Wednesday, September 28, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLESTASIS

MAKALAH PENCERNAAN II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLESTASIS KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan rahmat dan kemudahan-Nya kepada kami sekelompok sehingga kami dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammad saw., keluarga beseta para sahabat, Makalah ini disusun berdasarkan tuntutan perkuliahan masa kini berdasarkan metode terbaru yang diterapkan para dosen khusunya di stikes mataram yaitu system yang dinamakan SCL (Student Center Learning). Makalah ini berisi tentang materi tentang keperawatan Pencernaan II khususnya mengenai penyakit atau kelainan-kelainan yang terdapat pada sistem pencernaan beserta asuhan keperawatannya. Pembahasan yang khusus akan kami sajikan yaitu mengenai askep kolestasis sebagai bahan kami untuk didiskusikan di dalam kelas dengan metode belajar yang disebutkan tadi di atas yaitu metode SCL. Oleh karena kami menyadari bahwa kami masih dalam belajar sehingga akan sangat jauh kata sempurna bagi kami, maka dari itu kami pun menyadari akan adanya kesalahan atau pun kekurangan dalam penyusunan makalah ini dan dengan sebab itu kritk dan dari pembaca sangat kami harapkan guna memperbaiki isi makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khusunya mahasiswa keperawatan dalam memenuhi tuntutan perkuliahan, amin… Mataram, Oktober 2010 Tim Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahulauan  Latar belakang  Tujuan BAB II Pembahasan ASUHAN KEPERAWATAN KOLESTASIS 1. Tinjauan pustaka A. Definisi B. Etiologi C. Tanda dan gejala D. Patofosiologi 2. Asuhan keperawatan A. Pengkajian B. Diagnosa keperawatan C. Intervensi 3. Asuhan keperawatan pada Ny. M A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Intervensi Keperawatan BAB III Penutup  Simpulan dan saran Daftar pustaka   BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolestasis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu. Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian di endapkan di kulit dan dibuang ke air kemih dan menyebabkan jaundice (sakit kuning). Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang.Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. B. Tujuan Dengan mempelajari pembahasan ini diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yaitu : 1. Tujuan umum  Memenuhi tuntutan perkuliahan dengan metode SCL/SGD  Melatih kemandirian mahasiswa dalam mencari materi perkuliahan 2. Tujuan khusus  Memahami tentang pengertian, etiologi dan patofisiologi beserta gejala-gejala yang timbul pada penyakit KOLESTASIS  Mampu mempresentasikan dan menjawab fenomena dan pertanyaan-pertanyaan mengenai penyakit KOLESTASIS  Mampu mengatasi masalah pada penderita KOLESTASIS dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai kebutuhan pasien. BAB II PEMBAHASAN 1. KOLESTASIS A. DEFINISI Kolestasis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu yang dapat disebabkan oleh gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian di endapkan di kulit dan dibuang ke air kemih dan menyebabkan jaundice (sakit kuning).  Kolestasis terbagi menjadi :  kolestasis intrahepatik  kolestasis ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik A. Idiopatik 1. Hepatitis neonatal idiopatik 2. Lain-lain : Sindrom Zellweger B. Anatomik 1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil 2. penyakit Caroli C. Kelainan Metabolik 1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu 2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme D. Infeksi 1. Hepatitis virus A, B, C 2. TORCH, reovirus, dll E. Genetik/ kromosomal 1. Sindrom Alagile 2. Sindrom Down, Trisomi E F. Lain-lain Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal Kolestasis Ekstrahepatik  Atresia bilier  Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier  Massa (kista, neoplasma, batu)  Inspissated bile syndrome , dll B. ETIOLOGI Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian diendapkan di kulit dan dibuang ke air kemih, menyebabkan jaundice (sakit kuning). Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Berasal dari hati - Hepatitis - Penyakit hati alkoholik - Sirosis bilier primer - Akibat obat-obatan - Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan). 2. Berasal dari luar hati - Batu di saluran empedu - Penyempitan saluran empedu - Kanker saluran empedu - Kanker pankreas - Peradangan pankreas. C. GEJALA Jaundice dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. Tinja terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. Tinja juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D. Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang.Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak.Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam. D. PATOFISIOLOGI Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan langkah diagnostik yang kompleks.   Kolestasis   Metabolisme bilirubin Hemoglobin  Heme  Hemoksigenase Biliverdin  Biliverdin - reductase Bilirubin indirek (bebas)  Lipofilik  kompleks bilirubin - albumin Ambilian : protein - y ; protein – z Konjugasi (glukuronil transferase)  Bilirubin direk (conjugated)  Hidrofilik   Hidrolisis Bakteri Bilirubin : Sterkobilin Urobilinogen E. MANIFESTASI KLINIS Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah ikterus, tinja akolok dan urin yang berwarna gelap, namun tidak ada satupun gejala atau tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahanbahan yang diperlukan untuk pembekuan darah. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam. F. PENGOBATAN Penyumbatan di luar hati biasanya dapat diobati dengan pembedahan atau endoskopi terapeutik. Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya: - jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan - jika penyebabnya adalah hepatitis, biasanya kolestasis dan jaundice akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk mengobati gatal-gatal. Obat ini terikat dengan produk empedu tertentu dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali dan menyebabkan iritasi kulit. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah. Tambahan kalsium dan vitamin D sering diberikan jika kolestasis menetap, tetapi tidak terlalu efektif dalam mencegah penyakit tulang. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam tinja, diberikan tambahan trigliserida. 1. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS a. Pengkajian 1. Anamnesis Umumnya ditanyakan bagaimana warna urin. Warna urin pada peningkatan bilirubin direct dalam darah yang kita kenal sebagai kolestasis umumnya kuning tua atau sedikit lebih tua dari biasanya. Pada bayi mungkin saja tidak ditemukan warna kuning tua karena volume urin bayi umumnya cukup besar sehingga mungkin ada efek dilusi bilirubin dalam urin. Selain itu ditanyakan warna feces. Pada kolestasis dapat dijumpai warna feces yang pucat seperti dempul, dapat terus menerus atau berfluktuasi. 2. Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis perlu di fokuskan pada penampilan umum pasien, berat badan,panjang badan dan lingkar kepala. Pasien dengan kelainan metabolik atau neonatal hepatitis umumnya terlihat kecil sedangkan atresia bilier umumnya besar seperti anak normal. Hal yang terakhir ini sering kali mengecoh klinisi untuk cenderung mengatakan kuning pada bayi tersebut hanya memerlukan penyinaran pagi hari saja. Ukuran kepala yang kecil mengarahkan kemungkinan terjadi infeksi kongenital. Mata perlu diperiksa apakah selain ikterik terlihat katarak yang mengarah ke galaktesemia.Pemeriksaan jantung kadang-kadang menyertai kelainan kolestasis tertentu. Hati perlu diperiksa ukurannya yang dapat membesar tetapi dapat pula masih normal, kadang ditemukan splenomegali. 3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk menghemat dana, pada awalnya cukup dimintakan pemeriksaan bilirubin direct darah saja, kecuali terdapat kecurigaan kuat bahwa kasus tersebut adalah kasus kolestasis. Bila ditemukan bahwa bilirubin direct meningkat > 1,5 mg/dl dan komponen bilirubin direct tersebut merupakan > 15% dari bilirubin total yang meningkat maka dapat kita katakan pasien tersebut dengan kolestasis. Bayi dengan peningkatan bilirubin direct sangat mungkin menderita kelainan hepatobilier dan memerlukan pemeriksaan selanjutnya. Bila dari hasil pemeriksaan darah terbukti kolestasis maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyebab kolestasis tersebut. Pemeriksaan tersebut antara lain : pemeriksaan darah ALT (SGPT), AST (SGOT), gamma glutamyl transpeptidase (GGT), albumin, globulin, kolesterol total, trigliserida, glukosa, ureum, kreatinin, waktu protombin/INR. Bila mungkin pemeriksaan hornomal seperti FT4, TSH dapat pula diperiksakan. Pemeriksaan urin rutin perlu dilakukan. Pemeriksaan USG 2 fase dan mungkin biopsy hati perlu dilakukan. Kecepatan penanganan kolestasis terutama pada atresia bilier sangat menentukan prognosis bayi karena operasi Kasai dapat dilakukan sebelum ditemukan sirosis hepatitis idealnya sebelum usia 8 minggu. b. Diagnosa keperawatan Beberapa diagnose keperawatanyang mungkin muncul pada kasus kolestitis : A. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiper bilirubin. 1. Tujuan Keutuhan kulit dapat dipertahankan. 2. Kriteria hasil a. Kulit utuh, tidak ada ikterik b. Tidak ada warna kemerahan di daerah perianal dan lipatan paha (perubahan warna) c. Kulit tidak kering dan lembut. 3. Rencana tindakan a. Observasi tanda-tanda ikterus/jaundice selengkap-lengkapnya dengan menggunakan sinar matahari bila memungkinkan. b. Observasi sklera, warna kulit, dengan menekan kulit pada bagian yang keras, misal wajah, dada, lengan atas dan kaki. c. Gunakan sabun lembut untuk membersihkan kulit. d. Atur frekuensi fototerapi 4. Rasional a. Jaudance merupakan tanda-tanda hiper bilirubinemia, karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian. b. Ikterik pertama kali terlihat pada sklera yang menguning, dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. c. Menjaga kelembaban dan kebersihan kulit. d. Memudahkan perawat untuk mengatur pengawasan penyinaran, seringnya BAB merupakan faktor penyebab kerusakan kulit. B. Resiko terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan IWL dan efek fototerapi. 1. Tujuan Resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi. 2. Kriteria hasil a. Kulit tidak kering b. Suhu tubuh 36,50C-370C c. Resiko dehidrasi berkurang 3. Rencana tindakan a. Observasi suhu aksila tiap 4 jam. c. Ukur intake dan output cairan tiap 4 jam e. Observasi tanda-tanda dehidrasi 4. Rasional a. Pengawasan sering membantu dalam menunjukan apakah ada tidak peningkatan suhu tubuh. b. Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan tubuh bayi. c. Hidrasi yang adekuat mempermudah pengeluaran/eliminasi dan ekreso bilirubin dan mengganti cairan yang hilang. d. Deteksi dini yang membantu untuk mengetahui dengan cepat adanya tanda-tanda dehidrasi. C. Resiko terhadap kematian berhubungan dengan kadar bilirubin darah yang bersifat toksik. 1. Tujuan Resiko cidera tidak terjadi. 2. Kriteria hasil a. Kulit tidak ikterik. b. Bilirubin dalam batas normal. 3. Rencana tindakan a. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit, sklera dan warna tubuh secara progresif terhadap ikterik. b. Pantau tanda-tanda vital tiap 1-2 jam. c. Ubah posisi yang sering tiap 1 jam. d. Pertahankan terapi cairan parenteral. e. Pantau kenaikan bilirubin darah. 4. Rasional a. Memantau perkembangan dan kenaikan bilirubin. c. Cara/langkah agar seluruh bagian tubuh bayi terkena fototerapi secara merata. d. Mengganti cairan yang hilang waktu fototerapi. e. Mengevaluasi jumlah bilirubin yang bersifat toksik dalam darah. D. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit. 1. Tujuan Keluarga mengerti dan paham tentang penyakit. 2. Kriteria hasil a. Keluarga tampak tenang b. Adanya pemahaman tentang penyakit oleh keluarga 3. Rencana tindakan a. Jelaskan pada keluarga tentang penyakit dan pengobatan. b. Diskusikan tentang perawatan lanjutan medik secara periodik. c. Tekankan pentingnya perawatan diri dan keluarga serta tentang kebersihan lingkungan. 4. Rasional a. Menurunkan kecemasan keluarga b. Dapat menurunkan kecemasan keluarga c. Memonitor perjalanan penyakit d. Mencegah pertumbuhan dan penularan virus dan bakteri maupun parasit yang menyebabkan infeksi. 2. TINJAUAN KASUS Ny. M 28 tahun berasal dari Papua, pendidikan SMP, pedagang. Klien datang ke RS dengan keluhan sudah 3 bulan ikterus. Sebelumnya klien mempunyai hepatitis akut. Serum transaminase dan bilirubin meningkat. Nafsu makan menurun sehingga berat badan sebanyak 4 kg dalam 2 minggu. Klien cemas jika harus dirawat lagi karena khawatir jika tidak sanggup biaya. Tekanan darah 140/100 mmHg, pernafasan 24/menit, nadi 100 x/menit dan suhu 37,60C, kesadaran CM. 1. Pengkajian a. Identitas • Nama : Ny.M • Umur : 28 th • Jenis kelamin : Perempuan • Pekerjaan :Pedagang • Pendidikan : SMP • Status : Kawin • Agama : Islam • Suku/bangsa : Papua • Alamat : Papua • Penanggung :_¬¬¬__ b. Riwayat kesehatan Keluhan utama :  Klien mengeluh sudah 3 bulan ikterus Riwayat penyakit dahulu : Hepatitis akut Riwayat penyakit keluarga :____ c. Pemeriksaan fisik • Tekanan darah :140/100mmhg • RR :24x/menit • Nadi :100x/menit • Suhu : 37,60C • Tingkat kesadaran :CM d. Pemeriksaan penunjang Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu pemeriksaan :  Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan Rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma- GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.  Biopsi Hati Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100- 200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.  Darah : Lymphocytosis, monocytosis, neutropenia, eosinophilia, anisocytosis  Feses : warna dalam batas normal  Morfologi darah tepi : proses alergi (imun) dan inflamasi jaringan  Kimia : bilirubin serum ; hiperbilirubinemia direk e. Penatalaksanaan Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk : 1. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan ½ Fenobarbital 5 mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian suus. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder. 2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan ½ asam unsodeoksikolat, 3 ½ 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik. B. Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang se optimal mungkin, yaitu : 1. Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpi lemak. 2. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. C. Terapi bedah Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direct > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari. 3. Analisa data No. Sig/simtom Etiologi Masalah 1 Ds: Klien mengeluh sudah 3 bulan ikterus. Do: - Kulit terlihat kuning, pucat, menggigil / meriang. Produksi bilirubin berlebihan Mengendap dibawah kulit Ikterus Jaundice lama Kulit berwarna gelap Gangguan integritas kulit Gangguan integritas kulit. 2 Ds: Anoreksia. Do: Berat badan turun 4 kg dlm 2 minggu Kurang vit. Dan mineral Kebutuhan nutrisi tdak terpenuhi Mual muntah Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 3 Ds : Klien merasa tidak berdaya dengan kondisinya. Do : - Klien sering menanyakan keadaannya. - Gelisah, mampak cemas dan ketakutan. Kurangnya pengetahuan informasi Cemas Kecemasan 4. Prioritas Diagnosa Keperawatan A. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiper bilirubin. B. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah C. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan informasi keluarga tentang proses penyakit. 5. Intervensi keperawatan No. Dx Intervensi Tujuan & kriteria hasil Rasional 1 a. Observasi tanda-tanda ikterus/jaundice selengkap-lengkapnya dengan menggunakan sinar matahari bila memungkinkan. b. Observasi sklera, warna kulit, dengan menekan kulit pada bagian yang keras, misal wajah, dada, lengan atas dan kaki. c. Gunakan sabun lembut untuk membersihkan kulit. d. Atur frekuensi fototerapi Tujuan: Keutuhan kulit dapat dipertahankan. Kriteria hasil: a. Kulit utuh, tidak ada ikterik b. Tidak ada warna kemerahan di daerah perianal dan lipatan paha (perubahan warna) c. Kulit tidak kering dan lembut. a. Jaudance merupakan tanda-tanda hiper bilirubinemia, karena lampu buatan akan mengaburkan pengkajian. b. Ikterik pertama kali terlihat pada sklera yang menguning, dengan menekan akan muncul warna kuning setelah tekanan dilepaskan. c. Menjaga kelembaban dan kebersihan kulit. d. Memudahkan perawat untuk mengatur pengawasan penyinaran. 2. 1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat. 2. Kaji kebiasaan makan klien. 3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. 4. Timbang berat badan bila memungkinkan. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan. kriteri hasil: - Nutrisi klien terpenuhi. - Mual berkurang sampai dengan hilang 1. Makanan yang hangat menambah nafsu makan. 2. Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien. 3. Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual 4. Untuk mengetahui kehilangan berat badan. 5. Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak 3 a. Jelaskan pada keluarga tentang penyakit dan pengobatan. b. Diskusikan tentang perawatan lanjutan medik secara periodik. c. Tekankan pentingnya perawatan diri dan keluarga serta tentang kebersihan lingkungan. Tujuan : Keluarga mengerti dan paham tentang penyakit. Kriteri hasil: a. Keluarga tampak tenang b. Adanya pemahaman tentang penyakit oleh keluarga a. Menurunkan kecemasan keluarga b. Dapat menurunkan kecemasan keluarga c. Memonitor perjalanan penyakit d. Mencegah pertumbuhan dan penularan virus dan bakteri maupun parasit yang menyebabkan infeksi. 6. Implementasi Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat atau direncanakan.   BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Kolestasis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu yang dapat disebabkan oleh gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian di endapkan di kulit dan dibuang ke air kemih dan menyebabkan jaundice (sakit kuning). Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala ainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam. B. SARAN Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mata kuliah “Keperawatan Pencernaan II”. Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dalam penyusunan makalah ini agar lebih baik. DAFTAR PUSTAKA  Doenges, Marilyn E, 1999. ”Rencana Asuhan Keperawatan EGC”, Jakarta.  Kapita Selekta Kedokteran Edisi III.  Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi III.

No comments:

Post a Comment