Saturday, October 1, 2011
ASKEP MULTIPLE SKLEROSIS
ASKEP MULTIPLE SKLEROSIS
A. DEFINISI
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis.
Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yaklni adanya material lunak dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adl. Substansi putih yang menutupi serabut saraf yang berperan dalam konduksi saraf normal (konduksi salutatory). MS merupakan salah satu gangguan neurologik yang menyerang usia muda sekitar 18-40 tahun. Insidens terbanyak terjadi pada wanita.
B. ETIOLOGI
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
• Kehamilan
• Infeksi yang disertai demam
• Stress emosional
• Cedera
C. MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan ikatan oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G (IgG).
CT Scan : gambaran atrofi serebral
MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitif.
E. PENATALAKSANAAN
Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul.
Farmakoterapi :
a. Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan konduksi saraf.
b. Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron.
c. Baklofen sebagai antispasmodic
Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk mencegah kerusakan lenih lanjut.
Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot.
F. PENGKAJIAN
1. DATA UMUM
2. DATA DASAR :
Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, intoleransi aktivitas, kebas, parastesia eksterna
Tanda : kelemahan umum, penurunan tonus/massa otot, jalan goyah/diseret, ataksia
Sirkulasi
Gejala : edema
Tanda : ekstremitas mengecil, tidak aktif, kapiler rapuh
Integritas ego
Gejala : HDR, ansietas, putus asa, tidak berdaya, produktivitas menurun
Eliminasi
Gejala : nokturia, retensi, inkontinensia, konstipasi, infeksi saluran kemih
Tanda : control sfingter hilang, kerusakan ginjal
Makanan / cairan
Gejala : sulit mengunyah/menelan
Tanda : sulit makan sendiri
Hygiene
Gejala : bantuan personal hygiene
Tanda : kurang perawatan diri
Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri spasme, neuralgia fasial
Keamanan
Gejala : riwayat jatuh/trauma, penggunaan alat bantu
Seksualitas
Gejala : impotent, gangguan fungsi seksual
Interaksi social
Gejala : menarik diri
Tanda : gangguan bicara
Neurosensori
Gejala : kelemahan, paralysis otot, kebas, kesemutan, diplopia, pandangan kabur, memori hilang, susah berkomunikasi, kejang
Tanda : status mental (euphoria, depresi, apatis, peka, disorientasi.
Bicara terbata-bata, kebutaan pada satu mata, gangguan sensasi sentuh/nyeri, nistagmus, diplopia
Kemampuan motorik hilang, spastic paresis, ataksia, tremor, hiperfleksia, babinski + , klonus pada lutut
G. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan, paresis otot, spastisitas
KH:
berpartisipasi dalam program rehabilitasi
mendemonstrasikan tingkah laku yang mempertahankan /meningkatkan aktivitas
Intervensi :
tentukan tingkat kemampuan aktivitas klien.
Kaji adanya kelemahan.
Berikan perubahan posisi secara teratur pada pasien yang tirah baring.
Bantu pemenuhan kebutuhan dasar klien sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi : terapi fisik/kerja oleh ahli fisioterapi, pengobatan (steroid, baklofen, imunosupresan).
2. Perubahan pola eliminasi urinarius : inkontinensia b.d gangguan neuromuskuler
KH :
Klien mampu memahami kondisinya.
Klien menunjukkan teknik mencegah infeksi.
Intervensi :
Catat frekuensi berkemih
Lakukan program latihan kandung kemih
Anjirkan minum cukup dan menghindari minum sebelum tidur
Lakukan dan anjurkan klien untuk melakukan perineal hygiene setelah berkemih
Berikan perawatan kateter pada klien yang terpasang kateter urin
Kolaborasi : pasang kateter jika diperlukan, pengobatan (antibiotic)
3. Koping individu tidak efektif b.d perubahan fisiologis, cemas dan takut
KH :
klien bisa menerima keadaannya
Intervensi :
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Kaji mekanisme koping yang biasa digunakan
Dengarkan keluhan klien dengan empatik
Bantu klien mengidentifikasi sisi positif yang dimiliki klien
Berikan imformasi ytang dibutuhkan klien
Kolaborasi : konsulkan ke ahli psikoterapi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment