Wednesday, September 28, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HEMOTHORAX

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HEMOTORAX KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan YME, karena berkat Rahmat-Nya lah makalah tentang ”ASKEP HEMOTHORAX”, dapat terselsaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula, ucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang membantu menyusun makalah ini. Terutama kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah memberikan kami waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Kami dari kelompok 8 menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan dan kemampuan kami masih terbatas. Untuk itu kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna melengkapi makalah ini.Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah yang kami susun ini berguna dan bermanfaat serta dapat menunjang kemandirian dalam proses belajar. Mataram, 19 Agustus 2011 Penusun PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada . hematothorax tidak berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab Identifikasi dan pengobatan traumatik gematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka . Dalam kasus hematothorax tidak berhubungan dengan trauma , penyelidikan yang hati – hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan ketika perawatan terjadi . Hematothorax mengacu pada koleksi darah dalam rongga pleura . Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah efusi pleura ) . Sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan . Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang sama , menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus ditutup dengan harapan bahwa ada tekanan intrathoracic akan menghentikan perdarahan jika efek yang diinginkan tercapai , menyarankan agar luka dibuka kembali beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap beku darah atau cairan serosa . Mengukur frekuansi hematothorax dalam populasi umum sulit . Hematothorax yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patah tulang rusuk dan mungkin tak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan . karena sebagian besar terkait dengan hematothorax trauma , perkiraan kasar terjadinya mereka dapat dikumpulkan dari trauma statistik . B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum: Untuk memperluas wacana pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasiean Hemotorax . 2. Tujuan Khusus: a. Mampu mengkaji masalah-masalah keperawatan secara komprehensif. b. Mampu menganalisa dan merumuskan serta menegakan diagnosa Keperawatan yang muncul. c. Mampu merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang meliputiupaya promotif, preventif, kuratif serta rehabilitati. d. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan. e. Mempunyai pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan Hemotorax. C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan hematothorax ? 2. Apa saja etiologi dari hematothorax ? 3. Bagaimana patofisiologi dari hematothorax? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari hematothorax ? 5. Apa saja pemeriksaan dari hematothorax ? 6. Bagaimana perawatan dari hematothorax ? D. Sistematika Penulisan Sistemetika penulisan makalah ilmiah tentang materi Hemotorax ini terdiri dari tiga bab. masing-masing terdiri dari sub-sub bahasan yaitu: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan C. Rumusan Masalah D. Sistematika Penulisan BAB II Pembahasan A. Definisi Penyakit B. Patofisiologi C. Manifestasi Klinik D. Pemeriksaan Penunjang E. Perawatan F. Asuhan keperawatan BAB III Penutup Kesimpulan Daftar Pustaka ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMOTHORAK A. KONSEP DASAR REVIEW ANATOMI 1. Pengertian Hemothorak adalah adanya darah yang masuk kearea pleural (antara pleura viseralis dan pleura parietalis). Hematothorax adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal dari darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru – paru , jantung atau pembuluh darah besar . kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam . Ini juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit .( Puponegoro , 1995) Etiologi Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan menyebabkan ruda paksa tumpul pada rongga thorak (Hemothorak) dan rongga Abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan tembakan a. Traumatis • Trauma tumpul . • Penetrasi trauma . b. Non traumatic atau spontan • Neoplasia ( primer atau metastasis ) . • Diskrasia darah , termasuk komplikasi antikoagulasi . • Emboli paru dengan infark . • Emfisema . • Tuberkulosis . • Paru arteriovenosa fistula . Pembagian Hemothorak a) Hemothorak Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. b) Hemothorak Sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga VI. c) Hemothorak Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai cranial, iga IV. 2. Pathofisiologi : Perdarahan ke dalam rongga pleura dapat terjadi, hampir semua gangguan dari jaringan dinding dada dan pleura atau struktur intratoracic yang fisiologis terhadap pengembangan hematothorax diwujudkan dalam 2 bidang utama hemodinamik dan pernapasan . Tingkat respons hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah . Gerakan pernapasan normal mungkin terhambat oleh ruang efek menduduki akumulasi besar darah dalam rongga pleura . Dalam kasus trauma , kelainan ventilasi dan oksigen dapat mengakibatkan , terutama jika dikaitkan dengan cedera pada dinding dada . Dalam beberapa kasus nontraumatic asal usul , terutama yang berkaitan dengan pneumotorax dan jumlah terbatas perdarahan , gejala pernapasan dapat mendominasi. Pathway Nursing Gejala / tanda klinis Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung. 3. Manifestasi Klinis 1. Blunt trauma – hematothorax dengan dinding dada cedera tumpul . • Jarang hematothorax sendirian menemukan dalam trauma tumpul . Associated dinding dada atau cedera paru hampir selalu hadir . • Cedera tulang sederhana terdiri dari satu atau beberapa patah tulang rusak adalah yang paling umum dada cedera tumpul . Hematothorax kecil dapat berhubungan dengan bahkan satu patah tulang rusuk tetapi sering tetap diperhatikan selama pemeriksaan fisik dan bahkan setelah dada radiography . Koleksi kecil seperti jarang membutuhkan pengobatan. • Kompleks dinding dada cedera adalah mereka yang baik 4 / lebih secara berurutan satu patah tulang rusuk hadir atau memukul dada ada . Jenis cedera ini terkait dengan tingkat signifikan kerusakan dinding dada dan sering menghasilkan koleksi besar darah dalam rongga pleura dan gangguan pernapasan substansial . Paru memar dan pneumotorax yang umumnya terkait cedera . Mengakibatkan luka – luka lecet dari internal interkostal / arteri mamae dapat menghasilkan ukuran hematothorax signifikan dan hemodinamik signifikan kompromi . Kapal ini adalah yang paling umum perdarahan terus menerus sumber dari dada setelah trauma . • Delayed hematothorax can accur at some interval after blunt chest trauma . Dalam kasus tersebut evaluasi awal , termasuk dada radiography , mengngkapkan temuan dari patah tulang rusuk yang menyertainya tanpa intrathoracic patologi , Namun jam untuk hari kemudian , seorang hematothorax terlihat . Mekanisme diyakini baik pecah terkait trauma dinding dada hematom ke dalam rongga pleura / perpindahan dari tulang rusuk patah ujungnya dengan interkostalis akhirnya gangguan terhadap kapal – kapal selama gerakan pernapasan atau batuk . 2. Intrathoracic cedera tumpul • Hematothorax besar biasanya berhubungan struktur vaskular cedera . Gangguan atau robekan besar struktur arteri / vena di dalam dada dapat menyebebkan perdarahan masif / exsanguinating . • Hemodinamik menifestasi terkait dengan hematothorax besar adalah mereka dari hemorrhagic shock . Gejala – gejala dapat berkisar dari ringan sampai mendalam , tergantung pada jumlah dan laju perdarahan ke dalam rongga dada dari sifat dan tingkat keparahan cedera terkait . • Karena koleksi besar darah akan menekan paru – paru ipsilateral , pernapasan terkait termasuk manifestasi tachypnea dan dlam beberapa kasus hypoxemia . • Berbagai temuan fisik seperti memar , rasa sakit , ketidakstabilan / krepitus pada palpasi atas rusuk retak , cacat dinding dada / gerakan dinding dada paradoksal dapat mengakibatkan kemungkinan hematothorax bersamaan dalam kasus cedera tumpul dinding dada . Ketumpulan pada perkusi diatas bagian yang terkena sering hemotorax dicatat dan lebih sering ditemukan selama lebih tergantung daerah torax jika pasien tegak . Berkurang / tidak hadir pada auskultasi bunyi napas dicatat di atas wilayah hemotothorax . Pemeriksaan diagnostik a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun. c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak). d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah. Komplikasi Adhesi pecah, bula paru pecah. Penatalaksanaan a) Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak memerlukan tindakan khusus. b) Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air. c) Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi. B. SELANG DADA Pengertian Selang Dada adalah dapat bekerja sebagai drain untuk udara ataun cairan. Untuk mengatasi masalah-masalah gangguan pulmonal tersebut, selang dimasukan kedalam rongga pleura (antara pleura parietalis dan viseralis) agar tekanan negatif intra pleural kembali normal. Pada bedah jantung selang ditempatkan kedalam pericardium atau mediastinum dibawa insisi sternotomi selang dada diletakan sebelum dilakukan sebelum penutupan sayatan pada pembedahan paru dan jantung atau dilakukan ditempat tidur sebagai tindakan kedaruratan untuk mengatasi pneumothorak atau hemothorak. Selang disambungkan pada system drainase water seal (Atrium, Pleure-vac, Segel sentinel, thora-klex, atau thora-seal III ). Sistem pembuangan cairan melalui dada terdiri dari system 1 botol, 2 botol atau 3 botol, bila jumlah cairan dan udara yang dikeluarkan sangat banyak. Apabila terdapat dua tempat pemasangan selang, maka kemungkinan kedua selang itu disambungkan pada system drainase bersegel (WSD) dengan menggunakan Y konektor. Tujuan Pemberian Selang Dada Untuk mengeluarkan udara, cairan atau keduanya dari rongga thorak. Macam-macam selang dada yang di gunakan a) Selang lebih kecil (16 –20 French) digunakn untuk buang udara b) Selang lebih besar (20 – 26 French) untuk alirkan darah/drainase pleural yang kental. Sistem Drainasi Selang Dada a. Sistem 1 botol b. Sistem 2 botol c. Sistem 3 botol d. Unit Water Seal (sekali pakai) e. Flutter Valve f. Screw Valve g. Calibrated Spring Efek pernapasan pada tekanan intra pleural Siklus ventilasi Tekanan Intra pleura Istirahat -5 cm H2O Inspirasi - 6 - - 12 cm H2O Ekspirasi - 4 - - 8 cm H2O Indikasi Pemasangan Selang Dada a. Hemothorak (penyebab trauma dada, neoplasma, robekan pleural, kelebihan anti koagulan, pasca bedah thorak) b. Pneumothorak 1) spontan > 20 % (penyebab ruptur bleb) 2) Desakan (penyebab ventilasi mekanik, luka tusuk tembus, klem selang dada terlalu lama, kerusakan segel pada system drainase selang dada. 3) Fistula Broncko pleural (penyebab kerusakan jaringan, tumor, aspiorasi bahan kimia toksis). 4) Efusi pleural (penyebab neoplasma). 5) Para Pneumonia terkomplikasi (penyebab penyakit kardio pulmoner serius - kondisi inflamasi. - Pus > (Empiema) - Glukosa < 40 mg/dl - Pewarnaan gram positif/kultur bakteri - PH < 7,0 - PH 7,0 - 7,2 dan LDH > 1000 IU / L - Chilothoraks (penyebab trauma, malignansi, abnormalitas congenital). Komplikasi Pemberian Selang Dada a. Tension pneumo thorak (karena sumbatan pada selang) b. Empisema sub cutan (karena udara masuk kedalam jaringan sub cutan). ASUHAN KEPERAWATAN A. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah : 1) Aktifitas / istirahat. Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat 2) Sirkulasi Tanda : o Takikardia, o Frekwensi tidak teratur/disritmia o S3 atau S4 / irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi) o Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal (dengan tegangan pneumothorak). o Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara dalam mediastinum). o Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi 3) Integritas Ego Tanda : ketakutan, gelisah 4) Makanan / Cairan Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan 5) Nyeri / Kenyamanan Gejala : - Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk. - Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak spontan). - Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanan menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural). Tanda : - Berhati-hati pada area yang sakit - Perilaku distraksi. - Mengkerutkan wajah. 6) Pernapasan Gejala : - kesulitan bernapas, lapar napas - Batuk (mungkin gejala yang ada) - Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik, inflamasi/infeksi paru (Empiema, Efusi) ; penyakit interstisial menyebar (Sarkoidosis) ; keganasan (mis: Obstruksi tumor). - Pneumothorak spontan sebelumnya, ruptur empisematous bula spontan, bleb sub pleural (PPOM). Tanda : - Pernapasan ; peningkatan frekwensi/takipnea - Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat. - Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat) - Fremitus menurun (sisi yang terlibat). - Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hemothorak) - Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan penmgembangan thorak (are yang sakit). - Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada jaringan dengan palpasi). - Mental : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan - Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP. 7) Keamanan Gejala : - Adanya trauma dada - Radiasi / kemoterapi untuk keganasan. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Tak efektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru. 2) Resiko tinggi penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera, system drainase dada. 3) Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan atau kerusakan jaringan. 4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 6) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Takefektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL 1hgthshshs f11 1. Identifikasi etiologi /factor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik. 2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital. 3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik dan catat perubahan tekanan udara. 4. Auskultasi bunyi napas. 5. Catat pengembangan dada dan posisi trahea. 6. Kaji fremitus. 7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam. 8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala tempat tidur). 9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien untuk kontrol diri dengan gunakan pernapasan lambat/dalam. 10. Bila selang dada dipasang : - Periksa pengontrol pengisap untuk jumlah hisapan yang benar (batas air, pengatur dinding/meja disusun tepat). - Periksa batas cairan pada botol pengisap pertahankan pada batas yang ditentukan. - Observasi gelembung udara botol penampung. - Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas gelembung botol penampung. - Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pada pasien atau system) dengan mengklem kateter torak pada bagian distal sampai keluar dari dada. - Klem selang pada bagian bawa unit drainase bila kebocoran udara berlanjut. - Awasi pasang surut air penampung menetap atau sementara. - Pertahankan posisi normal dari system drainase selang pada fungsi optimal. - Catat karakteristik/jumlah drainase selang dada. - Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang (milking). - Pijat selang hati-hati sesuai protocol, yang meminimalkan tekanan negatif berlebihan. - Bila kateter torak putus/ lepas.Observasi tanda distress pernapasan - Setelah kateter torak dilepas. Tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril. INTERVENSI KOLABORASI - Kaji seri foto thorak. - Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidal. - Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapiutik yang tepat. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologis dan nyeri menunjukan terjadinya syok b/d hipoksia/perdarahan. Kesulitan bernapas dengan ventilator atau peningkatan tekanan jalan napas diduga memburuknya kondisi/terjadi komplikasi (ruptur spontan dari bleb, terjadi pneumotorak). Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru/seluruh area paru (unilateral). Area Atelektasis tidak ada bunyi napas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Pengembangan dada sanma dengan ekspansi paru. Deviasi trahea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumothoraks. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal buat batuk lebih efektif/mengurangi trauma. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yanmg tidak sakit Membantu pasien alami efek fisiologis hipoksia yang dapat dimanifestaikan sebagai ansietas/takut Mempertahankan tekanan negatif intra pleural sesuai yang diberikan, meningkatkan ekspansi paru optimum atau drainase cairan. Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk kearea pleural. Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang angin dari pneumothorak (kerja yang diharapkan). Bekerjanya pengisapan, menunjukan kebocoran udara menetap mungkin berasal dari pneumotoraks besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), unit drainase dada berpusat pada system. Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (sisi pemasukan / dalam tubuh pasien). Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system. Botol penampung bertindak sebagai manometer intra pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6 selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi jalan napas atau adanya pneumothorak besar. Berguna untuk mengevaluasi kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. Pemijatan mungkin perlu untuk meyakinkan/mempertahankan drainase pada adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat purulen (Empiema). Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien karena perubahan tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada. Pemijatan yang keras dapat timbulkan tekanan hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai. Pneumothorak dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi. Deteksi dini terjadinya komplikasi penting, contoh berulang pneumothorak, adanya infeksi. Mengawasi kemajuan perbaikan hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi posisi selang endotraheal mempengaruhi inflasi paru. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi. Alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis b/d hipoksemia. 2. Resiko tinggi penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan. HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL - Klien dapat Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi - Pemberi perawatan akan menghindari/perbaikan lingkungan dan bahaya fisik 1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi drainase dada. 2. Pasangkan kateter torak kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan/mengubah posisi pasien : - Amankan sisi sambungan selang. - Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester. 3. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien 4. Berikan alat transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik. 5. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit. 6. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang. 7. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada perawat. Contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba, nyeri dada segera lepaskan alat. Informasi tentang bagaimana system bekerja berikan keyakinan dan menurunkan kecemasan pasien. Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat, menurunkan nyeri/ketidaknyamanan b/d penarikan/penggerakan selang. Mencegah terlepasnya selang. Melindungi kulit dari iritasi / tekanan. Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh/unit pecah. Meningkatkan kontuinitas evakuasi optimal cairan / udara selama pemindahan. Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi /infeksi kulit Menurunkan resiko obstruksi drainase/terlepasnya selang. Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius. Pneumothorak dapat berulang /memburuk karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat. 3. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan atau kerusakan jaringan. HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI RASIONAL - Menunjukka nyeri hilang / terkontrol - Menurunnya ketegangan dan rileks, tidur/istirahat dengan tepat 1. Berikantindakan aman dan nyaman (pijat pinggang), aktivitas hiburan (menonton TV) 2. Selidiki perubahan karakteristik nyeri 3. Catat indicator non-verbal dan respon nyeri dan efek analgesic 4. Jadwalkan aktifitas perawatan dan istirahat 5. Ajarkan manajemen stress (teknik relaksasi) 1. Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu. Dapat menurunkan kebutuhan dosis/frekuensi analgesic 2. Dapat menunjukan terjadinya komplikasi yg memerlukan intervensi lanjut 3. Alat menentukan adanya nyeri. Kebutuhan terhadap keefek tifan obat yg diberikan 4. Mencegah keluhan terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap stress 5. Meningkatkan rasa sehat. Dapat menurunkan kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan. DAFTAR PUSTAKA Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung. Barbara Engram (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1, EGC, Jakarta Jonh. A Boswick (1997), Perawatan Gawat Darurat, EGC, Jakarta. LAB/UPF ILMU BEDAH (1988), Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TETANUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. Pengetahuan tentang penyakit tetanus sangatlah penting mengingat bahwa tetanus merupakan salah satu penyakit yang berbahaya. B. Rumusan Masalah - Apa yang dimaksud dengan tetanus? - Apa yang menyebabkan terjadinya tetanus? - Bagaiman patofisipologi terjadinya tetanus? - Bagaiman manifstasi klinis dari tetanus? - Bagaimana evaluasi diagnostic dan penatalaksanaan medis tetanus? - Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan tetanus? C. Tujuan a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan, khususnya mata kuliah neurobehaviour II serta melatih mahasiswa untuk berpikir kritis. b. Tujuan Khusus - untuk mengetahui dan memahami tentang tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang penyebab tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis dari tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang evaluasi diagnostic dan penatalaksanaan medis tetanus - untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus D. Manfaat Mendapatkan pengetahuan tentang neurobehaviour khususnya tentang tetanus sehingga nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. B. Etiologi Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit. Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Faktor predisposisi 1. Umur tua atau anak-anak 2. Luka yang dalam dan kotor 3. Belum terimunisasi C. Patofisiologi Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari . Pathway Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis Gangliosides Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan pada tetanus -Hipertermi -Hipotermi -Aritmia -Takikardi Hipoksia berat  O2 di otak Kesadaran  -Ggn. Eliminasi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Gg. Perfusi Jaringan Gg Komunikasi Verbal Gg. Pertukaran Gas Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) kurang interaksi dengan tenaga kes. Kurang pengetahuan D. Manifestasi Klinis Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan : 1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris. 2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. ,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki) 3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat 4. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat 5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki) 6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior. 7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini. 8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat. 9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. 10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir. 11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak. Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu: 1. tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele. 2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi. 3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum. Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi : 1. ringan ; hanya trismus dan kejang lokal 2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir E. Evaluasi Diagnostik - Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang - Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L - Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler F. Penatalaksanaan Medis Secara Umum - Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya. - Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral. - Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar. - Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu. - Mengatur cairan dan elektrolit. Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan : • eliminasi kuman 1. debridement untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi. 2. antibiotika penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul. • netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan. Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI • perawatan suporatif perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional : a. nutrisi dan cairan 1. pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral 2. bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan. b. menjaga agar nafas tetap efisien 1. pemebrsihan jalan nafas dari lendir 2. pemberian xat asam tambahan 3. bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat) c. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang 1. antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis. 2. pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan. 3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya 4. bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator) d. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : 1. Semua pakaian ketat dibuka 2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung 3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen 4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen Pembedahan • Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas. • Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi. G. Komplikasi 1. Bronkopneumoni 2. Asfiksia dan sianosis 3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi. 4. Atelektaksis karena obstruksi secret 5. Fraktura kompresi. H. Pengobatan - Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U - Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma - Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari I. Pencegahan Pencegahan penyakit tetanus meliputi : 1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan 2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X 3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat 4. Pemberian anti tetanus serum J. Proses Keperawatan a. Pengkajian 1. Identitas - Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi - Identitas orang tua: Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat - Identitas sudara kandung 2. Keluhan utama/alasan masuk RS 3. Riwayat Kesehatan - Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat. - Riwayat kesehatan masa lalu • Ante natal care • Natal • Post natal care - Riwayat kesehatan keluarga 4. Riwayat imunisasi 5. Riwayat tumbuh kembang - Pertumbuhan fisik - Perkembangan tiap tahap 6. Riwayat Nutrisi - Pemberin asi - Susu Formula - Pemberian makanan tambahan - Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini 7. Riwayat Psikososial 8. Riwayat Spiritual 9. Reaksi Hospitalisasi - Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap 10. Aktifitas sehari-hari - Nutrisi - Cairan - Eliminasi BAB/BAK - Istirahat tidur - Olahraga - Personal Hygiene - Aktifitas/mobilitas fisik - Rekreasi 11. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum klien - Tanda-tanda vital - Antropometri - Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan. - Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C. - Sistem Pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus - Sistem Indra - Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan. - Sistem Endokrin - Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria) - Sistem reproduksi - Sistem imun - Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. 12. Pemeriksaan tingkat perkembangan - 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial) - 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial) 13. Tes Diagnostik 14. Terapi b. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mucus b. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring. e. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang i. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang c. Perencanaan Keperawatan dan Rasional Dx.1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mukus. Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi Intervensi 1. Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret 2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi 3. Gunakan sudip lidah saat kejang R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan 4. Miringkan ke samping untuk drainage R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas 5. Observasi oksigen sesuai program R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia 6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp) R: Mengurangi rangsangan kejang 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia Dx. 2 : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan criteria : - Membran mukosa lembab, - Turgor kulit baik Intervensi 1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam 3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien 4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya 5. Pertahankan kepatenan NGT - Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian - Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler - Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh - Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan - Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh Dx. 3. : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria: - Berat badan sesuai usia - makanan 90 % dapat dikonsumsi - Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang Intervensi 1. Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan R: Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh 2. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang R: Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air. 3. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein R: Suplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh 4. Timbang berat badan sesuai protocol R: Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi Dx. 4 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring. Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria: - Jalan nafas bersih dan tidak ada secret - Pernafasan teratur Intervensi 1. Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret 2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi 3. Gunakan sudip lidah saat kejang R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan 4. Miringkan ke samping untuk drainage R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas 5. Pemberian oksigen 0,5 Liter R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia 6. Pemberian sedativa sesuai program R: Mengurangi rangsangan kejang 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia Dx. 5: Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria - Klien tidak ada cedera - Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman Intervensi 1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus R: Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang 2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman R: Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang 3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel R: Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien 4. Lindungi pasien pada saat kejang R: Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik 5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang R: Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang Dx. 6: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi) Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : - Tidak ada kemerahan , lesi dan edema Intervensi 1. Observai adanya kemerahan pada kulit R: Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus 2. Rubah posisi secara teratur R: Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan 3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar R: Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit 4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa R: Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan 5. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion R: Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit Dx. 7: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria - Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu. Intervensi 1. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari R: Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan 2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri R: meningkatkan kenyamanan klien sehingga dapat membantu proses penyembuhan 3. Berikan makanan perparenteral R: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien 4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. R: Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit Dx. 8: Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : - Orang tua klien tidak cemas dan gelisah. Intervensi 1. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak R: Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan 2. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya R: Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan 3. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan R: Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan kecemasan 4. Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik R: Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga d. Evaluasi 1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas bersih, tidak ada sekresi 2. Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan, membran mukosa lembab, turgor kulit baik 3. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat dikonsumsi, jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan vitamin seimbang) 4. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret, pernafasan teratur 5. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman 6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan , lesi dan edema 7. Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu. 8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, orang tua klien tidak cemas dan gelisah. BAB III PENUTUP A. KESIMPILAN Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Gejala klinis dari tetanus yaitu trismus dan kejang local(ringan ), mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh(sedang). Evaluasi diagnostic yang perlu dilakukan untuk menentukan penyakit tetanus yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah leukosit, pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler B. PENUTUP Penyakit tetanus merupakan salah satu penyakit berbahaya dan memerlukan penanganan yang cepat. Oleh karena itu diharapkan bagi perawat maupun mahasiswa keperawatan agar dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit ini sehingga nantinya dapat dikembangkan dan diterapkan dalam praktik keperawatan DAFTAR PUSTAKA Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta. Sumber lain: http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/05/askep-tetanus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus http://7hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-tetanus/+askep+tetanus http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html http://health.wahyurobi.com/health/?p=5

Sunday, September 25, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA GASTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organ lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang abdomen atas tepat dibawah diagfrahma. Dalam keadaan kosang lambung berbentuk tabung- J, dan bila penuh berbentu seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Lambung terbagi atas fundus, korpus, antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura mayor, dan dibagian kiri terdapat cekungan kurvatura minor. Lambung memiliki 2 spinter yaitu diatas spingter cardia, dan dibawah spingter pilorikum. Lambung terdiri dari 4 lapisan, tunika serosa atau lapisan terluar merupakan bagian dari peritonium viceralis. Lapisan selanjutnya adalah lapisan otot polos lambung atau tunika muskularis yang terdiri dari 3 lapisan otot, yaitu dari paling luar kedalam otot longitudinal, otot sirkular, dan otot obelik, yang semuanya berfungsi untuk megaduk makanan yang masuk kedalam lambung. Lapisan selanjutnya adalah lapisan submukosa, pada lapisn ini terdapat serabut syaraf, pembuluh darah, dan saluran lympe. Lapisan terakhir adalah tunika mukosa. Pada tunika mukosa terdapat kelenjar-kelenjar, yaitu kelenjar kardia dibagian atas dan kelenjar gastrik dibagian bawah. Pada kelenjar gastrik terdapat 3 tipe utama sel, yaitu sel zimogenik atau chief cells yang mengsekresikan pepsinogen, sel parietal yang mengseresikan asam lambung, dan sel mukus (leher) yang mengeluarkan mukus.Persyarafan lambung dihantarkan oleh sistem sayaraf otonom, yaitu parasimpatis yang diwakili oleh nervus Vagus, dan syaraf simpatis diwakili oleh syaraf splanikus mayor dan seliakum. Darah kelambung disuplai oleh arteri seliaka atau trunkus seliakus, dan dikembalikan melalui vena porta ke organ hati. B. Tujuan a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan khususnya mata kuliah pencernaan II tentang karsinoma lambung serta melatih mahasiswa untuk berfikir kritis. b. Tujuan Khusus Untuk mengetahui definisi, tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi dan askep teoritis dari karsinoma lambung. C. Manfaat Mendapatkan pengetahuan tentang patofisiologi dari karsinoma lambung sehingga dapat mengatasi dan melakukan tindakan keperawatan dengan benar. 7 BAB II TINJAUAN TEORI REVIEW ANATOMI FISIOLOGI LAMBUNG 1. Definisi Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen dinding lambung. Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada Gaster. (R. Simadibrata, 2000). 2. Tanda dan gejala Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ggn fungsi lambung. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yg hilang dgn antasida dapat menyerupai gejala pd pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah. Keluhan yang paling sering pada penderita kanker lambung adalah nyeri perut bagian atas yang beraneka ragam coraknya, dapat ringan dan hilang timbul, sampai dengan rasa sakit yang hebat dan menetap. Tidak jarang rasa nyerinya sama dengan ciri nyeri dari tukak lambung yang klasik. Anoreksia disertai nausea sering dijumpai dan biasanya disertai dengan penurunan berat badan. Bila kanker berdiam di daerah proximal lambung maka dapat menyumbat esofagus dan menimbulkan keluhan disfagia. Bila terjadi ulserasi pada kanker selain rasa nyeri dapat pula timbul perdarahan dengan gejala hematemeisis dan atau melena. Jika ulserasi terjadi lebih dalam sapai menembus dinding lambung , dapat terjadi perforasi dan kadang- kadang terbentuk suatu hubungan antara lambung dan kolon (gastrocolic fistula). Secara praktis dapat diringkas gejala-gejala kanker lambung meliputi : 1. Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 2. Vomitus 3. Rasa nyeri dan tidak enek pada perut bagian atas (uluhati) 4. Rasa terbakar pada saat makan 5. Muntah darah dan atau berak darah 6. Menurun atau hilangnya nafsu makan, dan sakit saat makan 7. Lemah 3. Etiologi Hubungan antara pola diet dengan perkembangan karsinoma lambung adalah penelanan nitrat berkadar tinggi dan jangka waktu lama yang terkandung dalam makanan yang dikeringkan, diasap, dan diasinkan. Nitrat yang masuk akan diubah menjadi nitrit yang karsinogen oleh bakteri. Bakteri tersebut dapat masuk melalui makan yang ditelan, terutama pada masyarakat dengan tinggkat sosio ekonomi yang rendah dan dengan tinggkat kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan dan diri yang masih rendah pula. Bakteri yang dapat menginfeksi lambung dengan keasaman yang tinggi adalah bakteri heliobacter pylori. Beberapa faktor resiko lainnya adalah adanya ulkus lambung, polip adenomatosa. Selain itu golongan darah juga mempunyai peran, pasien dengan golongan darah A memiliki kemungkinan tinggi untuk terserang kanker lambung dari pada pasien yang memiliki golongan darah selain A. 4. Patofisiologi Beberapa factor dipercaya menjadi precursor kanker yang mungkin yaitu polip, anemia pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis atrofi kronis dan ulkus lambung. Diyakini bahwa ulkus lambung tidak mempengaruhi individu menderita kanker lambung, tetapi kanker lambung mungkin ada bersamaan dgn ulkus lambung dan tidak ditemukan ada bersaman dgn ulkus lambung dan tidak ditemukan pada pemeriksaan diagnostic awal. Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul plg sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen ddg lambung. Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang paling sering di antrum. Infiltrasi dapat melebar keseluruh lambung, menyebabakan kantong tidak dapat meregang dengan hilangnya lipatan normal dan lumen yg sempit, tetapi hal ini tidak lazim. Desi polipoid juga mungkin timbul dan menyebabkan sukar u/ membedakan dari polip benigna pada X-ray. Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang hanya melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walupun hal ini jarang. Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi struktur local seperti bag.bawah dari esophagus, pancreas, kolon transversum dan peritoneum. Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung. PATHWAY 5. Askep Teoritis 1. Pengkajian a. Anamnesis 1. Biodata : terdiri dari nama lengkap, jenis kelamin, umur, penanggung jawab, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, suku bangsa. 2. Riwayat Kesehatan. a. Keluhan utama.: Pada pasien kanker, keluhan utamanya adalah nyeri pada ulu hati b. Riwayat kesehatan sekarang. Nyeri. P (pemicu) Pada pasien karsinoma lambung akan terasa nyeri jika pada bagian ulu hati di tekan. Q (quality) Biasanya pada pasien karsinoma lambung rasa nyeri terasa tajam seperti ditusuk-tusuk. R (region) Nyeri karsinoma lambung terpusat pada bagian lambung atau ulu hati. S (severity) Pada pasien karsinoma lambung biasanya retensitas/ keparahannya tergantung dari lama penyakitnya. T (time) Pada pasien karsinoma lambung terasa nyeri pada saat ulu hati ditekan dan pada saat makan terasa panas di lambung. 3. Riwayat kesehatan masa dahulu :  Apakah sebelumnya pasien pernah dirawat dirumah sakit?  Penyakit (masa kanak-kanak), penyakit yang terjadi secara berulang-ulang, operasi yang pernah dialami)  Bila timbul rasa nyeri, pasien biasanya berobat kemana?  Obat apa yang dikonsumsi pasien jika nyeri timbul ? berapa kali pemakainnya?  Alergi : Kebiasaan (merokok, minum kopi, dll). 4. Riwayat kesehatan keluarga. Orang tua, Saudara kandung, Anggota keluarga lain. Faktor resiko terhadap kesehatan yang berkaitan dengan karsinoma lambung 5. Pola kebutuhan sehari: Nutrisi : Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari Adanya mual, muntah, anorexia, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nutrisi Adanya kebiasaan merokok, alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Ketaatan terhadap diet, kaji diet khusus intake makanan : Jenis makanan yang disukai (pedas, asam, manis, panas, dingin) Adanya makanan tambahan Napsu makan berlebih/kurang Kebersihan makanan yang dikonsumsi • Eliminasi Pola BAK dan BAB: frekuensi, karakteristik, ketidaknyamanan, masalah pengontrolan Adanya mencret bercampur darah Adanya Diare dan konstipasi Warna feses, bentuk feses, dan bau Adanya nyeri waktu BAB • Aktivitas dan latihan Kebiasaan aktivitas sehari hari Kebiasaan olah raga Rasa sakit saat melakukan aktivitas • Tidur dan istirahat Adanya gejala susah tidur/insomnia Kebiasaan tidur per 24 jam • . Persepsi kognitif Gangguan pengenalan (orientasi) terhadap tempat, waktu dan orang Adanya gangguan proses pikir dan daya ingat Cara klien mengatasi rasa tidak nyaman(nyeri) Adanya kesulitan dalam mempelajari sesuatu • Persepsi dan konsep diri Penilaian klien terhadap dirinya sendiri • Peran dan hubungan dengan sesama Klien hidup sendiri/keluarga Klien merasa terisolasi Adanya gangguan klien dalam keluarga dan masyarakat • Reproduksi dan seksualitas Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas • Mekanisme koping dan toleransi terhadap stess Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah Mekanisme koping yang biasa digunakan Respon emosional klien terhadap status saat ini Orang yang membantu dalam pemecahan masalah • Sistem kepercayaan Agama yang dianut,apakah kegiatan ibadah terganggu b. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum / Tingkat kesadaran. 2. Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Suhu, Nadi, Respirasi. 3. Sistem Respirasi : Kaji pernafasan klien, apakah ada kelainan atau tidak? Apakah klien merokok, sehingga mempengaruhi pernafasannya 4. Sistem Pencernaan : Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau muntah? Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat? Bagaimana gejala hilang? Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Pemeriksaan fisik mencakup apakah didapatkan nyeri tekan abdomen, , dan bukti adanya gangguan sistemik akibat dari gangguan pada lambung. 5. Sistem Kardiovaskuler. Kaji tekanan darah klien, bunyi jantung, denyut nadi 6. Sistem integumen: Kaji warna kulit, dan tekturnya? apakah terdapat dehidrasi (perubahan turgor kulit, membrane mukosa kering) 7. Sistem persyarafan. Kaji tingkat kesadaran klien, bagaimana respon klien terhadap nyeri, 8. Sistem muskuloskeletal.: Kaji kemampuan mobilisasi tulang klien, 9. Sistem perkemihan. apakah ada kelainan pada frekwensi BAB klien, warna BAB, 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan konstipasi 3. Rencana Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker Rencana Tindakan: 1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekuensi 2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas) 3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hasil : mempertahankan status nutrisi optimal Rencana tindakan : 1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.. 2. Kaji kebiasaan makan klien. 3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. 4. Timbang berat badan setiap 2 hari/ setiap minggu 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Rencana Tindakan : 1. Sediakan waktu istirahat yang cukup. 2. Kaji keluhan klien saat beraktivitas. 3. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas. 4. Bantu memenuhi kebutuhan klien. d. Ansietas berhuhungan dengan penyakit dan pengobatan yang diantisipasi Rencana tindakan: 1. Menunnjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif 2. Menyatakan rentang perasaan yang tepat 3. Mendiskusikan perasaan takut atau masalah yang sehat dan takut tak sehat e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan penurunan masukan makanan Rencana tindakan: 1. Membuat kembali pola normal dari fungsi usus 2. Menunjukkan perubahan prilaku /pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat. 4. Implementasi 5. Evaluasi BAB III TINJAUAN KASUS Tn. S, 58 tahun dari Sulawesi utara, pendidikan SMP, klien pedagang pasar, klien datang ke rumah sakit pada tanggal 8 februari 2004 dengan keluhan nyeri seperti ditusuk –tusuk, keluhan pada pengkajian tanggal 11 februari 2004 diperoleh data beberapa kali muntah darah dan BAB warna hitam feses sering merasa mual muntah dan nafsu makan turun, lingkar abdomen 100 cm, positife acite, BB turun 2 kg dalam 2 minggu, kesadaran derilium, tanda vital ; TD 140/100 mmHg, N 100x/mnt, RR 32/mnt dan suhu 37,8 °C, pada pemeriksaan endoskopi dan barium lambung, dokter mendiagnosa adanya kanker lambung, perawat memberikan 2 alternatif terapi sesuai anjuran dokter yaitu reseksi atau kemoterapi. Tetapi keluarga klien menolak dan pesimis dengan keadaan klien. ASUHAN KEPERAWATAN : 1. Pengkajian A. Identitas Klien 1. Nama : Tn. S 2. Umur : 58 Th 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 5. Agama : - 6. Suku : - 7. status perkawinan : - 8. pendidikan terakhir : SMP 9. pekerjaan : Pedagang pasar 10. alamat : Sulawesi 11. Tgl masuk : 8 februari 2004 12. Golongan Darah : - B. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama. Klien mengeluh nyeri perut bagian bawah seperti di tusuk – tusuk. b. Riwayat Kesehatan Sekarang. Klien mengatakan sering kali muntah darah dan BAB warna hitam pada feses. Klien mengatakan BB tururn 2 kg dalam 2 minggu. c. Riwayat Kesehatan Dahulu klien mengatakan sering merokok dan mengonsumsi kopi, klien tidak pernah melakukan pembedahan,bila timbul rasa nyeri klien d. Riwayat kesehatan keluarga kelurga klien ada yang menderita penyakit yang sama sebelumnya, e. Pola asupan nutrisi : napsu makan klien berkurang, adanya mual, muntah, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nutrisi, Adanya diet yang tidak teratur, jenis makanan yang dikonsumsi klien adalah makanan pedas f. Riwayata psikososial : klien merasa putus asa, stress (keuangan, pekerjaan), menyangkal diagnosis g. Pola kebutuhan : Makanana/cairan: adanya kebiasaan klien diet buruk,anoreksia, mual muntah, intoleransi aktivitas, adanya penurunan berat badan klien turun 2 kg dalam 2 minggu Rasa aman dan nyaman: Klien Eliminasi : klien mengatakan BAB warna hitam pada feses, adanya nyeri waktu BAB dan konstipasi Aktivitas dan latihan: klien merasa terganggu dalam beraktivitas karena adanya nyeri Tidur dan istirahat: pola tidur klien menjadi terganggu sehingga , karena adanya nyeri, Persepsi kognitif: adanya gangguan pola pikir klien, klien mengatasi nyeri dengan berbaring atau duduk d tempat tidur, klien mengalami kesulitan dalam mempelajari sesuatu Persepsi dan kognitif : klien mersa dirinya lemah dan tidak dapat melakukan pekerjaan seperti biasanya Peran dan hubungan dengan sesama: klien hidup dengan keluarganya, klien merasa terisolasi System kepercayaan: kegiatan agama klien menjadi terganggu C. Pemeriksaan Fisik • Keadaan Umum Kesadaran delirium, lingkar abdomen 100 cm, positif acite, BB turun 2 kg dalam 2 minggu, RR : 32x/menit TD : 140/100 mmHg N : 100x/menit S : 37,8º • System respirasi : klien mengalami kelainan pada pernafasan yaitu takipnea, pernafasan klien cepat, • Sistem Pencernaan : klien mengalami nyeri tekan abdomen, adanya gangguan sistemik saat nyeri • Sistem Kardiovaskuler. Adanya munta darah, sehingga menyebabkan pasien menjadi anemia • Sistem integumen. Kulit klien kering karena sedikitnya asupan nutrisi , dehidrasi, teksturnya kasar, • Sistem persyarafan. Kesadaran klien delirium, klien bisa merasakan nyeri, adanya reflex muntah, • Sistem muskuloskeletal. Klien mengalami kesulitan dalam bergerak, disebabkan oleh adanya nyeri • Sistem perkemihan. Ditemukan Adanya BAB warna hitam pada feses, D. Pemeriksaan penunjang : • Endoskopi : Ditemukan kanker lambung • Barium Lambung : Ditemukan kanker lambung Terapi : Reseksi Kemoterapi E. Analisis data : No. Data Penyebab masalah 1. DS: - klien mengatakan mengeluh nyeri perut bagian bawah DO: - RR : 32/m -TD : 140/100 mmHg -S : 37,8’C Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Nyeri Ulu Hati Nyeri 2. DS: Klien mengatakan sering merasa mual muntah Klien mengatakan nafsu makannya turun DO: Ditandai dengan BB turun 2 kg dalam 2 minggu Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Regurgitasi Mual-Muntah Anoreksia Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan BB Turun Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3 DS: anoreksia , mual dan muntah DO:- BB turun 2 kg dalam 2 minggu -kesadaran delirium Karsinoma Lambung Obstruksi Lumen Lipatan Lambung Adhesi Lambung Peningkatan Asam Lambung Regurgitasi Mual-Muntah Anoreksia Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Kelemahan Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas 4. DS: klien mengalami Perubahan status kesehatan DO: Terapi reseksi dan kemoterapi Karsinoma gaster Informasi kurang Salah mempersepsi Ansietas Ansietas 5 DS: klien mengatakan adanya BAB warna hitam pada feses DO: Karsinoma gaster Obstruksi lumen lipatan lambung Proses mekanis lambung terganggu konstipasi gangguan eliminasi Konstipasi 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker, ditandai dengan :adhesi dan obstruksi lambung b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan, Ditandai dengan : - Penurunan BB 2 kg dalam 2 inggu sekali, c. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.ditandai dengan : adanya rasa nyeri d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan e. Gangguan eliminasi berhubungan dengan konstipasi 3. Rencana Asuhan Keperawatan No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan nyeri dapat berkurang dan hilang Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien seimbang/ terpenuhi dengan kriteria hasil : - Berat badan terkontrol . - Nafsu makan Meningkat - Rasa mual berkurang Setelah 3x24 jam perawatan diharapkan adanya peningkatan toleransi dalam beraktivitas dengan kriteria: - tidak mengeluh lemas. - klien beraktivitas secara bertahap. - Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. - Atur posisi aman dan nyaman klien - Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.. - Kaji kebiasaan makan klien. - Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam. - Timbang berat badan bila memungkinkan - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin - Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas. - Sediakan waktu istirahat yang cukup. - Kaji keluhan klien saat beraktivitas. - Bantu memenuhi kebutuhan klien. - Dengan mengajarkan tehnik relaksasi dapat mengatasi rasa nyeri - Dengan memberikan analgesic dapat membantu klien untuk mengatasi nyeri yg tak tertahankan yg tak bisa dihilangkan dengan teknik relaksasi. - Memberikan rasa nyaman bagi pasien dalam mengalami perawatan dan sekaligus dapat mengurangi nyeri yg dirasa. - Dengan memberikan sering makan diharapkan nilai kecukupan nutrisinya akan terpenuhi dan Makanan yang hangat dapat menambah nafsu makan. - - Memberikan makanan yg disukai klien akan dapat menambah nafsu makan klien. - Dengan teknik relaksasi dapat merilekskan organ dan mengurangi rasa mual. - Untuk mengetahui kehilangan berat badan dan guna untuk mengontrol pemberian nutrisi yg diperlukan, - Mencegah kekurangan kebutuhan vitamin karena penurunan absorsi vitamin yg larut dalam lemak. - Istirahat akan memberikan energi yang cukup untuk beraktivitas ringan dan juga membantu dalam proses penyembuhan. - Mengidentifikasi kelainan beraktivitas sebagai bahan pertimbangan untuk intervensi selanjutnya. - Menentukan aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk mengurangi resiko cedera akibat aktifitas. 4 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat menghilangkan rasa - Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan - Brikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara - Bantu klien/orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa takut untuk memulai mengembangkan strategi koping untuk menghadapi rasa takut ini Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang diagnosis Membantu klien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa terhormat dan control. Keterampilan koping sering rusak setelah diagnosis dan selama fase pengobatan yang berbeda. Dukungan dan konseling sering perlu untuk memungkinkan individu mengenal dan menghadapi rasa takut dan untuk meyakini bahwa strategi control atau koping tersedia. 5 Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat mengatasai gangguan eliminasi klien - Observasi warna feses, konsistensi, frekuwensi dan jumlah - Bantu klien mendapatkan posisi normal defekasi - Pantau masukan dan haluaran serta berat badan - Membantu mengidentifikasi penyebab/factor pemberat dan intervensi yang tepat - membantu klien dalam melakukan proses eliminasi dengan posisi yang mudah - ketidakadekuatan masukan cairan dapat menimbulkan konstipasi - BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering sebagai massa irregular dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke lumen dan menyerang lumen dinding lambung Secara praktis dapat diringkas gejala-gejala kanker lambung meliputi : 1 . kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 2 . vomitus 3 . rasa nyeri dan tidak enek pada perut bagian atas (uluhati) 4 . rasa terbakar pada saat makan 5 . muntah darah dan atau berak darah 6 . menurun atau hilangnya nafsu makan, dan sakit saat makan 7 . lemah Saran Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mata kuliah “Keperawatan Pencernaan”. Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dalam penyusunan makalah ini agar lebih baik. Daftar Pustaka A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press. Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius. Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI. Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Brunner dan suddarth(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 1 dan 2. Jakarta :penerbit dan buku kedokteran (EGC) Marilynn E.Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta : penerbit buku kedokteran (EGC)

ASKEP KELAINAN PADA MATA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf. Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak. Kelainan-kalainan pada mata dapat merisak penglihatan ketajaman pada mata. Kelainan mata meliputi: konjungtivitis, trakoma, glaucoma, katarak, ablasio retina, retinoblastoma dan adanya trauma, benda asing pada mata serta kelainan refraksi pada mata. 2. TUJUAN a. Tujuan Umum 1. Dengan adanya makalah yang kami susun ini, mahasiswa kesehatan akan lebih mengetahui kelainan-kelainan pada mata. 2. Mengetahui penyebab serta Asuhan keperawatan pada pasien dengan kelainan-kelainan pada Mata. b. Tujuan Khusus. 1. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Ablasio retina. 2. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Retino bastoma. 3. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Trauma tumpul. 4. Mengetahui Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien Cedera Tajam. c. Rumusan Masalah. 1. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Ablasio Retina? 2. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan RetinoBlastoma? 3. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma Tumpul? 4. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Cedera tajam? BAB II TINJAUAN TEORI A. ABSASIO RETINA 1. Definisi. Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991). Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991). 2. Tanda dan Gejala. a. Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang. b. Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters) c. Muncul tirai hitam di lapang pandang d. Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala 3. Patofisiologi Ablatio Retina Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya: a) Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas. b) Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca. c) Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen. 4. Pathway Nursing 5. Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina a. Pemeriksaan visus b. Ophtalmoskop indirek c. USG mata d. Campur Visi 6. Manajemen Terapi Ablatio Retina Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking yaitu pengikatan kembali retina yang lepas. a) Pengelolaan penderita sebelum operasi  Mengatasi kecemasan  Membatasi aktivitas  Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi pergerakan bola mata  Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah akomodasi dan kontriksi. b) Pengelolaan penderita setelah operasi  Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.  Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.  Evaluasi penutup mata  Bantu semua kebutuhan ADL  Perawatan dan pengobatan sesuai program 7. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ablatio Retina 1) Pengkajian a. Data Subyektif  Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang.  Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.  Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba. b. Data Obyektif  Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak  Aktifitas pasien terbatas  Mata pasien tertutup dengan gaas  Pasien mendapat obat tetes mata midryatil  Wajah pasien tampak tegang dan cemas  Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60 ANALISA DATA NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM 1 DS : 1. Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang 2. Pasien sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater) 3. Pasien mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri DO: 1. Miopi (rabun jauh) 2. Adanya robekan pada retina (pemeriksaan fundudkopi) Lapisan retina robek Cahaya yang masuk tidak bisa ditangkap retina Hilangnya lapang pandang Gg. Penerimaan rangsangan visual Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak Hilangnya penglihatan Gg. Penerimaan rangsangan visual DS : 1. Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya (Fotopsia) 2. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati 3. Pasien mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater) DO : 1. Diabetic retinopathy 2. Didapatkan jaringan fibrous pada vitreus. 3. Robekan retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan funduskopi) Lapisan retina robek dan kapiler darah terputus Gg. Penerimaan rangsangan visual Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak Hilangnya penglihatan Perubahan sensori preseptual Perubahan sensori preseptual 2) Diagnosa Keperawatan a. Perubahan sensori perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan kemampuan memproses rangsangan visual. b. Defisit perubahan diri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas. 3) Intervensi NO DX Tujuan Intervensi Rasional 1 Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut. Kriteria hasil : - Klien mengatakan tetap dapat melihat walaupun belum sempurna. 1. Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup. 2. Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung. 3. Kolaborasi untuk pembedahan. 1. untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut. 2. Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua. 2 Mampu melakukan perubahan diri dalam hal membatasi aktivitasnya untuk mencegah terjadinya resiko cedera lebih lanjut. Kriteria Hasil : - Klien istrahat dengan teratur. - Klien merasa lebih membaik dari sebelumnya 1. Beritahu klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi. 2. Bantu kebutuhan sehari hari klien. 3. Letakkan call bell pada tempat yang mudah di jangkau. 1. Mencegah robekan lebih lanjut. 2. Mengurangi resiko cedera lebih lanjut. 3. Memudahkan pasien untuk meminta pertolongan B. RETINOBLASTOMA 1. Pengertian Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut atau batang) atau sel glia yang bersifat ganas (Ilyas S. dkk, 1981). 2. Insiden a. Kelainan ini umumnya bersifat kongenital walaupun dapat pula dijumpai pada usia yang lebih lanjut (40 tahun). b. Diturunkan secara dominan autosom (bila menegani kedua mata), dan bersifat mutasi somatik (bila mengenai satu mata). c. Ditemukan 1 diantara 30.000 kelahiran. d. Perbandingan laki-laki dan perempuan insidennya sama e. Tidak terdapat predileksi ras 3. Patofisiologi Secara histopatologik retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil berbentuk bulat dengan nukleus besar yang hiperkromatik dan sitoplasma yang sedikit. Gambaran mitosis mungkin lebih banyak ataupun sedikit. Kadang-kadang ditemukan daerah nekrosis dan deposit kalsium. Gambaran khas mata retinoblastoma adalah adanya rosette yaitu gambaran yang terdiri atas susunan sel kuboid yang mengelilingi suatu lumen dan nucleus yang terletak di daerah basal (Ilyas S. dkk, 1981. Dampak psikologis : 1. Ansietas 2. Rendah diri 3. Risiko inefektif penatalaksanaan regimen terapi 4. Hospitalisasi Dampak fisik 1. Perubahan persepsi sensori (melihat) 2. Resiko cedera 3. Perubahan gambaran tubuh 4. Nyeri pada mata 4.Penatalaksanaan a. Penyinaran supervoltage (membunnuh sisa-sisa tumor) b. Penyinaran yang dikombinasikan dengan kemoterapi c. Koagulasi ringan d. Kemoterapi (metastase ke jaringan tubuh lainnya) Preoperasi :: 1. Ansietas 2. Takut Postoperasi : 1. Perubahan persepsi sensori (melihat) 2. Resiko cedera 3. Perubahan gambaran tubuh 4. Nyeri pada mata 5. Perubahan interaksi sosial 6. Berduka e. Pembedahan (enukleasi ialah bedah pengangkatan bola mata). Setalh bola mata dikeluarkan, otot mata dijahit pada bola plastik yang dimasukkan dalam rongga mata, dan alat penyesuai sementara dimasukkan untuk mempertahankan bentuk alami rongga mata. Antara 2 dan 6 minggu setelah operasi, prostesisi mata daapt dibuat untuk klien untuk dipasang. Eksentrasi orbita ( eksistensi ke jaringan orbita) dengan mengangkat. Gambaran klinis (Ilyas S. dkk, 1981) a. Gejala subyektif Biasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat disurigai bila ditemukan adanya leukokoria (Refleks putih pada pupil dan dapat disebabkan karena kelainan pada retina, badan kaca, dan lensa), strabismus, glaukoma (suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan intraokluler, pengguangan dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandangan yang khas), mata sering merah atau penglihatan yang menurun pada anak-anak. b. Gejala obyektif  Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca  Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma tipe endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti pada tipe eksofitik.  Masa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah jambu, dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata.  Sering terdapat neovaskularisasi di permukaan tumor.  Mungkin juga ditemukan adanya mikroneurisma atau teleangiektasi.  Pada pemeriksaan funduskopi pada lesi ini tidak ditemukan tanda peradangan seperti edema retina, kekeruhan badan kaca dan lain-lain. 5.Pengobatan: c. Penyinaran supervoltage d. Penyinaran yang dikombinasikan dengan kemoterapi e. Koagulasi ringan f. Kemoterapi g. Pembedahan. 6.Komplikasi Adanya metatase ke :  Lamina kribosa, saraf optik yang infiltrasi ke vaginal scheat sampai ke subarachnoid dan intrakranial menjadi tumor otak.  Jaringan koroid (metastase melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh)  Pembuluh emisari/tumor menjalar ke posterior orbita. 6.Prognosa a. Tumor ditemukan dalam keadaan dini, unilateral dan diaobati secepat mungkin, 90% hidup. b. Buruk, jika menjlar ke saraf optik dan sistemik. Asuhan Keperawatan Retinoblastoma A. PENGKAJIAN 1. Biodata 2. Riwayat Penyakit sekarang Tidak ada keluhan spesifik kecuali visusu menurun, kemungkinan adanya nyeri. 3. Riwayat Riwayat Keluarga : Penyakit mata dalam keluarga, DM atau alergi. 4. penyakit dahulu : Penyebab timbulnya Retino Blastoma 5. Riwayat Psikososial dan Spiritual : Meliputi informasi dan tanggapan klien dan keluarganya tentang penyakit dan pengaruh sakitnya terhadap cara hidup, perasaan terhadap penyakit dan therapinya, 6. Pemeriksaan fisik :  Visus : Untuk melihat ketajaman penglihatan (menurun)  Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur  X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar.  USG : Adanya massa intraokuler  LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila ratsio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intaokuler (Normal ratsio Kurang dari 1) B.Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses penyakitnya (kompresi/dekstruksi jaringan saraf, inflamasi), ditandai dengan:  Keluhan nyeri  Aktivitas kurang (distraksi/perilaku berhati-hati)  Gelisah (respons autonomik)  Sering menangis  Keluhan sakit kepala  Ekspresi meringis 2. Gangguan persepsi sensorik penglihatan sehubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:  Menurunnya ketajaman penglihatan  Mata juling (strabismus)  Mata merah  Bola mata membesar  Tekanan bola mata meningkat  Refleks pupil berwarna putih (leukokoria) 3. Gangguan rasa aman cemas, sehubungan dengan:  Perubahan status kesehatan  Adanya nyeri  Kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan Ditandai dengan:  Merasa takut  Gelisah  Sering menangis  Sering bertanya 4. Resiko tinggi cedera, sehubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan:  Menurunnya ketajaman penglihatan  Mata juling (strabismus)  Tekanan bola mata meningkat  Refleks pupil berwarna putih (leukokoria) 5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit anaknya yang ditandai dengan:  Tak akurat mengikuti instruksi  Keluarga nampak murung  Keluarga nampak gelisah  Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi Tujuan 1. Nyeri teratasi dengan kriteria: o Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal. o Menunjukkan tindakan santai,mampu berpartisipasi dalam ktivitas/tidur/istirahat dengan maksimal. o Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu. 2. Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut, dengan kriteria: o Berpartisipasi dalam program pengobatan o Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. o Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. 3. Kecemasan teratasi dengan kriteria: o Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi. o Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah o Menggunakan sumber secara efektif. 4. Resiko cedera berkurang, dengan kriteria: o Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri cedera. o Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan. o Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera. 5. Keluarga memahami tentang penyakit anaknya dengan kriteria: o Mengikuti instruksi dengan prosedur yang benar dan menjelaskan alasan tindakan. o Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan. o Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit. C. Rencana Keperawatan (Intervensi) 1. Gangguan rasa nyaman nyeri Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0 – 10) dan tindakan penghilangan yang digunakan. - Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi. Catatan: pengalaman nyeri adalah individual yang digabungkan dengan baik respon fisik dan emosional. - Evaluasi/sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi, ajarkan pasien/orang terdekat apa yang diharapkan. - Ketidaknyamanan rentang luas adalah umum (misalnya: nyeri insisi, sakit kepala) tergantung pada prosedur/agen yang digunakan. - Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan (misalnya: mudik, televisi). - Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian - Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imaginasi), tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik. - Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol. - Evaluasi penglihatan nyeri/kontrol nilai aturan pengobatan bila perlu - Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS Kolaborasi: - Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter. - Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri. Terutama - Berikan analgesik sesuai indikasi (misalnya: morfin, metadon) dengan nyeri kronis, pasien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah. - Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individual berbeda. Saat perubahan penyakit/pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan. 2. Gangguan persepsi sensoris penglihatan Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat. - Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. - Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya. - Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, dan menurunkan cemas. - Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan - Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan. - Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan penglihatan - Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lanjut dapat dicegah. - Lakukan tindakan untuk membantu pasien untuk menangani keterbatasan penglihatan, contoh, atur perabot/ mainan, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam. - Menurunkan bahaya keamanan, sehubungan dengan perubahan lapang pandang/kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan. Kolaborasi: - Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi: enuklasi - Pengangkatan bola mata, dilakukan apabila tumor sudah mencapai - Pelaksanaan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik.seluruh vitreous dan visus nol, dilakukan untuk mencegah tumor bermetastasis lebih jauh. - Dilakukan apabila tumor masih intraokuler, untuk mencegah pertumbuhan tumor akan mempertahankan visus. 3. Gangguan rasa aman cemas Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini - Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri dan potensial siklus ansietas. - Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan dengan keluarga bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. - Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan. - Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan - Memberikan kesempatan kepada pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. - Identifikasi sumber/orang yang menolong - Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah. 4. Resiko tinggi terhadap cedera Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Orientasikan pasien klien terhadap lingkungan, staf, dan orang lain yang ada di areanya. - Memberi peningkatan kenyamanan, memudahkan adaptasi terhadap lingkungannya dan mengetahui tempat untuk meminta bantuan pada saat membutuhkan. - Anjurkan keluarga memberikan mainan yang aman (tidak pecah), dan pertahankan pagar tempat tidur. - Menurunkan resiko memecahkan mainan dan jatuh dari tempat tidur - Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat - Memfokuskan lapang pandang dan mencegah cedera. Kolaborasi: - Pemberian analgesik, misalnya: acetaminophen (tyenol), empirin dengan kodein. - Digunakan untuk mengatasi ketidaknyamanan, meningkatkan istirahat/mencegah gelisah. 5. Kurangnya pengetahuan keluarga Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: - Beri penjelasan tentang kondisi pasien, prognosis, dan pengobatannya. - Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerjasama dalam pemberian tindakan. - Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. - Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. - Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya menghindari/mengurangi situasi pencetus stress. - Stress dapat menambah ketegangan pada mata dan memperburuk keadaannya. - Ajarkan cara mengatasi nyeri dengan teknik relaksasi, tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik. - Dapat membantu mengurangi nyeri apabila nyeri pada klien timbul. C.TRUMA TUMPUL 1. Pengertian Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia. 2. Tanda dan Gejala  Mata merah  Rasa sakit  Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).  Penglihatan kabur  Penurunan visus  Infeksi konjunctiva  Pada anak-anak sering terjadi somnolen 3. Patofisiologi Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali. 4. Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan)  Pemeriksaan visus  Pemeriksaan lampu celah  Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut). 5. Manajemen Terapi Sampai sekarang masih terdapat konsep yang berbeda tapi yang penting dalam penaganan hifema memberi pertolongan dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga dapat mencegah atau mengurangi komplikasi. Istirahat total selama 5 hari untuk melihat terjadinya hifema ulangan. Posisi berbaring 30-45° akan menyebabkan darah berkumpul di bawah dan akan menurunkan tekanan darah sistemik sehingga mengurangi resiko hifema ulangan. Pemberian tetes mata:  Xicloplegi (obat parasimpatolitik).  Medriatikum  Miotik lebih baik dihindari karena menyebabkan inflamasi  Tetes mata steroid untuk mengurangi rasa tidak enak akibat evitis dan untuk mencegah terjadinya hifema ulangan.  Pencucian bilik mata depan dianjurkan jika TIO naik lebih dari 24 jam.  Tindakan operatif (untuk mencegah kenaikan TIO). 6. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema) a. Pengkajian Subjektif  Pasien mengatakan matanya terasa sakit (cekot-cekot)  Pasien mengatakan penglihatannya kabur Objektif  Mata merah (palpebra, sklera, conjunctiva)  Peningkatan TIO  Penurunan visus  COA (Camera Ocula Anterior) pendarahan b. Diagnosa Keperawatan  Nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder trauma tumpul  Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan  Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman penglihatan D.CEDERA TAJAM a. DEFINISI Salah satu trauma pada mata yaitu cedera tajam. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler. Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau organ mengalami kerusakan. b. ETIOLOGI Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata. c. GEJALA PADA CEDERA/TRAUMA TAJAM Trauma tajam selain dapat menimbulkan luka pada mata juga dapat meninggalkan benda asing pada mata, benda asing pada mata dapat berupa benda yang beracun atau tidak beracun. Benda beracun contohnya bahan dari logam. Benda yang tidak beracun contohnya pasir. 1) Tajam penglihatan yang menurun 2) Tekanan bola mata rndah 3) Bilikmata dangkal 4) Bentuk dan letak pupil berubah 5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera 6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina 7) Kunjungtiva kemotis d. PENANGANAN Trauma tajam dengan ada luka di mata, jangan member pengobatan dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata di bebat atau diplester. Pada umumnya perlu dilakukan operasi dengan segara. e. PATHWAY NURSING Trauma Tajam f. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA TAJAM. 1. PENGKAJIAN Hal – hal yang perlu diperhatikan: a. Bagaimana terjadinya trauma mata. Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma. b. Menentukan obyek penyebab trauma mata. Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain. c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler. Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma. d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma. Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage. 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Ansietas b/d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri; kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup. Hasil yang diharapkan: Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi. Tindakan / Intervensi :  Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.  Berikan informasi yang akurat dan jujur.  Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.  Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber / orang yang menolong. b.Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi. Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.Perubahan respon biasanya terhadap rangsang. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan : -Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu. -Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. -Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. Tindakan / Intevensi Mandiri:  Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.  Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.  Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia.  Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien.  Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata. c. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasive. Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual. Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan : -Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema,dan demam. -Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi Tindakan/intervensi:  Kaji tanda-tanda infeksi.  Berikan therapi sesuai program dokter.  Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata.  Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan Mandiri:  Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.  Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.  Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf. Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991). Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut atau batang) atau sel glia yang bersifat ganas (Ilyas S. dkk, 1981). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia. 2. Saran. Guna sempurnanya makalah ini,kami dari kelompok 7 sangat mengharapkan kritik serta saran dari Rekan-rekan pembaca dan juga bagi Dosen Pembimbing MK Persepsi Sensori. DAFTAR PUSTAKA Masjoer Arif, DKK.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Juall lynda.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C & Doenges. 1993. Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Reeves Charlene J., Roux Gayle & Robin.2001. Keperawatan Medikal Bedah Buku 1. Jakarta: Salemba Medika

Friday, August 19, 2011

SEORANG YANG MENCINTAI KAMU

Seseorang yang mencintai kamu, tidak bisa memberikan alasan mengapa ia mencintaimu. Dia hanya tau, di mata dia, kamulah satu satunya.
Seseorang yang mencintai kamu, sebenarnya selalu membuatmu marah / gila.
Tp ia tidak pernah tau hal bodoh apa yang sudah ia lakukan, karna semua yang ia lakukan adalah untuk kebaikanmu.
Seseorang yang mencintai kamu, jarang memujimu.
Tetapi di dalam hatinya kamu adalah yang terbaik, hanya ia yang tau.
Seseorang yang mencintai kamu, akan mencaci maki atau mengeluh jika kamu tidak membalas pesannya, karna ia peduli.
Seseorang yang mencintai kamu, hanya menjatuhkan air matanya di hadapanmu.
Ketika kamu mencoba untuk menghapus air matanya, kamu telah menyentuh hatinya, dimana hatinya selalu berdegup / berdenyut / bergetar untuk kamu.
Seseorang yang mencintai kamu, akan mengingat setiap kata yang kamu ucapkan, bahkan yang tidak sengaja dan ia akan selalu menggunakan kata – kata itu tepat waktunya.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak akan memberikan janji apapun dengan mudah, karna ia tidak mau mengingkari janjinya.
Ia ingin kamu untuk mempercayainya dan ia ingin memberikan hidup yang paling bahagia dan aman selama lamanya.
Seseorang yang mencintai kamu, selalu memberitahumu untuk tidak berpikir terlalu banyak, karna ia sudah merencanakan semuanya untukmu.
Ia ingin memberikan kehidupan yang terbaik di masa mendatang. Ia ingin memberikanmu suatu kejutan, percayalah dia dapat melakukannya.
Seseorang yang mencintai kamu, mungkin tidak bisa mengingat kejadian / kesempatan istimewa, seperti perayaan hari jadi.
Tetapi ia tau bahwa setiap detik yang ia lalui, ia mencintai kamu, tidak peduli hari apakah hari ini.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak mau berkata Aku mencintaimu dengan mudah, karna segalanya yang ia lakukan untuk kamu adalah untuk menunjukkan bahwa ia siap mencintaimu.
Tetapi hanya ia yang akan mengatakan kata I Love You pada situasi yang spesial, karna ia tidak mau kamu salah mengerti, dia mau kamu mengetahui bahwa ia mencintai dirimu.
Seseorang yang benar – benar mencintai kamu, akan merasa bahwa sesuatu harus dikatakan sekali saja krn ia berpikir bahwa kamu telah mengerti dirinya.
Jika berkata terlalu banyak, ia akan merasa bahwa tidak ada yang akan membuatnya bahagia / tersenyum.
Seseorang yang mencintai kamu, akan pergi ke airport untuk menjemput kamu, dia tidak akan membawa seikat mawar dan memanggilmu sayang seperti yang kamu harapkan.
Tetapi, iaakan membawakan kopermu dan menanyakan: “Mengapa kamu menjadi lebih kurus dalam waktu 2 hari?” dengan hatinya yang tulus.
Seseorang yang mencintai kamu, tidak tahu apakah ia harus menelponmu ketika kamu marah, tetapi ia akan mengirimkan pesan setelah beberapa jam.
Jika kamu menanyakan: mengapa ia telat menelepon, ia akan berkata: Ketika kamu marah penjelasan dari dirinya semua hanyalah sampah.
Tetapi, ketika kamu sudah tenang, penjelasannya baru akan benar – benar bekerja / manjur / berguna.
Seseorang yang mencintaimu, selalu memanggil kamu dengan sebutan gadis kecil.
Tetapi sewaktu ia menginginkan untuk membuat keputusan besar, dialah org pertama yang ingin mendengar saran dari kamu.
Seseorang yang mencintaimu, tidak suka akan boneka kecil seperti : beruang teddy.
Tapi ia akan selalu meletakkan boneka yang kamu hadiahkan di atas tempat tidurnya.
Seseorang yang mencintaimu, saat bertengkar, dia akan meminta maaf dengan tak terkontrol (secara terus menerus) meskipun kamu yang bersalah dan nantinya ia akan mengirimkan pesan kepadamu : “Sayang, sebenarnya itu adalah kesalahan kamu dan kamu sendiri sudah mengetahuinya”.
Seseorang yang mencintaimu, ketika merindukanmu, ia ingin membelikanmu seikat mawar dan menunggu dengan bodohnya di bawah apartemenmu.
Tapi ia tidak pernah tau, apa yang ia beli adalah bunga aster.
Tapi itu tidak menjadi masalah, karna dalam hatinya itu ialah bunga mawar.
Seseorang yang mencintaimu, jarang mengatakan kata – kata manis.
Tetapi kamu tau, kecupannya sudah menyalurkan semua hasratnya kepadamu.


http://photo505.com/en/