BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sistem limfatik adalah suatu
sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di
dalam tubuh. Limfa (bukan limpa) berasal dari plasma darah yang keluar dari
sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian
dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan
dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.
Limfangitis
akut mempengaruhi anggota penting dari sistem kekebalan tubuh-sistem limfatik.
Limbah bahan-bahan dari hampir setiap organ dalam tubuh mengalir ke pembuluh
limfatik dan akan disaring dalam organ kecil yang disebut kelenjar getah
bening. Benda asing, seperti bakteri atau virus, diproses dalam kelenjar getah
bening untuk menghasilkan respon imun untuk melawan infeksi.
Limfadenitis
Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening.
Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri
dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan
Sanskrit kuno.
Lymphedema
terdiri dari dua kata yaitu Lymph (limfe) atau cairan getah bening dan Edema
atau sembab. Limfe adalah cairan tubuh yang mengalir di dalam pembuluh limfe
dan terdapat di seluruh bagian tubuh. Jika darah membawa makanan, maka limfe
mengandung limfosit yang berguna untuk memerangi penyakit seperti infeksi dan
kanker.
Elephantiasis/filariasis
merupakan suatu infeksi parasit yang menyerang pembuluh limfe, sehingga terjadi
pembesaran satu atau lebih anggota gerak yang diserangnya. (Christine Brooker, 2001)
1.2 Tujuan
a) Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum penulis
menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan
keperawatan khususnya di mata kuliah “Keperawatan Kardiovaskular III” dengan
bahan ajar “Asuhan Keperawatan pada Klien Limfangitis,limfadenitis.limfedema, dan
elefentiasis”.
b) Tujuan
Khusus
·
Untuk
mengetahui konsep dasar dari limfangitis,, limfedenitis, limfe edema,
elevantiasis seperti :
1. Definisi
2. Etiologi
3. Pathofisiologi
4. Penatalaksanaan
5. Komplikasi
6. Pemeriksaan
diagnostik
·
Untuk
mengetahui proses keperawatan pada limfangitis,, limfedenitis, limfe edema,
elevantiasis
1.2 Rumusan
masalah
1)
Apa
definisi dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema, elevantiasis.
2)
Apa
saja penyebab dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema, elevantiasis.
3)
Bagaimana
pathofisiolgi dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema, elevantiasis.
4)
Bagaimana
dari penatalaksanaan dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema, elevantiasis.
5)
Apa
saja kompikasi dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema, elevantiasis.
6)
Apa
saja pemeriksaan diagnostik dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema,
elevantiasis.
1.3 Manfaat
Dengan penyusunan makalah ini
kita bias mengetahui konsep dasar dari limfangitis, limfadenitis, limfa edema,
elevantiasis, sehingga nantinya pada saat memberikan asuhan keperawatan pada
klien kita bias memberikan secara baik dan benar sesuai dengan pemenuhan
kebutuhan bio-psiko-sosio-kultural-spritual.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Limfangitis
a)
Definisi
Limfangitis merupakan infeksi pembuluh limfe yang mengaliri suatu
lokus inflamasi. Tidak selalu, disebabkan oleh streptococcus beta-hemolyticus.
Limfangitis ditemukan dalam bentuk guratan subkutan berwarna merah yang nyeri
disepanjang pembuluh limfe yang terkena, dengan disertai limfadenopati
regional. Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh neutrofil dan histiosit.
Inflamasi ini meluas ke dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang
menjadi selulitis atau abses yang nyata.
Keterlibatan limfonodus (limfedenitis akut) pada infeksi ini dapat menimbulkan septicemia.
Limfangitis akut mempengaruhi anggota penting dari
sistem kekebalan tubuh-sistem limfatik. Limbah bahan-bahan dari hampir setiap
organ dalam tubuh mengalir ke pembuluh limfatik dan akan disaring dalam organ
kecil yang disebut kelenjar getah bening. Benda asing, seperti bakteri atau
virus, diproses dalam kelenjar getah bening untuk menghasilkan respon imun
untuk melawan infeksi.
Jika tidak diobati, bakteri dapat menyebabkan
kerusakan jaringan di daerah infeksi. Sebuah penuh nanah, menyakitkan benjolan
disebut abses juga bisa terbentuk di daerah yang terinfeksi. Selulitis, sebuah
infeksi umum lapisan kulit yang lebih rendah, dapat juga terjadi.
b)
Etiologi
1. Peningkatan jumlah
limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
2. Infiltrasi oleh sel
radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
3. Proliferasi in situ
dari limfosit maligna atau makrofag.
4. Infiltrasi kelenjar
oleh sel ganas metastatik.
5.
Infiltrasi
kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam
penyakit cadangan lipid. (Harrison, 1999; 370)
c)
Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan
sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan
interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa
kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah
terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan
pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi
pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang
masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak
hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi kandungan protein dan sel dari
cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui
pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan
yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen
yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat
peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya,
agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang
dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang
bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan
limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah.
(Price, 1995; 39 - 40). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat
menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih
lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto
rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa
penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
(Harrison, 1999; 372).
d)
Manifestasi
klinis
Gejala karakteristik limfangitis akut adalah lebar,
garis-garis merah memanjang dari tempat infeksi ke ketiak atau pangkal paha.
Daerah yang terkena merah, bengkak, dan nyeri. Blistering kulit yang terkena
bencana dapat terjadi. Infeksi bakteri menyebabkan demam 100o-104o
F (38o-40oC). Di samping itu muncul gejala sistemik
seperti rasa sakit , nyeri otot, sakit kepala, menggigil, dan hilangnya nafsu
makan dapat dirasakan.
Kelenjar
limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa
nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada
jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara
asimetrik, dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison,
1999; 370).
e)
Perawatan
Karena sifat serius infeksi ini, pengobatan akan
dimulai segera, bahkan sebelum hasil kultur bakteri yang tersedia. Satu-satunya
pengobatan untuk limfangitis akut adalah memberikan dosis sangat besar
antibiotik, biasanya penisilin, melalui pembuluh darah. Tumbuh bakteri
streptokokus biasanya dihilangkan dengan cepat dan mudah dengan penisilin.
Antibiotik klindamisin dapat dimasukkan dalam pengobatan untuk membunuh
streptokokus yang tidak tumbuh dan berada dalam keadaan istirahat. Atau, sebuah
"spektrum luas" dapat digunakan antibiotik yang akan membunuh banyak
jenis bakteri.
f)
Pemeriksaan
penunjang
1. Hitung darah lengkap.
2. Biakan darah.
3. Foto rontgen.
4. Serologi.
5. Uji kulit.
g)
Asuhan
Keperawatan Limfangitis
Pengkajian
a.
Aktivitas / istirahat
·
Gejala : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum,
kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan
dan istirahat lebih banyak.
·
Tanda : Penurunan
kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan
kelelahan.
b.
Sirkulasi
·
Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada.
·
Tanda : Takikardia, disrutmia. Sianosis wajah dan leher
(obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang
jarang). Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan
obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut).Pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.
c.
Integritas Ego
·
Gejala : Faktor stres, misalnya sekolah, pekerjaan,
keluarga. Takut / ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
Anseitas / takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi). Masalah finansial : Biaya rumah sakit,
pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu
bekerja. Status hubungan : Takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang
yang tergantung pada keluarga.
·
Tanda : berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri,
pasif.
d.
Eliminasi
·
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Riwayat
obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorpsi (infiltrasi dari
nudos limfa retroperitonial).
·
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran
kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hematomegali). Nyeri tekan pada kuadran
kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan haluaran urine,
urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral / gagal ginjal). Disfungsi usus
dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
e.
Makanan / Cairan
·
Gejala : Anoreksia / kehilangan nafsu makan. Disfagia (tekanan
pada esofagus). Adanya penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sama
dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa
upaya diet.
·
Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau
tangan kanan (sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran
nodus limfe).Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi
vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites
( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraab-dominal).
f.
Neurosensori
·
Gejala : Nyeri syaraf (neuralgia) menunjukkan kompresi
akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus
sakral. Kelamahan otot, parestesia
·
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang
minum terhadap sekitar. Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vetebral,
keterlibatan diskus pada kompresi / degenerasi, atau kompresi suplai darah
terhadap batang spinal).
g.
Nyeri / Kenyamanan
·
Gejala : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang
terkena, misalnya pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi
vertebral) ; nyeri tulang umum (keterlibatan tulamg limfomatus). Nyeri segera
pada area yang terkena setelah minum alkohol.
·
Tanda : Fokus pada diri sendiri; perilaku berhati-hati.
h.
Pernafasan
·
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
·
Tanda : Dispnea; takikardia, batuk kering non-produktif. Tanda
distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau / paralisis laringeal (tekanan
dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i.
Keamanan
·
Gejala :Riwayat sering / adanya infeksi (abnormalitas
imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sismetik, TB, toksoplasmosis,
atau infeksi bakterial). Riwayat mononukleus (resiko tinggi penyakit hodgkin
pada pasien dengan titer tringgi virus Espstien-Barr). Riwayat ulkus /
perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir
sampai beberapa minggu (demam pel-Ebstain) diikuti oleh periode demam; keringat
malam tanpa mengigil. Kemerahan / pruritus umum.
·
Tanda : Demam menetap tidak dapat dijelaskan dan lebih
tinggi dari 380 C tanpa gejala infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri,
membenkak / membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri
daripada kanan; kemudian nudos aksila dan mediastinal). Nudus
dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tonsil.
Pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo) .
j.
Seksualitas
·
Gejala:
Masalah
tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi), Tetapi
penurunan libido.
k.
Penyuluhan / pembelajaran.
·
Gejala : Faktor
resiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien hodgkin dari
pada populasi umum). Pekerjaan
terpajan pada herbisida (pekerja katu / kimia). Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3,9 hari, dengan intervensi bedah, 10,1
hari.
l. Rencana
pemulangan :
·
Dapat memerlukan bantuan terapi medik / suplai, aktivitas
perawat diri dan atau pekerjaan rumah / transportasi, belanja. (Doengos,1999;
605-607)
Diagnosa keperawatan dan
perencanan
1.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan :
Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan
tidak demam (Doengos, 1999; 796-797).
Intervensi :
· Tingkatkan
cuci tangan yang baik pada staf dan pasien.
· Gunakan
aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau
menganti balutan dan bila menangani drain. insruksian pasien tidak untuk
menyentuh atau menggaruk insisi.
· Kaji
kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits ; perhatikan adanya eritema / inflamasi
kehilangan penyatuan luka.
· Awasi
suhu, adanya menggigil.
· Dorong
pemasukan cairan, diet tinggi protein dengan bentuk makanan kasar.
· Kolaborasi
berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional :
· Menurunkan
resiko kontaminasi silang.
· Mencegah
kotaminasi dan resiko infeki luka, dimana dapat memerlukan post prostese.
· Memberikan
informasi tentang status proses penyembuhan dan waspadakan staf terhadap dini
infeksi.
· Meskipun
umumnya suhu meningkat pada fase dini pasca operasi dan atau adanya menggigil
biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk
mencegah komplikasi lebih serius.
· Mempertahankan
keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan dan memberikan
nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan. Mungkin
berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri
akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
Tujuan
:
Mengatakan bahwa rasa sakit telah
terkontrol / hilang.
(Doengos, 1999; 915-917)
Intervensi
:
· Evaluasi
rasa sakit secara regular (misal setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik,
lokasi n intensitas ( skala 0-10 ).
· Kaji
penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
· Berikan
informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan
· Lakukan
reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler; miring.
· Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
· Berikan
perwatan oral reguler.
Rasional:
· Sediakan
informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala
frontal dan atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal, mengharuskan
posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli
anestesi.
· Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang
tidak tetap, selang NG, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan
dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV / medikasi).
· Pahami
penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin
dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang
disosialisasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan
emosional). Catatan : peristasia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera
saraf. Gejala-gejala mungkin bertahan
sampai berjam-jam atau bahkan berbulan-bulan dan membutuhkan wevaluasi
tambahan.
· Mungkin
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
· Lepaskan
tegangan emosional dan otot ; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping.
· Mengurangi
ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering pada zat-zat
anestesi, restriksi oral.
3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak imbangan
persptual.
Tujuan :
Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda –
tanda hipoksai lain. (Doengos, 1999; 911-912)
Intervensi:
· Pertahankan
jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran
udara feringeal oral.
· Obserefasi
dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot-otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran
udara.
· Letakkan
pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.
· Observasi
pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan.
· Lakukan
penghisapan lendir jika perlu.
· Kaloborasi
: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
· Mencegah
obstruksi jalan nafas.
· Dilakukan
untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat
segera dilakukan.
· Elevasi
kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi
yang benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
· Setekah
pemberian obat-obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian
fungsi otot pertama kali terjadi pada difragma, otot-otot interkostal, dan
laring yang akan diikuti dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot-otot
utama seperti leher, bahu, dan otot-otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh
otot -otot berukuran sedang seperti lidah, paring, otot-otot ekstensi dan
fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari-jari tangan.
· Obstruksi
jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok atau
trakea.
· Dilakukan
untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh
Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut
melalui zat-zat inhalasi.
4. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan :
Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan
dengan tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang
baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang
sesuai.(Doengos, 1999; 913-915)
Intervensi:
· Ukur
dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran gastrointestinal).
· Kaji
pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
· Berikan
bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi duduk,
air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat diatas perineum.
· Catat
munculnya mual / muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
· Periksa
pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
· Kalaborasi
: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dan atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional:
· Dokumentasi
yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan / kebutuhan
pemggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
· Mungkin
akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem
genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan.
· Meningkatkan
relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
· Wanita,
pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan
penyakit memiliki resiko mual / muntah yang lebih tinggi pada masa pasca
operasi. Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual,
catatan : mual yang terjadi selama 12 –24 jam pasca operasi umumnya dibangunkan
dengan anestesi (termasuk anestesi regional). Mual yang bertahan lebih dari 3
hari pasca operasi mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik untuk mengontrol
rasa sakit atau terapi obat-obatan lainnya.
· Perdarahan
yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan lokal
mungkin mengindikasikan formasi hematoma / perdarahan.
· Gantikan
kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak
seimbangan.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ; penurunan kekuatan /
ketahanan nyeri.
Tujuan :
Menunjukkan tekhnik / perilaku yang mampu memampukan kembali melakukan aktivitas.(Doengos,
1999;536-537)
Intervensi:
· Tingkatkan
tirah baring / duduk. Berikan linkungan tenang ; batasi pengunjung sesuai
keperluan.
· Ubah
posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
· Tingkatkan
aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sensipasi /
aktif.
· Dorong
penggunaan tekhnik menejemen stres. Contoh relaksasi progresif,
vissualisasi bimbing imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton Tv,
radio dan membaca.
· Berikan
obat sesuai indikasi, sedatif, agen antiansietas, contoh diazepam (valium),
lorazepam (ativam).
Rasional:
· Meningkatkan
istirahat dan ketenangan. Menyimpan energi yang digunakan untuk penyembuhan.
Aktivitas dengan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah kaki yang
mencegah sirkulasi optimal kesel hati.
· Meningkatkan
fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan
resiko kerusakan jaringan.
· Tirah
baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
· Meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan
meningkatkan koping.
· Membantu
dalam menejemen kebutuhan tidur, catatan : penggunaan Barbiturat dan
Tranguilizer seperti Compazine dan Thorazine, dikontra indikasikan sehubungan
dengan efek hepatotoksik.
2.2 LIMFEDENITIS
a)
Definisi
Limfadenitis
Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening.
Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri dikenal
sejak 1000 tahun sebelum Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan
Sanskrit kuno. Nama "tuberculosis" berasal dari kata tuberculum yang
berarti benjolan kecil yang merupakan gambaran patologik khas pada penyakit
ini.
b)
Etiologi
Penyebab
terjadinya Limfadenitis sejauh ini ada beberapa tergantung dari jenisnya, namun
secara umum Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme
yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus penyebaran
ke kelenjar getah bening terjadi melalui infeksi kulit, telinga, hidung atau
mata, yaitu:
·
Limfadenitis
submandibuler, disebabkan adanya sakit gigi atau karies dentis atau pula
infeksi stomatitis yang menimbulkan adanya pembesaran kelenjar getah bening
mandibuler
·
Limfadenitis
daerah aksila disebabkan adanya infeksi pada telapak tangan.
·
Limfadenitis
dan inguinal, Paronichya di ibu jari kaki atau infeksi di kaki bagian bawah
yang sering membuat rasa nyeri untuk berjalan
c) Gejala Klinik
Gejala
klinis untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah
bening yang terserang yaitu:
·
Pembesaran
pada kelenjar getah bening yang terserang infeksi dan jika diraba terasa
lunak.
·
Terdapat
nyeri tekan
·
Selain
itu gejala klinis yang timbul adalah demam dan tanda radang.
·
Kulit
di atasnya terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai
daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor
d) Pemeriksaan
Penunjang
·
Hitung
darah lengkap.
·
Serologi.
·
Foto
rontgen.
·
Uji
kulit
e) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis Infeksi KGB (kelenjar getah
bening) oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan
pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25mg/kgBB empat kali sehari.
Bila ada reaksi alergi
terhadap antibiotik golongan penisilin dapat
diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg) tiga kali sehari atau
eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg) tiga kali sehari.
f)
Proses Keperawatan
pada Limfadenitis
1.
Anamnesis
Anamnesis
pada Limfadenitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual.
2.
Pengkajian
a.
Aktivitas
/ istirahat
·
Gejala : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan
toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan
dan istirahat lebih banyak.
·
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban,
dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
b.
Sirkulasi
·
Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada.
·
Tanda : Takikardia, disrutmia. Sianosis wajah dan leher
(obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang
jarang). Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan
obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut). Pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.
c.
Integritas
ego
·
Gejala : Faktor stres, mis ; sekolah, pekerjaan,
keluarga. Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut
mati. Anseitas/takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi) Masalah finansial : biaya rumah sakit,
pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu
bekerja. Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang
yang tergantung pada keluarga.
·
Tanda : berbagai perilaku, mis ; marah, menarik diri,
pasif.
d.
Eliminasi
·
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Riwayat
obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorpsi (infiltrasi dari
nudos limfa retroperitonial).
·
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
pembesaran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hematomegali). Nyeri tekan
pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan
haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi
usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
e.
Makanan
/ Cairan
·
Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia (
tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat badan yang tak dapat tak dapat
dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya
dengan tanpa upaya diet.
·
Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau
tangan kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran
nodus limfe). Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi
vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites
( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraab-dominal).
F. Neurosensori
·
Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi
akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus
sakral. Kelamahan otot, parestesia
·
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang
minum terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh
vetebral, keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai
darah terhadap batang spinal).
g. Nyeri
/ Kenyamanan
·
Gejala : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang
terkena, mis; pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung ( kompresi
vertebral ) ; nyeri tulang umum ( keterlibatan tulamg limfomatus ). Nyeri
segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
·
Tanda : Fokus pada diri sendiri; perilaku
berhati – hati.
h.
Pernafasan
·
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
·
Tanda : Dispnea; takikardia. Batuk kering non-produktif. Tanda
distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/ paralisis laringeal(tekanan
dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i.
Keamanan
·
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi ( abnormalitas
imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sismetik, TB,
toksoplasmosis, atau infeksi bakterial ). Riwayat mononukleus ( resiko tinggi
penyakit hodgkin pada pasien dengan titer tringgi virus Espstien – Barr ).
Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu
malam hari berakhir sampai beberapa minggu ( demam pel – Ebstain ) diikuti oleh
periode demam; keringat malam tanpa mengigil. Kemerahan/ pruritus umum.
·
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih
tinggi dari 380 C tanpa gejala infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri,
membenkak / membesar ( nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri
daripada kanan kanan; kemudian nudos aksila dan mediastinal ). Nodus dapat
terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tonsil,
pruritus umum, sebagian area kehilangan pigmentasi melanin ( vitiligo ).
j.
Seksualitas
·
Gejala: Masalah tentang fertilitas / kehamilan (
sementara penyakit tidak mempengaruhi ). Tetapi penurunan libido.
k.
Penyuluhan/pembelajaran
·
Gejala : Faktor resiko keluarga ( lebih tinggi insiden
diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi umum ). Pekerjaan terpajan
pada herbisida ( pekerja katu / kimia ). Pertimbangan DRG menunjukkan rerata
lama dirawat 3,9 hari, dengan intervensi bedah, 10,1 hari.
l.
Rencana
pemulangan :
·
Dapat memerlukan bantuan terapi medik / suplai, aktivitas
perawat diri dan/atau pekerjaan rumah / transportasi, belanja.
m.
Spiritual
·
Berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan klien yang
bersangkutan dengan penyakit yang diderita, misalnya kebiasaan beribadah.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri akut yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat infeksi agen injury biologi
b. Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit
c.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum; penurunan kekuatan / ketahanan;
nyeri.
Intervensi
1)
Nyeri
akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
Tujuan
:
Mengatakan bahwa rasa sakit telah
terkontrol / hilang.
(Doengos, 1999; 915-917)
Intervensi
:
· Evaluasi
rasa sakit secara regular (misal setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik,
lokasi n intensitas ( skala 0-10 ).
· Kaji
penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
· Berikan
informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan
· Lakukan
reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler; miring.
· Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
· Berikan
perwatan oral reguler.
Rasional:
· Sediakan
informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala
frontal dan atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal, mengharuskan
posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli
anestesi.
· Ketidaknyamanan
mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang
tidak tetap, selang NG, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan
dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV / medikasi).
· Pahami
penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin
dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang
disosialisasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan
emosional). Catatan : peristasia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera
saraf. Gejala-gejala mungkin bertahan
sampai berjam-jam atau bahkan berbulan-bulan dan membutuhkan wevaluasi
tambahan.
· Mungkin
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
· Lepaskan
tegangan emosional dan otot ; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping.
· Mengurangi
ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering pada
zat-zat anestesi, restriksi oral.
2)
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ; penurunan kekuatan / ketahanan
nyeri.
Tujuan :
Menunjukkan tekhnik / perilaku yang mampu memampukan kembali melakukan
aktivitas.(Doengos, 1999;536-537)
Intervensi:
· Tingkatkan
tirah baring / duduk. Berikan linkungan tenang ; batasi pengunjung sesuai
keperluan.
· Ubah
posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
· Tingkatkan
aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sensipasi /
aktif.
· Dorong
penggunaan tekhnik menejemen stres. Contoh relaksasi progresif,
vissualisasi bimbing imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton Tv,
radio dan membaca.
· Berikan
obat sesuai indikasi, sedatif, agen antiansietas, contoh diazepam (valium),
lorazepam (ativam).
Rasional:
· Meningkatkan
istirahat dan ketenangan. Menyimpan energi yang digunakan untuk penyembuhan.
Aktivitas dengan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah kaki yang
mencegah sirkulasi optimal kesel hati.
· Meningkatkan
fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan
resiko kerusakan jaringan.
· Tirah
baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
· Meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan
meningkatkan koping.
· Membantu
dalam menejemen kebutuhan tidur, catatan : penggunaan Barbiturat dan Tranguilizer
seperti Compazine dan Thorazine, dikontra indikasikan sehubungan dengan efek
hepatotoksik.
3)
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria
hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, RR : 24 – 28 x/menit,
Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana
Tindakan :
·
Kaji faktor – faktor
terjadinya hiperthermi.
·
Observasi tanda – tanda vital
tiap 4 jam sekali
·
Pertahankan suhu tubuh normal
·
Ajarkan pada keluarga
memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
·
Anjurkan untuk menggunakan
baju tipis dan terbuat dari kain katun
·
Atur sirkulasi udara ruangan.
·
Beri ekstra cairan dengan
menganjurkan pasien banyak minum
·
Batasi aktivitas fisik
Rasional :
·
Mengetahui penyebab terjadinya
hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu
tubuh.
·
Pemantauan tanda vital yang
teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
·
Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.
·
Proses konduksi/perpindahan
panas dengan suatu bahan perantara.
·
Proses hilangnya panas akan
terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
·
Penyediaan udara bersih.
·
Kebutuhan cairan meningkat
karena penguapan tubuh meningkat.
·
Aktivitas meningkatkan
metabolismedan meningkatkan panas.
2.3 LIMFEDEMA
1) Definisi
Limfedema disebabkan oleh
obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan interstisial di
tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi yang
paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis
pasca-radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut
limfatik.
Kalau berjalan lama, limfedema
menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut terkena,
limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan
disertai ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat
terjadi sekunder dalam setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang
melebar dan mengalami obstruksi. (schoen, 2009)
2)
Penyebab
Linfedema
yaitu pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran cairan getah bening
kembali kedalam darah. Pada umumnya dikenal dua bentuk limfaedema, yakni yang
kongenital dan yang didapat. Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan
bawaan yang terjadi akibat tidak terbentuknya atau terlalu sedikitnya pembuluh
getah bening, sehingga tidak dapat mngendalikan seluruh getah bening. Kelainan
ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jatang pada lengan. Kelainan ini
lebih sering terjadi pada anak perempuan .Kasus yang lebih banyak ditemukan
adalah limfadema sekunder / yang didapat. Biasanya kelainan ini merupakan
akibat dari:
·
Pembentukan
jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening, sehingga
terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit
tropis filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan
cacing dewasa yang terjadi pada infeksi itu juga menyebabkan penyumbatan
pembuluh dan kelenjar limfe.
·
Trauma
bedah dan radiasi terutama setelah pengobatan kanker. Contohnya pada kanker
payudara di mana bisa terjadi penyebaran sel sel kanker ke pumbuluh getah
bening dan kelenjar getah bening sehingga harus diangkat atau di sinari dengan
radiasi. Bila hal ini terjadi maka bisa terjadi gangguan pada aliran limfe
sehingga menimbulkan penumpukan cairan (edema / bengkak)
·
Trauma
akibat lainnya misalnya kecelakaan
·
APeradangan
atau infeksi yang lain. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan
sellitis (infeksi jaringan bawah kulit) atau limfangitis (radang saluran limfe)
yang berulang. Dapat terjadi dengan atau suhu yang meningkat, seringkali
terlihat bercak merah yang makin melebar, akhirnya sebagian tungkai akan
bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya
juga akan ikut bengkak dan nyeri pada perabaan.
·
Bisa
juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal
ginjal, yang menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban
limfe yang berlebihan.
3)
Gejala
Limfedema paling sring terjadi
di tungkai, namun dapat mengenai bagian tubuh yang lain seperti leher dan lengan.
Pada limfedema kongenital, pembengkakan dimulai secara bertahap pada salah satu
atau kedua tungkai. Pertanda awal dari limfedema bisa berupa bengak di kaki,
yang menyebabkab sepatu terasa sempit pada waktu sore. Pada stadium awal,
pembengkakan akan hilang jika tungkai di angkat. Lama-lama pembengkakan tampak
lebih jelas dan makin kearah atas tidak menghilang secara sempurna meskipun
setelah beristirahat semalaman.
Pada limfedema yang didapat
kulit tampak sehat tapi mengalami pembengkakan. Penekanan pada daerah yang
membengkak tidak meninggalkan lekukan. Pada kasus yang jarang, lengan maupun
tungkai yang membengkak tampak sangat besar dan kulitnya tebal serta
berlipat-lipat, sehingga hampir menyerupai kulit gajah (elefantiasis).
Bila sudah terjdi lifedema
yang sebegitu parahnya, tentu saja menyebabkan gangguan dalam fungsi maupun
secara estetika. Selain itu kulit dari bagian yang membengkak juga rentan
mengalami trauma atau infeksi berulang (selulitis) sehingga dapat memperberat
kelainan yang sudah terjadi.
Peradangan pada sistem
limfatik biasanya dimulai dengan selulitis atau limfangitis yang berulang.
Dapat terjadi dengan atau tanpa suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak
merah yang makin hari makin melebar, akhirnya sebagian besar tungkai akan
bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya
juga akan ikut membengkakdan nyeri pada perabaan.
4)
Pemeriksaan
diagnostik
Untuk mendiagnosis limfedema
maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul, hal
apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada
pencarian penyebab.
Pemeriksaan fisik tentu dengan
melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai dengan pelebaran pembuluh
darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh kelainan
pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu
bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan
masih bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa
kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan di dalamnya.
Selain itu ada pemeriksaan
penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan memasukan zat kontras
kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen. Nantinya bisa dilihat pembuluh mana
yang tersumbat.
Ø Pemeriksaan
diagnostic
ü Pemeriksaan darah
lengkap
ü Foto rontgen
ü Hitung darah
lengkap.
ü Foto rontgen.
ü Serologi.
ü Uji kulit.
ü Limfangiografi
5)
Terapi
Limfedema tidak ada obatnya.
Pada limfadema ringan, untuk mengurangi pembengkakan bisa menggunakan perban
kompresi. Pada lifedema yang lebih berat, untuk mengurangi pembengkakan bisa
digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikan efek penekanan
tertentu) selama 1-2 jam perhari. Jika pembengkakan berkurang untuk
mengendalikan pembengkakan, penderita harus menggunakan stoking elastis setinggi
lutut setiap hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur malam hari.
Pada limfadema di lengan, untuk mengurangi pembengkakan bisa digunakan stoking
pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikanb efek penekanan tertentu) setiap
hari. Pada elefantiasis atau limfedema yang sangat berat mungkin perlu
dilakukan pembedahan ekstensif untuk mengangkat sebagian besar jaringan yang
membengkak
Tindakan itu adalah cara yang
efektif walau memang hasilnya tidak selalu memuaskan, apalagi dari segi
estetika. Efektif karena memang perlu dilakukan adalah membuang kelenjar dan
pembbuluh yang menggalami pembengkakan maka limfadema pun akan hilang. Namun
harus tetap diperhatikan bahwa operasi jangan sampai mengenai jaringan atau
organ penting lain di sekitarnya. Selain itu juga perlu di pastikan bahwa pasca
operasi tidak malah terjadi gangguan aliran limfe kembali.
Dari sisi estetika, walau
bengkak sudah teratasi tapi memang meninggalkan bekas yang tidak menyenangkan.
Baik itu akibat tindakan bedah (bekas jahitan) ataupun dari kelainannya
sendiri. Limfedema yang parah biasanya terjadi pada area tubuh yang luas
sehingga tindakan operasi pun harus dilakukan sayatan yang cukup .panjang
sehingga menyisakan luka bekas operasi yang cukup jelas. Selain itu kulit yang
tadinya mengalami limfedema biasanya akan lbih menebal, warna kulit lebih gelap
dan menjadi kering atau kasar. Belum lagi kalo pasien memiliki bakat keloid
pada luka bekas operasi.
6)
Proses keperawatan limfeedema
a)
Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan yang sering menjadi alasan
klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan fisik
secara umum maupun terlokalisir.
2. Pengkajian
psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien
dengan limfedema meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif, dan prilaku klien
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyrakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
3.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis
yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna
untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik disini dilakukan
secara per-sistem yaitu dari B1-B6.
·
B1 (Breathing)
Inspeksi : Dispnea pada
kerja atau istirahat, batuk kering (non-produktif). Terjadi distres pernafasan,
contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu,
stridor, sianosis.
·
B2
(Blood)
Inspeksi: Sianosis wajah dan leher (obstruksi
drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang).
Takikardia, disrutmia. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan
kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin
tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
·
B3
(Brain)
Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan
kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan,
pleksus sakral. Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum
terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral,
keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah
terhadap batang spinal).
·
B4 (Bladder)
Perubahan karakteristik urine
dan/ atau feses. Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretral/ gagal ginjal). Disfungsi kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi
lebih lanjut).
·
B5 (Bowel)
Anoreksia/kehilangan nafsu
makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat badan yang
tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan
dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet, pembengkakan pada wajah,
leher, rahang, atau tangan kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava
superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah
sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe
intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan
dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal).
·
B6 (Bone)
Kelelahan, kelemahan, atau
malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan
tidur dan dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan
lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
b) Diagnosa
Keperawatan
Diagnose
mungkin muncul pada klien limfedema yaitu:
1.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak
adekuatnya pertahanan tubuh primer.
2.
Nyeri
akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
3.
Resiko
tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor
internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
4.
Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit
c) Intervensi
Keperawatan
Dx
I : Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak adekuatnya pertahanan tubuh
primer.
|
|
Tujuan : Dalam waktu…x 24 jam infeksi tidak
terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil : individu mengenal
factor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau mengurangi factor
infeksi.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tanda
vital khususnya selama awal terapi
|
Selama periode
waktu ini, potensial komplikasi dapat terjadi.
|
Observasi daerah kulit
yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan).
|
Deteksi dini
perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
|
Kolaborasi
berikan antibiotik sesuai indikasi
|
berguna
secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
|
Pertahankan
perawatan luka aseptic, jika terjadi luka dengan balutan kering
|
Melindungi pasien
dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak
sebagai sumbu retrograt, menyerap kontaminan eksternal.
|
Bantu drainase
bila diindikasikan
|
Dapat diperlukan
untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
|
Dx
II : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot
|
|
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …..x24 jam,diharapakan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil:
klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klen tampak rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji nyeri, catat
lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
|
Membantu
mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat
menyatakan terjadinya komplikasi
|
Dorong pasien
untuk menyatakan masalah
|
Menurunkan
assietas atau takut dapat meningkatkan relaksasi atau kenyamanan
|
Dorong penggunaan
teknik relaksasi, misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, berikan
aktivitas senggang
|
Membantu pasien
untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, sehingga
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
|
Kolaborasi :
berikan obat sesuai indikasi, misalnya narkotik, analgesic.
|
Menurunkan nyeri,
meningkatkan kenyamanan
|
Dx
III : Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan
dengan factor internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
|
|
Tujuan: tidak
terjadi gangguan integritas kulit
Criteria hasil:
mencapai pemuluhan luka tepat waktu tanpa komplikasi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tanda
vital dengan sering, periksa luka dengan sering terhdap bengkak insisi
berlebihan, inflamasi, drainase.
|
Mungkin indikatif
dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi, yang menunjang perlambatan
pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan luka atau dehisens
|
Tingkatkan
nutrisi dan masukan cairan adekuat
|
Membantu untuk
mempertahankan volume sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi
kebutuhan energy seluler untuk memudahkan proses regenerasi atau penyembuhan
jaringan.
|
Inspeksi seluruh
area kulit, adanya kemerahan, pembengkakan.
|
Kulit biasanya
cendrung rusak karena perubahan sirkulasi perifer ketidakmampuan meraasakan
tekanan,gangguan pengaturan suhu
|
Lakukan masasse
dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak.
|
Meningkatkan
sirkulasi dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya ulserasi.
|
Dx
IV : Hipertermi b.d proses penyakit
|
|
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam suhu tubuh pasien menjadi stabil, nyeri otot hilang.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji suhu tubuh pasien, bila diperlukan lakukan
observasi ketat untuk mengetahui perubahan suhu klien
|
R/ mengetahui peningkatan
suhu tubuh,
|
Beri kompres hangat
|
R/ mengurangi panas dengan pemindahan panas
secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau menggigil
|
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap keringat
.
|
R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh
|
Observasi intake dan output, tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
|
R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
|
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan
pemberian obat antiperetik sesuai program.
|
R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
|
2.4 ELEFENTIASIS
1) Definisi
·
Elephantiasis/filariasis merupakan suatu infeksi parasit yang menyerang
pembuluh limfe, sehingga terjadi pembesaran satu atau lebih anggota gerak yang
diserangnya. (Christine
Brooker, 2001)
·
Filariasis:
penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. (DepKes,2003)
·
Filariasis
: suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasa
nya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia dan ditularkan oleh
serangga secara biologis. (Dr. Soedarto DTMH, Ph.D , 1996)
·
Elephantiasis:
suatu pembesaran yang mencolok dari anggota gerak, dada dan alat genetalia yang
merupakan respon imunopatologis terhadap infeksi filaria yang berlangsung lama
oleh wuchereria atau brugia. (Mikrobiologi Kedokteran, 1996)
·
Filariasis
adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing
Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan
cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki.
2) Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infestasi satu atau
lebih cacing jenis filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori.
1. Wuchereria
bancrofti.
Parasit ini
ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus di daerah perkotaan dan nyamuk
Anopheles serta nyamuk Aedes sebagai vector di daerah pedesaan.
2. Brugia malayi dan
Brugia timori
Brugia malayi yang
hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris. Brugia malayi
yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk mansonis. Brugia
timori ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris.
3) Patofisiologi
Seseorang dapat tertular atau
terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang
infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut
mendapat cacing filarial kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita
mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria.
Nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor
(penyebar penyakit) untuk wuchereria bancrofti di daerah perkotaan. Di pedesaan
vektor umumnya Anopheles, Culez, Aedes, dan Mansonia. Spesies nyamuk vektor
bisa berbeda dari daerah satu dengan daerah lain.
Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja
dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu
berkembang dalam otot
nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan
berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu
gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut.
Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh
kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi
pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh. Pemeriksaan darah
ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Selain manusia, untuk brugia
malayi, sumber penularan penyakit juga bisa binatang liar, seperti kera dan
kucing (hospes reservoir).
Setelah dewasa, cacing menyumbat pembuluh limfe dan
menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki,
pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Di tubuh
manusia cacing itu menumpang makan dan hidup.
Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan,
misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki
membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
4) Manifestasi
klinis
Gejala klinis Filariais Akut
adalah berupa
·
Demam
berulang-ulang selama 3-5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul
lagi setelah bekerja berat.
·
Pembengkakan
kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha.
·
Ketiak
tampak kemerahan, panas dan sakit.
·
Radang
saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari
pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
·
Filarial
abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
·
Pembesaran
tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (early lymphodema) dan sifatnya menetap.
1. Wuchereria
bancrofti
Perjalanan penyakit filaria limfatik dapat dibagi
dalam 3 stadium, yaitu: stadium tanpa gejala, stadium akut yang ditandai dengan
peradangan pada saluran dan kelenjar limfe berupa limfadenitis, limfangitis
retrograde, khusus pria dapat ditemukan funikulitis, epididimitis, orkitis dan
stadium menahun yang ditandai dengan gejala yang sering dijumpai yaitu
hidrokel, limfedema, dan elevantiasis.
2. Brugia malayi dan
Brugia timori
Keduanya menampakan gejala klinis yang sama.
Stadium akut ditandai dengan demam, peradangan saluran dan kelenjar limfe yang
berulang, limfangitis retrograd, tetapi tidak pernah mengenai system limfe alat
kelamin.
5) Klasifikasi
Filariasisi / elephantiasis dibedakan menjadi 2
macam menurut masa pertumbuhan parasit dalam tubuh manusia, yaitu:
1. Filariasis wuchereria
bancrofti
2. Filariasis brugia
malayi dan brugia timori
6) Pencegahan
·
Penanggulangan filariasis
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu pengurangan reservoir penular,
penanggulangan vektor (nyamuk), dan pengurangan kontak vektor dan manusia.
·
Cara untuk mencegah penyakit
kaki gajah dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah:
·
Menghindari terkena gigitan
dari nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah.
·
Membersihkan tanaman air
pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun atau
mengeringkan genangan air sebagai tempat perlindungan nyamuk.
·
Membersihkan semak-semak
disekitar rumah, dan melakukan pengurasan air di tempat-tempat yang dapat
mendukung perkembangbiakan larva menjadi nyamuk.
7) Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
·
Istirahat
ditempat tidur, bila dipindahkan kedaerah dingin akan mengurangi derajat
serangan akut.
·
Antibiotik
dapat diberikan untuk mengatasi infeksi sekunder dan abses.
·
Pengikatan
di daerah pembendungan akan mengurangi edema.
2. Medikamentosa
Obat pilihan adalah dietilkarbamasin sitrat
(DEC). Dosis untuk filariasis bancrofti adalah 6 mg/kg BB/hari selama 12 hari
dan dosis ini dapat diulang 2-3 kali. Dosis untuk filariasis brugia adalah
5mg/kg BB/hari selama 10 hari dan dosis ini dapat diulang 2-3 kali.
3. Pembedahan
Elefantiasis membutuhkan tindakan pembedahan.
Elefantiasis membutuhkan tindakan pembedahan.
8) Proses
keperawatan
1. Pengkajian
a.
Anamnesa
·
Identitas
pasien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Suku, Agama, Pekerjaan, dsb.
·
Keluhan
utama
·
Riwayat
kesehatan : riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat psikososial..
2. Diagnosa
keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul, antara lain:
·
Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan tubuh atau otot
·
Hiperetermi
b.d proses penyakit
·
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan.
3. Perencanaan
Dx
1. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan tubuh
Tujuannya yaitu: Dalam waktu 2x24 jam klien mampu
melakukan aktifitasnya, dengan kriteria hasil: istirahat dan aktvitas klien
seimbang.
Rencana tindakan, antara lain:
·
Tingkatkan
aktivitas sesuai dengan kemampuan klien.
R/ tirah baring lama dapat
menurunkan kemampuan.
·
Tingkatkan
tirah baring/duduk. Berikan lingkungan yang tenang.
·
R/
aktivitas dengan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah kaki yang
mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
Dx
2. Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh pasien
menjadi stabil, nyeri otot hilang.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji
suhu tubuh pasien, bila diperlukan lakukan observasi ketat untuk mengetahui
perubahan suhu klien
R/
mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
2.
Beri
kompres hangat
R/ mengurangi panas dengan pemindahan panas
secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau menggigil
3.
Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh
4.
Observasi
intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali
atau sesuai indikasi
R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5.
Kolaborasi
: pemberian cairan intravena dan pemberian obat antiperetik sesuai program.
R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
Dx 3
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan.
·
Tujuan
: klien bisa memahami perubahan penampilan tubunya.
·
Kriteria
hasil : klien tampak tenang, dan lebih percaya diri.
Rencana
tindakan :
·
Beritahu
klien tentang prognosis penyakitnya secara jujur dan beritahu pentingnya
ketaatan terhadap medikasi.
·
Rasional:
meningkatkan penerimaan klien terhadap perubahan yang terjadi.
·
Libatakan
keluarga atau orang terdekat klien.
·
Rasional:
memberikan keyakinan bahwa klien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
·
Jelaskan
kepada keluarga klien untuk Pendidikan kesehatan terutama cara mengembangkan
indra yang lain sehingga anak dapat berkomunikasi dan hidup mandiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Limfangitis merupakan infeksi pembuluh limfe yang mengaliri suatu
lokus inflamasi. Kerap kali (tidak selalu), disebabkan oleh streptococcus
beta-hemolyticus. Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau
lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis
luar.
Limfedema adalah
disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan
interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab
obstruksi yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi
regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan
pembentukan parut limfatik. Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis
interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut terkena, limfedema menimbulkan
gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan disertai ulkus dan
indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi sekunder dalam
setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami
obstruksi. (schoen, 2009).
Elephantiasis/filariasis merupakan suatu infeksi
parasit yang menyerang pembuluh limfe, sehingga terjadi pembesaran satu atau
lebih anggota gerak yang diserangnya. (Christine Brooker, 2001) . Filariasis:
penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. (DepKes,2003). Filariasis : suatu infeksi sistemik
yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasa nya hidup dalam saluran
limfe dan kelenjar limfe manusia dan ditularkan oleh serangga secara biologis.
(Dr. Soedarto DTMH, Ph.D , 1996)
Perbedaan antara
limfangitis, limadenitis, limfedema, dan elefentiasis. Limfangitis ditandai
pada tubuh dalam bentuk guratan, limadenitis ditandai dengan bentuk benjolan,
sedangkan limfedema menimbulkan gambaran
seperti kulit jeruk, dan elefentiasis ditandai pembengkakan yang cukup mencolok
pada anggota tubuh penderita.
3.2
Saran
Demikian makalah asuhan keperawatan ini kami
susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan bagi
semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada umumnya.
Kami
sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan
kekurang sempurnaan
dalam
makalah asuhan
keperawatan ini, baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain
sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar asuhan keperawatan selanjutnya
dapat lebih baik.
Untuk menunjang
perkuliahan Keperawatan Kardiovaskuler III, diperkenankan kepada mahasiswa
untuk lebih aktif dalam mencari berbagai refrensi tentang limfangitis,
limfadenitis, limfe edema, elevantiasis.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
2)
Brunner
/ Suddarth. ( 2000). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
3)
Diagnosa
Nanda ( NIC dan NOC ) 2007-2008.
4)
Tulus Putra, Sukman
dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
No comments:
Post a Comment