Sunday, May 27, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Hampir semua orang mengetahui bahwa ada dua ginjal dan bahwa keduanya sangat penting, tetapi kebanyakan orang tak mengetahui bahwa ada dua potong jaringan kecil yang beratnya masing-masing 5-6 gram di atas kedua ginjal yang juga amat penting, yang dikenal dengan nama kelenjar adrenal, masing-masing adalah sebuah laboratorium yang terpisah. Yang pertama adalah bagian luar kelenjar adrenal (korteks adarenal), yang menghasilkan tiga hormon; yang kedua adalah bagian dalam kelenjar adrenal (medulla adrenal), yang menghasilkan dua hormon. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kedua kelenjar ini sangat penting sehingga pelepasan terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon-hormon itu akan menyebabkan kematian. Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih. Harvey cushing pada tahun 1932 menggambarkan suatu keadaan yang disebabkan oleh adenoma sel-sel basofil hipofisis. Keadaan ini disebut “penyakit cushing”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sindrom cushing?
2.      Apa yang menyebabkan terjadinya sindrom cushing?
3.      Bagaiman manifstasi klinis dari sindrom cushing?
4.      Bagaiman patofisiologi terjadinya sindrom cushing?
5.      Bagaimana evaluasi diagnostic dan pengobatan sindrom cushing?
6.      Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan sindrom cushing?

C.    Tujuan
a.      Tujuan Umum
             Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan, khususnya mata kuliah endokrin serta melatih mahasiswa untuk berpikir kritis.

b.      Tujuan Khusus
-          untuk mengetahui dan memahami tentang sindrom cuhsing
-          untuk mengetahui dan memahami tentang sindrom cuhsing
-          untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya sindrom cuhsing
-          untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis sindrom cuhsing
-          untuk mengetahui dan memahami tentang evaluasi diagnostic dan pengobatan sindrom cuhsing
-          untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cuhsing
D.    Manfaat
      Mendapatkan pengetahuan tentang endokrin khususnya tentang sirosis hepatis sehingga nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan.








BAB II
PEMBAHASAN


  1. Pengertian
Syndrome cushing gambaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen). (Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).
Syndrome cushing disebabkan oleh sekret berlebihan steroid adrenokortial terutama kortisol. (IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).
Syndrome cuhsing akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Hal 1979).
Sindrom cusin g dapat dI akibatkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologi {iatrogen} atau oleh sekresi kortisol yng baerlebibahan pada gangguan aksis hipotalamus –hipofisis adrenal {spontan} .
Sindrom cushing iatrogenik di jumpai pada penderita arttritisreumatoid,asma,limfoma danpenyakit-penyakit umumy yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti-inflamasi. Pada sindrom cushing spontan, hiper fungsi korteks adrenal terjadi sebagai rangsanganberlebihan oleh ACTH  atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
Jenis-Jenis Sindrom Cushing
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:
  1. Tergantung ACTH
Heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.

  1.  Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091)
  1. Etiologi
Sindroma cushing dapat disebabkan oleh:
1.      Iatrogenik
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.
2.      Spontan
Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Adenoma pituitary (70%kasus), tumor adrenokortikal (20% kasus) dan tumor ekstrapituitari (10% kasus) seperti karsinoma sel kecil-kecil paru.
3.      Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
4.      Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor paru, pankreas yang mengeluarkan “ACTH like substance”.
5.      Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.

  1. Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
·         Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
·         Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
·         Androgen.
·         Estrogen
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
1.      Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
·         Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
·         Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae).
·         Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
·         Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
·         Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
·         Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
·         Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
·         Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2.      Distribusi jaringan adiposa.
·         Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
·         Obesitas
·         Wajah bulan (moon face)
·         Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison)
Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.      Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum.
·         Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
4.       Sistem kekebalan
ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
·         Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
·         Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
·         Produksi anti bodi
·         Reaksi peradangan
·         Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.       Sekresi lambung
·         sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan .
·         sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
·         Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6.       Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7.      Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
·         Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
·         Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
·         Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
·         Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091)

·         Pathway
 
































  1. Manifestasi klinis
Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu : cortisol, 17 ketosteroid, aldosteron dan estrogen.
1.  Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
    1. Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
    2. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
    3. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
    4. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
    5. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
    6. Diabetes melitus.
    7. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
2.  Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
    1. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
    2. Suara dalam.
    3. Timbul akne.
    4. Amenore atau impotensi.
    5. Pembesaran klitoris.
    6. Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
3.  Gejala hipersekresi aldosteron.
    1. Hipertensi.
    2. Hipokalemia.
    3. Hipernatremia.
    4. Diabetes insipidus nefrogenik.
    5. Edema (jarang)
    6. Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau hiperaldosteronisme primer.


4.  Gejala hipersekresi estrogen (jarang)
Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala hipersekresi kortisol, kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain. Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas diketahui, gejala pertama ialah penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai psikosis. Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi, timbul ulkus peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian disebabkan oleh kelemahan umum, penyakit serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang oleh koma diabetikum.

  1. Pemeriksaan Penunjang
1.      Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara 10.000 – 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm terjadi pada 10 % kasus) dan hipokalemia.
2.      Pemeriksaan laboratorik diagnostik.
Pemeriksaan kadar kortisol dan “overnight dexamethasone suppression test” yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.
3.      Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a.   Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi kostikosteroid dalam urin 24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b.   Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17 hidroxikortikosteroid dalam urine.
c.   Pengukuran kadar ACTH plasma.
d.   Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 – 3 kali, pada kasinoma tidak ada kenaikan.

  1. Pengobatan/penatalaksanaan
  1. Pengobatan
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e.  Digunakan obat dengan jenis metyropone (pada orang normal dapat menimbulkan peningkatan sekresi ACTH), amino gluthemide o, p-ooo yang bisa mensekresikan kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal 10 )
  1. Terapi
Penyakit cushing dapat diobati dengan rediasi kelenjar pituiter, tetapi respon baru terlihat setelah 18 bulan terapi, dan sering terjadi rekurensi. Kini, cara yang dianjurkan untuk perusakan hipofise adalah dengan Hipofisektomi transfenoidal (Tindakan pembedahan untuk mengangkat kelenjar hipofisa pada seorang penderita tumor kelenjar hipofisa) (Theodore R. Schrock, MD ; Ilmu Bedah Edisi 7 hal 158).

  1. Komplikasi
·         Krisis Addisonia
·         Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
·         Patah tulang akibat osteoporosis





ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
1.      Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
2.      Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
3.      Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.
4.      Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom.
5.  Pemeriksaan Fisik
·         B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat,  pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
·         B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
·         B3 (Brain)
Composmentis (456), kelabilan alam perasaan depresi sampai mania
·         B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
·         B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
·         B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.


B.       Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang.
2.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
3.      Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan, pengurusan masa otot.
5.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
6.      Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
7.      Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan depresi
C.      Intervensi
  1. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang.
Tujuan
Kriteria hasil
intervensi
Rasional
Menurunkan resiko cidera

Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur

1.      Ciptakan lingkungan yang protektif.

2.      Bantu klien ambulasi.


3.      Kolaborasi dengan tim gizi dengan pemberian diet tinggi protein, kalsium, dan  vitamin  D

1.      Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak.
2.      Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang tajam.
3.      Meminimalkan penipisan massa otot dan osteoporosis.




2.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Menurunkan resiko infeksi

Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri, atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi lainnya.

1.      Periksa  TTV ( TD, Nadi, suhu tubuh dan tanda gejala infeksi lainnya setiap 4 jam).
2.      Menjelaskan pada pasien penyebab terjadinya infeksi .

3.     Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung

1.    Untuk  mengetahui tanda infeksi sedini mungkin .

2.    Pasien mengerti dan kooperatif tentang penyebab infeksi
3.    menghindari atau mengurangi kontak sumber infeksi, untuk menjaga klien














3.      Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
Tujuan
Kriteria hasil
intervensi
Rasional
Menurunkan resiko terjadinya lesi/ penurunan integritas pada kulit

Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
1.      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.
2.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

3.      Inspeksi area tergantung edema.

4.    Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim.


5.      Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.

6.      Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
1.      menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi.
2.      mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
3.     Rasional jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.

4.     lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.

5.     mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.


6.     menurunkan tekanan yang lama pada jaringan.


  1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan, pengurusan masa otot.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Salam waktu 2 x 24 jam keperawatan diri klien terpenuhi.
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
1.      Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.




2.      Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas




3.      Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

1.       Klien dalam keadaan cemas dan tergantung, hal ini dilakukan untuk mencegah frustrasi dan harga diri klien.

2.       Dukungan pada klien selama aktivitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.

3.       Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.





5.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
Tujuan
Kriteria hasil
intervensi
Rasional
klien dapat menerima situasi dirinya.

Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang perubahan penampilan, dan tingkat aktivitas. Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri.

1.      Kaji ulang tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan.
2.      Diskusikan arti perubahan pada pasien.






3.      Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan

1.      Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.

2.      Beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.
3.      Menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidup.






  1. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Nyeri pasien berkurang
Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur dengan tepat

1.      Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).

2.      Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.


3.        Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.



4.        Berikan obat sesuai indikasi. Mis, antasida.

1.      Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien.
2.      membantudalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

3.      makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makanan sedikit mencegah distensi dan haluaran gaster.

4.      menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia.



  1. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan depresi
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Klien mengendalikan dan menurunkan emosinya
Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita sehari-hari, mengenali perubahan pada pemikiran dan tingkah laku

1.      Evaluasi tingkat stress individu dan hadapi dengan tepat.
2.      Panggil pasien dengan namanya.
3.      Catat perubahan siklik dalam mental/tingkah laku. Ikutsertakan dalam latihan rutin dan program aktivitas
4.      Dukung keikutsertaan pasien dalam perawatan diri sendiri.
1.      tingkat stress mungkin dapat meningkat dnegan pesat karena perubahan yang baru, sedang atau telah terjadi.
2.      Untuk menolong mempertahankan orientasi.
3.      Penelitian menunjukkan bahwa penarikan diri dan pasien yang tidak aktif memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami kebingungan.
4.      Pilihan merupakan komponen yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.



D.      Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (Data subyek, Obyek, Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).



























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Syndrome cuhsing akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindrom cusing dapat dI akibatkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologi {iatrogen} atau oleh sekresi kortisol yng baerlebibahan pada gangguan aksis hipotalamus –hipofisis adrenal {spontan}. Pada sindrom cushing spontan, hiper fungsi korteks adrenal terjadi sebagai rangsanganberlebihan oleh ACTH  atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal

B.     Saran
Diharapakan bagi mahasiswa calon perawat agar meningkatkan penegetahuan tentang sistem endokrin khususnya tentang cindrom cushing agar nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan.
















DAFTAR PUSTAKA

Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/. diakses pada tanggal 2 maret 2010 pukul 13.15 WIB
Budiyanto, Carko . 2009 . Cushing Syndrom. http://medicastore.com/penyakit_kategori/1/index.html. diakses pada tanggal 9 maret 2010 pukul 16. 30 WIB 
De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing Sindrom. http ://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judul-skripsi.html . diakses pada tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom Cushing. http://baioe.wordpress.com/about. html. diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB
Sylvia A. Price. 1994.  Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta: EGC



No comments:

Post a Comment