Tuesday, August 2, 2011

MAKALAH MIKROBIOLOGI INFEKSI NOSOKOMIAL

MAKALAH MIKROBIOLOGI
INFEKSI NOSOKOMIAL


OLEH :
KELOMPOK X
1. SORAYYA ABDUSSAMAD
2. SITI MARYAM
3. SURYANI
4. SISRIRIN NAHRUL HAYAT



SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2010


PENDAHULUAN

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat sehingga kita diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
Pada penulisan makalah ini kami berusaha untuk menggunakan bahasa yang sederhana, dan mudah dimengerti sehingga dapat dipelajari tanpa ada kesulitan
Melalui makalah ini kami mencoba untuk memberikan pengetahuan tentang infeksi nosokomial. Kami berharap makalah ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, dan kami juga mengharapkan agar kita sama-sama saling membantu demi tercapai suatu kesempurnaan pada makalah ini
Semoga melalui makalah ini kita dapat memperluas wawasan kita .amin













KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun sebagai usaha kami dalam meningkatkan wawasan tentang pelajaran ini, sehingga kami berharap makalah ini dipelajari sebaik mungkin
Setiap pembahasannya kami uraikan dengan rinci agar mudah dalam memahaminya. Kami berusaha agar kita dapat memahaminya bersama
Kami sadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Walaupun kami telah berrusaha dengan maksimal dan mencurahkan segala pikiran, kemampuan yang kami miliki. Makalh kami masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapainya kesempurnaan.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan temean-semua, semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amin





Kekalek, 14 juni 2010







BAB I
INFEKSI NOSOKOMIAL
Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi yang didapat penderita ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit yang bercirikan :Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang masa inkubasi dari infeksi tersebut.Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi tersebutInfeksi tersebut bukan sisa dari infeksi sebelumnya
Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Perkecualian :
Bila tanda-tanda infeksi sudah timbul pada masa kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan, tergantung masa inkubasi dari masing-masing jenis infeksi.
Untuk penderita yang setelah keluar dari rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi nososkomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.Tidak termasuk infeksi nosokomial yaitu keracunan makanan yang tidak disebabkan oleh produk bakteri.
Bakteremia nosokomial
Bakteremia yang terjadi setelah tindakan invasive (intrumentasi) yang dilakukan di rumah sakit. Antara lain :
Tranfusi darah/pemberian cairan parenteral

Pungsi lumbal
Pungsi sumsum tulang
Kateterisasi buli-buli/vena
Intubasi endotrakeal/ pemasangan respirator
Biopsy
Tindakan bedah
Endoskopi dll.
Bakteremia baru terjadi sesudah penderita dirawat di rumah sakit selama 3 x 24 jam atau lebih
Khusus untuk neonatus :
Bila didapat lebih dari 3 hari pada partus normal
Bila lebih dari 5 hari pada partus patologik
Bila didapat adanya port d’entree yang jelas, merahnya luka bekas infus, luka bekas tusukan jarum, luka bekas forsep, vakum dan lain-lain.Diagnosis bakteremia sebaiknya didasarkan atas data klinis dan data laboratorium.

Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
1. Agen infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:3
• karakteristik mikroorganisme,
• resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
• tingkat virulensi,
• dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.3
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :

• Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren
• Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
• Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
• Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
Parasit dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

2. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:
• Umur
• status imunitas penderita
• penyakit yang diderita
• Obesitas dan malnutrisi
• Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
• Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.3,9
Resiko terjadinya infeksi nosokomial pada pasien.
Tipe pasienMinimal Tidak immunocompromised, tidak ditemukan terpapar suatu penyakit. Sedang Pasien yang terinfeksi dan dengan beberapa faktor resiko. Berat Pasien dengan immunocompromised berat, (5 µm. Contohnya bacterial meningitis, dan diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika meninggalkan ruangan.
3. Infection by direct or indirect contact
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.
4. Resistensi Antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena:
• Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
• Dosis antibiotika yang tidak optimal
• Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
• Kesalahan diagnosa
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena:
• Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
• Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
• Mikororganisme yang baru (mutasi)
• Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
5. Faktor alat

Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus
Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.

Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial

1. Infeksi saluran kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.
Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik
2. Pneumonia nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul terutama pada pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi, kuman penyebab infeksi ini sering berasal dari gram negatif seperti: klebsiella, dan psedumonas. Organisme sering berada dimulut, hidung kerongkongan dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratoris bagian bawah.

3. Bakteri nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5% dari total infeksi nosokomial tetapi dengan resiko kematian yang tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resisten antibiotika seperti staphylococus dan candida. Infeksi dapat muncul ditempat masuknya alat-alat jarum suntik, kateter urin, dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter dan pemasangan kateter dan infus.

Definisi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain :
• lama hari perawatan bertambah panjang
• penderitaan bertambah
• biaya meningkat
Dari hasil studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Untuk rerata lama perawatan berkisar antara 4,3 – 11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi nosokomial.
Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara, dan dibeberapa negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itulah, dinegara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Di beberapa bagian, terutama di bagian penyakit dalam dalam, terdapat banyak prosedur dan tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif, infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imuno supresan atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar.
Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter iv, kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien.

Epidemiologi

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.3
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun.4
Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi kepada si pasien.


Cara Mencegah Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan :
Standar kewaspadaan terhadap infeksi antara lain :
1. Cuci Tangan
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi
Segera setelah melepas sarung tangan
Di antara sentuhan dengan pasien
2. Sarung Tangan
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh
4. Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
Peralatan Perawatan Pasien
Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
6. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
7. Instrumen Tajam
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi, Instumen yang digunakan rumah sakit



PERBEDAAN SABUN DAN DETERGEN
Sabun vs deterget
sabun adalah hasil proses penetralan asam lemak dengan menggunakan alkali
detergent adalah campuran zat kimia dari sintetik ataupun alam yang memiliki sifat yang dapat menarik zat pengotor dari media.
jadi kalau kita suruh membandingkan mana yang lebih baik detergent atau sabun jelas berbeda fungsi.
Sabun biasanya digunakan untuk membersihkan suatu product yang berhubungan langsung dengan kulit manusia seperti sabun mandi/ sabun handsoap yang membutuhkan pelembab dalam hal ini biasanya disebut moisture jika suatu sabun memiliki moisture makinn besar maka makin lembut kulit kita menggunakannya.
Detergent adalah zat aktif permukaan yang berfungsi mengangkat zat pengotor yang terdapat pada permukaan zat tertentu. dalam kenyataannya di indonesia orang mengenai detergent sebagai sabun cuci pakaian saja padahal pada kenyataannya disemua aspek kehidupan kita menggunakan detergent. misal di pelumas kita menggunakan detergent untuk membantu agar mesin tidak cepat kotor akibat sisa pembakarannya (itulah yang sering kita lihat di iklan oli),dsb.
jadi jelas beda detergent dengan sabun.












BAB II
PENUTUP

a. kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dirawat dirumah sakit dan infeksi itu dan infeksi itu tidak diderita pada saat pasien masuk rumah sakit
Cara pencegahan infeksi nosokomial
Harus dilakukan secara bersungguh-sungguh dan diperhatikan. Pemakaian antibiotika harus sesuai indikasi, Meminimalisi pemakaian obat imunosupresif
Pemanfaatan kamar isolasi
Melengkapi rumah sakit dengan tenaga khusus yang menangani infeksi nosokomial

Perbedaan sabun dan detegen
sabun adalah hasil proses penetralan asam lemak dengan menggunakan alkali
detergent adalah campuran zat kimia dari sintetik ataupun alam yang memiliki sifat yang dapat menarik zat pengotor dari media
Detergent adalah zat aktif permukaan yang berfungsi mengangkat zat pengotor yang terdapat pada permukaan zat tertentu


b. saran
kami berharap makalah ini dipergunakan sebagaimana mestinya, karena kami mengiginkan kita semua dapat mempelajarinya dengan lebih menyenangkan dan dapat memahaminya dengan baek.
















BAB III
DAFTAR PUSTAKA


Google group.com
http/www. Blog at worldPress.com
http/www.infeksi.com
google pageRank checker.com

No comments:

Post a Comment