Resusitasi Jantung Paru |
Selasa, 06 Januari 2009 11:36 | |
Resusitasi
jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan
pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti
jantung dan nafas, tetapi masih hidup.
Komplikasi
dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami
pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang
keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun,
jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
Langkah
yang paling tepat jika korban mengalami komplikasi henti jantung dan
pendarahan hebat tergantung pada kemampuan penolong. Jika penolong
sendirian dan mahir dalam mengendalikan pendarahan, maka penolong harus
menghentikan pendarahan dengan cepat baru kemudian melakukan RJP. Jika
penolong ada banyak, maka pengendalian pendarahan dan RJP dapat
dilakukan secara bersamaan.
Langkah
pertama dalam memberikan RJP adalah menentukan titik kompresi jantung.
Titik ini merupakan tempat diletakkannya tangan penolong untuk menekan
jantung. Titik kompresi jantung terletak pada pertemuan iga kanan dan
kiri. Titik ini bisa diletakkan pada 2 jari diatas taju pedang atau
lurus dengan garis semu antara puting susu.
Pelaksanaan RJP berbeda-beda, tergantung pada usia korban. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- korban dewasa (lebih dari 8 tahun)
Jika
penolong hanya 1, maka fase pertama RJP dikakukan sebanyak 4 siklus per
menit yang tiap siklusnya terdiri dari 15 kali tekan jantung dan 2 kali
nafas buatan. Setelah fase pertama selesai, korban diperiksa jantung
dan nafasnya. Jika jantung dan nafas masih berhenti, pertolongan
dilanjutkan dengan fase kedua yang terdiri dari 8 siklus (4 siklus per
menit). Jika pada fase kedua ini jantung dan nafas korban masih
berhenti, maka dilanjutan ke fase ketiga yang terdiri dari 8 siklus,
demikian seterusnya.
Jika
penolongnya 2 orang, maka 1 orang bertugas untuk menekan jantung dan 1
orang lagi memberi nafas buatan. Fase pertama RJP dilakukan dengan 12
siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali tekan jantung
dan 1 kali nafas buatan. Jika korban masih belum bernafas, maka
fase-fase selanjutnya dilakukan sebanyak 24 siklus (12 siklus per menit)
- korban anak-anak (1 – 8 tahun)
Untuk
anak-anak (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP dilakukan
sebanyak 14 – 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5
kali pijat jantung dan sekali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan
disini adalah penekanan jantung tidak boleh terlalu dalam, hanya 3 – 4
cm saja, dan tiupan pada saat pemberian nafas buatan juga tidak boleh
terlalu kencang.
- korban bayi (kurang dari 1 tahun)
Untuk
bayi (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP dilakukan
sebanyak 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali
tekan jantung dan 1 kali nafas buatan. Untuk bayi yang baru lahir, RJP
dilakuakan sebanyak 40 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari 3 kali
tekan jantung dan 1 kali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan pada RPJ
pada bayi adalah penekanan jantung dilakukan dengan 2 jari saja (jari
tengah dan jari manis) dengan kedalaman 1,5 – 2,5 cm dan volume nafas
yang diberikan hanya sebanyak penggembungan pipi penolong saja.
RJP pada korban dihentikan apabila:
- ada penolong yang menggantikan
- ada tanda kehidupan
- ada tanda kematian
- setelah 30 menit
~ Dirangkum dari diklat PMI ~
|
No comments:
Post a Comment