Wednesday, September 28, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TETANUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. Pengetahuan tentang penyakit tetanus sangatlah penting mengingat bahwa tetanus merupakan salah satu penyakit yang berbahaya. B. Rumusan Masalah - Apa yang dimaksud dengan tetanus? - Apa yang menyebabkan terjadinya tetanus? - Bagaiman patofisipologi terjadinya tetanus? - Bagaiman manifstasi klinis dari tetanus? - Bagaimana evaluasi diagnostic dan penatalaksanaan medis tetanus? - Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan tetanus? C. Tujuan a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan, khususnya mata kuliah neurobehaviour II serta melatih mahasiswa untuk berpikir kritis. b. Tujuan Khusus - untuk mengetahui dan memahami tentang tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang penyebab tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis dari tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang evaluasi diagnostic dan penatalaksanaan medis tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus D. Manfaat Mendapatkan pengetahuan tentang neurobehaviour khususnya tentang tetanus sehingga nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. B. Etiologi Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit. Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Faktor predisposisi 1. Umur tua atau anak-anak 2. Luka yang dalam dan kotor 3. Belum terimunisasi C. Patofisiologi Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari . Pathway Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis Gangliosides Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan pada tetanus -Hipertermi -Hipotermi -Aritmia -Takikardi Hipoksia berat  O2 di otak Kesadaran  -Ggn. Eliminasi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Gg. Perfusi Jaringan Gg Komunikasi Verbal Gg. Pertukaran Gas Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) kurang interaksi dengan tenaga kes. Kurang pengetahuan D. Manifestasi Klinis Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan : 1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris. 2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. ,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki) 3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat 4. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat 5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki) 6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior. 7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini. 8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat. 9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. 10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir. 11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak. Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu: 1. tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele. 2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi. 3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum. Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi : 1. ringan ; hanya trismus dan kejang lokal 2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir E. Evaluasi Diagnostik - Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang - Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L - Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler F. Penatalaksanaan Medis Secara Umum - Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya. - Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral. - Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar. - Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu. - Mengatur cairan dan elektrolit. Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan : • eliminasi kuman 1. debridement untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi. 2. antibiotika penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul. • netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan. Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI • perawatan suporatif perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional : a. nutrisi dan cairan 1. pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral 2. bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan. b. menjaga agar nafas tetap efisien 1. pemebrsihan jalan nafas dari lendir 2. pemberian xat asam tambahan 3. bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat) c. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang 1. antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis. 2. pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan. 3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya 4. bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator) d. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : 1. Semua pakaian ketat dibuka 2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung 3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen 4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen Pembedahan • Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas. • Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi. G. Komplikasi 1. Bronkopneumoni 2. Asfiksia dan sianosis 3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi. 4. Atelektaksis karena obstruksi secret 5. Fraktura kompresi. H. Pengobatan - Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U - Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma - Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari I. Pencegahan Pencegahan penyakit tetanus meliputi : 1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan 2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X 3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat 4. Pemberian anti tetanus serum J. Proses Keperawatan a. Pengkajian 1. Identitas - Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi - Identitas orang tua: Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat - Identitas sudara kandung 2. Keluhan utama/alasan masuk RS 3. Riwayat Kesehatan - Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat. - Riwayat kesehatan masa lalu • Ante natal care • Natal • Post natal care - Riwayat kesehatan keluarga 4. Riwayat imunisasi 5. Riwayat tumbuh kembang - Pertumbuhan fisik - Perkembangan tiap tahap 6. Riwayat Nutrisi - Pemberin asi - Susu Formula - Pemberian makanan tambahan - Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini 7. Riwayat Psikososial 8. Riwayat Spiritual 9. Reaksi Hospitalisasi - Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap 10. Aktifitas sehari-hari - Nutrisi - Cairan - Eliminasi BAB/BAK - Istirahat tidur - Olahraga - Personal Hygiene - Aktifitas/mobilitas fisik - Rekreasi 11. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum klien - Tanda-tanda vital - Antropometri - Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan. - Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C. - Sistem Pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus - Sistem Indra - Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan. - Sistem Endokrin - Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria) - Sistem reproduksi - Sistem imun - Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. 12. Pemeriksaan tingkat perkembangan - 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial) - 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial) 13. Tes Diagnostik 14. Terapi b. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mucus b. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring. e. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang i. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang c. Perencanaan Keperawatan dan Rasional Dx.1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mukus. Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi Intervensi 1. Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret 2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi 3. Gunakan sudip lidah saat kejang R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan 4. Miringkan ke samping untuk drainage R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas 5. Observasi oksigen sesuai program R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia 6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp) R: Mengurangi rangsangan kejang 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia Dx. 2 : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan criteria : - Membran mukosa lembab, - Turgor kulit baik Intervensi 1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam 3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien 4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya 5. Pertahankan kepatenan NGT - Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian - Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler - Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh - Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan - Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh Dx. 3. : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria: - Berat badan sesuai usia - makanan 90 % dapat dikonsumsi - Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang Intervensi 1. Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan R: Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh 2. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang R: Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air. 3. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein R: Suplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh 4. Timbang berat badan sesuai protocol R: Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi Dx. 4 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring. Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria: - Jalan nafas bersih dan tidak ada secret - Pernafasan teratur Intervensi 1. Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret 2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi 3. Gunakan sudip lidah saat kejang R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan 4. Miringkan ke samping untuk drainage R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas 5. Pemberian oksigen 0,5 Liter R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia 6. Pemberian sedativa sesuai program R: Mengurangi rangsangan kejang 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia Dx. 5: Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria - Klien tidak ada cedera - Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman Intervensi 1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus R: Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang 2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman R: Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang 3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel R: Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien 4. Lindungi pasien pada saat kejang R: Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik 5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang R: Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang Dx. 6: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi) Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : - Tidak ada kemerahan , lesi dan edema Intervensi 1. Observai adanya kemerahan pada kulit R: Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus 2. Rubah posisi secara teratur R: Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan 3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar R: Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit 4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa R: Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan 5. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion R: Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit Dx. 7: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria - Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu. Intervensi 1. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari R: Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan 2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri R: meningkatkan kenyamanan klien sehingga dapat membantu proses penyembuhan 3. Berikan makanan perparenteral R: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien 4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. R: Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit Dx. 8: Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : - Orang tua klien tidak cemas dan gelisah. Intervensi 1. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak R: Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan 2. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya R: Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan 3. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan R: Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan kecemasan 4. Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik R: Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga d. Evaluasi 1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas bersih, tidak ada sekresi 2. Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan, membran mukosa lembab, turgor kulit baik 3. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat dikonsumsi, jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan vitamin seimbang) 4. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret, pernafasan teratur 5. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman 6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan , lesi dan edema 7. Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu. 8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, orang tua klien tidak cemas dan gelisah. BAB III PENUTUP A. KESIMPILAN Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Gejala klinis dari tetanus yaitu trismus dan kejang local(ringan ), mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh(sedang). Evaluasi diagnostic yang perlu dilakukan untuk menentukan penyakit tetanus yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah leukosit, pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler B. PENUTUP Penyakit tetanus merupakan salah satu penyakit berbahaya dan memerlukan penanganan yang cepat. Oleh karena itu diharapkan bagi perawat maupun mahasiswa keperawatan agar dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit ini sehingga nantinya dapat dikembangkan dan diterapkan dalam praktik keperawatan DAFTAR PUSTAKA Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta. Sumber lain: http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/05/askep-tetanus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus http://7hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-tetanus/+askep+tetanus http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html http://health.wahyurobi.com/health/?p=5

No comments:

Post a Comment