Saturday, October 1, 2011

Asuhan keperawatan edema paru

PENDAHULUAN Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. A. DEFINSI Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. B. ETIOLOGI Secara umum penyebab edema paru adalah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan atau peningkatan permeabilitas kapiler paru. Faktor penyebab Oedema paru meliputi gangguan sistemik. Penyakit/gangguan yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler paru meliputi : Gangguan Faal Paru - Kerusakan pembuluh darah paru - Edema paru neurogenik - edema paru akibat peningkatan tekanan udara (barotrauma) misalnya di ketinggian. Penyebab lainnya adalah I. Ketidak-seimbangan Starling Forces : 1. Peningkatan tekanan kapiler paru :  Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).  Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.  Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). 2. Penurunan tekanan onkotik plasma.  Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. 3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :  Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).  Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma). 4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.  Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik. II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)  Pneumonia (bakteri, virus, parasit).  Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).  Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).  Aspirasi asam lambung.  Pneumonitis radiasi akut.  Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).  Disseminated Intravascular Coagulation.  Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.  Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.  Pankreatitis Perdarahan Akut. III. Insufisiensi Limfatik :  Post Lung Transplant.  Lymphangitic Carcinomatosis.  Fibrosing Lymphangitis (silicosis). C. PATOFISIOLOGI Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. D. MANIFESTASI KLINIK Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).  DIAGNOSIS Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi yang tidak ternilai mengenai penyebab.  Pemeriksaan Fisik  Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.  Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup.  Elektrokardiografi Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.  Laboratorium :  Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.  Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.  Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.  Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.  X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.  Gambaran Radiologi yang ditemukan :  Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus).  Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral).  Kranialisasi vaskuler  Hilus suram (batas tidak jelas)  Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier) Gambar 1 : Edema Intesrtitial  Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi). Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru  Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)  Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral) Gambar 3 : Bat’s Wing  Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema). Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk membedakan antara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. E. PENATALAKSANAAN 1) Posisi ½ duduk. 2) Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. 3) Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. 4) Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. 5) Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). 6) Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. 7) Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. 8) Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. 9) Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. 10) Atasi aritmia atau gangguan konduksi. 11) Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae. F. KOMPLIKASI Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak. G. PENCEGAHAN Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan. ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN  Identitas : Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda.  Riwayat Masuk Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien.  Riwayat Penyakit Dahulu Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien Pengkajian 1. Sistem Integumen  Subyektif : -  Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan 2. Sistem Pulmonal  Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng  Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru. 3. Sistem Cardiovaskuler  Subyektif : sakit kepala  Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan 4. Sistem Neurosensori  Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang  Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi 5. Sistem Musculoskeletal  Subyektif : lemah, cepat lelah  Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan 6. Sistem genitourinaria  Subyektif : -  Obyektif : produksi urine menurun/normal, 7. Sistem digestif  Subyektif : mual, kadang muntah  Obyektif : konsistensi feses normal/diare DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan. Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru Rencana Tindakan : a. Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam b. Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar c. Monitor humidivier dan suhu ventilator d. Monitor status hidrasi klien e. Monitor ventilator tekanan dinamis f. Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi untuk g. Beri fisioterapi dada sesuai indikasi h. Beri bronkodilator i. Ubah posisi, lakukan postural drainage Rasional a. Monitoring produksi sekret b. Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan c. Oksigen lembab merngasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC d. Mencegah sekresi kental e. Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas f. Memfasilitasi pembuangan sekret g. Memfasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama h. Memfasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama 2. Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal Rencana Tindakan : a. Periksa AGD 10-30 menit setelah pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator b. Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan c. Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan d. Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea Rasional a. AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah b. Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi c. Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita d. Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak meningkat 3. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal Kriteria : Klin dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk berkomunikasi, tidak terjadi hambatan komunikasi berarti, menggunakan metode yang tepat Rencana Tindakan : a. Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien b. Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi c. Ajukan pertanyaan tertutup d. Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas Rasional a. Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat b. Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat c. Menghindari komunikasi tidak efektif d. Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara 4. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial Rencana Tindakan : a. Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan b. Tampung spesimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi c. Pertahankan teknis steril selama penghisapan lendir d. Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam e. Lakukan oral higiene f. Palpasi sinus dan lihat membrana mukosa selama demam yang tidak diketahui sebabnya g. Monitor tanda vital terhadap tanda infeksi Rasional a. Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap b. Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas c. Mengurangi resiko infeksi nosokomial d. Mengurangai resiko infeksi nosokomial e. Mengurangi resiko infeksi nosokomial f. Perubahan membrana mukosa dan adanya sinusitis mungkin menjadi indikasi adanya infeksi pernafasan g. Infeksi dapat dilihat dari tanda umum/khusus organ PENUTUP A. KESIMPULAN Edema Paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Edema Paru Kardiogenik Akut akibat Payah Jantung Kiri Akut atau Payah Jantung Khronik yang mendapatkan faktor presipitasi. Edema Paru Kardiogenik Akut (Asma Kardiale) harus dibedakan dengan Edema Paru Nonkardiogenik dan Asma Bronkhiale. Diagnosis penderita dengan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi a) diagnosis edema kardiogenik akut, b) diagnosis faktor presipitasi, c) diagnosis penyakit dasar jantungnya. Pengobatan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi Morphine 2-5 mg titrasi intravena, Furosemid 40-60 mg intravena sebagai vasodilator digunakan Nitroprusside atau Nitrogliserin. Dapat pula dipakai Prazosin atau Captopril. Obat inotropik yang dapat diberikan ialah Digitalis pada penderita yang belum pernah mendapat digitalis. Obat lain yang dapatdiberikan ialah gplongan simpatomimetik (Dopaminedan Dobutamine) dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amri-none, Milrinone, Enximone tan Piroximone). Tindakan yang lain dapat membantu ialah oksigen, posisi duduk, rotating tourniquet, atau phlebotomy. B. SARAN Makalah ini kami susun sebagaimana hasil dari Tugas Persentasi yang diberikan oleh Dosen Pembimbing kami. Makalah ini belum begitu sempurna dan masih banyak kekurangannya, jadi Kritik dan Sarannya kami harapkan untuk melengkapi sekaligus sebagai pelajaran bagi kami dan pembaca yang lain. DAFTAR PUSTAKA  Ingram RH Jr., Braunwald E. Pulmonary edema : cardiogenic and non cardiogenic. In: Han Disease. Textbook pf Cardiovascular Medicine.  Stone JH. Pulmonary edema. In: Principle and Practice of Emergency Medicine. Scwartz GR, Safar P, Stone JH, Storey PB, Wagner DK (eds.)

No comments:

Post a Comment