejala awal dapat terjadi penglihatan jauh kabur sedangkan penglihatan dekat sedikit membaik dibandingkan sebelumnya (second sight). Bila kualitas lensa memburuk atau terjadi kelelahan maka second sight ini akan menghilang. Gejala lain yang dijumpai pada katarak senilis adalah penigkatan rasa silau (glare). Pada lensa mata penderita katarak akan tampak bayangan putih. Selain itu dapat pula terjadi pandangan ganda, rabun senja dan terkadang membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.


Gbr 2 :Mata tanpa katarak Gbr 3 : Mata dengan katarak
Tata laksana
Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular :
 Ekstraksi intrakapsular (ICCE). Tehnik ini jarang dilakukan lagi sekarang.
 Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE). Pada tehnik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul bagian belakang utuh.
 Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi. Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada >90% kasus. Sisanya mungkin telah mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infeksi yang mengambat pemulihan daya pandang. Adanya lensa intraokular dan lensa kontak kornea menyebabkan penyesuaian penglihatan setelah operasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan sewaktu hanya tersedia kacamata katarak yang tebal.


Epidemiologi
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak.
Pemeriksaan
Pada pasien katarak, dapat dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan biasanya akan sangat berkurang

KATARAK SENILIS

DEFINISI
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun1 (gambar 4). Katarak merupakan penyebab kebutaan di
dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita
katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya.
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari
seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.

ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
diduga multifaktorial, diantaranya antara lain:
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum

KLASIFIKASI
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, hipermatur.
Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :




Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur MatuIr Hipermatur
I insipien IIIINSIPIENIII ii Imatur matur
hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa
Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal
Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test
(-) (+) (-) +/-
Visus
(+) < << <<<
Penyulit
(-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma


MANIFESTASI KLINIS

Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita
mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit
membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second
sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipien.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum
dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp .
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis
pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen.


PENATALAKSANAAN

Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma..
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE
- konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery),
- fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification),
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ±
3 mm.

Komplikasi
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain:
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris




GLAUKOMA

DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma .
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata
relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan
menyebabkan kelainan lapang pandang2. Di Amerika Serikat, glaukoma
ditemukan pada lebih 2 juta orang, yang akan beresiko mengalami kebutaan.
Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%).
Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari
kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia
produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada
umumnya dan khususnya Indonesia.

FAKTOR RESIKO

Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor
resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:

- Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
- Penyakit hipertensi
- Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
- Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
- Ras tertentu

KLASIFIKASI
Klasifikasi Glaukoma4.
I. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal

B. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas, dll
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom Sturge–Weber
2. tiroidopati
3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
II. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1. Glaukoma primer sudut tertutup ( akut, subakut, kronik, mekanisme
campuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior
a. Inflamasi
b. Pseudofakia
c. Iris-vitreous
B. Anterior displacement of the iris/lens
1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. sindrom ICE
4. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu

III. Kelainan perkembangan bilik mata depan
A. Glaukoma primer congenital
B. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata
1. Aniridia
2. Axenfeld–Rieger syndrome
3. Peter’s anomaly

PATOFISIOLOGI
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui
pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior
(COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula
menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus
menurun. Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan
terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal
ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum.
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup
optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan
besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup,
Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris,
dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer
sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel
ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.



MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat
terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma
akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan
gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.
a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh
sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik
menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan
kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhir
kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visus
pasien masih 6/6.
e. Perubahan pada diskus optik. Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa
penggaungan dan degenerasi papil saraf optik.
f. Oklusi vena
g. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-anak
dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik.
Beberapa perimetri yang digunakan
antara lain:
- Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann
- Perimetri otomatis
- Perimeter Oktopus
2. Tonometri
Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang digunakan
antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, tonometer Pulsair,
Tono-Pen, tonometer Perkins, non kontak pneumotonometer.
3. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf
optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik2. Rasio cekungan diskus (C/D)
digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma.
Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar
dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata,
mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.
4. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau
sekunder2.
5. Gonioskopi
Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan struktur sudut,
memperkirakan kedalaman sudut bilik serta untuk visualisasi sudut pada
prosedur operasi.
6. OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur
ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf
7. Fluorescein angiography
8. Stereophotogrammetry of the optic disc



PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain:
a. Medikamentosa
1. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
- β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2
kali sehari, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%,
metipranolol 0.3%, dan carteolol 1%
- apraklonidin
- inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250
mg 2 kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
2. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus
seperti: prostaglandin analog, golongan parasimpatomimetik, contoh:
pilokarpin tetes mata 1 - 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin
3. Penurunan volume korpus vitreus.
4. Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
b. Terapi operatif dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
3. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)




Konjungtivitis

Konjungtivitis merujuk pada peradangan selaput mata (conjunctiva) (lapisan terluar mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata
Konjungtivitis Gonokokal
Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
Konjungtivitis Vernalis
Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia dibawah 10 tahun. Pada umumnya penderita konjungtivitis vernalis mengeluh gatal, mata merah, dan mengeluarkan sekret atau kotoran. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit 1-3 hari.

Gejala
Mata terasa kasar menggatalkan, merah dan mungkin berair. Kelopak mata mungkin menempel sewaktu bangun tidur. Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.
Gejala lainnya adalah: - mata berair - mata terasa nyeri - mata terasa gatal - pandangan kabur - peka terhadap cahaya - terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

Mata juling (strabismus)
1. Definisi
= Strabismus adalah kelainan deviasi bola mata yang tidak dapat diatasi dengan mekanisme fusi.
Dalam bahasa awamnya, Strabismus dapat didefinisikan sebagai posisi bola mata yang tidak simetris. Baik pada keadaan diam maupun bergerak dan dapat meimbulkan gangguan penglihatan berupa pandangan berganda.

2. Penyebab Strabismus
= Penyebab strabismus secara garis besar ada 2, yaitu
a. Kelemahan otot-otot ekstraokuler mata
b. Ketidakseimbangan inervasi saraf-saraf otot ekstraokular mata

3. Macam strabismus
= Terdapat beberapa macam klasifikasi strabismus. Di antaranya klasifikasi berdasarkan penyebab, klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan, dan klasifikasi berdasarkan posisi bola mata. Pada tulisan ini kita hanya akan membahan klasifikasi dari posisi bola mata

a. Esotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah dalam (medial). Merupakan tipe strabismus yang paling sering dijumpai.

b. Exotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah luar (lateral). Merupakan tipe yang lebih jarang.

4. Gejala Strabismus pada anak
= Strabismus sebagian besar mulai terjadi sejak masa anak-anak dan jarang diketahui pada derajat yang rendah. Orang tua anak atau pasien sendiri baru akan menyadari bila telah terjadi deviasi sekitar 15*. Untuk itulah para orang tua harus lebih cermat dalam mengamati perkembangan anaknya.
Beberapa gejala awal antara lain
- Gerakan bola mata yang lebih tertinggal dari mata lain
- Posisi mata yang kurang simetris

5. Tes penegakan Diagnosis Strabismus
= Strabismus ditegakkan melalui beberapa tes, antara lain
a. Cover test
b. Cover uncover test
c. Hirschberg test
d. Krymsky test
Tes-tes ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata.

6. Penanganan strabismus
a. Menutup mata yang sehat
b. Kacamata khusus
[img]http://www.medicalera.com/images/fbfiles/images/strabismus_kacamata.JPG[/img]
c. Operasi

Penanganan akan semakin baik bila diberikan sedini mungkin. Pada usia dini terapi mungkin hanya dengan menutup mata yang sehat atau menggunakan kacamata khusus. Sementara pada orang dewasa terapi yang dilakukan adalah operasi untuk memperbaiki posisi bola mata.
Strabismus atau Mata Juling pada Anak
Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling.
Juling dapat mengenai pria dan wanita. Juling dapat diturunkan pada keturunannya. Namun walau tidak ada riwayat keluarga juling, hal ini dapat saja terjadi.
Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui. Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola mata, melekat pada bagian luar masing-masing mata. Pada setiap mata, dua otot menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya menggerakkan ke atas, ke bawah, dam memutar.
Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan bekerja secara bersama-sama. Agar kedua mata bergerak bersama-sama, semua otot-otot pada kedua mata harus terkoordinasi dengan baik. Otot-otot mata ini dikontrol oleh otak.
Strabismus lazim ditemukan pada anak-anak dengan kelainan pada otak, seperti:
• Cerebral palsy
• Down syndrome
• Hydrocephalus
• Tumor otak
• Anak yang lahir prematur
Katarak atau trauma yang mengenai penglihatan juga dapat menyebabkan strabismus. Namun sangat banyak anak dengan strabismus tidak didapatkan kelainan-kelainan tersebut. Juga ditemukan riwayat keluarga dengan strabismus.
Gejala Strabismus
Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher untuk menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.
Cara Diagnosis Strabismus
Strabismus dapat didiagnosa melalui pemeriksaan mata. Dianjurkan agar semua anak dengan usia antara 3-3,5 tahun memeriksakan penglihatannya pada dokter spesialis mata.
Bila ada anak yang gagal dalam tes pemeriksaan tajam penglihatan, akan dirujuk ke dokter spesialis mata untuk pemeriksaan yang lebih lengkap. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus atau ambliopia, atau riwayat keluarga menggunakan kacamata tebal, seorang spesialis mata akan melakukan pemeriksaan penglihatan walaupun usianya kurang dari 3 tahun. Bila memang anak terlihat jelas juling sejak usia kurang dari 6 bulan, harus dilakukan pemeriksaan sedini mungkin.
Penanganan Strabismus
Setelah pemeriksaan mata lengkap, dokter spesialis mata dapat merekomendasikan terapi yang sesuai. Pada beberapa kasus, pemberian kacamata dapat meluruskan kedudukan bola mata. Terapi lain berupa tindakan operasi untuk menyeimbangkan otot yang tidak seimbang atau operasi katarak bila terdapat katarak. Sering diperlukan tindakan menutup sebelah mata yang dominan untuk mengatasi ambliopia.
KACA MATA
Jika strabismus disebabkan oleh kesalahan pembiasan cahaya, menggunakan kaca mata untuk menormalkan penglihatan dapat meluruskan mata sepenuhnya atau, paling tidak, bisa memperbaiki posisi mata.
PENUTUP MATA
Jika seorang anak menderita strabismus dengan ambliopia, dia dapat dipaksa untuk menggunakan (untuk memperkuat) mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan penutup mata. Penggunaan penutup mata harus dilakukan sedini mungkin dan diteruskan sesuai anjuran dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun. Anak akan memerlukan kunjungan ke dokter spesialis mata secara berkala untuk mengetahui apakah penglihatan binokularnya sudah terbentuk seutuhnya. Penutup mata tidak meluruskan mata secara kosmetik.
OPERASI STRABISMUS
Dokter spesialis mata akan membuat sayatan pada selaput putih mata untuk dapat mencapai otot penggerak bola mata. Otot mata kemudian dilepaskan dari perlekatannya dan dipindahkan perlekatannya pada tempat yang diinginkan sesuai dengan arah deviasi bola mata. Atau dapat pula otot dipotong sedikit sesuai kebutuhan kemudian dilekatkan lagi pada tempat perlekatan semula.
Operasi strabismus dapat dilakukan pada satu atau kedua mata sekaligus tergantung jenis dan besarnya juling. Operasi strabismus umumnya dilakukan dengan bius umum, terutama pada anak-anak.
Waktu pemulihan cepat. Anak biasanya dapat kembali pada aktivitas normal dalam beberapa hari. Setelah pembedahan, kacamata mungkin masih diperlukan. Pada beberapa kasus, pembedahan lebih dari satu kali mungkin diperlukan untuk menjaga mata tetap lurus.





Penyakit Mata Retinopati Diabetes
Retinopati diabetes adalah penyakit mata yang sering terjadi pada penderita diabetes. Mereka yang menderita diabetes juga beresiko tinggi untuk mengidap penyakit mata lainnya seperti glaukoma dan katarak. Semua penyakit mata ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan berat hingga kebutaan.
Proses penyakit retinopati diabetik terjadi akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada pembuluh darah retina, yaitu suatu membran tipis yang terbentuk dari sel-sel saraf yang berjejer di belakang 2/3 bola mata. Sel-sel saraf pada retina akan menerima cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak tentang apa yang dilihat oleh mata.
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
• Retinopati nonproliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
• Retinopati proliferatif. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.
Retinopati diabetik biasanya berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita diabetes tipe 1 dan sejumlah penderita diabetes tipe 2. Pengawasan kadar gula darah yang ketat dapat mencegah resiko perkembangan retinopati menjadi parah serta kehilangan penglihatan. Jika terjadi retinopati, maka deteksi awal dan pengobatan yang tepat (paling sering dengan laser) dapat membantu mencegah, menghambat atau merubah kehilangan penglihatan.
Mereka yang menderita diabetes, harus memeriksakan matanya pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan penyakit mata sekalipun. Asosiasi dibetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut :
• Seseorang yang mengidap retinopati diabetik tanpa disadari karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
• Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi retinopati berkembang.
• Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan. Retinopati diabetik merupakan penyebab utama dari kebutaan baru pada orang-orang yang berusia antara 20 hingga 74 tahun. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.
Anatomi
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabutserabut
saraf optik, letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada
ora serata. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan yang terdapat
makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk
penglihatan. 1,5
Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal (lihat gambar 1).1,5
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas lapisan: 1,5,6
- Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang dan sel
kerucut dan merupakan lapisan penangkap sinar.
- Membran limitan eksterna merupakan membrane ilusi.
- Lapisan nukleus luar terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
- Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
- Lapisan nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
- Lapisan pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amkrin dengan sel ganglion.
- Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel saraf bercabang
- Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik
dan di dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
- Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Kelainan patologik yang
paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.
Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas
dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok
Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi:
1. Retinopati diabetik non proliferatif
2. Retinopati diabetik preproliferatif
3. Retinopati diabetik preproliferatif
4. Retinopati diabetik proliferative

Patofisiologi
Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan cerminan
klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Disebabkan
oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tetapi
telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya
perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Di sini
perubahan mikrovaskuler pada retina terbatas pada lapisan retina (intra retina). Karakteristik
pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-kapiler
yang membentuk kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik, vena retina
mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intra retina. Perdarahan dapat
terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan
serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran
plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada
lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah
atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall
spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua
mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Gambaran Klinis
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina.
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:
- Penglihatan kabur
- Kesulitan membaca
- Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
1. Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini
pada mata

2. Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelokkelok.
Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan
endotel dan eksudasi plasma

3. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat
gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler

4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung

5. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai
retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar
kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
1. Edema retina 500 μm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
2. Hard eksudat jaraknya 500 μmdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
3. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 μm) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferative Dijumpai kelainan pada elektroretinografik juga memiliki hubungan
dengan keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati.
Tes angiografi menggunakan kontras untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras
yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini
tidak memakai yodium.

Pasien dengan retinopati nonproliferatif harus dipantau secara ketat, karena
kemungkinan untuk berkembang menuju retinopati proliferatif sangat besar. Fokus
pengobatan bagi pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa edema makula adalah
pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik yang menyertai. 2,10
Suatu percobaan klinis terkontrol memperlihatkan bahwa terapi inhibitor aldosa
reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati diabetik. Sedangkan percobaan klinis
yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal
terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema
bermakna dalam memperkecil risiko penurunan penglihatan dan meningkatkan
kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau
secara ketat tanpa terapi laser.

Kesimpulan
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat dibagi
dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes
non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh
darah yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya
seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata,
melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip.
Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain
mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard eksudat,
edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui dua mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler
abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu dari
keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati
diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko penurunan penglihatan
dan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Pada edema makula diabetik
dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak berespon dengan terapi laser.









































DAFTAR PUSTAKA
1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition. Boston:Little
Brown Company.1988. 145-7.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.211-4.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.168-9.
4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:
Erlangga.2005.131
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto.2002.8-9.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-
20.
7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.
http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FK
USU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema. http://www.vrmny.com
[diakses 29 April 2008]
10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth Heinemann.
1994.344-57
11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org [diakses 29
April 2008]
12. Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org [diakses 29 April 2008]
13. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29
April 2008]
14. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United State:
American Academi of Ophtalmologi.1997.71-86
15. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
16. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com [diakses 29 April 2008]
ANATOMI FISIOLOGI MATA DAN PENGLIHATAN





Terdiri dari Rongga orbita, Kelopak mata, Sistem lakrimal, dan bola mata.
A. Rongga Orbita
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi 1/5 rongga orbita.
Rongga orbita berbentuk limas segiempat dengan puncak ke arah dalam.
Dinding orbita terdiri dari :
1. Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)
2. Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus
3. Dinding medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal dan sphenoidal)
4. Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatikus. Pada tulang maksilaris terdapat sinus maksilaris
Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.

B. Kelopak Mata
Terdiri 5 lapisan (dari luar) :
a. Lapisan kulit
- kulit tertipis dibagian tubuh manusia (+ clitoris)
- tidak ada lemak sub kutan

b. Lapisan otot orbikularis Okuli
Untuk menutup mata yang disyarafi N. VII

c. Jaringan areolar
yaitu rongga dibawah otot orbikularis okuli
- Berhubungan dengan mata kanan dan kiri
- Berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
- Pada trauma kepala belakang dapat terjadi Brill hematom (Edema kanan, miring kiri dapat menyebabkan edema kiri dan juga sebaliknya )

d. Tarsus --> Jaringan fibrous padat dengan sedikit jaringan elastis

e. Konjungtiva Papebra / Konjungtiva Tarsalis
Melekat dengan tarsus.

Tepian Palpebra (Margo palpebra)
--> Pinggir bebas palpebra panjangnya 25 – 30 mm dan lebarnya 2 mm
--> Pinggir anterior dipisahkan dari pinggir posterior (dalam) oleh garis kelabu (schwabel line). Pada operasi trachoma, hati - hati
--> Tepi Anterior, terdapat bulu mata dan kelenjar Zeiss dan Molli. Kelenjar Zeiss dan Molli terdapat kelainan hodeulum eksterna.
--> Tepi posterior, langsung kontak dengan bola mata dan terdapat kelenjar Meibom. Kelenjar Meibom sering terdapat kelainan hordeulum interna dan kalazion.
--> Punktum Lakrimalis, pada ujung medial dari tepi posterior palpebra

Retraktor Palpebra (Membuka Palpebra)
1. Palpebra superior terdapat muskulus levator palpebra + Muskulus Muller yang berfungsi untuk membuka mata yang dipersyarafi N. III (mensyarafi Rectus Superior dan Levator Palpebra) maka operasi katarak, sering terjadi sipit post operasi.
2. Palpebra inferior, yang ada hanya Muskulus Muller sehingga palpebra inferior tidak bisa membuka dengan lebar.

C. Sistem Lakrimal
Terdiri dari :
1. Sekresi, yaitu kelenjar lakrimalis. Kelenjar ini terdiri dari :
terletak pada bagian temporal anteriora) Bagian orbita rongga orbita
terletak di segmen temporal darib) Bagian palpebra fornik konjungtiva superior.
2. Ekresi, terdiri dari :
a) Punktum lakrimalis
b) Kanalis lakrimalis
c) Sakkus lakrimalis
d) Duktus Nasolakrimalis.




D. Bola Mata

I. Dinding bola mata

1. konjungtiva yg terdiri dari :
- Konjungtiva palpebra
- Konungtiva fornik
- Konjungtiva Bulbi

2. Sklera dan Episklera

3. Kornea
--> Adalah jaringan transparan dengan ketebalan
- tengah 0,54 mm
- Tepi 0,65 mm
- Diameter 11, 50 mm
- Kekuatan refraksi 40 dioptri
--> Dari luar kornea terdiri dari 5 lapisan :
--> lapisan epitel
--> Lapisan Bowman
--> Stroma
--> Membran desement
--> Lapisan endotel

II. Isi Bola Mata
Segmen anterior terdiri dari ( Uvea anterior,dan lensa mata :
A. Uvea anterior (iris dan badan siliaris)
Uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Iris (selaput pelangi )
adalah lubang ditengah yang disebut pupil. Pupil mengendalikan cahaya yang masuk dengan mengecil (miosis) akibat aktivitas parasimpatis melalui N. III dan juga bisa melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis
2. Badan siliaris, fungsi : membentuk aquos humor. Aquos humor berfungsi mengendalikan tekanan bola mata (selain badan kaca). Untuk terapi glaukoma, dengan mengendalikan badan siliaris.
3. Choroid
Disebelah dalam dibatasi Membran Bruch dan luar oleh sklera. Sebelum membran Bruch, terdapat retina.

B. Lensa mata
Berbentuk bikonvek, avaskuler (oleh krn itu obat2 suntikan tidak efektif untuk mengobati mata, kecuali suntikkan langsung dan oleh karena itu juga sebagian besar obat mata dalam bentuk tetes atau salep), tidak berwarna, hampir transparan sempurna.
--> Tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
--> Kekuatan refraksi lensa 20 dioptri
--> Terdiri dari 65% air dan sisanya protein.


OPTIKA
Optika adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku dan sifat cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik berasal dari bahasa Latin ὀπτική, yang berarti tampilan.
Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam). Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Maxwell.
Bidang optika memiliki identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri. Aspek keilmuannya sering disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan sering disebut rekayasa optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkait khusus dengan sistem iluminasi (iluminasi) disebut rekayasa pencahayaan. Setiap disiplin cenderung sedikit berbeda dalam aplikasi, keterampilan teknis, fokus, dan afiliasi profesionalnya. Inovasi lebih baru dalam rekayasa optik sering dikategorikan sebagai fotonika atau optoelektronika. Batas-batas antara bidang ini dan "optik" sering tidak jelas, dan istilah yang digunakan berbeda di berbagai belahan dunia dan dalam berbagai bidang industri.
Karena aplikasi yang luas dari ilmu "cahaya" untuk aplikasi dunia nyata, bidang ilmu optika dan rekayasa optik cenderung sangat lintas disiplin. Ilmu optika merupakan bagian dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika, psikologi, kedokteran (khususnya optalmologi dan optometri), dan lain-lain. Selain itu, penjelasan yang paling lengkap tentang perilaku optis, seperti dijelaskan dalam fisika, tidak selalu rumit untuk kebanyakan masalah, jadi model sederhana dapat digunakan. Model sederhana ini cukup untuk menjelaskan sebagian gejala optis serta mengabaikan perilaku yang tidak relevan dan / atau tidak terdeteksi pada suatu sistem.
Di ruang bebas suatu gelombang berjalan pada kecepatan c = 3×108 meter/detik. Ketika memasuki medium tertentu (dielectric atau nonconducting) gelombang berjalan dengan suatu kecepatan v, yang mana adalah karakteristik dari bahan dan kurang dari besarnya kecepatan cahaya itu sendiri (c). Perbandingan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium adalah indeks bias n bahan sebagai berikut : n = c⁄v
o


Optika klasik
Sebelum optika kuantum menjadi penting, asarnya terdiri dari aplikasi elektromagnetik klasik dan pendekatan frekuensi tinggi untuk cahaya. Optik klasik terbagi menjadi dua cabang utama: optika geometris dan optika fisis.
Optika geometris, atau optika sinar, menjelaskan propagasi cahaya dalam bentuk "sinar". Sinar dibelokkan di antarmuka antara dua medium yang berbeda, dan dapat berbentuk kurva di dalam medium yang mana indeks-refraksinya merupakan fungsi dari posisi. "Sinar" dalam optik geometris merupakan objek abstrak, atau "instrumen", yang sejajar dengan muka gelombang dari gelombang optis sebenarnya. Optik geometris menyediakan aturan untuk penyebaran sinar ini melalui sistem optis, yang menunjukkan bagaimana sebenarnya muka gelombang akan menyebar. Ini adalah penyederhanaan optik yang signifikan, dan gagal untuk memperhitungkan banyak efek optis penting seperti difraksi dan polarisasi. Namun hal ini merupakan pendekatan yang baik, jika panjang gelombang cahaya tersebut sangat kecil dibandingkan dengan ukuran struktur yang berinteraksi dengannya. Optik geometris dapat digunakan untuk menjelaskan aspek geometris dari penggambaran cahaya (imaging), termasuk aberasi optis.
Optika geometris sering disederhanakan lebih lanjut oleh pendekatan paraksial, atau "pendekatan sudut kecil." Perilaku matematika yang kemudian menjadi linear, memungkinkan komponen dan sistem optis dijelaskan dalam bentuk matrik sederhana. Ini mengarah kepada teknik optik Gauss dan penelusuran sinar paraksial, yang digunakan untui order pertama dari sistem optis, misalnya memperkirakan posisi dan magnifikasi dari gambar dan objek. Propagasi sorotan Gauss merupakan perluasan dari optik paraksial yang menyediakan model lebih akurat dari radiasi koheren seperti sorotan laser. Walaupun masih menggunakan pendekatan paraksial, teknik ini memperhitungkan difraksi, dan memungkinkan perhitungan pembesaran sinar laser yang sebanding dengan jarak, serta ukuran minimum sorotan yang dapat terfokus. Propagasi sorotan Gauss menjembatani kesenjangan antara optik geometris dan fisik.
Optika fisis atau optika gelombang membentuk prinsip Huygens dan memodelkan propagasi dari muka gelombang kompleks melalui sistem optis, termasuk amplitudo dan fasa dari gelombang. Teknik ini, yang biasanya diterapkan secara numerik pada komputer, dapat menghitung efek difraksi, interferensi, polarisasi, serta efek kompleks lain. Akan tetapi pada umumnya aproksimasi masih digunakan, sehingga tidak secara lengkap memodelkan teori gelombang elektromagnetik dari propagasi cahaya. Model lengkap tersebut jauh lebih menuntut komputasi, akan tetapi dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan kecil yang memerlukan pemecahan lebih akurat.

Optik modern
Optik modern meliputi bidang ilmu dan rekayasa optik yang menjadi terkenal pada abad ke 20. Bidang-bidang ilmu optik ini biasanya berhubungan dengan elektromagnetik atau sifat kuantum dari cahaya tetapi tidak termasuk topik lain.

Optik sehari-hari
Optik adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pelangi dan bayangan adalah contoh gejala optis. Banyak orang mendapat manfaat dari kacamata atau lensa kontak, dan optik digunakan di banyak barang konsumen termasuk kamera. Superimposisi dari struktur periodik, misalnya tisu transparan dengan struktur kisi, menghasilkan bentuk yang dikenal sebagai pola moiré. Superimposisi dari pola periodik transparan yang terdiri garis atau kurva buram paralel memproduksi pola garis moiré.


REFRAKSI
Refraksi (atau pembiasan) dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel cahaya akibat terjadinya percepatan.
Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius, terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fasa gelombang cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal). Pengetahuan ini yang membawa kepada penemuan lensa dan refracting telescope. Refraksi di era optik fisis dijabarkan sebagai fenomena perubahan arah rambat gelombang yang tidak saja tergantung pada perubahan kecepatan, tetapi juga terjadi karena faktor-faktor lain yang disebut difraksi dan dispersi.




The straw appears to be broken, due to refraction of light as it emerges into the air.
Contoh terjadinya refraksi yang sangat umum dijumpai adalah seperti ilustrasi gambar di samping. Dengan adanya perbedaan indeks bias antara udara (1,0003) dan air (1,33) di dalam sebuah mangkok, sebuah benda lurus seperti pensil atau sedotan akan tampak seperti patah dengan kedalaman air yang tampak lebih dangkal.
KELAINAN REFRAKSI

________________________________________

Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak tak berhingga atau jauh akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh tersebut didekatkan, hal ini terjadi akibat adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada retina. Jika berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa yang mencembung bertambah kuat. Kekuatan akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.
Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Gbr.1 : Mata Miopia

Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala.
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).
Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Gambar 2. Mata Hipermetropia

Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Astigmatisma
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur.
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Presbiopia
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gambar 3. Mata Presbiopia
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
PemeriksaanRefraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.


Gambar 4. Pemeriksaan Mata

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
Pencegahan
Selama bertahun-tahun, banyak pengobatan yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresi miopia, antara lain dengan:
o Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata
o Pemberian tetes mata atropin.
o Menurunkan tekanan dalam bola mata.
o Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun dekat pada anak.
o Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.
Gejala dan Tanda
Penderita kelainan refraksi biasanya datang dengan keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Tajam penglihatan pasien kurang dari normal (6/6). Ametropia pada anak dapat mengakibatkan seperti penglihatan kabur dan juling.
Terapi
Terapi meliputi edukasi mengenai kelainan refraksi, penggunaan kaca mata tidak menyembuhkan kelainan refraksi, meningkatkan jumlah asupan makanan yang mengandung vitamin A, B, dan C. Kebutuhan mengkoreksi kelainan refraksi tergantung gejala pasien dan kebutuhan penglihatan. Pasien dengan kelainan refraksi ringan dapat tidak membutuhkan koreksi. Koreksi kelainan refraksi bertujuan mendapatkan koreksi tajam penglihatan terbaik.
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi bingkai pada kaca mata.
Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan. Salah satu terapi pembedahan yang cukup populer adalah dengan cara LASIK atau bedah dengan sinar laser. Pada lasik yang diangkat adalah bagian tipis dari permukaan kornea yang kemudian jaringan bawahnya dilaser. Pada lasik dapat terjadi hal-hal berikut : kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau, infeksi kornea, ataupun kekeruhan pada kornea. Terapi bedah lain yang dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di depan lensa mata, pengangkatan lensa, radikal keratotomi dan Automated Lamelar Keratoplasty (ALK).





PENYAKIT MATA
HORDEOLUM
Hampir setiap orang mengenal timbilen atau timbil yang dalam bahasa medis disebut Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, mulai anak-anak hingga orang tua. Disebutkan bahwa angka kejadian pada usia dewasa lebih banyak dibanding anak-anak. Tidak ada perbedaan angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya seseorang mudah banget mengalami timbilen (berulang). Ibaratnya, baru sembuh yang satu, kemudian muncul lagi timbil di tempat yang lain.

Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :
• Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam).
• Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll. Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar (palpebra).
G E J A L A
Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna kemerahan. Adakalanya nampak bintik berwarna keputihan atau kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata.
Keluhan yang kerap dirasakan oleh penderita hordeolum diantaranya rasa mengganjal pada kelopak mata, nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Hordeolum dapat membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan nanah.

PENGOBATAN
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:
• Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.
• Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
• Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya hordeolum.
Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen, dan sejenisnya.
ANJURAN UNTUK PENDERITA
• Hindari mengucek-ucek atau menekan hordeolum.
• Jangan memencet hordeolum. Biarkan hordeolum pecah dengan sendirinya, kemudian bersihkan dengan kasa steril ketika keluar nanah atau cairan dari hordeolum.
• Tutup mata pada saat membersihkan hordeolum.
• Untuk sementara hentikan pemakaian make-up pada mata.
• Lepaskan lensa kontak (contact lenses) selama masa pengobatan.
Kapan dilakukan insisi ?
Dianjurkan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:
• Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.
• Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.
Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
PENCEGAHAN
1. Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
2. Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
3. Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh kuman.
4. Gunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.


KATARAK

Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat penambahan cairan di lensa, pemecahan protein lensa, atau kedua-duanya.
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X).
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan menurun. Secara umum, penurunan tajam penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.

Gbr 1 : Perbedaan Penglihatan benda
pada mata normal dan mata katarak

GejaladanTanda
Gejala utama yang dijumpai adalah penglihatan berkabut dan penglihatan yang semakin kabur. Pada gejala awal dapat terjadi penglihatan jauh kabur sedangkan penglihatan dekat sedikit membaik dibandingkan sebelumnya (second sight). Bila kualitas lensa memburuk atau terjadi kelelahan maka second sight ini akan menghilang. Gejala lain yang dijumpai pada katarak senilis adalah penigkatan rasa silau (glare). Pada lensa mata penderita katarak akan tampak bayangan putih. Selain itu dapat pula terjadi pandangan ganda, rabun senja dan terkadang membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.


Gbr 2 :Mata tanpa katarak Gbr 3 : Mata dengan katarak
Tata laksana
Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular :
 Ekstraksi intrakapsular (ICCE). Tehnik ini jarang dilakukan lagi sekarang.
 Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE). Pada tehnik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul bagian belakang utuh.
 Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi. Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada >90% kasus. Sisanya mungkin telah mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infeksi yang mengambat pemulihan daya pandang. Adanya lensa intraokular dan lensa kontak kornea menyebabkan penyesuaian penglihatan setelah operasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan sewaktu hanya tersedia kacamata katarak yang tebal.


Epidemiologi
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak.
Pemeriksaan
Pada pasien katarak, dapat dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan biasanya akan sangat berkurang

KATARAK SENILIS

DEFINISI
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun1 (gambar 4). Katarak merupakan penyebab kebutaan di
dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita
katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya.
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari
seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.

ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
diduga multifaktorial, diantaranya antara lain:
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum

KLASIFIKASI
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, hipermatur.
Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :




Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur MatuIr Hipermatur
I insipien IIIINSIPIENIII ii Imatur matur
hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa
Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal
Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test
(-) (+) (-) +/-
Visus
(+) < << <<<
Penyulit
(-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma


MANIFESTASI KLINIS

Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita
mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit
membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second
sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipien.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum
dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp .
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis
pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen.


PENATALAKSANAAN

Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma..
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE
- konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery),
- fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification),
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ±
3 mm.

Komplikasi
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain:
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris




GLAUKOMA

DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma .
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata
relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan
menyebabkan kelainan lapang pandang2. Di Amerika Serikat, glaukoma
ditemukan pada lebih 2 juta orang, yang akan beresiko mengalami kebutaan.
Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%).
Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari
kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia
produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada
umumnya dan khususnya Indonesia.

FAKTOR RESIKO

Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor
resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:

- Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
- Penyakit hipertensi
- Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
- Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
- Ras tertentu

KLASIFIKASI
Klasifikasi Glaukoma4.
I. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal

B. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas, dll
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom Sturge–Weber
2. tiroidopati
3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
II. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1. Glaukoma primer sudut tertutup ( akut, subakut, kronik, mekanisme
campuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior
a. Inflamasi
b. Pseudofakia
c. Iris-vitreous
B. Anterior displacement of the iris/lens
1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. sindrom ICE
4. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu

III. Kelainan perkembangan bilik mata depan
A. Glaukoma primer congenital
B. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata
1. Aniridia
2. Axenfeld–Rieger syndrome
3. Peter’s anomaly

PATOFISIOLOGI
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui
pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior
(COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula
menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus
menurun. Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan
terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal
ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum.
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup
optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan
besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup,
Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris,
dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer
sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel
ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.



MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat
terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma
akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan
gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.
a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh
sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik
menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan
kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhir
kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visus
pasien masih 6/6.
e. Perubahan pada diskus optik. Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa
penggaungan dan degenerasi papil saraf optik.
f. Oklusi vena
g. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-anak
dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik.
Beberapa perimetri yang digunakan
antara lain:
- Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann
- Perimetri otomatis
- Perimeter Oktopus
2. Tonometri
Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang digunakan
antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, tonometer Pulsair,
Tono-Pen, tonometer Perkins, non kontak pneumotonometer.
3. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf
optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik2. Rasio cekungan diskus (C/D)
digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma.
Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar
dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata,
mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.
4. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau
sekunder2.
5. Gonioskopi
Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan struktur sudut,
memperkirakan kedalaman sudut bilik serta untuk visualisasi sudut pada
prosedur operasi.
6. OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur
ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf
7. Fluorescein angiography
8. Stereophotogrammetry of the optic disc



PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain:
a. Medikamentosa
1. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
- β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2
kali sehari, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%,
metipranolol 0.3%, dan carteolol 1%
- apraklonidin
- inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250
mg 2 kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
2. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus
seperti: prostaglandin analog, golongan parasimpatomimetik, contoh:
pilokarpin tetes mata 1 - 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin
3. Penurunan volume korpus vitreus.
4. Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
b. Terapi operatif dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
3. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)




Konjungtivitis

Konjungtivitis merujuk pada peradangan selaput mata (conjunctiva) (lapisan terluar mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata
Konjungtivitis Gonokokal
Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
Konjungtivitis Vernalis
Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia dibawah 10 tahun. Pada umumnya penderita konjungtivitis vernalis mengeluh gatal, mata merah, dan mengeluarkan sekret atau kotoran. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit 1-3 hari.

Gejala
Mata terasa kasar menggatalkan, merah dan mungkin berair. Kelopak mata mungkin menempel sewaktu bangun tidur. Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.
Gejala lainnya adalah: - mata berair - mata terasa nyeri - mata terasa gatal - pandangan kabur - peka terhadap cahaya - terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

Mata juling (strabismus)
1. Definisi
= Strabismus adalah kelainan deviasi bola mata yang tidak dapat diatasi dengan mekanisme fusi.
Dalam bahasa awamnya, Strabismus dapat didefinisikan sebagai posisi bola mata yang tidak simetris. Baik pada keadaan diam maupun bergerak dan dapat meimbulkan gangguan penglihatan berupa pandangan berganda.

2. Penyebab Strabismus
= Penyebab strabismus secara garis besar ada 2, yaitu
a. Kelemahan otot-otot ekstraokuler mata
b. Ketidakseimbangan inervasi saraf-saraf otot ekstraokular mata

3. Macam strabismus
= Terdapat beberapa macam klasifikasi strabismus. Di antaranya klasifikasi berdasarkan penyebab, klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan, dan klasifikasi berdasarkan posisi bola mata. Pada tulisan ini kita hanya akan membahan klasifikasi dari posisi bola mata

a. Esotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah dalam (medial). Merupakan tipe strabismus yang paling sering dijumpai.

b. Exotropia
= Bola mata berdeviasi ke arah luar (lateral). Merupakan tipe yang lebih jarang.

4. Gejala Strabismus pada anak
= Strabismus sebagian besar mulai terjadi sejak masa anak-anak dan jarang diketahui pada derajat yang rendah. Orang tua anak atau pasien sendiri baru akan menyadari bila telah terjadi deviasi sekitar 15*. Untuk itulah para orang tua harus lebih cermat dalam mengamati perkembangan anaknya.
Beberapa gejala awal antara lain
- Gerakan bola mata yang lebih tertinggal dari mata lain
- Posisi mata yang kurang simetris

5. Tes penegakan Diagnosis Strabismus
= Strabismus ditegakkan melalui beberapa tes, antara lain
a. Cover test
b. Cover uncover test
c. Hirschberg test
d. Krymsky test
Tes-tes ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata.

6. Penanganan strabismus
a. Menutup mata yang sehat
b. Kacamata khusus
[img]http://www.medicalera.com/images/fbfiles/images/strabismus_kacamata.JPG[/img]
c. Operasi

Penanganan akan semakin baik bila diberikan sedini mungkin. Pada usia dini terapi mungkin hanya dengan menutup mata yang sehat atau menggunakan kacamata khusus. Sementara pada orang dewasa terapi yang dilakukan adalah operasi untuk memperbaiki posisi bola mata.
Strabismus atau Mata Juling pada Anak
Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling.
Juling dapat mengenai pria dan wanita. Juling dapat diturunkan pada keturunannya. Namun walau tidak ada riwayat keluarga juling, hal ini dapat saja terjadi.
Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui. Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola mata, melekat pada bagian luar masing-masing mata. Pada setiap mata, dua otot menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya menggerakkan ke atas, ke bawah, dam memutar.
Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan bekerja secara bersama-sama. Agar kedua mata bergerak bersama-sama, semua otot-otot pada kedua mata harus terkoordinasi dengan baik. Otot-otot mata ini dikontrol oleh otak.
Strabismus lazim ditemukan pada anak-anak dengan kelainan pada otak, seperti:
• Cerebral palsy
• Down syndrome
• Hydrocephalus
• Tumor otak
• Anak yang lahir prematur
Katarak atau trauma yang mengenai penglihatan juga dapat menyebabkan strabismus. Namun sangat banyak anak dengan strabismus tidak didapatkan kelainan-kelainan tersebut. Juga ditemukan riwayat keluarga dengan strabismus.
Gejala Strabismus
Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher untuk menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.
Cara Diagnosis Strabismus
Strabismus dapat didiagnosa melalui pemeriksaan mata. Dianjurkan agar semua anak dengan usia antara 3-3,5 tahun memeriksakan penglihatannya pada dokter spesialis mata.
Bila ada anak yang gagal dalam tes pemeriksaan tajam penglihatan, akan dirujuk ke dokter spesialis mata untuk pemeriksaan yang lebih lengkap. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus atau ambliopia, atau riwayat keluarga menggunakan kacamata tebal, seorang spesialis mata akan melakukan pemeriksaan penglihatan walaupun usianya kurang dari 3 tahun. Bila memang anak terlihat jelas juling sejak usia kurang dari 6 bulan, harus dilakukan pemeriksaan sedini mungkin.
Penanganan Strabismus
Setelah pemeriksaan mata lengkap, dokter spesialis mata dapat merekomendasikan terapi yang sesuai. Pada beberapa kasus, pemberian kacamata dapat meluruskan kedudukan bola mata. Terapi lain berupa tindakan operasi untuk menyeimbangkan otot yang tidak seimbang atau operasi katarak bila terdapat katarak. Sering diperlukan tindakan menutup sebelah mata yang dominan untuk mengatasi ambliopia.
KACA MATA
Jika strabismus disebabkan oleh kesalahan pembiasan cahaya, menggunakan kaca mata untuk menormalkan penglihatan dapat meluruskan mata sepenuhnya atau, paling tidak, bisa memperbaiki posisi mata.
PENUTUP MATA
Jika seorang anak menderita strabismus dengan ambliopia, dia dapat dipaksa untuk menggunakan (untuk memperkuat) mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan penutup mata. Penggunaan penutup mata harus dilakukan sedini mungkin dan diteruskan sesuai anjuran dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun. Anak akan memerlukan kunjungan ke dokter spesialis mata secara berkala untuk mengetahui apakah penglihatan binokularnya sudah terbentuk seutuhnya. Penutup mata tidak meluruskan mata secara kosmetik.
OPERASI STRABISMUS
Dokter spesialis mata akan membuat sayatan pada selaput putih mata untuk dapat mencapai otot penggerak bola mata. Otot mata kemudian dilepaskan dari perlekatannya dan dipindahkan perlekatannya pada tempat yang diinginkan sesuai dengan arah deviasi bola mata. Atau dapat pula otot dipotong sedikit sesuai kebutuhan kemudian dilekatkan lagi pada tempat perlekatan semula.
Operasi strabismus dapat dilakukan pada satu atau kedua mata sekaligus tergantung jenis dan besarnya juling. Operasi strabismus umumnya dilakukan dengan bius umum, terutama pada anak-anak.
Waktu pemulihan cepat. Anak biasanya dapat kembali pada aktivitas normal dalam beberapa hari. Setelah pembedahan, kacamata mungkin masih diperlukan. Pada beberapa kasus, pembedahan lebih dari satu kali mungkin diperlukan untuk menjaga mata tetap lurus.





Penyakit Mata Retinopati Diabetes
Retinopati diabetes adalah penyakit mata yang sering terjadi pada penderita diabetes. Mereka yang menderita diabetes juga beresiko tinggi untuk mengidap penyakit mata lainnya seperti glaukoma dan katarak. Semua penyakit mata ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan berat hingga kebutaan.
Proses penyakit retinopati diabetik terjadi akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada pembuluh darah retina, yaitu suatu membran tipis yang terbentuk dari sel-sel saraf yang berjejer di belakang 2/3 bola mata. Sel-sel saraf pada retina akan menerima cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak tentang apa yang dilihat oleh mata.
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
• Retinopati nonproliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
• Retinopati proliferatif. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.
Retinopati diabetik biasanya berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita diabetes tipe 1 dan sejumlah penderita diabetes tipe 2. Pengawasan kadar gula darah yang ketat dapat mencegah resiko perkembangan retinopati menjadi parah serta kehilangan penglihatan. Jika terjadi retinopati, maka deteksi awal dan pengobatan yang tepat (paling sering dengan laser) dapat membantu mencegah, menghambat atau merubah kehilangan penglihatan.
Mereka yang menderita diabetes, harus memeriksakan matanya pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan penyakit mata sekalipun. Asosiasi dibetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali (mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut :
• Seseorang yang mengidap retinopati diabetik tanpa disadari karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah.
• Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan komplikasi retinopati berkembang.
• Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan. Retinopati diabetik merupakan penyebab utama dari kebutaan baru pada orang-orang yang berusia antara 20 hingga 74 tahun. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.
Anatomi
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabutserabut
saraf optik, letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada
ora serata. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan yang terdapat
makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk
penglihatan. 1,5
Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal (lihat gambar 1).1,5
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas lapisan: 1,5,6
- Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang dan sel
kerucut dan merupakan lapisan penangkap sinar.
- Membran limitan eksterna merupakan membrane ilusi.
- Lapisan nukleus luar terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
- Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
- Lapisan nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
- Lapisan pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amkrin dengan sel ganglion.
- Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel saraf bercabang
- Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik
dan di dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
- Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Kelainan patologik yang
paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah
perisit.
Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas
dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok
Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi:
1. Retinopati diabetik non proliferatif
2. Retinopati diabetik preproliferatif
3. Retinopati diabetik preproliferatif
4. Retinopati diabetik proliferative

Patofisiologi
Merupakan bentuk yang paling umum yang dijumpai dan merupakan cerminan
klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Disebabkan
oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tetapi
telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya
perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Di sini
perubahan mikrovaskuler pada retina terbatas pada lapisan retina (intra retina). Karakteristik
pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multipel yang dibentuk kapiler-kapiler
yang membentuk kantong-kantong kecil yang menonjol seperti titik-titik, vena retina
mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intra retina. Perdarahan dapat
terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan
serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran
plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada
lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah
atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall
spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua
mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Gambaran Klinis
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina.
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:
- Penglihatan kabur
- Kesulitan membaca
- Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
1. Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini
pada mata

2. Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelokkelok.
Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan
endotel dan eksudasi plasma

3. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat
gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler

4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung

5. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai
retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar
kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
1. Edema retina 500 μm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
2. Hard eksudat jaraknya 500 μmdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
3. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 μm) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferative Dijumpai kelainan pada elektroretinografik juga memiliki hubungan
dengan keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati.
Tes angiografi menggunakan kontras untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras
yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini
tidak memakai yodium.

Pasien dengan retinopati nonproliferatif harus dipantau secara ketat, karena
kemungkinan untuk berkembang menuju retinopati proliferatif sangat besar. Fokus
pengobatan bagi pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa edema makula adalah
pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik yang menyertai. 2,10
Suatu percobaan klinis terkontrol memperlihatkan bahwa terapi inhibitor aldosa
reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati diabetik. Sedangkan percobaan klinis
yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal
terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema
bermakna dalam memperkecil risiko penurunan penglihatan dan meningkatkan
kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau
secara ketat tanpa terapi laser.

Kesimpulan
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat dibagi
dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes
non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh
darah yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya
seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata,
melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip.
Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain
mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard eksudat,
edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui dua mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler
abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu dari
keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati
diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko penurunan penglihatan
dan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Pada edema makula diabetik
dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak berespon dengan terapi laser.









































DAFTAR PUSTAKA
1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition. Boston:Little
Brown Company.1988. 145-7.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.211-4.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.168-9.
4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:
Erlangga.2005.131
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto.2002.8-9.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-
20.
7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.
http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FK
USU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema. http://www.vrmny.com
[diakses 29 April 2008]
10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth Heinemann.
1994.344-57
11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org [diakses 29
April 2008]
12. Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org [diakses 29 April 2008]
13. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29
April 2008]
14. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United State:
American Academi of Ophtalmologi.1997.71-86
15. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
16. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com [diakses 29 April 2008]