Thursday, September 29, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN LABIO PALATOSKISIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Marasmus berasal dari kata marasmos (bahasa jerman) yang berarti sekarat. Mal nutrisi jenis ini biasanya biasanya berupa kelambatan pertumbuhan, hilangnya lemak di bawah kulit, mengecilnya otot, menurunnya selera makan dan keterbelakangan mental. Sedangkan Kwashiorkor (dalam bahasa Afrika berarti anak yang ditolak) adalah kelainan akibat kekurangan protein akut. Ditandai dengan kelambatan pertumbuhan, perubahan warna kulit dan pigmentasi rambut, buncit, anemia dan peradangan pada kulit. Penderita biasanya mengalami perubahan warna kulit yang menggelap dan menebal di beberapa tempat, seperti tungkai dan punggung. Sering pula disertai pengelupasan kulit dan meninggalkan bekas berwarna merah muda dengan permukaan yang kasar. Kwashiorkor pertama kali ditemukan di Afrika. Gabungan dari marasmus dan kwashiorkor ini sangat berbahaya dan mengakibatkan kematian. Sementara itu, di Indonesia hanya ada satu istilah untuk marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya, yaitu busung lapar. Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. B. MASALAH 1. Apa yang dimaksut dengan labio? 2. Apa yang dimaksut dengan atresia ani? 3. Apa yang dimaksut dengan marasmus kwashiorkor? 4. Apa yang dimaksut dengan hisprung? C. TUJUAN 1. Agar kita mengetaui apa it labio. 2. Agar kita mengetahui ap it atresia ani, 3. Agar kita mengetahui marasmus kwashiorkor, 4. Agar kita dapat mengetahui ap it hisprung. BAB II PEMBAHASAN A. LABIO/PALATOSKISIS • Definisi Labio / palatoskisis Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167) Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003) Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003) Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21) • Etiologi Labio / palatoskisis 1) faktor Genetik atau keturunan Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma P atau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir. 2) Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat. 3) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. 4) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan clamidia. 5) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin • Patofisiologi 1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. 2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. 3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. 4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan • Klasifikasi Labio/palatoskisis  Berdasarkan organ yang terlibat antara lain : a. Celah di bibir (labioskizis) b. Celah di gusi (gnatoskizis) c. Celah di langit (palatoskizis) d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)  Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah : a. Unilateral Incomplete Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral Complete Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral Complete Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. • Tanda dan Gejala Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu : 1. Terjadi pamisahan Langit-langit 2. Terjadi pemisahan bibir 3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit 4. Infeksi telinga berulang 5. Berat badan tidak bertambah 6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung. • Manifestasi Klinis 1. Deformitas pada bibir 2. Kesukaran dalam menghisap/makan 3. Kelainan susunan archumdentis. 4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan. 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Regurgitasi makanan. 7. Pada Labio skisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir 8. Pada Palati skisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari e. Kesukaran dalam menghisap/makan. Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG. • Komplikasi Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu; 1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing. 2. Infeksi telinga dan hilangnya dikaerenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran. 3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya 4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus. Penatalaksanaan Labio / palatoskisis 1. Penatalaksanaan Medis Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. 2. Perawatan a. Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi, dengan memberikan dorongan dan informasi yang dapat membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. b. Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate (ASI). o Fasilitasi menyusui dengan ASI. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. o Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. o Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. o Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan. o Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. o Akhiri pemberian susu dengan air. c. Menggunakan alat khusus o Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar. o Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi o Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive d. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi. e. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara. f. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung. g. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh 3. Pengobatan a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi. b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik. f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yang telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen. Prinsip perawatan secara umum; 1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. 2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus. 3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga. 4. umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit. 5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty. 6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7. umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis. 8. umur 12-13 tahun; final touch5; perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9. umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu B. ATRESIA ANI • Pengertian Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Malformasi anorektal menyebabkan abnormalitas jalan buang air besar. Masalah ini akan bervariasi bergantung tipe malformasinya: - Ketika lubang anal sempit, bayi kesulitan BAB menyebabkan konstipasi dan ketidaknyamanan. - Jika terdapat membrane pada akhiran jalasn keluar anal, bayi tidak bias BAB. - Ketika rectum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus. Hal ini dapat menyebabkan infeksi. - Jika rectum tidak berhubungan dengan anus dan tidak terdapat fistula sehingga feses tidak dapat dikeluarkan dari tubuh dan bayi tidak dapat BAB. • Etiologi Penyebab yang sebenarnya dari atresia ani sejauh ini belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah karier gen pada kondisi ini. Janin menerima copian dari kedua gen orang tuanya. Pasangan suami istri yang karier gen tersebut berpeluang 25% untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan berikutnya. Sepertiga dari bayi yang memiliki syndrome genetis, abnormalitas kromosom, atau kelainan konginetal lain, juga mempunyai malformasi anorektal. • Patofisiologi Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi. • Manifestasi klinis Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum,Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa: 1. Perut kembung 2. Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium) 3. Tidak bisa buang air besar dan kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir 4. Tidak ada atau stenosis kanal rectal 5. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan 6. Adanya membrane anal dan fistula eksternal pada perineum • Klasifikasi atresia ani Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali rendah / infralevator Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm. Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe : 1. Tipe I stenosi ani kongenital. 2. Tipe II anus imperforata membranase, 3. Tipe III anus imperforata, 4. Tipe IV atresia recti. Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan. Klasifikasi berdasarkan hasil foto: Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung rectum dari foto di bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut : • Letak tinggi : rectum berakhir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus). • Letak intermediet : akhiran rectum terletak di m.levator ani. • Letak rendah : akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani. • Pemeriksaan penunjang Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis : Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen : Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen : Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan : Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena : Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rectum : Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis : Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. C. MARASMUS KWASHIORKOR KWASHIORKOR MARASMUS 1. MARASMUS • Pengertian • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157). • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk : 1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein. 2. Sebagai cadangan protein tubuh. 3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen). 4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu. 5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen. • Etiologi • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). • Patofisiologi marasmus Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11). 2. KWASHIORKOR • Pengertian Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994) Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995) 2.2.2 Etiologi Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati. • Patofisiologi Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. D. HISPRUNG • Pengertian hisprung Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Hisprung • Etiologi penyakit hisprung Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus. • Gejala penyakit hisprung Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan. • Patofisiologi penyakit hisprung Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ). • Pemeriksaan tambahan pada penyakit hisprung Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur. Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena. • Komplikasi penyakit hisprung Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia. • Penatalaksanaan klien dengan hisprung 1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara. 2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk. 3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Atresia ani (malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada bayi (agenesis rectum). Istilah Marasmus Kwashiorkor lebih sering kita dengar akhir-akhir ini. Banyak yang menyangka marasmus kwashiorkor hampir sama dengan busung lapar. Padahal penyakit ini 2 jenis penyakit mal nutrisi (kurang gizi), yakni marasmus dan kwashiorkor. Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus. B. Saran Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca,serta dapat menambah pangetahuan kita tentang penyakit labio/palatokisis,atresia ani,marasmus kwashiorkor,dan penyakit hisprung. DAFTAR PUSTAKA Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC

No comments:

Post a Comment