BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hampir semua orang
mengetahui bahwa ada dua ginjal dan bahwa keduanya sangat penting, tetapi
kebanyakan orang tak mengetahui bahwa ada dua potong jaringan kecil yang
beratnya masing-masing 5-6 gram di atas kedua ginjal yang juga amat penting,
yang dikenal dengan nama kelenjar adrenal, masing-masing adalah sebuah
laboratorium yang terpisah. Yang pertama adalah bagian luar kelenjar adrenal
(korteks adarenal), yang menghasilkan tiga hormon; yang kedua adalah bagian
dalam kelenjar adrenal (medulla adrenal), yang menghasilkan dua hormon.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kedua kelenjar ini sangat penting sehingga
pelepasan terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon-hormon itu akan
menyebabkan kematian. Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan
korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis.
Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme
renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan
retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh
hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1)
faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol.
Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik
berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan
keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih. Harvey cushing pada tahun 1932 menggambarkan suatu keadaan yang
disebabkan oleh adenoma sel-sel basofil hipofisis. Keadaan ini disebut
“penyakit cushing”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan sindrom cushing?
2.
Apa yang
menyebabkan terjadinya sindrom cushing?
3.
Bagaiman
manifstasi klinis dari sindrom cushing?
4.
Bagaiman
patofisiologi terjadinya sindrom cushing?
5.
Bagaimana
evaluasi diagnostic dan pengobatan sindrom cushing?
6.
Bagaimana
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan sindrom cushing?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan
makalah ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keperawatan, khususnya mata
kuliah endokrin serta melatih mahasiswa untuk berpikir kritis.
b. Tujuan
Khusus
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang sindrom cuhsing
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang sindrom cuhsing
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya sindrom cuhsing
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis sindrom cuhsing
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang evaluasi diagnostic dan pengobatan sindrom
cuhsing
-
untuk
mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
cuhsing
D. Manfaat
Mendapatkan pengetahuan
tentang endokrin khususnya tentang sirosis hepatis sehingga nantinya dapat
mengembangkan pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Syndrome cushing gambaran klinis yang timbul akibat peningkatan
glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen).
(Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena
pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price;
Patofisiolgi, hal. 1088).
Syndrome cushing disebabkan oleh sekret berlebihan steroid
adrenokortial terutama kortisol. (IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).
Syndrome cuhsing akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang
tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak,
Edisi 15 Hal 1979).
Sindrom cusin g dapat dI
akibatkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologi
{iatrogen} atau oleh sekresi kortisol yng baerlebibahan pada gangguan aksis
hipotalamus –hipofisis adrenal {spontan} .
Sindrom cushing iatrogenik
di jumpai pada penderita arttritisreumatoid,asma,limfoma danpenyakit-penyakit
umumy yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti-inflamasi. Pada
sindrom cushing spontan, hiper fungsi korteks adrenal terjadi sebagai
rangsanganberlebihan oleh ACTH atau
sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
Jenis-Jenis Sindrom Cushing
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:
- Tergantung ACTH
Heperfungsi korteks
adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang
abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing
pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
- Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma
hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi
hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum
hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising
hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091)
- Etiologi
Sindroma cushing dapat disebabkan oleh:
1.
Iatrogenik
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik.
Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit
umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.
2.
Spontan
Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal. Adenoma pituitary (70%kasus), tumor
adrenokortikal (20% kasus) dan tumor ekstrapituitari (10% kasus) seperti
karsinoma sel kecil-kecil paru.
3.
Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena
adenoma sel basofil hipofisis).
4.
Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di
luar hipofisis, misalnya tumor paru, pankreas yang mengeluarkan “ACTH like
substance”.
5.
Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
- Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa
penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita
perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks
adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
·
Glukokortikoid.
Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
·
Mineralokortikoid.
Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
·
Androgen.
·
Estrogen
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti
dibawah ini:
1.
Metabolisme
protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik
dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk
protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein
pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
·
Kulit
mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
·
Ruptura
serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna
ungu (striae).
·
Otot-otot
mengalami atropi dan menjadi lemah.
·
Penipisan
dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan
mudah tibul luka memar.
·
Matriks
protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat
dengan mudah terjadi fraktur patologis.
·
Metabolisme
karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja
insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami
hiperglikemia.
·
Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa.
·
Sebaliknya
penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2.
Distribusi
jaringan adiposa.
·
Distribusi
jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
·
Obesitas
·
Wajah bulan
(moon face)
·
Memadatnya
fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison)
Obesitas trunkus dengan
ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan
klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.
Elektrolit
Efek minimal pada
elektrolit serum.
·
Kalau
diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
4.
Sistem kekebalan
ada dua respon utama
sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel
plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat
germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
·
Proses
pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
·
Induksi dan
proleferasi limfosit imunokompeten
·
Produksi
anti bodi
·
Reaksi
peradangan
·
Menekan
reaksi hipersensitifitas lambat.
5.
Sekresi lambung
·
sekeresi
asam lambubung dapat ditingkatkan .
·
sekresi
asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
·
Faktor-faktor
protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah
terjadinya tukak.
6.
Fungsi otak
perubahan psikologik
terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak
stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7.
Eritropoesis
Involusi jaringan
limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun
secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
·
Dapat menghambat
hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
·
Menghambat
pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
·
Efeknya
pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut
yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
·
Penekanan
peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi
diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price;
Patofisiologi, hal 1090-1091)
·
Pathway
- Manifestasi klinis
Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu :
cortisol, 17 ketosteroid, aldosteron dan estrogen.
1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
- Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
- Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
- Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
- Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
- Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
- Diabetes melitus.
- Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
2. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
- Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
- Suara dalam.
- Timbul akne.
- Amenore atau impotensi.
- Pembesaran klitoris.
- Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
3. Gejala hipersekresi aldosteron.
- Hipertensi.
- Hipokalemia.
- Hipernatremia.
- Diabetes insipidus nefrogenik.
- Edema (jarang)
- Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut
penyakit Conn atau hiperaldosteronisme primer.
4. Gejala hipersekresi estrogen (jarang)
Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala
hipersekresi kortisol, kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain. Umumnya
mulainya penyakit ini tidak jelas diketahui, gejala pertama ialah penambahan
berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai psikosis. Penyakit ini hilang
timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi, timbul ulkus peptikum dan
mungkin fraktur vertebra. Kematian disebabkan oleh kelemahan umum, penyakit
serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang oleh koma diabetikum.
- Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan laboratorium
sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara 10.000 – 25.000/mm3.
eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm terjadi pada 10 % kasus) dan
hipokalemia.
2. Pemeriksaan laboratorik
diagnostik.
Pemeriksaan kadar kortisol dan “overnight dexamethasone
suppression test” yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok
harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini
menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil
metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.
3. Tes-tes khusus untuk membedakan
hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a. Urinary deksametasone
suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi kostikosteroid dalam urin 24 jam,
kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17
hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin ada
kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi
kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa
hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short oral metyrapone
test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada 17
hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan
naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH
plasma.
d. Test stimulasi ACTH,
pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 – 3 kali, pada kasinoma tidak ada
kenaikan.
- Pengobatan/penatalaksanaan
- Pengobatan
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam,
bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi
tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak
dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada
kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan
adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul
kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone (pada orang
normal dapat menimbulkan peningkatan sekresi ACTH), amino gluthemide o, p-ooo
yang bisa mensekresikan kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal
10 )
- Terapi
Penyakit cushing dapat diobati dengan rediasi kelenjar pituiter,
tetapi respon baru terlihat setelah 18 bulan terapi, dan sering terjadi
rekurensi. Kini, cara yang dianjurkan untuk perusakan hipofise adalah dengan
Hipofisektomi transfenoidal (Tindakan pembedahan untuk mengangkat kelenjar
hipofisa pada seorang penderita tumor kelenjar hipofisa) (Theodore R. Schrock,
MD ; Ilmu Bedah Edisi 7 hal 158).
- Komplikasi
· Krisis Addisonia
· Efek yang
merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
· Patah tulang
akibat osteoporosis
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir ,
umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi
pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan
30 tahun.
2.
Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid
dalam jangka waktu yang lama.
4.
Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom.
5. Pemeriksaan Fisik
·
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat,
pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi
nafas tambahan.
·
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD
meningkat.
·
B3 (Brain)
Composmentis (456), kelabilan alam perasaan depresi sampai mania
·
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
·
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung,
terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
·
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot,
ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face,
punguk bison, obesitas tunkus.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan
menurunnya matriks tulang.
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
menurunnya kekebalan tubuh.
3.
Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan
kulit tipis daan rapuh.
4.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan,
keletihan, pengurusan masa otot.
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik.
6.
Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa
lambung.
7.
Gangguan proses berpikir berhubungan dengan
fluktuasi emosi dan depresi
C. Intervensi
- Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
intervensi
|
Rasional
|
Menurunkan resiko cidera
|
Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur
|
1.
Ciptakan lingkungan yang protektif.
2.
Bantu klien ambulasi.
3.
Kolaborasi dengan tim gizi dengan pemberian
diet tinggi protein, kalsium, dan
vitamin D
|
1.
Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya
pada tulang dan jaringan lunak.
2.
Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut
furniture yang tajam.
3.
Meminimalkan penipisan massa otot dan
osteoporosis.
|
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
menurunnya kekebalan tubuh.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Menurunkan resiko infeksi
|
Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri,
atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi lainnya.
|
1.
Periksa
TTV ( TD, Nadi, suhu tubuh dan tanda gejala infeksi lainnya setiap 4
jam).
2.
Menjelaskan pada pasien penyebab terjadinya
infeksi .
3.
Tempatkan pada ruang khusus dan batasi
pengunjung
|
1.
Untuk
mengetahui tanda infeksi sedini mungkin .
2.
Pasien mengerti dan kooperatif tentang
penyebab infeksi
3.
menghindari atau
mengurangi kontak sumber infeksi, untuk menjaga klien
|
3.
Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan
kulit tipis daan rapuh.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
intervensi
|
Rasional
|
Menurunkan resiko terjadinya lesi/ penurunan integritas pada
kulit
|
Klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan/cedera kulit.
|
1.
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,
turgor, vaskular.
2.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membran mukosa.
3.
Inspeksi area tergantung edema.
4.
Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim.
5.
Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
6.
Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
|
1.
menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan infeksi.
2.
mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
3.
Rasional jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek.
4.
lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
5.
mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
6.
menurunkan tekanan yang lama pada jaringan.
|
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan, pengurusan masa otot.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Salam
waktu 2 x 24 jam keperawatan diri klien terpenuhi.
|
Klien
mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
|
1.
Hindari apa yang
tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
2.
Ajarkan dan dukung
klien selama aktivitas
3.
Ganti pakaian yang
kotor dengan yang bersih.
|
1.
Klien dalam keadaan
cemas dan tergantung, hal ini dilakukan untuk mencegah frustrasi dan harga
diri klien.
2.
Dukungan pada klien
selama aktivitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
3.
Untuk melindungi
klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.
|
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
intervensi
|
Rasional
|
klien dapat menerima situasi dirinya.
|
Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi
negatif tentang perubahan penampilan, dan tingkat aktivitas. Menyatakan
penerimaan terhadap situasi diri.
|
1.
Kaji ulang tingkat pengetahuan pasien tentang
kondisi dan pengobatan.
2.
Diskusikan arti perubahan pada pasien.
3.
Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien
secara normal dan bukan
|
1.
Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi.
2.
Beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan
kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.
3.
Menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk
mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan
tujuan hidup.
|
- Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Nyeri pasien berkurang
|
Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan
postur tubuh rileks dan mampu tidur dengan tepat
|
1. Catat keluhan
nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
2. Kaji ulang faktor yang meningkatkan
dan menurunkan nyeri.
3.
Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk
pasien.
4.
Berikan obat sesuai indikasi. Mis, antasida.
|
1. Nyeri tidak selalu ada tetapi bila
ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien.
2. membantudalam
membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3. makanan mempunyai efek
penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makanan sedikit
mencegah distensi dan haluaran gaster.
4. menurunkan keasaman gaster dengan
absorbsi atau dengan menetralisir kimia.
|
- Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan depresi
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien mengendalikan
dan menurunkan emosinya
|
Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita
sehari-hari, mengenali perubahan pada pemikiran dan tingkah laku
|
1. Evaluasi tingkat stress individu
dan hadapi dengan tepat.
2. Panggil pasien dengan namanya.
3. Catat perubahan siklik dalam
mental/tingkah laku. Ikutsertakan dalam latihan rutin dan program aktivitas
4. Dukung
keikutsertaan pasien dalam perawatan diri sendiri.
|
1. tingkat stress mungkin dapat
meningkat dnegan pesat karena perubahan yang baru, sedang atau telah terjadi.
2. Untuk menolong mempertahankan
orientasi.
3. Penelitian menunjukkan bahwa
penarikan diri dan pasien yang tidak aktif memiliki resiko yang lebih besar
untuk mengalami kebingungan.
4. Pilihan merupakan komponen yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
|
D.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan
dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria keberhasilan
pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan
sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan
yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (Data subyek, Obyek, Asesment, Implementasi,
Evaluasi, Revisi).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Syndrome
cuhsing akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal
karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindrom
cusing dapat dI akibatkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis
farmakologi {iatrogen} atau oleh sekresi kortisol yng baerlebibahan pada
gangguan aksis hipotalamus –hipofisis adrenal {spontan}. Pada sindrom cushing
spontan, hiper fungsi korteks adrenal terjadi sebagai rangsanganberlebihan oleh
ACTH atau sebagai akibat patologi
adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal
B.
Saran
Diharapakan bagi mahasiswa calon
perawat agar meningkatkan penegetahuan tentang sistem endokrin khususnya
tentang cindrom cushing agar nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut
dalam praktik keperawatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/.
diakses pada tanggal 2 maret 2010 pukul 13.15 WIB
Budiyanto, Carko . 2009 . Cushing Syndrom. http://medicastore.com/penyakit_kategori/1/index.html.
diakses pada tanggal 9 maret 2010 pukul 16. 30 WIB
De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing Sindrom. http ://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judul-skripsi.html
. diakses pada tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th
. Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th
. Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey:
Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom Cushing. http://baioe.wordpress.com/about. html.
diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB
Sylvia A. Price. 1994. Patofisiolgi Konsep klinis
Proses-Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku Ajar Medikal Bedah
Brunner-Suddart. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment