Saturday, October 8, 2011
Imobilisasi
PENDAHULUAN
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
DEFINISI
Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
Penyakit jantung atau pernafasan
Gangguan penglihatan
Masa penyembuhan
AKIBAT IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih
Sembelit
Infeksi paru
Gangguan aliran darah
Luka tekansendi kaku
PEMERIKSAAN FISIK
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak
normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari
yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang
lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
A.KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja 0
1
2 Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang berkemih 0
1
2 Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi) 0
1 Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) 0
1
2 Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0
1
2 Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0
1
2
3 Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0
1
2
3 Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
8 Memakai baju 0
1
2 Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
Mandiri.
9 Naik turun tangga 0
1
2 Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
10 Mandi 0
1 Tergantung orang lain
Mandiri
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
MASALAH KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan rasa nyaman nyeri
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer
Kurang perawatan diri
Resiko terhadap cidera
Resiko terjadi infeksi
konstipasi
DAFTAR PUSTAKA
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, Jakarte, EGC, 1998.
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta, PTGramedia Pustaka Utama, 1999.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001
•
•
• 2
2
2
2
2
2
2
2
2
•
•
•
•
•
•
No related posts.
Related posts brought to you by Yet Another Related Posts Plugin.
6 Responses to “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI”
1. merthyn
February 23, 2009 at 10:37 am
prend gw blh minta pendapat kamu ttg patofisiologo konstipasi pada px stroke.please ya gw bth bgt………..thanx
2. sammy
February 24, 2009 at 6:24 am
oke bro..berikut sedikit penjelasan dari sumber kami yang berkompeten, pada dasarnya stroke menyebabkan terjadinya kelemahan bahkan kelumpuhan pada persyarafan, termasuk persyarafan otot-otot organ pencernaan, sehingga kerja peristaltik organ pencernaan terutama usus terganggu menyebabkan makanan kurang bisa terabsorbsi. berikut kutipan dari salah seorang sumber dari bagian penyakit syaraf RSHS Bandung.
Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
2 Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-
fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4 Dampak masalah
a. Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri,
Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b. Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment