2.2.1. Konsep Fraktur
2.2.1.1.Pengertian Fraktur (patah
tulang) adalah diskontiunitas struktural pada tulang (Anderson, 1992). Fraktur
dapat terjadi pada bagian-bagian tubuh manusia, misalnya : pada tulang femur,
tibia, humerus, vertebre cervikalis. Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup
tinggi diantara jenis-jenis patah tulang (Jumaidi, 1995).
2.2.1.2
Penyebab fraktur menurut Barbara (1996), yaitu
1)
Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan).
2)
Fraktur patofisiologik.
3)
Patah oleh karena letih.
2.2.1.3
Tanda-tanda fraktur menurut Jumaidi (1995), yaitu
1)
Sakit (nyeri).
2)
Inspeksi
(1)
Bengkak (oedem setempat)
(2)
Deformitas
3)
Palpasi
(1)
Nyeri
(2)
Krepitasi
4)
Gerakan
(1)
Aktif tidak bisa (fungsio laesa).
(2)
Pasif (gerakan abnormal).
2.2.1.4
Klasifikasi
patah tulang menurut Barbara (1996), yaitu :
1)
Menurut bentuk patah tulangnya :
(1)
Fraktur Complete (garis fraktur melibatkan seluruh
potongan melintang dari tulang dan
fragmen tulang)
(2) Fraktur Incomplete(fraktur potongan bagian
menyilang tulang)
(3) Fraktur Simple / Closed (fraktur tidak merusak
kulit atasnya)
(4) Fraktur
Complikata / Open (fraktur merusak kulit, otot
kulit dan sekitarnya)
(5) Fraktur
tidak ada perubahan posisi
(6) Fraktur dengan
perubahan posisi
(7) Fraktur
Commmunited (trauma sampai menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih
fragmen/kepin)
(8) Impact
(Telescoped) Fraktur (ada fragmen yang terpendam dalam substansia yang lain).
2)
Menurut garis patah tulangnya :
(1) Green stick
(2) Transverse (fraktur yang arahnya langsung
melintasi tulang)
(3) Oblique (fraktur yang arahnya membentuk sudut
melintasi tulang yang bersangkutan)
(3) Spiral (terpilinnya ekstremitas fraktur)
2.2.1.5
Pencegahan terjadinya
patah tulang
Pendekatan pertama bentuk pencegahan adalah membuat lingkungan lebih
aman, dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Barbara, 1996).
1)
Adanya pegangan pada dinding didekat bak kamar mandi.
2)
Menjauhi kendala lain dari daerah yang dilalui pasien.
3)
Kursi roda lengkapi rem.
4)
Tidak minum-miniman beralkohol sambil mengemudi.
5)
Pemakaian sabuk pengaman.
6)
Harus berhati-hati mendaki tangga.
7)
Menggunakan pakaian pelindung pada saat olah raga.
2.2.1.6
Penanganan
langsung pada pasien patah tulang
1)
Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau
pertahankan gerakan diatas dan dibawa tulang yang fraktur sebelum transportasi.
2)
Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi oedem
3)
Kirim pasien untuk pertolongan emergensi.
4)
Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang
pendek untuk sedini mungkin dapat
melihat perubahan warna, pernapasan dan suhu.
5)
Memberikan toxoid tetanus bila patah tulang komplikata.
6)
Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk menekan
perdarahan, oedem dan nyeri.
7)
Obat penawar nyeri (aspirin dan narkotik).
2.2.1.7
Terapi sekunder pada pasien patah tulang.
1)
Fraktur simplika.
(1)
Reduksi normal.
1.
Manipulasi manual.
2.
Traksi.
3.
Reduksi terbuka.
(2)
Immobilisasi.
1.Fiksasi eksternal : gips, bidai.
2. Traksi.
3. Fiksasi internal : paku, plat / sekrup, kawat.
4.
Kombinasi dari tersebut diatas.
2)
Fraktur komplikata.
(1)
Debridemen luka.
(2)
Memberikan toxoid tetanus.
(3)
Pembiakan jaringan.
(4)
Membungkus luka.
(5)
Pengobatan dengan Anti Biotik.
(6)
Memantau gejala osteoporosis, tetanus, gangren.
(7)
Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
(8)
Reduksi fraktur
(9)
Immobilisasi fraktur
2.2.1.8
Komplikasi pada
patah tulang menurut Barbara (1996), yaitu :
1)
Emboli
2)
Iskemik paralis (kontraktur)
3)
Osteomyelitis.
2.2.1.9
Traksi
Traksi adalah
suatu mekanisme dimana terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus
dipasang pada angota badan (Barbara, 1996).
1)
Tujuan traksi adalah :
(1)
Mengurangi patah tulang.
(2)
Mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang
sebenarnya selama penyembuhan.
(3)
Meng imobilisasi bagian tubuh pada bagian jaringan
lunak yang sedang dalam penyembuhan.
(4)
Mengatasi spasmus otot
(5)
Melepaskan adkesi
(6)
Memperbaiki deformitas
2)
Macam-macam traksi menurut Barbara (1996), yaitu :
(1)
Traksi tulang (skeletal traksi)
Skeletal traksi adalah traksi yang langsung kepada
tulang. Pasien mendapatkan anastesi lokal (umum, skeletal traksi dapat dipakai
pada fraktur femur, tibia, humerus dan vertebra cervikalis.
(2)
Traksi kulit (skin traksi)
Dilaksanakan dengan menggunakan pembalut flanel,
plester atau alat yang sudah siap dari apotik, langsung dipasang pada kulit dan
kemudian dipakai pemberat. Tarikan dari pemberat diarahkan secara tidak
langsung kepada tulang yang cedera. Ekstensi Buck’s dan Russel adalah bentuk
terkenal untuk traksi kulit pada cedera kaki bawa.
Ekstensi Buck’s adalah sering dipakai untuk
menyembuhkan spasmus otot dan untuk mobilitas bagian anggota badan sementara,
seperti : pada fraktur panggul sebelum reduksi terbuka dan fiksasi internal.
Traksi Russel untuk pertolongan pasien fraktur dari femur, bila pembedahan
merupakan kontra indikasi Buck’s dan Russel dipakai untuk pengobatan nyeri
pinggang karena membuat pasien imobilisasi dan mengurangi spasmus otot
(Barbara, 1996).
2.2.2
Asuhan
Keperawatan fraktur femur.
2.2.2.1
Pengkajian data dasar (Doenges, 2000)
1)Aktifitas istirahat ,
Tanda :
keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2) Sirkulasi Tanda
: Hipertensi (respon terhadap nyeri/cemas) atau hipotensi
(kehilangan darah), tahikardia.
3)
Neurosensori Gejala hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot
, kesemutan.
Gejala :
deformitas lokal
4)
Nyeri/kenyaman
Gejala : nyeri berat tiba-tiba
pada cidera, spasme/kram otot
5)
Keamanan
Tanda : laserasi kulit, perdarahan perubahan warna, pembengkakan lokal.
2.2.2.2
Pemeriksaan Diagnostik (Carpenito, 2000)
1) Rontgen foto
2) Skan tulang, Skan CT/M
3) Arteriogram
4) Hitung darah lengkap
5) Kreatinin
2.2.2.3
Diagnosa
Keperawatan.
1). Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur)
2). Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot,
gerakan fragmen tulang. edema pada jaringan lunak, alat traksi (imobilisasi),
stress/ansietas.
3). Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler
periper berhubungan dengan penurunan interupsi aliran darah, Hipovalemi.
4). Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
5). Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan rangka neuromuskuler (nyeri/ketidaknyamanan, terapi retriktif).
6). Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan cidera tusuk, fraktur terbuka, penyangga traksi pen,
kawat, sekrup.
7). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tak adekuatnya pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan),
prosedur invasive (traksi tulang).
8). Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan, salah interpretasi informasi (tak mengenal sumber
informasi).
No comments:
Post a Comment