Wednesday, September 28, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DHF

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341). Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan. Oleh karena itulah kami menyusun Makalah ini,yang nantinya akan memberikan Informasi serta pengetahuan yang lebih dalam lagi mengenai Penyakit Dengue Hemoraghi fever (DHF) dan Prosedur Pemberian Asuhan keperawatan bagi pasien yang menderita penyakit tersebut diatas. B. TUJUAN Adapun tujuan dari penyusunan Asuhan keperawatan ini, yaitu: A. Tujuan umum a. Agar kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui apa penyebab,tanda dan gejala serta Patofisiologi dari Dengue hemoraghi fever. b. Agar kita sebagai mahasiswa mampu menerapkan Proses keperawatan Pada klien dengan DHF. B. Tujuan Khusus a. Mampu menerapkan pengkajian keperawatan pada klien dengan DHF b. Mampu menerapkan Diagnosa keperawatan pada klien dengan DHF c. Mampu menerapkan Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan DHF C. RUMUSAN MASALAH Adapun Beberapa Rumusan Masalah yang kami angkat pada Makalah kami ini yaitu a) Definisi DHF? b) Etiologi DHF? c) Patofisiologi DHF? d) Manifestasi Klinis DHF? e) Evaluasi Diagnostik DHF? f) Penatalaksanaan medis klien dengan DHF? g) Komplikasi DHF? h) Asuhan keperawatan pada klien dengan DHF? BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16). B. ETIOLOGI 1. Virus dengue Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36). 2. Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420). Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37). 3. Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38). C. KLASIFIKASI WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : a. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi. b. Derajat II Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. c. Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80  120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0 ) d. Derajat IV Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. D. PATOFISIOLOGI Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419). E. PATHWAY NURSING. F. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE 1. Demam Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39). 2. Perdarahan Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 jdari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349). 3. Hepatomegali Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39). 4. Renjatan (Syok) Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39). G. EVALUASI DIAGNOSTIC Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni : Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994). Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560. Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202) Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum. Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997: Klinis: - Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari. - Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed). - Pembesaran hepar. - Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah. Laboratorium: - Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring atau istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari. 7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila : a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. b. Hematokrit yang cenderung mengikat. I. KOMPLIKASI 1. Ensefalopati Ensefalopati terjadi sebagai komplikas syok yang berkepanjangan dengna perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia atau perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Pada ensekalopati dengue, kesadaran atau tidak kejang dan dapat terjadi pada SSD. Bila pasien syok dijumpai penurunannya kesadaran, maka untuk teratasi perlu dinilai kembali kesadarannya. 2. Kegagalan ginjal Gagal ginjal akut biasanya terjadi pada masa torminal. Sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada kesadaran syok berat seringkali dijumpai acute tubular necrosisi ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 3. Oedema paru Komplikasi ini mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang berlebihan. 4. Demam tinggi 5. Gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang 6. Disorientasi (prognosa buruk) ASUHAN KEPERAWATAN DHF A. PENGKAJIAN Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.  Data subyektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu : 1.) Lemah. 2.) Panas atau demam. 3.) Sakit kepala. 4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5.) Nyeri ulu hati. 6.) Nyeri pada otot dan sendi. 7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. 8.) Konstipasi (sembelit).  Data obyektif : Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain : a. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. b. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. c. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena. d. Hiperemia pada tenggorokan. e. Nyeri tekan pada epigastrik. f. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. g. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1. Ig G dengue positif. 2. Trombositopenia. 3. Hemoglobin meningkat > 20 %. 4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil: a. SGOT/SGPT mungkin meningkat. b. Ureum dan pH darah mungkin meningkat. c. Waktu perdarahan memanjang. d. Asidosis metabolik. e. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM 1. Sistem Pernapasan / Respirasi Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless). 2. Sistem Cardiovaskuler Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari. Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. 3. Sistem Persyarafan / neurologi Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS 4. Sistem perkemihan Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah. 5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena). 6. Sistem integumen Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia). 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler 3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler 4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. 5. Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan penurunan factor-fakto pembekuan darah ( trombositopeni ) C. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi & Rasional NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL DX.1 Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan. 1. Suhu tubuh antara 36 – 37 2. membran mukosa basah, 3. nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), 4. Nyeri otot hilang. a. Berikan kompres (air biasa / kran). b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi ) c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien. d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering. e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program. a. Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi. b. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi. c. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. d. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. e. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien. NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL DX.2 Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik. a. Input dan output seimbang, b. Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), c. Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, d. Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat. a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering b. Observasi capillary Refill c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine. d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi) e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah. a. Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler b. Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi. d. Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral e. Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok. NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL DX.3 Tidak terjadi syok hipovolemik Tanda Vital dalam batas normal a. Monitor keadaan umum pasien. b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo a. Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok b. Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok c. Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan. d. Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat. e. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut. NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL DX.4 Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, b. tidak terjadi penurunan berat badan, c. Nafsu makan meningkat, d. porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, e. mual dan muntah berkurang. a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai b. Observasi dan catat masukan makanan pasien. c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ) d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan e. Berikan dan Bantu oral hygiene. f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas. a. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi b. Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan c. Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi. d. Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster. e. Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral f. Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah. NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL DX.5 Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan. TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL). a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest ) b. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). c. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap). d. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis. e. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate). a. Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. b. Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. c. Untuk mengetahui jumlah sel-sel darah serta protein-protein darah d. Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike. e. Untuk memenuhu jumlah trombosit agar tidak terjadi perdarahan D. EVALUASI 1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam. 2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang. 3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan. 4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi. 5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi. 6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal. 7) Infeksi tidak terjadi. 8) Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut. 9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419). WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : a. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi. b. Derajat II Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. c. Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80  120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0) d. Derajat IV Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. B. SARAN Guna kesempurnaan Makalah ini,kami kelompok 1 sangat mengharapkan kritik serta saran yang bisa membangun.Oleh karena itu sekiranya Rekan-rekan dari kelompok lain beserta Dosen Pembimbing untuk memberikan tambahan yang insya Allah akan membangun dari Makalah yang kami buat ini. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995 Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267.

No comments:

Post a Comment