Saturday, October 1, 2011
ASUHAN KEPERAWATAN Alzheimer
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
• Mengetahui Apa Itu Alzheimer ?
2. Tujuan Khusus
• Mengetahui Pengertian Alzheimer ?
• Mengetahui Etiologi Alzheimer ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguan degenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi, Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi, Mengalami gangguan tidur, Keluyuran, Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara.
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain :
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :
a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis
e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.
V. Pemeriksaan Penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.
Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.
VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik.
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh :
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia.
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya.
VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer :
1. Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli.
3. Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan emosi stabil.
4. Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
5. Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
6. Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
7. Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
8. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
9. Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social, perilaku tidak tepat.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan :
a) Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
b) Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan.
c) Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a) Degenerasi neuron irreversible
b) Kehilangan Memori
c) Konflik psikologis
d) Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a) Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b) Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a) Perubahan pada sensori
b) Tekanan psikologik
c) Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a) Perubahan sensori
b) Kerusakan penilaian dan koordinasi
c) Agitasi
d) Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a) kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b) ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c) Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a) Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b) Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c) kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d) Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a) Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b) Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintanya
c) Hubungan keluarga sangat ambivalen.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
Intervensi Rasionalisasi
a) Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
b) Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh.
c) Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
d) Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran
Intervensi Rasionalisasi
a) Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada
b) Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
c) Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien
d) Panggil pasien dengan namanya
e) Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien
3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran.
Berikan sentuhan dalam cara perhatian, Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan
6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih.
Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, metamacil,gliserin supositoria sesuai Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin indikasi selanjutnya memerlukan pengkajian/intervensi
7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi
Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen
Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi penyakit rumah
Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Evaluasi
1) Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2) Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3) Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4) Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6) Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7) Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8) Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima
BAB IV
A. kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003 ). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002
Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC.Jakarta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment