Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan
keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat
manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan
keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan
juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi
alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan.
Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu
yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas
Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di
Indonesia.
1.2 Tujuan
1.2 Tujuan
- Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
- Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
- Mengetahui
implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia
1.3 Manfaat
- Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
- Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
- Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
- Sebagai
landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik
BAB II
Tinjauan Pustaka
Pelayanan kesehatan berkembang
sangat pesat dengan sistem yang komplek, khususnya pada keperawatan medikal
bedah, salah satu faktor yang berpengaruh yaitu perubahan kehidupan sosial
masyarakat.
Trend dan isu dalam keperawatan medikal
bedah merupakan salah satu komponen yang membentuk filosofi keperawatan dan
penyedia layanan keperawatan pada abad 21. Burke and Lemone (1996) menjelaskan
beberapa trend dan issue yang berkembang saat ini yaitu:
Perubahan populasi yang membutuhkan
perawatan
Menurut data statistik
menunjukkan 50 % pasien yang dirawat di ruang akut adalah usia >75 tahun dan
45 % yang dirawat di ruang critical care adalah usia 65 tahun.
Penduduk lansia
Penduduk lansia
Jumlah penduduk lansia meningkat
secara tajam sejak tahun 1900. Penduduk lansia saat ini berjumlah 12 % dari
penduduk dunia. Lansia menderita penyakit kronik dan membutuhkan perawatan
jangka lama, perawatan di rumah dan layanan komunitas. Kantor Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia
harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka
pada tahun 2006 jumlah lansia menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga
meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia
akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun
kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau
11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Pasien dengan HIV
Pasien dengan HIV
Jumlah pasien dengan HIV
meningkat secara tajam, lebih dari 40 juta jiwa, di Indonesia kasus AIDS sejak
1987 sampai dengan 2004 mencapai jumlah 2683 orang dan pada tahun 2005 jumlah
penderita AIDS tercatat sekitar 2638 orang. Hal ini menggambarkan bahwa telah
terjadi ledakan epidemi pada tahun 2005.
Penduduk miskin
Penduduk miskin
Pada Maret 2007, jumlah penduduk
miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia sebesar 37,17 juta atau 16,58 persen
dari total penduduk Indonesia
saat ini sebesar 224,177 juta
Hal ini dapat dikaitkan dengan ketidakmampuan
penduduk miskin dalam membayar fasilitas layanan kesehatan sehingga pemerintah
ikut bertanggung jawab dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penduduk
miskin.
Tunawisma
Berdasarkan data dari askes Indonesia
menyebutkan bahwa sedikitnya 2,6 juta gelandangan, anak jalanan, dan orang
sakit jiwa akan dimasukkan ke skema kepesertaan program jaminan kesehatan
masyarakat (jamkesmas) tahun 2008.
Hal ini merupakan tantangan bagi
perawat medical bedah dalam menyediakan layanan asuhan keperawatan yang
meliputi layanan kep[erawatan emergencyi, layanan kesehatan masyarakat, rawat
jalan dan rawat inap (Burke and Lemone, 1996)
Pemakaian Teknologi Komputer dalam
Keperawatan
Saat ini di Indonesia sedang dikembangkan
telenursing, dimana asuhan keperawatan dilakukan jarak jauh (www.ppni.go.id).
Pengembangan komputer dalam kesehatan meliputi sistem administrasi keperawatan,
sistem diagnosa cepat, sistem jadwal dinas, pendidikan berkelanjutan, rekam
medik, asuhan keperawatan (Burke and Lemone, 1996)
Sistem Layanan Kesehatan
Trend dan isu dalam sistem
layanan kesehatan meliputi sistem upah, sistem rawat jalan, perawatan intensif
dan rehabilitasi, pendidikan keperawatan berkelanjutan untuk tingkat
spesialisasi, penentuan kebijakan dalam hal kualitas mutu rumah sakit dan
berbasis komunitas
Peran perawat dalam sistem kebijakan
kesehatan
Trend dan isu dalam kebijakan
kesehatan meliputi restrukturisasi sistem pelayanan keperawatan, meminimalkan
biaya kesehatan, managemen kasus, long term care
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
3.1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan
medikal bedah di Indonesia
terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing
(pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan
kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien,
atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi
biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi
kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis,
mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia
Tetapi sistem ini justru akan
mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin
hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit
tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia,
seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang
meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana
prasarana yang masih belum memadai.
b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka
b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka
Trend perawatan luka yang
digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka yang lembab akan
dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses penutupan
luka, antara lain TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya.
Yang perlu diperhatikan adalah
durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko terjadinya
infeksi dapat diminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak menghambat aliran
oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta merupakan wadah terbaik
untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal,
sehingga dianggap prinsip ini sangat efektif untuk penyembuhan luka.
Hal ini akan berdampak pada
layanan keperawatan, meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari
perawatan. Namun demikian, prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di
seluruh Indonesia.
c. Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja
dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana
fungsi reproduksinya mulai berkembang, hal ini akan berdampak pada perilaku
seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak
terjadinya HIV-AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model ”peer
group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja akan
dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain.
Metode ini telah diterapkan pada
lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun
angka kejadian AIDS pada kelompok remaja hingga Juni 2008 adalah sebesar 429
orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam
masa depan bangsa dan negara ini.
Diharapkan dengan metode Peer
Group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja
ini lebih mudah saling mempengaruhi.
d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus
d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus
Bermacam-macam program
sertifikasi saat ini mulai berkembang dalam tatanan layanan keperawatan,
khususnya pada bidang keperawatan medikal bedah misalnya sertifikasi perawat
luka oleh INETNA, sertifikasi perawat anastesi, perawat emergency, perawat
hemodialisa, perawat ICU, perawat ICCU, perawat instrument OK.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah
standarisasi setiap sertifikasi sudah sesuai dengan kompetensi perawat
profesional karena menurut analisa kami program tersebut berjalan
sendiri-sendiri tanpa arahan yang jelas dari organisasi profesi dan terkesan
hanya proyek dari lembaga-lembaga tertentu saja.
e. Hospice Home Care
e. Hospice Home Care
Hospice home care adalah perawatan
pasien terminal yang dilakukan di rumah setelah dilakukan perawatan di rumah
sakit, dimana pengobatan sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bidang garapnya
meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang bertujuan dalam memberikan
dukungan fisik dan psikis, dukungan moral bagi pasien dan keluarganya, dan juga
memberikan pelatihan perawatan praktis.
Di Indonesia, metode perawatan
ini di bawah pengelolaan Yayasan Kanker Indonesia. Sedangkan di beberapa
rumah sakit yang lain program ini sudah dikembangkan, namun belum dilakukan
secara legal.
f. One Day Care
Merupakan sistem pelayanan
kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan lebih dari satu hari.
Setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang.
Biasanya dilakukan pada kasus minimal.
Berdasarkan hasil analisis
beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini
dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan
pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat.
Hal ini juga dapat berdampak pada pasien
dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.
g. Klinik HIV
g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik
HIV di beberapa Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan dalam
usaha mendeteksi dini akan HIV dan mencegah penyebaran HIV di masyarakat.
Target penderita adalah kelompok
masyarakat dengan resiko tinggi, misalnya pekerja sex, penderita HIV-AIDS,
remaja, kelompok IDU (injection drug use). Klinik ini masih terbatas
dikembangkan dibeberapa rumah sakit saja. Hal ini disebabkan karena kurangnya
persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang tersebut serta sarana dan prasarana
yang masih minimal.
Selain itu masyarakat masih belum
siap untuk memanfaatkan klinik ini, karena ada stigma dimasyarakat masih
menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan harus dikucilkan.
Namun demikian, dalam praktik nyata, telah ada wadah khusus dari Depkes RI
untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT (Voluntary Counselling and Testing).
Usaha ini telah berhasil
menjaring sejumlah pengidap AIDS dimana hingga bulan Juni 2008 telah terdeteksi
12.686 (Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini, apabila diibaratkan dengan
fenomena gunung es, maka sebenarnya disekeliling kita sudah terdapat banyak
pasien dengan HIV/AIDS.
h. Klinik Rawat Luka
h. Klinik Rawat Luka
Saat ini mulai bermunculan klinik
rawat luka yang dikelola oleh sekelompok perawat yang minat dalam perawatan
luka. Klinik ini tidak lepas dari kolaborasi dokter-ners. Sifat layanannya
dapat berupa home visit atau pasien berkunjung ke klinik secara langsung.
i. Berdirinya organisasi profesi
keperawatan kekhususan
Sejak diakuinya perawat sebagai
profesi yang profesional, saat ini mulai bermunculan organisasi profesi perawat
kekhususan dalam keperawatan medikal bedah, misalnya HIPKABI (Himpunan Perawat
Kamar Bedah Indonesia),
InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nursing Association), IOA (Indonesia
Ostomy Association), dan sebagainya.
Hal ini akan menjadi sarana bagi
perawat untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih profesional dalam bidang
garapan tertentu, namun demikian akan timbul permasalahan karena jenis
keperawatan akan menjadi lebih bervariasi dan berdampak lebih luas pada
organisasi keperawatan lebih luas karena akan terkesan terpetak-petak. Selain
itu standar dari masing-masing kekhususnan belum jelas.
j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit
j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit
dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah
Kegiatan-kegiatan penelitian
diklinik akan mendukung kualitas pelayanan keperawatan dalam mendukung sistem
pelayanan kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi membentuk komite riset,
menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah, kebijakan kegiatan riset dan
pemanfaatan hasilnya dan pendidikan berkelanjutan. Akan tetapi pelaksanaan di Indonesia
belum maksimal.
Hal ini dibuktikan dengan
minimnya kegiatan ilmiah keperawatan di rumah sakit, hasil penelitian jarang
didiseminasikan dan dimanfaatkan untuk pengembangan praktik klinis keperawatan.
3.2 Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
3.2 Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
- Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang
diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan
pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan NaCl 0,9 %.
Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa
oleh aliran air.
Kemudian dibilas dengan larutan
povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%.
Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi
karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam
pengenceran betadine.
b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.
b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.
c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter
Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka
adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam kenyataannya yang melakukan adalah
perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila ditinjau dari bebarapa
literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan keilmuannya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas
kulit.
c. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.
c. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.
Saat ini mulai terdengar istilah
euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang
sengaja dilakukan untuk membuat seseorang meninggal. Sedangkan euthanasia pasif
adalah tindakan mengurangi ketepatan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan
sama sekali atau tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian
seseorang.
d. Pengaturan sistem tenaga kesehatan
Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat
ini belum tertata dengan baik, pemerintah belum berfokus dalam memberikan
keseimbangan hak dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasio penduduk dengan
tenaga kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40 dan
dokter 17,47 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari DEPKES
menyebutkan bahwa puskesmas belum mempunyai sistem penghargaan bagi perawat.
e. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1
e. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1
Dengan alasan tidak kuat menggaji
lulusan S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah dan swasta yang menyerap
lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi CPNS, jumlah S1
sedikit dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal ini akan berdampak pada
kualitas layanan asuhan keperawatan pada lingkup medikal bedah yang hanya
berorientasi vokasional tidak profesional.
f. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
f. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1 Kesimpulan
a. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah
dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam
Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing,
Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja
dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home
Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi
profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di
Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.
Disadari bahwa semua trend
tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b.
Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang
dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water
(air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi
keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi
atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter,
Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga
kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit
pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan
sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan
Spesialis belum jelas terlihat.
4.2
Saran
a. Seluruh perawat agar
meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal
bedah di Indonesia
sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa
menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar
untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit
dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.
No comments:
Post a Comment