Sunday, September 25, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA GASTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organ lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang abdomen atas tepat dibawah diagfrahma. Dalam keadaan kosang lambung berbentuk tabung- J, dan bila penuh berbentu seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Lambung terbagi atas fundus, korpus, antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura mayor, dan dibagian kiri terdapat cekungan kurvatura minor. Lambung memiliki 2 spinter yaitu diatas spingter cardia, dan dibawah spingter pilorikum. Lambung terdiri dari 4 lapisan, tunika serosa atau lapisan terluar merupakan bagian dari peritonium viceralis. Lapisan selanjutnya adalah lapisan otot polos lambung atau tunika muskularis yang terdiri dari 3 lapisan otot, yaitu dari paling luar kedalam otot longitudinal, otot sirkular, dan otot obelik, yang semuanya berfungsi untuk megaduk makanan yang masuk kedalam lambung. Lapisan selanjutnya adalah lapisan submukosa, pada lapisn ini terdapat serabut syaraf, pembuluh darah, dan saluran lympe. Lapisan terakhir adalah tunika mukosa. Pada tunika mukosa terdapat kelenjar-kelenjar, yaitu kelenjar kardia dibagian atas dan kelenjar gastrik dibagian bawah. Pada kelenjar gastrik terdapat 3 tipe utama sel, yaitu sel zimogenik atau chief cells yang mengsekresikan pepsinogen, sel parietal yang mengseresikan asam lambung, dan sel mukus (leher) yang mengeluarkan mukus.Persyarafan lambung dihantarkan oleh sistem sayaraf otonom, yaitu parasimpatis yang diwakili oleh nervus Vagus, dan syaraf simpatis diwakili oleh syaraf splanikus mayor dan seliakum. Darah kelambung disuplai oleh arteri seliaka atau trunkus seliakus, dan dikembalikan melalui vena porta ke organ hati. B. Tujuan a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan khususnya mata kuliah pencernaan II tentang karsinoma lambung serta melatih mahasiswa untuk berfikir kritis. b. Tujuan Khusus Untuk mengetahui definisi, tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi dan askep teoritis dari karsinoma lambung. C. Manfaat Mendapatkan pengetahuan tentang patofisiologi dari karsinoma lambung sehingga dapat mengatasi dan melakukan tindakan keperawatan dengan benar. 7 BAB II TINJAUAN TEORI REVIEW ANATOMI FISIOLOGI LAMBUNG 1. Definisi Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen dinding lambung. Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada Gaster. (R. Simadibrata, 2000). 2. Tanda dan gejala Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ggn fungsi lambung. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yg hilang dgn antasida dapat menyerupai gejala pd pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah. Keluhan yang paling sering pada penderita kanker lambung adalah nyeri perut bagian atas yang beraneka ragam coraknya, dapat ringan dan hilang timbul, sampai dengan rasa sakit yang hebat dan menetap. Tidak jarang rasa nyerinya sama dengan ciri nyeri dari tukak lambung yang klasik. Anoreksia disertai nausea sering dijumpai dan biasanya disertai dengan penurunan berat badan. Bila kanker berdiam di daerah proximal lambung maka dapat menyumbat esofagus dan menimbulkan keluhan disfagia. Bila terjadi ulserasi pada kanker selain rasa nyeri dapat pula timbul perdarahan dengan gejala hematemeisis dan atau melena. Jika ulserasi terjadi lebih dalam sapai menembus dinding lambung , dapat terjadi perforasi dan kadang- kadang terbentuk suatu hubungan antara lambung dan kolon (gastrocolic fistula). Secara praktis dapat diringkas gejala-gejala kanker lambung meliputi : 1. Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 2. Vomitus 3. Rasa nyeri dan tidak enek pada perut bagian atas (uluhati) 4. Rasa terbakar pada saat makan 5. Muntah darah dan atau berak darah 6. Menurun atau hilangnya nafsu makan, dan sakit saat makan 7. Lemah 3. Etiologi Hubungan antara pola diet dengan perkembangan karsinoma lambung adalah penelanan nitrat berkadar tinggi dan jangka waktu lama yang terkandung dalam makanan yang dikeringkan, diasap, dan diasinkan. Nitrat yang masuk akan diubah menjadi nitrit yang karsinogen oleh bakteri. Bakteri tersebut dapat masuk melalui makan yang ditelan, terutama pada masyarakat dengan tinggkat sosio ekonomi yang rendah dan dengan tinggkat kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan dan diri yang masih rendah pula. Bakteri yang dapat menginfeksi lambung dengan keasaman yang tinggi adalah bakteri heliobacter pylori. Beberapa faktor resiko lainnya adalah adanya ulkus lambung, polip adenomatosa. Selain itu golongan darah juga mempunyai peran, pasien dengan golongan darah A memiliki kemungkinan tinggi untuk terserang kanker lambung dari pada pasien yang memiliki golongan darah selain A. 4. Patofisiologi Beberapa factor dipercaya menjadi precursor kanker yang mungkin yaitu polip, anemia pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis atrofi kronis dan ulkus lambung. Diyakini bahwa ulkus lambung tidak mempengaruhi individu menderita kanker lambung, tetapi kanker lambung mungkin ada bersamaan dgn ulkus lambung dan tidak ditemukan ada bersaman dgn ulkus lambung dan tidak ditemukan pada pemeriksaan diagnostic awal. Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul plg sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen ddg lambung. Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang paling sering di antrum. Infiltrasi dapat melebar keseluruh lambung, menyebabakan kantong tidak dapat meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yg sempit, tetapi hal ini tidak lazim. Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar u/ membedakan dari polip benigna pada X-ray. Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang hanya melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walupun hal ini jarang. Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi struktur local seperti bag.bawah dari esophagus, pancreas, kolon transversum dan peritoneum. Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung. PATHWAY 5. Askep Teoritis 1. Pengkajian a. Anamnesis 1. Biodata : terdiri dari nama lengkap, jenis kelamin, umur, penanggung jawab, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, suku bangsa. 2. Riwayat Kesehatan. a. Keluhan utama.: Pada pasien kanker, keluhan utamanya adalah nyeri pada ulu hati b. Riwayat kesehatan sekarang. Nyeri. P (pemicu) Pada pasien karsinoma lambung akan terasa nyeri jika pada bagian ulu hati di tekan. Q (quality) Biasanya pada pasien karsinoma lambung rasa nyeri terasa tajam seperti ditusuk-tusuk. R (region) Nyeri karsinoma lambung terpusat pada bagian lambung atau ulu hati. S (severity) Pada pasien karsinoma lambung biasanya retensitas/ keparahannya tergantung dari lama penyakitnya. T (time) Pada pasien karsinoma lambung terasa nyeri pada saat ulu hati ditekan dan pada saat makan terasa panas di lambung. 3. Riwayat kesehatan masa dahulu :  Apakah sebelumnya pasien pernah dirawat dirumah sakit?  Penyakit (masa kanak-kanak), penyakit yang terjadi secara berulang-ulang, operasi yang pernah dialami)  Bila timbul rasa nyeri, pasien biasanya berobat kemana?  Obat apa yang dikonsumsi pasien jika nyeri timbul ? berapa kali pemakainnya?  Alergi : Kebiasaan (merokok, minum kopi, dll). 4. Riwayat kesehatan keluarga. Orang tua, Saudara kandung, Anggota keluarga lain. Faktor resiko terhadap kesehatan yang berkaitan dengan karsinoma lambung 5. Pola kebutuhan sehari: Nutrisi : Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari Adanya mual, muntah, anorexia, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nutrisi Adanya kebiasaan merokok, alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Ketaatan terhadap diet, kaji diet khusus intake makanan : Jenis makanan yang disukai (pedas, asam, manis, panas, dingin) Adanya makanan tambahan Napsu makan berlebih/kurang Kebersihan makanan yang dikonsumsi • Eliminasi Pola BAK dan BAB: frekuensi, karakteristik, ketidaknyamanan, masalah pengontrolan Adanya mencret bercampur darah Adanya Diare dan konstipasi Warna feses, bentuk feses, dan bau Adanya nyeri waktu BAB • Aktivitas dan latihan Kebiasaan aktivitas sehari hari Kebiasaan olah raga Rasa sakit saat melakukan aktivitas • Tidur dan istirahat Adanya gejala susah tidur/insomnia Kebiasaan tidur per 24 jam • . Persepsi kognitif Gangguan pengenalan (orientasi) terhadap tempat, waktu dan orang Adanya gangguan proses pikir dan daya ingat Cara klien mengatasi rasa tidak nyaman(nyeri) Adanya kesulitan dalam mempelajari sesuatu • Persepsi dan konsep diri Penilaian klien terhadap dirinya sendiri • Peran dan hubungan dengan sesama Klien hidup sendiri/keluarga Klien merasa terisolasi Adanya gangguan klien dalam keluarga dan masyarakat • Reproduksi dan seksualitas Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas • Mekanisme koping dan toleransi terhadap stess Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah Mekanisme koping yang biasa digunakan Respon emosional klien terhadap status saat ini Orang yang membantu dalam pemecahan masalah • Sistem kepercayaan Agama yang dianut,apakah kegiatan ibadah terganggu b. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum / Tingkat kesadaran. 2. Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Suhu, Nadi, Respirasi. 3. Sistem Respirasi : Kaji pernafasan klien, apakah ada kelainan atau tidak? Apakah klien merokok, sehingga mempengaruhi pernafasannya 4. Sistem Pencernaan : Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau muntah? Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat? Bagaimana gejala hilang? Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Pemeriksaan fisik mencakup apakah didapatkan nyeri tekan abdomen, , dan bukti adanya gangguan sistemik akibat dari gangguan pada lambung. 5. Sistem Kardiovaskuler. Kaji tekanan darah klien, bunyi jantung, denyut nadi 6. Sistem integumen: Kaji warna kulit, dan tekturnya? apakah terdapat dehidrasi (perubahan turgor kulit, membrane mukosa kering) 7. Sistem persyarafan. Kaji tingkat kesadaran klien, bagaimana respon klien terhadap nyeri, 8. Sistem muskuloskeletal.: Kaji kemampuan mobilisasi tulang klien, 9. Sistem perkemihan. apakah ada kelainan pada frekwensi BAB klien, warna BAB, 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan konstipasi 3. Rencana Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker Rencana Tindakan: 1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekuensi 2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas) 3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hasil : mempertahankan status nutrisi optimal Rencana tindakan : 1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.. 2. Kaji kebiasaan makan klien. 3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. 4. Timbang berat badan setiap 2 hari/ setiap minggu 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Rencana Tindakan : 1. Sediakan waktu istirahat yang cukup. 2. Kaji keluhan klien saat beraktivitas. 3. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas. 4. Bantu memenuhi kebutuhan klien. d. Ansietas berhuhungan dengan penyakit dan pengobatan yang diantisipasi Rencana tindakan: 1. Menunnjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif 2. Menyatakan rentang perasaan yang tepat 3. Mendiskusikan perasaan takut atau masalah yang sehat dan takut tak sehat e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan penurunan masukan makanan Rencana tindakan: 1. Membuat kembali pola normal dari fungsi usus 2. Menunjukkan perubahan prilaku /pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat. 4. Implementasi 5. Evaluasi BAB III TINJAUAN KASUS Tn. S, 58 tahun dari Sulawesi utara, pendidikan SMP, klien pedagang pasar, klien datang ke rumah sakit pada tanggal 8 februari 2004 dengan keluhan nyeri seperti ditusuk –tusuk, keluhan pada pengkajian tanggal 11 februari 2004 diperoleh data beberapa kali muntah darah dan BAB warna hitam feses sering merasa mual muntah dan nafsu makan turun, lingkar abdomen 100 cm, positife acite, BB turun 2 kg dalam 2 minggu, kesadaran derilium, tanda vital ; TD 140/100 mmHg, N 100x/mnt, RR 32/mnt dan suhu 37,8 °C, pada pemeriksaan endoskopi dan barium lambung, dokter mendiagnosa adanya kanker lambung, perawat memberikan 2 alternatif terapi sesuai anjuran dokter yaitu reseksi atau kemoterapi. Tetapi keluarga klien menolak dan pesimis dengan keadaan klien. ASUHAN KEPERAWATAN : 1. Pengkajian A. Identitas Klien 1. Nama : Tn. S 2. Umur : 58 Th 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 5. Agama : - 6. Suku : - 7. status perkawinan : - 8. pendidikan terakhir : SMP 9. pekerjaan : Pedagang pasar 10. alamat : Sulawesi 11. Tgl masuk : 8 februari 2004 12. Golongan Darah : - B. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama. Klien mengeluh nyeri perut bagian bawah seperti di tusuk – tusuk. b. Riwayat Kesehatan Sekarang. Klien mengatakan sering kali muntah darah dan BAB warna hitam pada feses. Klien mengatakan BB tururn 2 kg dalam 2 minggu. c. Riwayat Kesehatan Dahulu klien mengatakan sering merokok dan mengonsumsi kopi, klien tidak pernah melakukan pembedahan,bila timbul rasa nyeri klien d. Riwayat kesehatan keluarga kelurga klien ada yang menderita penyakit yang sama sebelumnya, e. Pola asupan nutrisi : napsu makan klien berkurang, adanya mual, muntah, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nutrisi, Adanya diet yang tidak teratur, jenis makanan yang dikonsumsi klien adalah makanan pedas f. Riwayata psikososial : klien merasa putus asa, stress (keuangan, pekerjaan), menyangkal diagnosis g. Pola kebutuhan : Makanana/cairan: adanya kebiasaan klien diet buruk,anoreksia, mual muntah, intoleransi aktivitas, adanya penurunan berat badan klien turun 2 kg dalam 2 minggu Rasa aman dan nyaman: Klien Eliminasi : klien mengatakan BAB warna hitam pada feses, adanya nyeri waktu BAB dan konstipasi Aktivitas dan latihan: klien merasa terganggu dalam beraktivitas karena adanya nyeri Tidur dan istirahat: pola tidur klien menjadi terganggu sehingga , karena adanya nyeri, Persepsi kognitif: adanya gangguan pola pikir klien, klien mengatasi nyeri dengan berbaring atau duduk d tempat tidur, klien mengalami kesulitan dalam mempelajari sesuatu Persepsi dan kognitif : klien mersa dirinya lemah dan tidak dapat melakukan pekerjaan seperti biasanya Peran dan hubungan dengan sesama: klien hidup dengan keluarganya, klien merasa terisolasi System kepercayaan: kegiatan agama klien menjadi terganggu C. Pemeriksaan Fisik • Keadaan Umum Kesadaran delirium, lingkar abdomen 100 cm, positif acite, BB turun 2 kg dalam 2 minggu, RR : 32x/menit TD : 140/100 mmHg N : 100x/menit S : 37,8ยบ • System respirasi : klien mengalami kelainan pada pernafasan yaitu takipnea, pernafasan klien cepat, • Sistem Pencernaan : klien mengalami nyeri tekan abdomen, adanya gangguan sistemik saat nyeri • Sistem Kardiovaskuler. Adanya munta darah, sehingga menyebabkan pasien menjadi anemia • Sistem integumen. Kulit klien kering karena sedikitnya asupan nutrisi , dehidrasi, teksturnya kasar, • Sistem persyarafan. Kesadaran klien delirium, klien bisa merasakan nyeri, adanya reflex muntah, • Sistem muskuloskeletal. Klien mengalami kesulitan dalam bergerak, disebabkan oleh adanya nyeri • Sistem perkemihan. Ditemukan Adanya BAB warna hitam pada feses, D. Pemeriksaan penunjang : • Endoskopi : Ditemukan kanker lambung • Barium Lambung : Ditemukan kanker lambung Terapi : Reseksi Kemoterapi E. Analisis data : No. Data Penyebab masalah 1. DS: - klien mengatakan mengeluh nyeri perut bagian bawah DO: - RR : 32/m -TD : 140/100 mmHg -S : 37,8’C Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Nyeri Ulu Hati Nyeri 2. DS: Klien mengatakan sering merasa mual muntah Klien mengatakan nafsu makannya turun DO: Ditandai dengan BB turun 2 kg dalam 2 minggu Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Regurgitasi Mual-Muntah Anoreksia Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan BB Turun Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3 DS: anoreksia , mual dan muntah DO:- BB turun 2 kg dalam 2 minggu -kesadaran delirium Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Regurgitasi Mual-Muntah Anoreksia Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Kelemahan Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas 4. DS: klien mengalami Perubahan status kesehatan DO: Terapi reseksi dan kemoterapi Karsinoma gaster Informasi kurang Salah mempersepsi Ansietas Ansietas 5 DS: klien mengatakan adanya BAB warna hitam pada feses DO: Karsinoma gaster Obstruksi lumen lipatan lambung Proses mekanis lambung terganggu konstipasi gangguan eliminasi Konstipasi 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker, ditandai dengan :adhesi dan obstruksi lambung b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan, Ditandai dengan : - Penurunan BB 2 kg dalam 2 inggu sekali, c. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.ditandai dengan : adanya rasa nyeri d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan konstipasi 3. Rencana Asuhan Keperawatan No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan nyeri dapat berkurang dan hilang Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien seimbang/ terpenuhi dengan kriteria hasil : - Berat badan terkontrol . - Nafsu makan Meningkat - Rasa mual berkurang Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan adanya peningkatan toleransi dalam beraktivitas dengan kriteria: - tidak mengeluh lemas. - klien beraktivitas secara bertahap. - Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. - Atur posisi aman dan nyaman klien - Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.. - Kaji kebiasaan makan klien. - Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. - Timbang berat badan bila memungkinkan - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin - Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas. - Sediakan waktu istirahat yang cukup. - Kaji keluhan klien saat beraktivitas. - Bantu memenuhi kebutuhan klien. - Dengan mengajarkan tehnik relaksasi dapat mengatasi rasa nyeri - Dengan memberikan analgesic dapat membantu klien untuk mengatasi nyeri yg tak tertahankan yg tak bisa dihilangkan dengan teknik relaksasi. - Memberikan rasa nyaman bagi pasien dalam mengalami perawatan dan sekaligus dapat mengurangi nyeri yg dirasa. - Dengan memberikan sering makan diharapkan nilai kecukupan nutrisinya akan terpenuhi dan Makanan yang hangat dapat menambah nafsu makan. - - Memberikan makanan yg disukai klien akan dapat menambah nafsu makan klien. - Dengan teknik relaksasi dapat merilekskan organ dan mengurangi rasa mual. - Untuk mengetahui kehilangan berat badan dan guna untuk mengontrol pemberian nutrisi yg diperlukan, - Mencegah kekurangan kebutuhan vitamin karena penurunan absorsi vitamin yg larut dalam lemak. - Istirahat akan memberikan energi yang cukup untuk beraktivitas ringan dan juga membantu dalam proses penyembuhan. - Mengidentifikasi kelainan beraktivitas sebagai bahan pertimbangan untuk intervensi selanjutnya. - Menentukan aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk mengurangi resiko cedera akibat aktifitas. 4 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat menghilangkan rasa - Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan - Brikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara - Bantu klien/orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa takut untuk memulai mengembangkan strategi koping untuk menghadapi rasa takut ini Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang diagnosis Membantu klien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa terhormat dan control. Keterampilan koping sering rusak setelah diagnosis dan selama fase pengobatan yang berbeda. Dukungan dan konseling sering perlu untuk memungkinkan individu mengenal dan menghadapi rasa takut dan untuk meyakini bahwa strategi control atau koping tersedia. 5 Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat mengatasai gangguan eliminasi klien - Observasi warna feses, konsistensi, frekuwensi dan jumlah - Bantu klien mendapatkan posisi normal defekasi - Pantau masukan dan haluaran serta berat badan - Membantu mengidentifikasi penyebab/factor pemberat dan intervensi yang tepat - membantu klien dalam melakukan proses eliminasi dengan posisi yang mudah - ketidakadekuatan masukan cairan dapat menimbulkan konstipasi - BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen dinding lambung Secara praktis dapat diringkas gejala-gejala kanker lambung meliputi : 1 . kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 2 . vomitus 3 . rasa nyeri dan tidak enek pada perut bagian atas (uluhati) 4 . rasa terbakar pada saat makan 5 . muntah darah dan atau berak darah 6 . menurun atau hilangnya nafsu makan, dan sakit saat makan 7 . lemah Saran Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mata kuliah “Keperawatan Pencernaan”. Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dalam penyusunan makalah ini agar lebih baik. Daftar Pustaka A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press. Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius. Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI. Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Brunner dan suddarth(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 1 dan 2. Jakarta :penerbit dan buku kedokteran (EGC) Marilynn E.Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta : penerbit buku kedokteran (EGC)

ASKEP KELAINAN PADA MATA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf. Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak. Kelainan-kalainan pada mata dapat merisak penglihatan ketajaman pada mata. Kelainan mata meliputi: konjungtivitis, trakoma, glaucoma, katarak, ablasio retina, retinoblastoma dan adanya trauma, benda asing pada mata serta kelainan refraksi pada mata. 2. TUJUAN a. Tujuan Umum 1. Dengan adanya makalah yang kami susun ini, mahasiswa kesehatan akan lebih mengetahui kelainan-kelainan pada mata. 2. Mengetahui penyebab serta Asuhan keperawatan pada pasien dengan kelainan-kelainan pada Mata. b. Tujuan Khusus. 1. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Ablasio retina. 2. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Retino bastoma. 3. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Trauma tumpul. 4. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Cedera Tajam. c. Rumusan Masalah. 1. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Ablasio Retina? 2. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan RetinoBlastoma? 3. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma Tumpul? 4. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Cedera tajam? BAB II TINJAUAN TEORI A. ABSASIO RETINA 1. Definisi. Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991). Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991). 2. Tanda dan Gejala. a. Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang. b. Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters) c. Muncul tirai hitam di lapang pandang d. Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala 3. Patofisiologi Ablatio Retina Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya: a) Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas. b) Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca. c) Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen. 4. Pathway Nursing 5. Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina a. Pemeriksaan visus b. Ophtalmoskop indirek c. USG mata d. Campur Visi 6. Manajemen Terapi Ablatio Retina Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking yaitu pengikatan kembali retina yang lepas. a) Pengelolaan penderita sebelum operasi  Mengatasi kecemasan  Membatasi aktivitas  Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi pergerakan bola mata  Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah akomodasi dan kontriksi. b) Pengelolaan penderita setelah operasi  Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.  Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.  Evaluasi penutup mata  Bantu semua kebutuhan ADL  Perawatan dan pengobatan sesuai program 7. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ablatio Retina 1) Pengkajian a. Data Subyektif  Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang.  Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.  Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba. b. Data Obyektif  Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak  Aktifitas pasien terbatas  Mata pasien tertutup dengan gaas  Pasien mendapat obat tetes mata midryatil  Wajah pasien tampak tegang dan cemas  Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60 ANALISA DATA NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM 1 DS : 1. Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang 2. Pasien sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater) 3. Pasien mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri DO: 1. Miopi (rabun jauh) 2. Adanya robekan pada retina (pemeriksaan fundudkopi) Lapisan retina robek Cahaya yang masuk tidak bisa ditangkap retina Hilangnya lapang pandang Gg. Penerimaan rangsangan visual Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak Hilangnya penglihatan Gg. Penerimaan rangsangan visual DS : 1. Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya (Fotopsia) 2. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati 3. Pasien mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater) DO : 1. Diabetic retinopathy 2. Didapatkan jaringan fibrous pada vitreus. 3. Robekan retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan funduskopi) Lapisan retina robek dan kapiler darah terputus Gg. Penerimaan rangsangan visual Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak Hilangnya penglihatan Perubahan sensori preseptual Perubahan sensori preseptual 2) Diagnosa Keperawatan a. Perubahan sensori perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan kemampuan memproses rangsangan visual. b. Defisit perubahan diri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas. 3) Intervensi NO DX Tujuan Intervensi Rasional 1 Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut. Kriteria hasil : - Klien mengatakan tetap dapat melihat walaupun belum sempurna. 1. Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup. 2. Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung. 3. Kolaborasi untuk pembedahan. 1. untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut. 2. Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua. 2 Mampu melakukan perubahan diri dalam hal membatasi aktivitasnya untuk mencegah terjadinya resiko cedera lebih lanjut. Kriteria Hasil : - Klien istrahat dengan teratur. - Klien merasa lebih membaik dari sebelumnya 1. Beritahu klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi. 2. Bantu kebutuhan sehari hari klien. 3. Letakkan call bell pada tempat yang mudah di jangkau. 1. Mencegah robekan lebih lanjut. 2. Mengurangi resiko cedera lebih lanjut. 3. Memudahkan pasien untuk meminta pertolongan B. RETINOBLASTOMA 1. Pengertian Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut atau batang) atau sel glia yang bersifat ganas (Ilyas S. dkk, 1981). 2. Insiden a. Kelainan ini umumnya bersifat kongenital walaupun dapat pula dijumpai pada usia yang lebih lanjut (40 tahun). b. Diturunkan secara dominan autosom (bila menegani kedua mata), dan bersifat mutasi somatik (bila mengenai satu mata). c. Ditemukan 1 diantara 30.000 kelahiran. d. Perbandingan laki-laki dan perempuan insidennya sama e. Tidak terdapat predileksi ras 3. Patofisiologi Secara histopatologik retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil berbentuk bulat dengan nukleus besar yang hiperkromatik dan sitoplasma yang sedikit. Gambaran mitosis mungkin lebih banyak ataupun sedikit. Kadang-kadang ditemukan daerah nekrosis dan deposit kalsium. Gambaran khas mata retinoblastoma adalah adanya rosette yaitu gambaran yang terdiri atas susunan sel kuboid yang mengelilingi suatu lumen dan nucleus yang terletak di daerah basal (Ilyas S. dkk, 1981. Dampak psikologis : 1. Ansietas 2. Rendah diri 3. Risiko inefektif penatalaksanaan regimen terapi 4. Hospitalisasi Dampak fisik 1. Perubahan persepsi sensori (melihat) 2. Resiko cedera 3. Perubahan gambaran tubuh 4. Nyeri pada mata 4.Penatalaksanaan a. Penyinaran supervoltage (membunnuh sisa-sisa tumor) b. Penyinaran yang dikombinasikan dengan kemoterapi c. Koagulasi ringan d. Kemoterapi (metastase ke jaringan tubuh lainnya) Preoperasi :: 1. Ansietas 2. Takut Postoperasi : 1. Perubahan persepsi sensori (melihat) 2. Resiko cedera 3. Perubahan gambaran tubuh 4. Nyeri pada mata 5. Perubahan interaksi sosial 6. Berduka e. Pembedahan (enukleasi ialah bedah pengangkatan bola mata). Setalh bola mata dikeluarkan, otot mata dijahit pada bola plastik yang dimasukkan dalam rongga mata, dan alat penyesuai sementara dimasukkan untuk mempertahankan bentuk alami rongga mata. Antara 2 dan 6 minggu setelah operasi, prostesisi mata daapt dibuat untuk klien untuk dipasang. Eksentrasi orbita ( eksistensi ke jaringan orbita) dengan mengangkat. Gambaran klinis (Ilyas S. dkk, 1981) a. Gejala subyektif Biasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat disurigai bila ditemukan adanya leukokoria (Refleks putih pada pupil dan dapat disebabkan karena kelainan pada retina, badan kaca, dan lensa), strabismus, glaukoma (suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan intraokluler, pengguangan dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandangan yang khas), mata sering merah atau penglihatan yang menurun pada anak-anak. b. Gejala obyektif  Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca  Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma tipe endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti pada tipe eksofitik.  Masa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah jambu, dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata.  Sering terdapat neovaskularisasi di permukaan tumor.  Mungkin juga ditemukan adanya mikroneurisma atau teleangiektasi.  Pada pemeriksaan funduskopi pada lesi ini tidak ditemukan tanda peradangan seperti edema retina, kekeruhan badan kaca dan lain-lain. 5.Pengobatan: c. Penyinaran supervoltage d. Penyinaran yang dikombinasikan dengan kemoterapi e. Koagulasi ringan f. Kemoterapi g. Pembedahan. 6.Komplikasi Adanya metatase ke :  Lamina kribosa, saraf optik yang infiltrasi ke vaginal scheat sampai ke subarachnoid dan intrakranial menjadi tumor otak.  Jaringan koroid (metastase melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh)  Pembuluh emisari/tumor menjalar ke posterior orbita. 6.Prognosa a. Tumor ditemukan dalam keadaan dini, unilateral dan diaobati secepat mungkin, 90% hidup. b. Buruk, jika menjlar ke saraf optik dan sistemik. Asuhan Keperawatan Retinoblastoma A. PENGKAJIAN 1. Biodata 2. Riwayat Penyakit sekarang Tidak ada keluhan spesifik kecuali visusu menurun, kemungkinan adanya nyeri. 3. Riwayat Riwayat Keluarga : Penyakit mata dalam keluarga, DM atau alergi. 4. penyakit dahulu : Penyebab timbulnya Retino Blastoma 5. Riwayat Psikososial dan Spiritual : Meliputi informasi dan tanggapan klien dan keluarganya tentang penyakit dan pengaruh sakitnya terhadap cara hidup, perasaan terhadap penyakit dan therapinya, 6. Pemeriksaan fisik :  Visus : Untuk melihat ketajaman penglihatan (menurun)  Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur  X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar.  USG : Adanya massa intraokuler  LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila ratsio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intaokuler (Normal ratsio Kurang dari 1) B.Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses penyakitnya (kompresi/dekstruksi jaringan saraf, inflamasi), ditandai dengan:  Keluhan nyeri  Aktivitas kurang (distraksi/perilaku berhati-hati)  Gelisah (respons autonomik)  Sering menangis  Keluhan sakit kepala  Ekspresi meringis 2. Gangguan persepsi sensorik penglihatan sehubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:  Menurunnya ketajaman penglihatan  Mata juling (strabismus)  Mata merah  Bola mata membesar  Tekanan bola mata meningkat  Refleks pupil berwarna putih (leukokoria) 3. Gangguan rasa aman cemas, sehubungan dengan:  Perubahan status kesehatan  Adanya nyeri  Kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan Ditandai dengan:  Merasa takut  Gelisah  Sering menangis  Sering bertanya 4. Resiko tinggi cedera, sehubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan:  Menurunnya ketajaman penglihatan  Mata juling (strabismus)  Tekanan bola mata meningkat  Refleks pupil berwarna putih (leukokoria) 5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit anaknya yang ditandai dengan:  Tak akurat mengikuti instruksi  Keluarga nampak murung  Keluarga nampak gelisah  Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi Tujuan 1. Nyeri teratasi dengan kriteria: o Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal. o Menunjukkan tindakan santai,mampu berpartisipasi dalam ktivitas/tidur/istirahat dengan maksimal. o Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu. 2. Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut, dengan kriteria: o Berpartisipasi dalam program pengobatan o Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. o Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. 3. Kecemasan teratasi dengan kriteria: o Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi. o Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah o Menggunakan sumber secara efektif. 4. Resiko cedera berkurang, dengan kriteria: o Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri cedera. o Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan. o Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera. 5. Keluarga memahami tentang penyakit anaknya dengan kriteria: o Mengikuti instruksi dengan prosedur yang benar dan menjelaskan alasan tindakan. o Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan. o Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit. C. Rencana Keperawatan (Intervensi) 1. Gangguan rasa nyaman nyeri Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0 – 10) dan tindakan penghilangan yang digunakan. - Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi. Catatan: pengalaman nyeri adalah individual yang digabungkan dengan baik respon fisik dan emosional. - Evaluasi/sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi, ajarkan pasien/orang terdekat apa yang diharapkan. - Ketidaknyamanan rentang luas adalah umum (misalnya: nyeri insisi, sakit kepala) tergantung pada prosedur/agen yang digunakan. - Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan (misalnya: mudik, televisi). - Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian - Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imaginasi), tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik. - Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol. - Evaluasi penglihatan nyeri/kontrol nilai aturan pengobatan bila perlu - Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS Kolaborasi: - Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter. - Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri. Terutama - Berikan analgesik sesuai indikasi (misalnya: morfin, metadon) dengan nyeri kronis, pasien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah. - Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individual berbeda. Saat perubahan penyakit/pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan. 2. Gangguan persepsi sensoris penglihatan Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat. - Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. - Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya. - Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, dan menurunkan cemas. - Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan - Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan. - Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan penglihatan - Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lanjut dapat dicegah. - Lakukan tindakan untuk membantu pasien untuk menangani keterbatasan penglihatan, contoh, atur perabot/ mainan, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam. - Menurunkan bahaya keamanan, sehubungan dengan perubahan lapang pandang/kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan. Kolaborasi: - Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi: enuklasi - Pengangkatan bola mata, dilakukan apabila tumor sudah mencapai - Pelaksanaan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik.seluruh vitreous dan visus nol, dilakukan untuk mencegah tumor bermetastasis lebih jauh. - Dilakukan apabila tumor masih intraokuler, untuk mencegah pertumbuhan tumor akan mempertahankan visus. 3. Gangguan rasa aman cemas Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini - Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri dan potensial siklus ansietas. - Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan dengan keluarga bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. - Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan. - Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan - Memberikan kesempatan kepada pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. - Identifikasi sumber/orang yang menolong - Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah. 4. Resiko tinggi terhadap cedera Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Orientasikan pasien klien terhadap lingkungan, staf, dan orang lain yang ada di areanya. - Memberi peningkatan kenyamanan, memudahkan adaptasi terhadap lingkungannya dan mengetahui tempat untuk meminta bantuan pada saat membutuhkan. - Anjurkan keluarga memberikan mainan yang aman (tidak pecah), dan pertahankan pagar tempat tidur. - Menurunkan resiko memecahkan mainan dan jatuh dari tempat tidur - Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat - Memfokuskan lapang pandang dan mencegah cedera. Kolaborasi: - Pemberian analgesik, misalnya: acetaminophen (tyenol), empirin dengan kodein. - Digunakan untuk mengatasi ketidaknyamanan, meningkatkan istirahat/mencegah gelisah. 5. Kurangnya pengetahuan keluarga Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Beri penjelasan tentang kondisi pasien, prognosis, dan pengobatannya. - Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerjasama dalam pemberian tindakan. - Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. - Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. - Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya menghindari/mengurangi situasi pencetus stress. - Stress dapat menambah ketegangan pada mata dan memperburuk keadaannya. - Ajarkan cara mengatasi nyeri dengan teknik relaksasi, tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik. - Dapat membantu mengurangi nyeri apabila nyeri pada klien timbul. C.TRUMA TUMPUL 1. Pengertian Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia. 2. Tanda dan Gejala  Mata merah  Rasa sakit  Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).  Penglihatan kabur  Penurunan visus  Infeksi konjunctiva  Pada anak-anak sering terjadi somnolen 3. Patofisiologi Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali. 4. Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan)  Pemeriksaan visus  Pemeriksaan lampu celah  Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut). 5. Manajemen Terapi Sampai sekarang masih terdapat konsep yang berbeda tapi yang penting dalam penaganan hifema memberi pertolongan dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga dapat mencegah atau mengurangi komplikasi. Istirahat total selama 5 hari untuk melihat terjadinya hifema ulangan. Posisi berbaring 30-45° akan menyebabkan darah berkumpul di bawah dan akan menurunkan tekanan darah sistemik sehingga mengurangi resiko hifema ulangan. Pemberian tetes mata:  Xicloplegi (obat parasimpatolitik).  Medriatikum  Miotik lebih baik dihindari karena menyebabkan inflamasi  Tetes mata steroid untuk mengurangi rasa tidak enak akibat evitis dan untuk mencegah terjadinya hifema ulangan.  Pencucian bilik mata depan dianjurkan jika TIO naik lebih dari 24 jam.  Tindakan operatif (untuk mencegah kenaikan TIO). 6. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema) a. Pengkajian Subjektif  Pasien mengatakan matanya terasa sakit (cekot-cekot)  Pasien mengatakan penglihatannya kabur Objektif  Mata merah (palpebra, sklera, conjunctiva)  Peningkatan TIO  Penurunan visus  COA (Camera Ocula Anterior) pendarahan b. Diagnosa Keperawatan  Nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder trauma tumpul  Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan  Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman penglihatan D.CEDERA TAJAM a. DEFINISI Salah satu trauma pada mata yaitu cedera tajam. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler. Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau organ mengalami kerusakan. b. ETIOLOGI Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata. c. GEJALA PADA CEDERA/TRAUMA TAJAM Trauma tajam selain dapat menimbulkan luka pada mata juga dapat meninggalkan benda asing pada mata, benda asing pada mata dapat berupa benda yang beracun atau tidak beracun. Benda beracun contohnya bahan dari logam. Benda yang tidak beracun contohnya pasir. 1) Tajam penglihatan yang menurun 2) Tekanan bola mata rndah 3) Bilikmata dangkal 4) Bentuk dan letak pupil berubah 5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera 6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina 7) Kunjungtiva kemotis d. PENANGANAN Trauma tajam dengan ada luka di mata, jangan member pengobatan dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata di bebat atau diplester. Pada umumnya perlu dilakukan operasi dengan segara. e. PATHWAY NURSING Trauma Tajam f. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA TAJAM. 1. PENGKAJIAN Hal – hal yang perlu diperhatikan: a. Bagaimana terjadinya trauma mata. Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma. b. Menentukan obyek penyebab trauma mata. Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain. c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler. Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma. d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma. Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage. 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Ansietas b/d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri; kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup. Hasil yang diharapkan: Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi. Tindakan / Intervensi :  Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.  Berikan informasi yang akurat dan jujur.  Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.  Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber / orang yang menolong. b.Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi. Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.Perubahan respon biasanya terhadap rangsang. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan : -Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu. -Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. -Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. Tindakan / Intevensi Mandiri:  Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.  Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.  Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia.  Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien.  Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata. c. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasive. Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual. Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan : -Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema,dan demam. -Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi Tindakan/intervensi:  Kaji tanda-tanda infeksi.  Berikan therapi sesuai program dokter.  Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata.  Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan Mandiri:  Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.  Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.  Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf. Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991). Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut atau batang) atau sel glia yang bersifat ganas (Ilyas S. dkk, 1981). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia. 2. Saran. Guna sempurnanya makalah ini,kami dari kelompok 7 sangat mengharapkan kritik serta saran dari Rekan-rekan pembaca dan juga bagi Dosen Pembimbing MK Persepsi Sensori. DAFTAR PUSTAKA Masjoer Arif, DKK.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Juall lynda.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C & Doenges. 1993. Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Reeves Charlene J., Roux Gayle & Robin.2001. Keperawatan Medikal Bedah Buku 1. Jakarta: Salemba Medika