Wednesday, June 13, 2012

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI INDONESIA

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan. Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.
B.       TUJUAN
1.         Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
2.         Mengidentifikasi issue dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
3.         Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia
4.         Mengetahui issue aspek legal dalam keperawatan professional
5.         Mengetahui trend keperawatan mandiri masa kini.
C.      MANFAAT
1.    Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
2.         Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
3.        Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
4.         Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik


BAB II
PEMBAHASAN
A.      TREND DAN ISSUE DALAM KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH
Seluruh bidang pelayanan kesehatan sedang berubah dan tidak satupun perubahan yang berjalan lebih cepat dibandingkan yang terjadi di bidang perawatan akut. Di sini, perawat memberikan bantuan langsung baik untuk pasien maupun keluarga yang menghadapi penyakit atau cedera. Hal ini memberikan suatu tantangan yang sangat menyenangkan dan nyata bagi perawat. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan perawatan ini membutuhkan perencanaan dan pencatatan yang yang dengan jelas mengidentifikasi masalah-masalah dan intervensi-intervensi, juga perencanaan perawatan kesehatan jangka pendek dan panjang untuk individu dan keluarga.
Di bidang perawatan yang tengah berubah ini, apakah yang bakal terjadi? Pada tahun 1989, kami mencatat tujuh trend utama yang kami yakin akan mempunyai dampak berkepanjangan pada perawatan dan perawatan pasien, yaitu:
1.    Penurunan biaya perawatan kesehatan
2.    Perhitungan biaya asuhan keperawatan
3.    Pengurangan lamanya dirawat
4.    Peningkatan kepercayaan terhadap teknologi tinggi
5.    Kebutuhan akan pengetahuan keperawatan tahap lanjut
6.    Kebutuhan akan kolaborasi dan komunikasi
7.    Inovasi dalam perencanaan perawatan melalui komputerisasi
Mereka yang memantau kecenderungan ini (juga staf perawat yang memberikan perawatan langsung) dapat membuktikan bahwa kecenderungan ini telah benar-benar menimbulkan, dan akan terus memiliki efek yang sangat mendalam pada profesi dan praktik keperawatan.
1.    Penurunan Biaya Perawatan Kesehatan
Implementasi dari kemungkinan reimbursemen (pengembalian uang) yang dimulai dengan pasien Medicare yang menggantikan fokus pelayanan kesehatan menjadi pembendungan biaya. Rumah sakit telah menanggapi pengurangan biaya perawatan dengan mengurangi jumlah tempat tidur dan staf. Selain itu, meskipun perawatan pasien di rumah sakit menjadi lebih singkat, namun pasiennya lebih parah, mengakibatkan peningkatan kebutuhan asuhan keperawatan dan kelebihan beban kerja. Keadaan ini telah mewajibkan bahwa keperawatan meninjau kembali standar minimum dari perawatan sementara tetap mempertahankan dan memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Sebagai akibat dari perubahan ini, perawat harus berfungsi lebih efektif. Karena belum pernah sebelumnya, rencana perawatan pasien harus mencerminkan persiapan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dan standar-standar perawatan di bawah tekanan-tekanan keterbatasan waktu dan sumber daya yang lebih sedikit.
2.    Perhitungan Biaya Asuhan Keperawatan
Perhatian profesi oleh karenanya terfokus pada biaya pemberian asuhan keperawatan pada pasien dalam kondisi prospektif pengembalian uang, baiaya lebih sedikit, waktu yang terbatas, dan pengurangan jumlah tempat tidur dan staf. Perhitungan kontribusi keperawatan pada perawatan pasien dapat digunakan untuk menentukan biaya pemberian asuhan pada pasien khusus. Dengan menghitung waktu keperawatan, membutuhkan pengidentifikasian tingkat asuhan keperawatan yang diperlukan bagi setiap pasien, yang dapat digunakan untuk “pajak” langsung dari sumbangan pelayanan. Pada rumah sakit-rumah sakit yang telah menarik pajak untuk pelayanan keperawatan, rencana asuhan pasien sudah merupakan bagian integral dari penyesuaian biaya asuhan keperawatan.
Penjabaran tentang bidang keperawatan telah menjadi tantangan yang berkelanjutan sejak awalanya profesi kita. Tentang apa dan bagaimana dari bidang keperawatantelah dijelaskan pada bagian-bagian dalam sejumlah publikasi yang telah adayang membantu operasionalisasi pekerjaan keperawatan. Publikasi ANA tahun 1980 Nursing: A Social Policy Statement menggambarkan keperawatan sebagaidiagnosa dan tindakan dari respons manusia terhadap masalah-masalahkesehatan aktual dan potensial. Asosiasi Diagnosa Keperawatan Amerika Utara (NANDA) mengembangkan taksonomi (1989) yang memberikan skema klasifikasi awal untuk mengkategorikan dan membuat penggolongan label-label diagnosa keperawatan. Definisi NANDA tentang diagnosa keperawatan (1990) lebih lanjut memperjelas tahap kedua proses keperawatan (mis., identifikasi masalah/diagnosa), Standar of Clinical Partice ANA, (1991) menggambarkan proses asuhan keperawatan pasien dan mengidentifikasi standar-standar untuk kinerja (performa) profesional (Tabel 1-1)
Kemajuan ilmu pengetahuan diteruskan dengan AHCPR (departemen kesehatan dan agensi pelayanan kemanusiaan untuk kebijakan dan penelitian pelayanan kesehatan Amerika)yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas, ketepatan, dan keefektifan pelayan asuhan kesehatan dan akses untuk pelayanan ini. Yang pada akhirnya, pertemuan multi disiplin dari para praktisi (termasuk perawat) telah memulai proses yang sulit dalam pembatan pedoman-pedoman praktik klinik yang ditujukan untuk situasi khusus perawatan pasien. Pedoman-pedoman ini dimaksudkan untuk membantu pemberian asuhan kesehatan dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan penatalaksanaan situasi klinik. Mereka sumber daya yang memungkinkan perawatan pasien dievaluasi, pemberi asujhan kesehatan menjalankan tanggung gugat, dan pembayaran jasa disesuaikan. Pada trbitan ini, 4 pedoman praktik klinik diterbitkan dan tersedia gratis. Keempat terbitan tersebut adalah:
·      Penatalaksanaan Nyeri Akut: Prosedur Operatif atau Medikal dan Trauma
·      Inkontinensia Urine pada Orang Dewasa
·      Ulkus karena Tekanan
·      Anemia Sel Sabit
Pada tahun 1992, Iowa Intervention Project: Nursing Interventions Clasification (NIC) juga telah mengalihkan perhatian kita pada isi dan proses asuhan keperawatan dengan mengidentifikasi dan menstandarisasi beberapa aktifitas perawatan langsung yang dilakukan perawat.
3.    Pengurangan Lamanya Dirawat
Ketentuan dari perawatan yang dibuat dengan keinginan sendiri harus direncanakan dan diberikan dengan kontinuitas sejalan dengan penurunan masa perawatan. Banyak pasien yang meninggalkan rumah sakit lebih dini masih membutuhkan perawatan kesehatan. Rumah sakit menanggapi kebutuhan ini dengan membuat ruangan/tempat tidurperawatan transisi, membuat agensi perawatan kesehatan sendiri, atau menyewa koordinator yang berlandaskan rumah sakit untuk kerja dengan agensi pelayanan kesehatan swasta. Perawat memikul ttanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwa pasien yang pulang pada waktu sesuai dengan penggolongan kelompok diagnosis yang berhubungan. Perencanaan pulang yang agresif harus dimulai pada penerimaan di unit medikal/bedah dan menggabungkan pengetahuan tentang sumber-sumber rumah sakitdan komunitas yang tersedia untuk pasien.
Untuk mempermudah pemulangan dini tetapi aman dan untuk menjamin kontinuitas perawatan, banyak batasan-batasan unit tradisional dilanggar. Manager keperawatan-kasus mengikuti pasien dari penerimaan sampai unit perawatan umum hingga pemulangan kembali ke komuniti dalam suatu upaya untuk mencapai hasil yang optimal. Rencana perawatan terkoordinasi yang efektif dapat membantu menjamin kontinuitas perawatan antara sistem pelayanan kesehatan dan rumah atau agensi yang menerima pemindahan.
*   Standar-Standar Praktik Keperawatan Klinik
a.    Standar-standar Asuhan
1.    Pengkajian: Perawat mengumpulkan data kesehatan pasien
2.    Diagnosis: Perawat menganalisis data pengkajian dalam memnentukan diagnosa
3.    Identifikasi Hasil: Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual bagi klien
4.    Perencanaan: Perawat mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan
b.    Standar Performa Profesinal
1. Kualitas Asuhan: Perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan efektivitas praktik keperawatan
2.  Penilaian Performa: Perawat mengevaluasi prktik keperawatannya sendiri dalam hubungannya dengan standar-standar praktik profesinal dan undang-umdang serta peraturan yang relevan
3.   Pendidikan: Perawat mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan terbaru dalam parkatik keperawatan
4.    Kolegialitas: Perawat memberikan sumbangsih pada perkembangan profesional teman sejawat , kolega dan lain-lain
5.  Etik: Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan perawat atas nama klien ditentukan dalam cara-cara yang sesuai etika
6. Kolaborasi: Perawat berkolaborasi dengan klien, orang terdekat, dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam memberikan perawatan klien.
7.    Riset: Perawat menggunakan temuan-temuan riset dalam praktik
8. Penggunaan sumber: Perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keamanan, efektifitas, dan biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan pada klien
4.    Meningkatnya Ketergantungan terhadap Teknologi Tinggi
Dalam lingkungan “bermusuhan” dari masyarakat yang tunduk pada hukum, praktik kedokteran defensif  telah mengakibatkan peningkatan ketergantungan pada teknologi diagnostik dan intervensi pengobatan yang canggih. Beberapa tahun yang lalu sebelum “tekti” menjadi suatu kecenderungan, perawat-perawat menunjukkan perhatian bahwa pasien dalam bahaya kematian diantara selang-selang, alat pemantau, dan mesin-mesin karena teknologi yang kompleks menjadi bagian yang meningkat dengan pesat dalam perawatan kesehatan. Hal ini mengarahkan perawat-perawat untuk menjadi penasehat hukum bagi individualitas pasien, konsep holistik tentang interaksi “pikiran-jiwa-tubuh”, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dilema isu-isu etik seperti kualitas hidup/hak untuk mati. Menyertakan konsep-konsep ini dan pertimbangan dari latar belakang budaya/sosioekonomi individual dapat memudahkan pencapaian keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan-kebutuhan manusia
5.    Kebutuhan akan Pengetahuan Keperawatan Tahap Lanjut
Intervensi keperawatan intensif dibutuhkan untuk menagatasi peningkatan akuitas pasien dalam menghadapi lamanya dirawat yang lebih singkat didalam lingkungan medikal/bedah. Perawat membutuhkan keahlian-keahlian klinik yang lebih baik, kematangan, kemampuan berpikir kritis, keasertifan, dan ketrampilan-ketrampilan penatalaksanaan pasien untuk mengatasi peningkatan tanggung jawab ini.
Program-program sertifikasi keperawatan spesialis memberikan tujuan-tujuan yang umum: untuk memberikan perlindungankonsumen, untuk memajukan pengetahuan dan kompetensi keperawatan, untuk meningkatkan otonomi keperawatan, dan untuk memperkuat kolaborasi. Sertifikasi memberikan pengakuan pada hasil yang telah dicapai perawat tentang standar-standar yang sebelumnya telah ditetapkan oleh kelompok yang mengeluarkan sertifikasi, dan oleh karenanya sertifikasi ini menjadi sesuatu yang penting dalam era yang semakin memperhatikan biaya karena para manajer mencari para profesionalyang kompeten untuk di pekerjakan. Selain itu, kepercayaan semacam ini bisa menjadi kerangka kerja untuk reimbursement oleh pembayar ketiga.
6.    Kebutuhan akan Kolaborasi dan Komunikasi
Sejalan dengan pemberian pelayanan kesehatan yang makin kompleks dan makin terpusat secara ekonomis, kebutuhan akan komunikasi dan kolaborasi antar profesi-profesi kesehatan makin tinggi. Hanya melalui kolaborasi anatar departemen, pelayanan-pelayanan, serta fasilitas-fasilita memungkinkan profesional-profesional medikal memberikan  perawatan yang paling efisien dan komprehensif. Perawat sebagai koordinator primer keseluruhan perawatan pasien, berkewajiban untuk menjamin bahwa hal ini berlangsung.
Komunikasi dan kolaborasi intradepartemen dapat dilakukan dalam bentuk konferensi perawatan pasien. Informasi yang didapatkan dari konferensi ini dimasukkan ke dalam rencana perawatan yang menyeluruh oleh perawat, yang bekerja sebagai penghubung antara pemberi perawatan kesehatan. Jadi, rencana perawatan dan pencatatan komunikasi yang terjadi terus menerus berfungsi sebagai parantara antara perawat dan disiplin lain.
Pasien dan keluarga, karena mempunyai tanggung jawab untuk mereka sendiri (kontrol lokus-internal), juga turut serta dalam banyak keputusan berkenaan dengan tingkat dan besarnya asuhan kesehatan yang mereka inginkan. Hal-hal yang berkenaan dengan moral dan etik mereka, seperti keputusan-keputusan no code/keinginan hidup, dengan tanggal, waktu, dan nama-nama dari mereka, yang turut serta harus dimasukkan dalam rencana perawatan. Hal ini memberikan pencatatan legal dan etik dari proses pembuatan keputusan/komunikasi.
7.    Inovasi dalam Rencana Asuhan melalui Komputerisasi
Banyak perawat meyakini bahwa waktu mereka yang terbatas lebih baik dihabiskan untuk pemberian perawatan pasien di tempat tidur daripada mengisi kertas kerja. Penggunaan rencana perawatan tertulis hanya menunjukkan devisi tugas fungsional dan kewajiban menghidupkan terus menerus gagasan bahwa rencana-rencana perawatan adalah kerja sibuk, tidak berhubungan dengan pemberian asuhan. Pembuatan kembali rencana asuhan untuk menggunakan model-model keperawatan meningkatkan penggunaan dan memberikan pencatatan singkat, memperlihatkan hubungan antara perencanaan dan pencatatan. Institusi yang menggunakan laporan dengan komputer meningkatkan jumlah perencanaan perawatan yang diberikan dan dipertahankan daripada yang terjadi sebelum komputerisasi. Kenyataanya, sistem komputer telah memberikan dampak yang menyenangkan pada proses, karena perawata-perawat dapat dengan cepat memasukkan, menayangkan, memperbaiki, mengevaluasi, dan mencetak rencana perawatan, sehingga meningkatkan kualitas penyimpanan catatan.
Kebanyakan sistem komputer menggunakan rencana asuhan perawatan pasien yang baku, yang mencerminkan standar-standar perawatan yang diterima untuk masalah-masalah medik/keperawatan tertentu. Banyak penggunaan diagnosa keperawatan yang diterima untuk pengujian oleh NANDA. Karena rencana yang dibuat dengan komputer mencerminkan banyak jenis pengetahuan dan pengalaman keperawatan, hal ini memungkinkan praktisi yang baru sekali pun untuk membuat strategi perawatan yang efektif. Rencana perawatan yang baku juga berfungsi sebagai “penyegar ingatan” bagi perawat yang merawat pasien yang tidak selalu mereka temui dalam area praktik klinik, sehingga memeberikan informasi untuk meningkatkan praktik yang efektif. Selain itu rencana perawatan yang baku ini memberikan pada semua perawat suatu cara yang efisien untuk mengembangkan rencana asuhan yang komprehensif, diperbaiki secara kontinue, mengindividualisasi, dan dapat dipertanggung jawabkan untuk masing-masing pasien.
B.       ISU ASPEK LEGAL
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:
  1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
  2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
  3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
  4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Perubahan yang cepat dalam lingkungan perawatan kesehatan, sejalan dengan kemajuan kontinue teknologi, peningkatan keparahan penyakit, tekanan-tekanan anggaran, dan perluasan pengetahuan keperawatan, telah sangat meningkatkan tanggung jawab yang harus diemban oleh perawat sekarang ini. Untuk memenuhi tanggung jawab ini, perencanaan dan pencatatan perawatan adalah penting untuk memuaskan kebutuhan pasien dan memenuhi kewajiban legal. Pencatatan dampak keperawatan pada perawatan pasien juga memberikan informasi akan kebutuhan perawatan yang berkelanjutan, hal-hal yang berkenaan dengan hukum, dan pembayaran.
1.    Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:
a)    Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.
·      Definisi :
1.    Telenursing (pelayanan Asuhan keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan tehnologi komunikasi dalam keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien. Yang menggunakan saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di definisikan sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik, antar manusia dan atau komputer 4)
2.    Telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Sebagai bagian dari telehealth, dan beberapa bagian terkait dengan aplikasi bidang medis dan non-medis, seperti telediagnosis, telekonsultasi dan telemonitoring.
3.    Telenursing is defined as the practice of nursing over distance using telecommunications technology (National Council of State Boards of Nursing).
4.    Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth).
C.      TREND KEPERAWATAN MANDIRI MASA KINI
Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok maupun individu. Hal ini menyebabkan perawat selalu menjadi pusat perhatian dari masyarakat maupun pasien yang dirawatnya. Mengikuti perkembangan perawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan yang mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu tugas pelaksanaan tugas dokter, yang menjadi bagian dari upaya pencapaian tujuan asuhan medis, kini mereka, menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan tanggungjawab dan tugaspun mulai bergeser yang dulu perawat hanya sebagai perpanjangan dari dokter untuk merawat pasien selama 24 jam, kini tuntutan itu sudah menjadi tanggungjawab profesi perawatan secara mandiri yang tentunya mempunyai konsekuensi terhadap perawat tentang tanggungjawab dan tanggung gugat, baik dari pasien, dokter, maupun profesi kesehatan lainya, dan bahkan kadang harus mempertanggungjawabkan dirinya baik secara perdata maupun pidana di pengadilan akibat kesalahan tindakan terhadap pasien maupun malpraktik yang terjadi atas diri perawat itu, maupun bersama-sama dengan profesi kesehatan lainya, seperti dokter, X-ray technician, Laboratorium Technician
 Walaupun Perawat mempunyai Induk organisasi Keperawatan PPNI, namun jika terjadi kasus-kasus yang berhubungan dengan perawat ternyata masih belum mampu membantu banyak penyelesaian yang dihadapi perawat, hal ini memyebabkan perlindungan terhadap perawat masih sangat rendah, dikarenakan masih belum adanya Undang-undang yang mengatur perlindungan terhadap perawat. Ternyata resiko-resiko yang dihadapi oleh perawat tidak hanya berhenti sampai disitu saja tentunya karena perawat sebagai tenaga pelayanan keperawatan yang berada 24 jam disamping pasien juga menghadapi berbagai resiko kesehatan akan terjadinya infeksi silang berbagai macam penyakit dari pasien maupun kejadian kecelakaan kerja akibat pekerjaanya seperti tertusuk jarum, nyeri pungung sehubungan dengan pekerjaan mengangkat dan memindahkan pasien, bed making dan bahkan sampai HNP (Hernia Nucleons Pulposus) yang berakibat kelumpuhan.
Ternyata tanggungjawab dan resiko yang diemban perawat masih belum sebanding dengan upah yang mereka terima rata-rata berkisar antara 400 rb – l jt rupiah, yang mana masih jauh dibawah UMP (Upah Minimum Propinsi). Ketidak cukupan upah inilah yang walaupun bukan faktor utama, akhirnya para perawat tedebak dalam kegiatan "klinical practice", yang ilegal, yang mau tidak mau mereka, harus melakukannya karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari yang memang harus dipenuhi yang tidak dapat dicukupi dari upah yang diterimanya.
Saat ini masih terjadi persepsi yang keliru di masyarakat tentang profesi keperawatan di Indonesia. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalahan informasi yang mereka terima dan kenyataan di lapangan. Kondisi ini didukung pula dengan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan perawat seperti mengambilkan stetoskop, tissue untuk para dokter. Masih banyak para perawat. yang tidak percaya diri ketika berjalan dan berhadapan dengan dokter. Paradigma ini harus dirubah, mengikuti perkembangan keperawatan dunia. Para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya, membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggungjawab dan berperan penting dalam rangka, melahirkan generasi perawat yang berkualitas dan berdedikasi. Pemilik dan pengelola insititusi pendidikan keperawatan yang sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi dapat menjadi penyebab rendahnya mute lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada. Hal ini dapat di ukur dengan kalah bersaingan para Perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipina dan India. Pemicu yang paling nyata adalah karena, dalam system pendidikan keperawatan. kita masih menggunakan "Bahasa Indonesia" sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global. Disisi lain dengan berkembangnya pola pelayanan kesehatan di Indonesia memberikan kesempatan pada perawat untuk memperluas peran dan fungsinya, sehingga perlu ditunjang dengan latar belakang jenjang pendidikan tinggi dalam bidang keperawatan termasuk pendidikan spesialistik, sehingga mampu bekerja pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak series, seperti penurunan mute pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Pada akhirnva keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri. Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di Indonesia juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan Perawat yang melakukan "Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan" yang sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri.


BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN 
  1. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
    Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
  2. Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
    Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain:  Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
B.       SARAN
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf, diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB

TREND DAN ISSUE LEGAL DALAM KEPERAWATAN PROFESIONAL

TREN DAN ISSUE LEGAL DALAM KEPERAWATAN PROFESIONAL
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.
1.2 Tujuan
Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia
1.3 Manfaat
Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik
BAB II
PEMBAHASAN
ISU ASPEK LEGAL
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah :
  1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
  2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
  3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
  4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
2.1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:
A.Definisi
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.
b.Definisi :
b.1. Telenursing (pelayanan Asuhan keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan tehnologi komunikasi dalam keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien. Yang menggunakan saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di definisikan sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik, antar manusia dan atau komputer 4)
b.2 Telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Sebagai bagian dari telehealth, dan beberapa bagian terkait dengan aplikasi bidang medis dan non-medis, seperti telediagnosis, telekonsultasi dan telemonitoring. 5)
b.3. Telenursing is defined as the practice of nursing over distance using telecommunications technology (National Council of State Boards of Nursing). 6)
b.4. Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth)7)
B.Bagaimana aplikasi dan keuntungan telenursing
Aplikasi telenursing tersedia di rumah, rumah sakit, melalui telenursing centre dan melalui unit mobile. Telepon triage dan home care saat ini merupakan aplikasi yang tumbuh yang paling cepat. Perawat home care menggunakan sistem yang memberikan ijin untuk melakukan monitoring parameter fisiologi di rumah, seperti tekanan darah, glukosa darah, pernapasan, dan menimbang berat badan, via internet. Melalui sistem video interaktif, pasien menghubungi perawat bertugas dan menyusun suatu konsultasi melalui video untuk menunjukkan permasalahan yang dihadapi; sebagai contoh, bagaimana cara mengganti balutan luka, memberi suntikan hormon insulin atau mendiskusikan peningkatan nafas pendek (sesak nafas). Hal ini sangat membantu orang dewasa dan anak-anak dengan kondisi-kondisi kronis dan macam-macam penyakit yang melemahkan, terutama sekali mereka yang mempunyai cardiopulmonary diseases.
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial. 5)
Sama seperti telemedicine yang saat ini berkembang sangat luas yang telah diaplikasikan di Amerika, Yunani, Israel, Jepang, Italia, Denmark , Belanda, Norwegia, Jordania dan India bahkan Malaysia. 7). Telenursing telah lama diaplikasikan di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Di Amerika Serikat sendiri ANA (American Nurses Association) dalam dialog nasional telemedicine/telehealth Agustus 1999, telah menganjurkan pengembangan analisa komprehensif penggunaaan telehealth/telemedicine termasuk didalamnya telenursing.
Di Amerika Serikat 36% peningkatan kebutuhan perawat home care dalam 7 tahun mendatang, dapat ditanggulangi oleh telenursing. Sedangkan di Inggris sendiri 15% pasien yang dirawat di rumah (home care) dilaporkan memerlukan tehnologi telekomunikasi, dan sejumlah studi di Eropa memperlihatkan sejumlah besar pasien mendapatkan pelayanan telekomunikasi di rumah dengan telenursing 4). Pasien tirah baring, pasien dengan penyakit kronik seperti COPD/PPOM, DM, gagal jantung kongestif, cacat bawaan, penyakit degeneratif persyarafan (Parkinson, Alzheimer, Amyothropic lateral sclerosis) dll, yang dirawat di rumah dapat berkunjung dan dirawat secara rutin oleh perawat melalui videoconference, internet, videophone, dsb. Atau pasien post op yang memerlukan perawatan luka, ostomi, dan pasien keterbelakangan mental. Yang dalam keadaan normal seorang perawat home care hanya dapat berkunjung maksimal 5 – 7 pasien perhari, maka dengan menggunakan telenursing dapat ditingkatkan menjadi 12 – 16 pasien seharinya 5).
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di RS, peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang lebih luas dan merata, dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah (home care). Aplikasi telenursing di Denmark pada perawat yang bekerja di poliklinik (OPD – outpatient) yang mempertahankan kontak dengan pasien melalui telepon, maka jumlah kunjungan ke RS, dan hari rawat berkurang setengahnya. Di Islandia, dengan penduduk yang terpencar, pelayanan asuhan keperawatan berbasis telepon dapat mensuport ibu yang kelelahan dan stress merawat bayinya. Dan beberapa program telenursing dapat membantu mengurangi hipertensi pada ibu bersalin dengan eklamsia. Bahkan di Irlandia utara telenursing untuk perawatan luka diabetik telah menjadi alternatif pelayanan keperawatan untuk pasien penderita diabetik ulcer. 4)
Aplikasi telenursing juga dapat diterapkan dalam model hotline/call centre yang dikelola organisasi keperawatan, untuk melakukan triage pasien, dengan memberikan informasi dan konseling dalam mengatur kunjungan RS dan mengurangi kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Telenursing juga dapat digunakan dalam aktifitas penyuluhan kesehatan, telekonsultasi keperawatan, pemeriksaan hasil lab dan uji diagnostik, dan membantu dokter dalam mengimplementasikan protokol penanganan medis.8.)
Telenursing melalui telepon triage dan home care merupakan bentuk aplikasi yang berkembang pesat saat ini. Dalam perawatan pasien di rumah, maka perawat dapat memonitor tanda-tanda vital pasien seperti tekanan darah, gula darah, berat badan, peak flow pernapasan pasien melalui internet. Dengan melakukan video conference, pasien dapat berkonsultasi dalam perawatan luka, injeksi insulin dan penatalaksanaan sesak napas.
Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan keluarga, terutama dalam manajemen pribadi penyakit kronik. Dapat memberikan pelayanan akurat, cepat dan dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antara perawat dan pasien yang tidak terbatas.
Menurut Britton, Keehner, Still & Walden 1999 ada beberapa keuntungan telenursing adalah yaitu :
1. Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi kunjungan ke pelayanan kesehatan (dokter praktek, ruang gawat darurat, RS dan nursing home)
2. Dengan sumber daya minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan keperawatan tanpa batas geografis
3. Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di RS
4. Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa memerlukan biaya dan meningkatkan pemanfaatan tehnologi
5. Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan (model distance learning) dan perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Telenursing dapat pula digunakan dalam pembelajaran di kampus, video conference, pembelajaran online dan multimedia distance learning. Ketrampilan klinik keperawatan dapat dipelajari dan dipraktekkan melalui model simulasi lewat secara interaktif.
KEUNTUNGAN
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di RS, peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang lebih luas dan merata, dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah (home care).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b. Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
3.2 Saran
a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.
Daftar Pustaka
Ditjen PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf, diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB
Dian Roslan Hidayat S.Kep M.KesDirektur Utama Intan Nursing Center Garut.TREN DAN ISU MUTAKHIR PRAKTEK PERAWAT,diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB
Dr. Erik Tapan MHA,Telenursing ,diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB

Britton, Keehner, Still & Walden 1999
The Telecommunications Reform Act of 1996 charged

TREND dan ISSUE KEPERAWATAN

TREND dan ISSUE KEPERAWATAN

Tren Keperawatan
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1.     Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2.     Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3.     Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.

Bahaya Merokok, bahaya bagi perokok pasif, zat yang terkandung dalam rokok dan cara pencegahannya

Bahaya Merokok, bahaya bagi perokok pasif, zat yang terkandung dalam rokok dan cara pencegahannya

Bahaya Merokok
Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janian.
Pasioen-pasien perokok juga berisiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka setelah pembedahan termasuk bedah plastik dan rekonstruksi, operasi plastik pembentukan payudara dan operai yang menyangkut anggota tubuh, bagian bawah.
Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).
Sebetulnya apa saja yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap ? Tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok.
Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen). Sebetulnya apa sih zat-zat tersebut dan bagaimana mereka membahayakan tubuh ?
(1) Nikotin. Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.
(2) Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkung rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayakangkan bila seorang perkok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (3) Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya “di sisi” hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen. (4) Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.
Antibodi Menurun
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Tejadinya perubahan dalam rongga mulut sangat masuk diakal karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 derajat C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900 derajat C.
Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludan. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih an-aerob (suasana bebas zar asam) sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri an-aerob dalam plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang perokok.
Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.
Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehinggal sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya juga terhadap infeksi.
Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi.
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering tejadi yang disebabkan oleh plak bakteri dan faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada bukan perkok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar seperti pembersihan plak dan karang gigi.
Keparahan penyakit yang timbul dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan langsung dengan banyaknya rokok yang diisap setiap hari berapa lama atau berapa tahun seseorang menjadi perokok dan status merokok itu sendiri, apakah masih merokok hingga sekarang atau sudah berhenti.
Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.
Perlekatan jaringan ikat dan serat-serat kolagen terhambat, sehingga proses penyembuhan dan regenerasi jaringan setelah perawatan terganggu.
Tembakau kunyah sering disebut juga tembakau tanpa asap, tampaknya juga telah menjadi tren dan produknya banyak dimanfaatkan oleh kalangan muda, atletik dan wanita usia lanjut di Amerika. Di Indonesia mengunyah tembakau telah menjadi kebiasan sejak dulu. Walaupun tanpa asap kebiasaan mengunyah tembakau ini diduga sebagai penyebab terjadinya ‘bercak putih’ (leukoplakia) dan terjadinya kanker rongga mulut. Kelainan biasanya terjadi di daerah pipi, tempat tembakau tanpa asap ini biasa disisipkan. * drg Amalia (sh)
Bahaya Bagi Perokok Pasif
Perokok Pasif Mempunyai Risiko Lebih Besar Dibandingkan Perokok Aktif
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma.
Demikian penegasan Menkes Dr. Achmad Sujudi pada puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia dengan tema “Kemiskinan dan Merokok Sebuah Lingkaran Setan” sekaligus meluncurkan buku Fakta Tembakau Indonesia Data Emperis Untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau tanggal 31 Mei 2004 di Kantor Depkes Jakarta.
Mengingat besarnya masalah rokok, Menkes mengajak seluruh masyarakat bersama pemerintah untuk menjalankan cara-cara penanggulangan rokok secara sistematis dan terus menerus yaitu meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat, memperluas dan mengefektifkan kawasan bebas rokok, secara bertahap mengurangi iklan dan promosi rokok, mengefektifkan fungsi label, menggunakan mekanisme harga dan cukai untuk menurunkan demand merokok dan memperbaiki hukum dan perundang-undangan tentang penanggulangan masalah rokok.
Menurut Menkes, kemiskinan dan merokok terutama bagi penduduk miskin merupakan dua hal yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Seseorang yang membakar rokok tiap hari berarti telah kehilangan kesempatan untuk membelikan susu atau makanan lain yang bergizi bagi anak dan keluarganya. Akibat dari itu anaknya tidak dapat tumbuh dengan baik dan kecerdasanya juga tidak cukup berkembang, sehingga kapasitasnya untuk hidup lebih baik di usia dewasa menjadi sangat terbatas. Selain itu, kemungkinan besar sang ayah juga meninggal oleh karena penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Demikian seterusnya, sehingga merokok dan kemiskinan merupakan sebuah lingkaran setan
Menkes menambahkan, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika Serikat (463,504 milyar), Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).
Menurut Menkes, diantara penduduk laki-laki dewasa, persentase yang mempunyai kebiasaan merokok jumlahnya melebihi 60%. Walaupun peningkatan prevalensi merokok ini merupakan fenomena umum di negara berkembang, namun prevalensi merokok di kalangan laki-laki dewasa di Indonesia termasuk yang sangat tinggi.
Sedangkan di negara maju yang terjadi justru sebaliknya, persentase perokok terus menerus cenderung menurun dan saat ini kira-kira hanya 30% laki-laki dewasa di negara maju yang mempunyai kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan tingkat kesadaran masyarakat di negara maju akan bahaya merokok sudah tinggi. Masyarakat sudah sadar merokok merupakan faktor risiko penyebab kematian, faktor risiko berbagai penyakit dan disabilitas.
Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dr. Frits Reijsenbach de Haan menyatakan, masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang paling menjadi korban dari industri tembakau karena menggunakan penghasilannya untuk membeli sesuatu (rokok) yang justru membahayakan kesehatan mereka.
Dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO berjudul “Tobacco and Poverty : A Vicious Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan : Sebuah Lingkaran Setan” dalam rangka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling banyak adalah kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara-negara berkembang.
Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa jumlah perokok terbanyak di Madras India justru berasal dari kelompok masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa kelompok masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu penelitian di 3 provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan dengan pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan.
Menurut WHO, merokok akan menciptakan beban ganda, karena merokok akan menganggu kesehatan sehingga lebih banyak biaya harus dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya. Disamping itu meropok juga menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan yang bergizi.
Untuk mengurangi/menghilangkan kemiskinan, pemerintah perlu segera mengatasi masalah konsumsi tembakau. Karena itu Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih serius lagi mempertimbangkan untuk menandatangani global Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) akhir masa penandatangan akhir Juni 2004. Dengan demikian Indonesia dapat menjadi pemimpin regional dalam gerakan pengawasan tembakau.
Selain meluncurkan buku, Menkes menyerahkan penghargaan “Manggala Karya Bakti Husada Arutala” kepada Pondok Pesantren Langitan karena jasanya dalam menciptakan Kawasan Tanpa Rokok serta penyerahan hadiah kepada 4 pemenang Quit and Win (Lomba Berhenti Merokok) yang diselenggarakan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3).
Mungkin hanya rokok, satu-satunya produk yang menyantumkan ‘iklan’ – pemberitahuan yang justru menyebabkan orang untuk berpikir tentang kerugian merokok. Misal : Merokok bisa menimbulkan kanker, impotensi, serangan jantung, berbahaya bagi janin dan lain sebagainya.
Sedikit info tentang rokok yang berkenaan dengan bahan pokoknya, tembakau : Tembakau berasal dari kata Indian ‘tobago’ mengandung sekitar 2.000 unsur kimiawi! Yang sepuluh (10) diantaranya berbahaya bagi kesehatan, yakni : Tar [belangkin], karbon monoksida, nikotin, hidrogen sianida, benzopyrene, dimethyl nitrosamine, N-Nitrosonor nikotin, catechol, phenol dan acrolein. Di beberapa negara telah dikenakan ketentuan-ketentuan pembatasan kadar tar, nikotin dalam pembuatan rokok. Bahkan di Norwegia, Swedia dan Finlandia, pembatasan merokok telah tegas diatur dengan undang-undang. Tahun 1971 pemerintah Norwegia mensahkan pendirian ” National Council on Smoking and Health ” – Dewan Nasional untuk Merokok dan Kesehatan -
Di Indonesia pemasaran rokok adalah pemasaran produk yang paling heboh! Gencar menyelusup kesegenap wilayah kehidupan masyarakat disemua strata. Tua, muda, miskin dan kaya bisa menikmati rokok. Hal yang biasa, produsen rokok menjadi sponsor acara musik, sehingga masyarakat, kawula muda khususnya bisa menikmati pertunjukkan musik artis idolanya dengan cuma-cuma. Sponsor acara olahraga. Meskipun didunia olahraga, merokok adalah hal yang tabu. Menjadi donatur – sponsor untuk pengelolaan, keindahan taman suatu kota, kegiatan seminar dan lain sebagainya.
Sungguhpun benar bahwa akibat merokok terhadap kesehatan seperti yang dicantumkan dalam iklan rokok pada dasarnya ditanggung oleh perokoknya sendiri; akan tetapi justru kerugian besar malahan terjadi pada orang-orang yang tidak merokok. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah merokok tiba-tiba menderita penyakit yang diakibatkan oleh rokok? Sangat ironis, dan jumlahnya tidak sedikit!
Mereka yang bukan perokok ketika berada di tempat-tempat umum, atau berada di lingkungan kaum perokok. Mereka yang terpaksa harus menghirup asap rokok. Mereka adalah : ” PEROKOK PASIF “.
Udara cemar yang dihirup oleh para perokok pasif menimbulkan kumatnya penderita asma dan gejala-gejala lain yang membahayakan bagi para penderita alergi lainnya. Disamping itu juga dapat membahayakan fungsi jantung bagi yang menderita jantung koroner. Mereka dilanda konsentrasi asap yang sangat membahayakan; terutama karena mengandung kadar karbon monoksida yang melebihi kadar yang dianggap aman bagi kesehatan. Mereka secara tidak langsung juga ikut menghirup asap rokok yang dinikmati oleh orang lain. Penelitian menemukan bahwa telah ditemukan kadar nikotin yang dapat diukur dalam darah dan urine para perokok pasif, tragis! Karbon monoksida mampu merembes melalui dinding alveoli ke dalam darah. Lebih mudah dari oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Keberadaan karbon monoksida dalam darah mencegah darah untuk menyerap jumlah oksigen yang normal dibutuhkan. Dengan demikian orang harus bernafas lebih cepat dan jantung harus memompa lebih kuat untuk mendapatkan oksigen yang diperlukan. Artinya peristiwa ini akan meningkatkan tekanan dan memberikan beban yang lebih berat pada jantung.
Sesuatu yang lebih serius dan sangat ditakuti, asap rokok mengandung tar yang dikenal sebagai penyebab kanker. Asap rokok yang mengandung nikotin juga merangsang dinding pipa bronkial. Makin lama rangsangan ini makin meningkat dan tubuh akan membuat lebih banyak lendir untuk mencoba ‘menenangkan’ pipa-pipa bronkial, sehingga menimbulkan bronkitis dan/atau emfisema.
Beberapa penyelidikan membuktikan bahwa anak-anak yang orang tuanya merokok lebih mudah menderita penyakit pernafasan daripada anak-anak yang orang tuanya tidak merokok. Orang tua yang menderita penyakit infeksi pernafasan, anaknya dua kali lebih banyak menderita bronkitis dan pneumonia pada umur dibawah satu tahun. Anak-anak dari ibu yang merokok tidak saja mengalami risiko pada masa sebelum dilahirkan, tetapi selama berumur kurang dari satu tahun juga dalam risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit serius. Meningkatnya kalangan perokok pada wanita, memperlihatkan intensitas kanker paru di kalangan wanita makin meningkat. Lebih memprihatinkan lagi merokok pada waktu hamil berpengaruh buruk pada janin dan bayi yang dilahirkan dan dapat menyebabkan kelahiran dini – prematur.
Jika Anda adalah perokok dan punya sedikit rasa kasih sayang dan ingin berbuat baik bagi sesama terutama bagi yang tidak merokok, maka usahakan berhenti merokok atau dengan mengurangi rokok yang Anda isap atau paling tidak merokoklah di tempat khusus yang telah disediakan. Tidak merokok sembarangan. Tidak merokok di ruangan tertutup, di tempat umum yang ber AC, di ruang rapat, pertemuan, di rumah makan, di dalam lift, di dalam kendaraan umum, di lingkungan yang ada orang tidak merokok, wanita hamil, bayi,
anak-anak kecil. Matikan rokok sesudah diisap 2/3 panjang rokok. Sebab 50% dari tar terkumpul dalam 1/3 batang rokok yang tersisa.
Khususnya bagi perokok: Tetap tidak merokok habis seluruh batang, meskipun rokok tersebut berfilter. Sebab filter TIDAK menjamin bahwa asap yang diisap sudah bebas dari tar dan nikotin. Kemudian dengan mengurangi banyaknya asap yang diisap masuk kedalam paru-paru, dan mengisap rokok dengan kadar tar dan nikotin yang rendah.
Karena ketika merokok telah menjadi kebiasaan yang sukar dihilangkan maka merokok bahkan menjadi ‘jembatan’ yang dapat mendekatkan pelakunya pada bahaya yang lebih besar yaitu : bahaya narkoba, terutama ber-ganja-ria. Akibat merokok nyata-nyata langsung maupun tak langsung berakibat buruk bagi kesehatan si perokok sendiri, maupun orang lain yang tidak merokok – perokok pasif. Akibat merokok bisa menyebabkan lahirnya manusia yang tidak produktif, lemah, tidak berkualitas. Yang bahkan bisa menjadi beban bagi keluarga, lingkungan juga bangsanya.
Zat-zat yang terkandung dalam rokok
Dalam setiap batang rokok yg anda hisap, terkandung 3 zat berbahaya bagi kesehatan anda, yaitu  :
TAR   : Zat berbahaya ini ( berupa kotoran pekat ) dpt menyumbat & mengiritasi paru2 & sistem pernafasan, shg menyebabkan penyakit bronchitis kronis, emphysema & dlm bbrp kasus menyebabkan kanker paru2 ( penyakit maut yg hampir tak dikenal oleh mereka yg bukan perokok ).Racun kimia dlm TAR jg dpt meresap ke dlm aliran darah & kemudian dikeluarkan di urine.TAR yg tersisa di kantung kemih jg dpt menyebabkan penyakit kanker kantung kemih.
NIKOTIN : Adalah suatu zat yg membuat kecanduan & dpt mempengaruhi sistem syaraf, mempercepat detak jantung ( melebihi detak normal ) , sehingga menambah resiko terkena penyakit jantung.
KARBON MONOKSIDA : Zat ini dpt meresap dlm aliran darah& mengurangi kemampuan sel2 darah merah untuk membawa Oksigen ke seluruh tubuh, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem peredaran darah.Selain itu, karbonmonoksida memudahkan penumpukan zat2 penyumbat pembuluh nadi, yang dapat menyebabkan serangan jantung yg fatal….juga dapat menimbulkan gangguan sirkulasi darah di kaki.Efek terakhir ini membuat para wanita perokok lbh beresiko ( drpd wanita non perokok ) mendpt efek samping berbahaya bila meminum pil kontrasepsi ( pil KB )…itulah sebabnya mengapa para dokter kandungan ( ginekolog ) umumnya segan memberi pil KB pd wanita yg merokok.
Hindarilah merokok pd masa kehamilan, krn NIKOTIN 7 KARBONMONOKSIDA yg terdpt dlm aliran darah wanita perokok dpt membuat pembuluh darah di Plasenta  ( ari – ari ) mengecil, sehingga Oksigen & Zat2 makanan yg mencapai janin akan berkurang, yg mana akhirnya dpt mengganggu pertumbuhan janin itu sendiri & mengakibatkan bayi dilahirkan dgn berat badan kurang, shg hrs di rawat dulu di unit perawatan khusus utk bayi yg baru lahir.
Kandungan ke 3 zat berbahaya di dlm rokok tsb, memang berbeda – beda utk setiap merek rokok.
Tetapi mengganti merek rokok yg dihisap, bukanlah cara yg efektif utk mengurangi resiko2 yg dpt ditimbulkan dr kebiasaan merokok.Cara terbaik utk menghindari rokok adlh dgn berhenti merokok…..dan jika anda berhasil berhenti merokok, maka peluang terjadinya gangguan2 kesehatan spt di atas akan semakin mengecil setiap tahun nya.
Cara mengatasi bahaya merokok
Adapun untuk mengatasi kecanduan merokok di antaranya adalah hal-hal berikut:
-Tarbiyah (pendidikan) keimanan yang sungguh-sungguh untuk setiap individu masyarakat.
-Adanya teladan yang baik saat di rumah, sekolah dan lingkungan lainnya.
-Melarang para guru merokok di depan murid-murid nya terutama yang masih berusia belia.
-Penerangan yang gencar dan intensif tentang bahaya merokok.
-Membebankan pajak yang tinggi terhadap berbagai jenis rokok.
-Melarang merokok di tempat-tempat kerja, stasiun, bandara dan tempat-tempat umum lainnya.
-Menyebarkan fatwa para ulama yang menjelaskan tentang haramnya rokok.
-Menyebarkan nasihat-nasihat dan peringatan-peringa tan para dokter tentang bahaya rokok.
-Peringatan tentang bahaya rokok dalam
ceramah-ceramah, khutbah dan lainnya.
-Nasihat secara pribadi kepada perokok. Serba-serbi Rokok 1.Setiap harinya ada 44 orang meninggal dunia di Inggris akibat rokok.
2. Setengah batang terakhir rokok mengandung zat yang jauh lebih berbahaya dari setengah yang pertama.
3. Pemerintah Italia pada tahun 1962 melalui UU. No.
65 melarang melakukan iklan rokok dan berbagai hal yang berkaitan dengannya.
4. Sebagian dokter berkata, dalil-dalil sangat kuat sehingga sampai pada tingkat tidak ada jalan lain menurut perasaan kita sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap kesehatan umat manusia kecuali kita harus memperingatkan masyarakat dari bahaya rokok yang mengancam mereka.Karena itu mereka harus berhenti merokok!
5. Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Masuti sangat keras dalam hal rokok, sehingga buku-buku yang ditulisnya banyak membahas tentang haramnya rokok, di antaranya:”Pemahaman dan Penjelasan tentang Bahaya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok”, “Mutiara-mutiara Pilihan dalam Penjelasan Tentang Haramnya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok.”