Saturday, October 1, 2011

ASKEP ARDS

BAB I PEMBUKAAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya kurikulum yang ada di Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Mataram, saat ini, mahasiswa dituntut untuk lebih aktif dalam setiap perkuliahan, khususnya pada mata kuliah Keperawatan Respirasi III. Oleh karena itu, program SCL (Student Center Learning) merupakan program yang sangat membangun mahasiswa untuk lebih aktif dan efektif dalam pembelajaran. Pada makalah yang kami susun ini, kami akan membahas tentang Penyelesaian Kasus klien dengan Adult Respiratori Distress Syndrome (ARDS) dan bagaimana aplikasi keperawatan/asuhan keperawatan yang akan diberikan seorang perawat terhadap pasien, sehingga semua keluhan-keluhan yang pasien derita bisa teratasi dengan baik setelah diberikan asuhan keperawatan. Yang mana penyakit tersebut akan mengakibatkan terjadinya komplikasi apabila tidak segera ditangani. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah istilah yang diterapkan untuk sindrom gagal napas hipoksemia akut tanpa hiperkapnea. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh T.J Petty pada tahun 1967. ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, post perpusi paru, atelektasis kongestif, dan insufisiensi pulmonalposraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, kami mengambil rumusan masalah : 1. Apa pengertian ARDS ? 2. Apa penyebab dan bagaimana proses penyakitnya ? 3. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh ARDS ? 4. Bagaimana proses keperawatan pasien ARDS 1.3 Tujuan Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah : 1. Memahami pengertian, penyebab, proses penyakit, dan ketrkaitannya dengan keperawatan Respirasi III. 2. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS dengan baik dan benar. 1.4 Manfaat Manfaat dari makalah yang kami susun adalah : 1. Dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada kami dan mahasiswa lain dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien. 2. Memotifasi untuk terus mengembangkan kreatifitas yang dimiliki dalam bidang kesehatan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi ARDS merupakan gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ). ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru," ungkap Aryanto Suwondo, dr. Sp.PD(K), dari subbagian Pulmonologi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta.. 2.2 Etiologi ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah ; Sistemik : • Syok karena beberapa penyebab • Sepsis gram negative • Hipotermia • Hipertermia • Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin ) • Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal ) • Eklampsia • Luka bakar Pulmonal : • Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii ) • Trauma ( emboli lemak, kontusio paru ) • Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon ) • Pneumositis Non-Pulmonal : • Cedera kepala • Peningkatan TIK • Pascakardioversi • Pankreatitis • Uremia 2.3 Patofisiologi Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap system tubuh ketimbang system pulmonary.perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995) : 1. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complemen cascade menjadi aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. 2. Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan protein bocor ke dalam ruang interstisial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya ke dalam ruang alveolar. 3. Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoi, maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi dan hipoksemia. 4. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik. 5. Sel-sel yang normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar. PHATWAY Timbul Serangan Trauma endoteliun paru Kerusakan jaringan paru Trauma type II dan epithelium alveolar Pneumocytes Peningkatan permeabilitas Penurunan surfaktan Edema Pulmonal Penurunan pengembangan paru Atelektasis Alveoli Terendam Hipoksemia Abnormalitas Ventilasi – Perfusi Fibrosis kematian  Faktor Resiko 1. Trauma langsung pada paru  Pneumoni virus,bakteri,fungal  Contusio paru  Aspirasi cairan lambung  Inhalasi asap berlebih  Inhalasi toksin  Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama 2. Trauma tidak langsung  Sepsis  Shock  DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)  Pankreatitis  Uremia  Overdosis Obat  Idiophatic (tidak diketahui)  Bedah Cardiobaypass yang lama  Transfusi darah yang banyak  PIH (Pregnand Induced Hipertension)  Peningkatan TIK  Terapi radiasi 2.4 Manifestarsi Klinik Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :  Penurunan kesadaran mental  Takikardi, takipnea  Dispnea dengan kesulitan bernafas  Terdapat retraksi interkosta  Sianosis  Hipoksemia  Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing  Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop 2.5 Komplikasi Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :  Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )  Defek difusi sedang  Hipoksemia selama latihan  Toksisitas oksigen  Sepsis 2.5 Penatalaksanaan Medis Tujuan Terapi :  Support pernapasan  Mengobati penyebab jika mungkin  Mencegah komplikasi. Terapi : • Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi • Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi • TEAP * Monitor system terhadap respon • Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar • Cairan • Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B ) • Pemeliharaan jalan nafas • Intubasi untuk pemasangan ETT • Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah. • Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator • Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :  Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.  Antibiotik untuk mengatasi infeksi  Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru. 2.6 Pemriksaan Penunjang Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :  Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )  Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi  Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi  Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini  Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut Pemeriksaan Rontgent Dada :  Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru  Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli Tes Fungsi paru :  Pe ↓ komplain paru dan volume paru  Pirau kanan-kiri meningkat 2.7 Asuhan Keperawatan 2.7.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan dari klien dengan ARDS harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan informasi yang dikumpulkan tanpa meningkatkan distress pernapasan klien. Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat. 2.7.2 Pemeriksaan Fisik 1. Aktivitas & istirahat Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia 2. Sirkulasi Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut) 3. Integritas ego Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental. 4. Makanan/cairan Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan Hilang/melemahnya bowel sounds 5. Neurosensori Suby./Oby. : Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi motorik 6. Respirasi Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger” Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa Pallor atau cyanosis Penurunan kesadaran, confusion 7. Rasa aman Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik 2.7.3 Study Diagnostik  Chest X-Ray  ABGs/Analisa gas darah  Pulmonary Function Test  Shunt Measurement (Qs/Qt)  Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)  Lactic Acid Lev PRIORITAS KEPERAWATAN 1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi respirasi optimal dan oksigenasi 2. Meminimalkan/mencegah komplikasi 3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi pernafasan 4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga 5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan pengobatan TUJUAN KEPERAWATAN 1. Bernafas spontan dengan tidal volume adekuat 2. Suara nafas bersih/membaik 3. Bebas sari terjadinya komplikasi 4. Memandang secara realistis terhadap situasi 5. Proses penyakit, prognosis dan therapi dapat dimengerti 2.7.2 Diagnosa Keperawatan 1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient. 3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran cairan kompartemental. 4. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia. 5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung, edema, hipotensi. 6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan. 7. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah. 8. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya. 2.7.3 Intervensi dan Rasional 1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis. Tujuan :  Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)  Pasien bebas dari dispneu  Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan  Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas Rencana Tindakan : Independen :  Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya R/: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas  Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus R/: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus  Catat karakteristik dari suara nafas R/: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.  Catat karakteristik dari batuk. R/: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent  Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu R/ : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten  Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi R/: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru  Peningkatan oral intake jika memungkinkan R/: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif : - Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi R/: Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen - Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi R/: Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan secret - Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi R/: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan - Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik R/: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient. Tujuan :  Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal  Bebas dari gejala distress pernafasan Rencana Tindakan : Independen :  Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas R/: Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas  Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing R/: Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.  Kaji adanya cyanosis R/: Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.  Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat R/: Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium  Berikan istirahat yang cukup dan nyaman R/: Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen Kolaboratif:  Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi R/: Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai  Berikan pencegahan IPPB R/: Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi  Review X-ray dada R/: Memperlihatkan kongesti paru yang progresif  Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant R/: Untuk mencegah ARDS 3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental Tujuan : Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal. Rencana Tindakan : Independen :  Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume) R/: Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.  Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum R/: Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.  Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss” R/: Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.  Timbang berat badan setiap hari R/: Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water Kolaboratif  Berikan cairan IV dengan observasi ketat R/:Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi.  Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi R/:Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi deuritik. 3. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah. Tujuan :  Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal  Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang  Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya. Rencana Tindakan Independen:  Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi. R/: Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.  Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat. R/: Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi yang digunakan.  Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi. R/: Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.  Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan R/: Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami  Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya. R/: Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan terekspresi.  Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya. R/: Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.  Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya. R/: Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.  Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas. R/: Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya Kolaboratif  Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan. R/: Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan. 4. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya. Tujuan :  Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi  Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas  Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis  Memformulasikan rencana untuk follow –up Rencana Tindakan : Independen :  Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang dianjurkan. R/: Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian, konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau yang sedang mengalami penyembuhan.  Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami pasien. R/: ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.  Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi. R/: Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan. Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok. Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah komplikasi berikutnya.  Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan diberikan. R/: Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.  Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori R/: Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat untuk penyembuhan.  Bimbing dalam melakukan aktivitas. R/: Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu istirahat dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak  Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat energi selama aktivitas. R/: Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien mengatur aktivitas yang sederhana.  Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi. R/: Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama dengan medis. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ARDS merupakan gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ). ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru," ungkap Aryanto Suwondo, dr. Sp.PD(K), dari subbagian Pulmonologi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta.. ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah ;  Sistemik  Pulmonal  Non-Pulmonal DAFTAR PUSTAKA Asih Niluh Gede Yasmin, S.Kep dan Effendy Christantie, S.Kep.2003. Keperawatan medikal bedah : Klien dengan gangguan system pernapasan. EGC. Jakarta Brunner & Suddarth. Buku saku keperawatan medikal bedah. 2000. EGC. Jakarta Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta. Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.

No comments:

Post a Comment