Oleh Ardyan pradana putra
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN.
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
B. DEFINISI.
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah “ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan “, dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veteran’s Health Administration mengeluarkan kebijakan untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak” yang merujuk kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi organisme dari bahaya.McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri “ apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada “.
C. TIPE NYERI.
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
D. RESPON TERHADAP NYERI.
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin, respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.
E. HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT.
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen nyeri yaitu :
1) Ketakutan akan timbulnya adiksi.
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan terjadinya adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri, adiksi sering persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak. Toleransi adalah kebutuhan untuk terus meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi adalah suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif, meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat penyalahgunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut untuk mendapatkan pengobatan nyeri dengan menggunakan analgetik apalagi bila obat itu merupakan golongan narkotika. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai bagian dari tim yang terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.
2) Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri.
Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan yang paling umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak memadai tersebut, untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam modul PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan dapat menjadi percepatan dalam pendidikan profesi keperawatan menuju kepada perawat yang profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu Simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS), Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
F. MANAJEMEN NYERI.
Tindakan Non Farmakologis.
Saat ini marak dikembangkan terapi tambahan untuk mengatasi nyeri, seperti:
Kompres hangat/dingin.
Latihan nafas dalam.
Musik.
Aromatherapi.
Imajinasi terbimbing.
Hipnosis.
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
1. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
Stimulasi kulit.
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri.
Stimulasi electric (TENS).
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
Akupuntur.
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
Plasebo.
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
Relaksasi.
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Latihan Relaksasi
Ambil posisi senyaman mungkin, jangan silangkan tangan dan kaki anda.
Mulailah dengan konsentrasi untuk menarik nafas dalam.
Jika pikiran anda terpecah, kembalilah dengan konsentrasi pada nafas anda.
Jadikan diri anda menyadari dan merasakan irama nafas anda.
Rasakan setiap tarikan nafas anda melalui seluruh tubuh anda, memberikan energi yang dapat membantu menyembuhkan diri anda.
Saat anda menghembuskan nafas, lepaskan ketegangan diri anda, lepaskan semua keluhan anda.
Lemaskan seluruh serat otot anda mulai dari atas, kepala anda menjadi lemas dan relaks, turunkan kebawah keleher anda, kedua tangan, dada, dan punggung anda.
Lanjutkan untuk melemaskan serat otot paha nada, betis dan kaki anda.
Hal ini akan menjadikan diri anda menjadi relaks lebih dalam, kenyamanan anda mulai anda rasakan lebih baik.
Anda dapat mulai membayangkan hal yang dapat membuat anda lebih senang dan nyaman, lanjutkan dengan lebih menikmati kondisi tersebut, resapi dan hayati, dan nikmati lebih mendalam.
Kondisi relaks dan nyaman ini dapat anda rasakan dan anda dapatkan kapanpun anda menginginkannya.
Gate Control dan Masase Kutanus.
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
Terapi Es dan Panas.
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
Stimulasi Saraf Elektris Transkutan.
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat.
Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
Distraksi.
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
Imajinasi Terbimbing.
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan.
Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
Hipnosis.
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
G. IMPLIKASI KEPERAWATAN.
1. Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang memadai sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang adekuat terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien, untuk itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai nyeri dan penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa pendidikan maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara terpadu.
2. Mengingat kompleknya aspek nyeri, dan banyaknya keluhan ini ditemukan pada pasien maka sudah saatnya perawat membentuk suatu tim keperawatan yang khusus yang menangani nyeri baik di tatanan rawat jalan maupun rawat inap.
3. Perawat dituntut untuk mampu menjembatani kepentingan pasien terkait dengan nyeri dan penanganannya sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan nyeri baik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis serta tindakan yang lainnya mutlak diperlukan dan dikuasai oleh perawat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan yang lainnya.Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien.
B. SARAN.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang Tak Retak”,demikian pula dengan makalah ini,tentu masih banyak kekurangan,maka dari pada itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/manajemen-nyeri.html
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/
Tuesday, June 14, 2011
Manajent Nyeri Farmakologi
Oleh Ardyan pradana putra
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN.
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
B. DEFINISI.
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah “ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan “, dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veteran’s Health Administration mengeluarkan kebijakan untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak” yang merujuk kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi organisme dari bahaya.McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri “ apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada “.
C. TIPE NYERI.
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
D. RESPON TERHADAP NYERI.
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin, respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.
E. HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT.
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen nyeri yaitu :
1) Ketakutan akan timbulnya adiksi.
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan terjadinya adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri, adiksi sering persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak. Toleransi adalah kebutuhan untuk terus meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi adalah suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif, meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat penyalahgunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut untuk mendapatkan pengobatan nyeri dengan menggunakan analgetik apalagi bila obat itu merupakan golongan narkotika. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai bagian dari tim yang terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.
2) Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri.
Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan yang paling umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak memadai tersebut, untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam modul PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan dapat menjadi percepatan dalam pendidikan profesi keperawatan menuju kepada perawat yang profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu Simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS), Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
F. MANAJEMEN NYERI.
Tindakan Farmakologis
Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
1. Analgesik Narkotik.
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyeri (Long,1996).
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pada fungsi – fungsi vital lainya, termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian dari reaksi ini menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit penurunan tekanan darah sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.
2. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung ke serabut saraf.
3. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus yang diisi narkotik menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol agar masuk sejumlah narkotik. Cara ini memerlukan alat khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang belum ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini penggunaanya lebih sedikit dibandingkan dengan cara yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien dengan nyeri pasca bedah, nyeri kanker, krisis sel.
4. Obat – obat nonsteroid
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.
Tindakan Non Farmakologis.
Saat ini marak dikembangkan terapi tambahan untuk mengatasi nyeri, seperti:
Kompres hangat/dingin.
Latihan nafas dalam.
Musik.
Aromatherapi.
Imajinasi terbimbing.
Hipnosis.
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
1. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
Stimulasi kulit.
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri.
Stimulasi electric (TENS).
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
Akupuntur.
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
Plasebo.
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
Relaksasi.
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Latihan Relaksasi
Ambil posisi senyaman mungkin, jangan silangkan tangan dan kaki anda.
Mulailah dengan konsentrasi untuk menarik nafas dalam.
Jika pikiran anda terpecah, kembalilah dengan konsentrasi pada nafas anda.
Jadikan diri anda menyadari dan merasakan irama nafas anda.
Rasakan setiap tarikan nafas anda melalui seluruh tubuh anda, memberikan energi yang dapat membantu menyembuhkan diri anda.
Saat anda menghembuskan nafas, lepaskan ketegangan diri anda, lepaskan semua keluhan anda.
Lemaskan seluruh serat otot anda mulai dari atas, kepala anda menjadi lemas dan relaks, turunkan kebawah keleher anda, kedua tangan, dada, dan punggung anda.
Lanjutkan untuk melemaskan serat otot paha nada, betis dan kaki anda.
Hal ini akan menjadikan diri anda menjadi relaks lebih dalam, kenyamanan anda mulai anda rasakan lebih baik.
Anda dapat mulai membayangkan hal yang dapat membuat anda lebih senang dan nyaman, lanjutkan dengan lebih menikmati kondisi tersebut, resapi dan hayati, dan nikmati lebih mendalam.
Kondisi relaks dan nyaman ini dapat anda rasakan dan anda dapatkan kapanpun anda menginginkannya.
Umpan balik biologis.
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Hipnotis.
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Distraksi.
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
Guided Imagery (Imajinasi terbimbing).
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
G. IMPLIKASI KEPERAWATAN.
1. Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang memadai sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang adekuat terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien, untuk itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai nyeri dan penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa pendidikan maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara terpadu.
2. Mengingat kompleknya aspek nyeri, dan banyaknya keluhan ini ditemukan pada pasien maka sudah saatnya perawat membentuk suatu tim keperawatan yang khusus yang menangani nyeri baik di tatanan rawat jalan maupun rawat inap.
3. Perawat dituntut untuk mampu menjembatani kepentingan pasien terkait dengan nyeri dan penanganannya sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan nyeri baik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis serta tindakan yang lainnya mutlak diperlukan dan dikuasai oleh perawat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan yang lainnya.Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien.
B. SARAN.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang Tak Retak”,demikian pula dengan makalah ini,tentu masih banyak kekurangan,maka dari pada itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/manajemen-nyeri.html
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN.
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
B. DEFINISI.
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah “ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan “, dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veteran’s Health Administration mengeluarkan kebijakan untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak” yang merujuk kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi organisme dari bahaya.McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri “ apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada “.
C. TIPE NYERI.
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
D. RESPON TERHADAP NYERI.
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin, respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.
E. HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT.
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen nyeri yaitu :
1) Ketakutan akan timbulnya adiksi.
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi akan terjadinya adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang mengalami nyeri, adiksi sering persepsikan sama dengan pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak. Toleransi adalah kebutuhan untuk terus meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi adalah suatu perilaku yang merujuk kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif, meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat penyalahgunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut untuk mendapatkan pengobatan nyeri dengan menggunakan analgetik apalagi bila obat itu merupakan golongan narkotika. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai bagian dari tim yang terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya mempunyai kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.
2) Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri.
Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan yang paling umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak memadai tersebut, untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam modul PBL dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan dapat menjadi percepatan dalam pendidikan profesi keperawatan menuju kepada perawat yang profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu Simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS), Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
F. MANAJEMEN NYERI.
Tindakan Farmakologis
Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
1. Analgesik Narkotik.
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyeri (Long,1996).
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pada fungsi – fungsi vital lainya, termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian dari reaksi ini menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit penurunan tekanan darah sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.
2. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung ke serabut saraf.
3. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus yang diisi narkotik menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol agar masuk sejumlah narkotik. Cara ini memerlukan alat khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang belum ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini penggunaanya lebih sedikit dibandingkan dengan cara yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien dengan nyeri pasca bedah, nyeri kanker, krisis sel.
4. Obat – obat nonsteroid
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.
Tindakan Non Farmakologis.
Saat ini marak dikembangkan terapi tambahan untuk mengatasi nyeri, seperti:
Kompres hangat/dingin.
Latihan nafas dalam.
Musik.
Aromatherapi.
Imajinasi terbimbing.
Hipnosis.
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
1. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
Stimulasi kulit.
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri.
Stimulasi electric (TENS).
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
Akupuntur.
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
Plasebo.
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
Relaksasi.
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Latihan Relaksasi
Ambil posisi senyaman mungkin, jangan silangkan tangan dan kaki anda.
Mulailah dengan konsentrasi untuk menarik nafas dalam.
Jika pikiran anda terpecah, kembalilah dengan konsentrasi pada nafas anda.
Jadikan diri anda menyadari dan merasakan irama nafas anda.
Rasakan setiap tarikan nafas anda melalui seluruh tubuh anda, memberikan energi yang dapat membantu menyembuhkan diri anda.
Saat anda menghembuskan nafas, lepaskan ketegangan diri anda, lepaskan semua keluhan anda.
Lemaskan seluruh serat otot anda mulai dari atas, kepala anda menjadi lemas dan relaks, turunkan kebawah keleher anda, kedua tangan, dada, dan punggung anda.
Lanjutkan untuk melemaskan serat otot paha nada, betis dan kaki anda.
Hal ini akan menjadikan diri anda menjadi relaks lebih dalam, kenyamanan anda mulai anda rasakan lebih baik.
Anda dapat mulai membayangkan hal yang dapat membuat anda lebih senang dan nyaman, lanjutkan dengan lebih menikmati kondisi tersebut, resapi dan hayati, dan nikmati lebih mendalam.
Kondisi relaks dan nyaman ini dapat anda rasakan dan anda dapatkan kapanpun anda menginginkannya.
Umpan balik biologis.
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Hipnotis.
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Distraksi.
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
Guided Imagery (Imajinasi terbimbing).
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
G. IMPLIKASI KEPERAWATAN.
1. Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang memadai sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang adekuat terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien, untuk itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai nyeri dan penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa pendidikan maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara terpadu.
2. Mengingat kompleknya aspek nyeri, dan banyaknya keluhan ini ditemukan pada pasien maka sudah saatnya perawat membentuk suatu tim keperawatan yang khusus yang menangani nyeri baik di tatanan rawat jalan maupun rawat inap.
3. Perawat dituntut untuk mampu menjembatani kepentingan pasien terkait dengan nyeri dan penanganannya sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan nyeri baik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis serta tindakan yang lainnya mutlak diperlukan dan dikuasai oleh perawat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan yang lainnya.Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien.
B. SARAN.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang Tak Retak”,demikian pula dengan makalah ini,tentu masih banyak kekurangan,maka dari pada itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/manajemen-nyeri.html
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/
PAIN MANAGEMENT (Hypnosis Method)
PAIN MANAGEMENT
(Hypnosis Method)
Pernahkah Anda melihat ada seseorang ketika akan diSuntik ketakutan, sehingga terdengar
sedikit mengerang bahkan jika orang tersebut anak-anak bisa sampai menangis, atau mungkin
malah Anda sendiri merupakan salah satu orang yang takut dengan jarum suntik sehingga
merasa ketakutan sekali jika berhadapan dengan dokter atau paramedis…?
Jika Anda seorang Pasien, tentunya menginginkan ketika Anda harus berhadapan dengan jarum
suntik anda terhindar dari rasa sakit dan malah merasa nyaman, Jika Anda seorang Medis atau
Paramedis ketika melakukan tindakan injeksi (menyuntik) kepada pasien ternyata pasiennya
malah tersenyum atau tertawa apa yang Anda Rasakan…?
Begitu pun Saya merasa senang sekali sebagai seorang yang diberi kesempatan berbagi sedikit
keilmuan mengenai Pain Management (Hypnosis Method) kepada teman-teman Paramedis,
mendengar banyak sekali pengalaman yang cukup mengherankan sekaligus menyenangkan
setelah mempraktekan keilmuan yang saya sampaikan, contohnya :
Pak. S, seorang Perawat di salah satu PUSKESMAS di Cilacap :
Pada suatu hari ketika Pak S sedang berjaga di PUSKESMAS datang seorang pasien yang
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan salah satu Arteri (Pembuluh darah yang
menyebarkan darah dari jantung ke seluruh tubuh) dipergelangan tangan pasien terputus ,
tentunya darah terus mengalir deras keluar dari tubuh pasin tersebut dan jika tindakan yang
biasa dilakukan oleh Pak S jika ada kasus-kasus tertentu yang memerlukan adanya tindakan
hacting (menjahit), minimal bius lokal selalu dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghilangkan nyeri pada pasien, namun setelah Pak S medapatkan keilmuan Pain
Management (Hypnosis Method) Pasien tersebut tidak perlu dibius sama sekali dan apa yang
terjadi Pasien tersebut ketika diTanyai oleh Pak S ”Sakit tidak..?” pasien menjawab ”Tidak Pak,
tidak terasa apa-apa…”
Pak. T Seorang Perawat di Kebumen :
Sama seperti Pak S, suatu hari setelah mendapatkan keilmuan Pain Management (Hypnosis
Method) datang seorang pasien dalam keadaan berlumuran darah di bagian Bibir dan dagu
pasien, ternyata pasien tersebut korban kecelakan lalu lintas (KLL), ketika dilihat lebih jelas lagi
di bagian dagu dan bibir pasien banyak sekali terdapat butiran-butiran pasir dan tentunya
butiran pasir tersebut harus di bersihkan dari area luka tersebut untuk menghindari terjadinya
infeksi.
Tanpa menggunakan Bius sama sekali Pak T selanjutnya melakukan tindakan hacting pada
bagian dagu dan Bibir Pasien yang pecah. Ketika Pasien di tanyai “Bagaimana tadi terasa
sakit..?” Pasien Menjawab “Tidak Pak..” Pak. T heran dan terkagum-kagum”Masa sih yang
biasanya saya menggunakan Bius, terlebih lagi dengan kasus seperti di atas minimal
menggunakan lebih dari satu 2cc Lidocain (Obat Bius, yang biasanya digunakan untuk Bius
Lokal), masa baru satu kali pertemuan saya sudah bisa melakukan itu semua..??”
NY. S Seorang Bidan di CIlacap :
Banyak sekali Ibu-Ibu yang telah dibantu persalinannya oleh Ny. S dan banyak pengalaman yang
telah dilalaui, namun pengalaman setelah mengikuti Training Pain Management (Hypnosis
Method) merupakan pengalaman yang sangat mengherankan sekaligus menyenangkan bagi Ny.
S sebagai Bidan dan Pasien sebagai Ibu yang sedang melalui proses persalinan, mengapa
demikian betapa tidak pada kasus persalinan ini seharusnya Pasien minimal 7 jam baru
persalinan selesai namun dengan menggunakan metode hypnosis, proses persalinan hanya
berjalan 2 jam saja sampai selesai dan pasien merasa nyaman dan tenang.
Mungkin Anda mulai bertanya-tanya “Bagaimana itu bisa terjadi, gimana sih caranya..?” atau
menebak-nebak setelah membaca tulisan diatas”Oh…Paling menggunakan tehknik,…..”apakah
betul saya menggunakan tehknik yang Anda fikirkan atau bagaimanakah Saya akan menjelaskan
secara rinci bagaimana itu Bisa terjadi..?
MANAJEMENT NYERI
1. Pain (Nyeri).
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah“ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan”,dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
2. Tipe nyeri.
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu :
a. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan.
b. Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif.
c. Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
3. Respon terhadap nyeri.
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku:
a. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal),peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin,respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
b. Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan.
4. Management (Manajemen).
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Pain Management (Manajemen Nyeri ).
Seni Mengatur suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan, pada orang lain ataupun diri sendiri.Pastinya sebagai praktisi Medis atau Paramedis sudah sangat akrab sekali dengan istilah manajemen nyeri ini, bukan ? namun sayang sekali mengapa masih jarang menemukan di lapangan para praktisi medis atau paramedis mempraktekannya.
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen
nyeri yaitu :
a. Ketakutan akan timbulnya Addiction (ketagihan).
b. Pengetahuan yang tidak adekuat (memadai) dalam manajemen nyeri .
Salah Satu Tehknik Mengukur Tingkat Nyeri..
Percent Relief Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode
tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana
pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian
numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak
dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
PENANGANAN NYERI
Tindakan Farmakologis : Analgesik Narkotik, Analgesik Lokal, Analgesik yang dikontrol
klien, Obat – obat nonsteroid.
Tindakan Non Farmakologis :
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula
tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan
berdasarkan :
Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
1. Stimulasi kulit
2. Stimulasi electric (TENS)
3. Akupuntur
4. Plasebo
Intervensi perilaku kognitif meliputi :
1. Relaksasi
2. Hypnosis
3. Umpan balik biologis
4. Distraksi
5. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)
Dan khusus pada kesempatan ini Saya hanya membahas manajemen nyeri dengan Tindakan
Non Farmakologis, Intervensi perilaku kognitif yaitu dengan metode hypnosis, hypnosis yang
berasal dari bahasa yunani diambil dari salah satu nama Dewa yunani yaitu “hypnos” yang berarti “tidur” . Namun sebenarnya fenomena hypnosis bukanlah Tidur yang sesungguhnya
melainkan kondisi seperti tidur.
Secara singkat Sejarah hypnosis pada awalnya diterapkan sebagai metode untuk mengurangi
dan atau menghilangkan nyeri awalnya dipraktekan oleh :
John Elliotson (1791 -1868)
Jhon Elliotson adalah profesor dari University Hospital di London, Inggris. Dia mengenal
hypnosis dari Richard Chenevix, seorang murid dari Faria, dan mendalami hypnosis dari Baron
de Potet. Elliotson memulai eksperimen hypnosisnya di tahun 1837. Dia menemukan bahwa
pasiennya bisa menjalani pembedahan tanpa merasa nyeri. Dia melakukan hypnosis kepada
pasiennya kapanpun itu memungkinkan.
James Esdaile (1808 - 1859)
Dia adalah dokter asal Skotlandia yang bertugas di sebuah rumah sakit di Calcutta, India. Esdaile
mencatat rekor penggunaan Mesmerisme (Pada masa sebelum James Braid hypnosis
dikenal dengan nama mesmerisme, sesuai dengan nama penemunya yaitu Franz
Anton Mesmer) dalam pembedahan. Dilaporkan bahwa dia berhasil melakukan ribuan
operasi kecil dan 300 operasi besar tanpa rasa sakit. Adanya Mesmerisme yang bisa
menghilangkan rasa sakit ini sangat penting karena pada waktu itu belum ditemukan obat bius.
Semua dokter waktu itu, apabila tidak menggunakan Mesmerisme, maka harus melakukan
pembedahan dengan mengandalkan kecepatan tangan sambil mendengarkan jeritan sakit dari
pasien.
Bagaimana nyeri bisa berkurang atau hilang sama sekali pada kondisi hypnosis…?
Pada saat klien dibawa ke kondisi hypnosis maka Critical Area Klien terbuka dan tentunya
sugesti yang disampaikan oleh hypnotist akan langsung masuk kedalam pikiran bawah sadar
klien selain itu gelombang otak pasien akan menurun juga dari gelombang Beta ke Alfa dan
theta. Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan
seseorang merasakan rasa nyaman, tenang, bahagia. Hormon ini membuat imunitas tubuh
meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil, dan kapasitas indra
kita meningkat.
Dan berdasarkan pengalaman pribadi saya mempraktekan manajemen nyeri dengan
menggunakan metode hypnosis, Baik dengan pasien secara langsung ataupun kepada peserta
training berikut tehknik yang saya gunakan :
1. Membawa klien kedalam kondisi deep trance terlebih dahulu lalu dimasukan sugesti-sugesti,
tahapan singkatnya adalah sebagai berikut :
• Pre Induction
Hypnotist (seseorang yang menggunakan keilmuan hypnosis) melakukan pendekatan
kepada klien, agar terjalin hubungan yang baik dan nyaman diantara hypnotist dan
Klien.
• Induction
Membawa Klien dari kondisi pikiran sadar masuk ke kondisi pikiran bawah sadar,
dengan merilekskan pikiran dan tubuh klien
• Deepening
Memperdalam kondisi rileksn klien.
• Induction Sugestion
Memasukan sugesti-sugesti untuk menghilangkan rasa nyeri dibagian tubuh tertentu
lalu dilakukan tindakan.
• Termination
Mengembalikan Klien ke kondisi normal dengan memberikan sugesti positif
sebelumnya.
Aplikasi : Bedah minor (khitan), Hacting (jahit luka), dll.
2. Mengajak Klien untuk berbicang-bicang lalu dilakukan tindakan pada saat klien terdistraksi.
Aplikasi : Injeksi (suntik)
By : Fadli Nur Haq
Instruktur :
IBH (The Indonesian Board Of Hypnotherapy)
SMB M (Soul Mind Body Management)
PHPI (Persatuan Hipnoterapis Paramedis Indonesia)
By Ardyan pradana
(Hypnosis Method)
Pernahkah Anda melihat ada seseorang ketika akan diSuntik ketakutan, sehingga terdengar
sedikit mengerang bahkan jika orang tersebut anak-anak bisa sampai menangis, atau mungkin
malah Anda sendiri merupakan salah satu orang yang takut dengan jarum suntik sehingga
merasa ketakutan sekali jika berhadapan dengan dokter atau paramedis…?
Jika Anda seorang Pasien, tentunya menginginkan ketika Anda harus berhadapan dengan jarum
suntik anda terhindar dari rasa sakit dan malah merasa nyaman, Jika Anda seorang Medis atau
Paramedis ketika melakukan tindakan injeksi (menyuntik) kepada pasien ternyata pasiennya
malah tersenyum atau tertawa apa yang Anda Rasakan…?
Begitu pun Saya merasa senang sekali sebagai seorang yang diberi kesempatan berbagi sedikit
keilmuan mengenai Pain Management (Hypnosis Method) kepada teman-teman Paramedis,
mendengar banyak sekali pengalaman yang cukup mengherankan sekaligus menyenangkan
setelah mempraktekan keilmuan yang saya sampaikan, contohnya :
Pak. S, seorang Perawat di salah satu PUSKESMAS di Cilacap :
Pada suatu hari ketika Pak S sedang berjaga di PUSKESMAS datang seorang pasien yang
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan salah satu Arteri (Pembuluh darah yang
menyebarkan darah dari jantung ke seluruh tubuh) dipergelangan tangan pasien terputus ,
tentunya darah terus mengalir deras keluar dari tubuh pasin tersebut dan jika tindakan yang
biasa dilakukan oleh Pak S jika ada kasus-kasus tertentu yang memerlukan adanya tindakan
hacting (menjahit), minimal bius lokal selalu dilakukan untuk mengurangi dan atau
menghilangkan nyeri pada pasien, namun setelah Pak S medapatkan keilmuan Pain
Management (Hypnosis Method) Pasien tersebut tidak perlu dibius sama sekali dan apa yang
terjadi Pasien tersebut ketika diTanyai oleh Pak S ”Sakit tidak..?” pasien menjawab ”Tidak Pak,
tidak terasa apa-apa…”
Pak. T Seorang Perawat di Kebumen :
Sama seperti Pak S, suatu hari setelah mendapatkan keilmuan Pain Management (Hypnosis
Method) datang seorang pasien dalam keadaan berlumuran darah di bagian Bibir dan dagu
pasien, ternyata pasien tersebut korban kecelakan lalu lintas (KLL), ketika dilihat lebih jelas lagi
di bagian dagu dan bibir pasien banyak sekali terdapat butiran-butiran pasir dan tentunya
butiran pasir tersebut harus di bersihkan dari area luka tersebut untuk menghindari terjadinya
infeksi.
Tanpa menggunakan Bius sama sekali Pak T selanjutnya melakukan tindakan hacting pada
bagian dagu dan Bibir Pasien yang pecah. Ketika Pasien di tanyai “Bagaimana tadi terasa
sakit..?” Pasien Menjawab “Tidak Pak..” Pak. T heran dan terkagum-kagum”Masa sih yang
biasanya saya menggunakan Bius, terlebih lagi dengan kasus seperti di atas minimal
menggunakan lebih dari satu 2cc Lidocain (Obat Bius, yang biasanya digunakan untuk Bius
Lokal), masa baru satu kali pertemuan saya sudah bisa melakukan itu semua..??”
NY. S Seorang Bidan di CIlacap :
Banyak sekali Ibu-Ibu yang telah dibantu persalinannya oleh Ny. S dan banyak pengalaman yang
telah dilalaui, namun pengalaman setelah mengikuti Training Pain Management (Hypnosis
Method) merupakan pengalaman yang sangat mengherankan sekaligus menyenangkan bagi Ny.
S sebagai Bidan dan Pasien sebagai Ibu yang sedang melalui proses persalinan, mengapa
demikian betapa tidak pada kasus persalinan ini seharusnya Pasien minimal 7 jam baru
persalinan selesai namun dengan menggunakan metode hypnosis, proses persalinan hanya
berjalan 2 jam saja sampai selesai dan pasien merasa nyaman dan tenang.
Mungkin Anda mulai bertanya-tanya “Bagaimana itu bisa terjadi, gimana sih caranya..?” atau
menebak-nebak setelah membaca tulisan diatas”Oh…Paling menggunakan tehknik,…..”apakah
betul saya menggunakan tehknik yang Anda fikirkan atau bagaimanakah Saya akan menjelaskan
secara rinci bagaimana itu Bisa terjadi..?
MANAJEMENT NYERI
1. Pain (Nyeri).
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah“ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan”,dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
2. Tipe nyeri.
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu :
a. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan.
b. Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif.
c. Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
3. Respon terhadap nyeri.
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku:
a. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal),peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin,respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
b. Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan.
4. Management (Manajemen).
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Pain Management (Manajemen Nyeri ).
Seni Mengatur suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan, pada orang lain ataupun diri sendiri.Pastinya sebagai praktisi Medis atau Paramedis sudah sangat akrab sekali dengan istilah manajemen nyeri ini, bukan ? namun sayang sekali mengapa masih jarang menemukan di lapangan para praktisi medis atau paramedis mempraktekannya.
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam manajemen
nyeri yaitu :
a. Ketakutan akan timbulnya Addiction (ketagihan).
b. Pengetahuan yang tidak adekuat (memadai) dalam manajemen nyeri .
Salah Satu Tehknik Mengukur Tingkat Nyeri..
Percent Relief Scale serta 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode
tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana
pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian
numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak
dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
PENANGANAN NYERI
Tindakan Farmakologis : Analgesik Narkotik, Analgesik Lokal, Analgesik yang dikontrol
klien, Obat – obat nonsteroid.
Tindakan Non Farmakologis :
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula
tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan
berdasarkan :
Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
1. Stimulasi kulit
2. Stimulasi electric (TENS)
3. Akupuntur
4. Plasebo
Intervensi perilaku kognitif meliputi :
1. Relaksasi
2. Hypnosis
3. Umpan balik biologis
4. Distraksi
5. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)
Dan khusus pada kesempatan ini Saya hanya membahas manajemen nyeri dengan Tindakan
Non Farmakologis, Intervensi perilaku kognitif yaitu dengan metode hypnosis, hypnosis yang
berasal dari bahasa yunani diambil dari salah satu nama Dewa yunani yaitu “hypnos” yang berarti “tidur” . Namun sebenarnya fenomena hypnosis bukanlah Tidur yang sesungguhnya
melainkan kondisi seperti tidur.
Secara singkat Sejarah hypnosis pada awalnya diterapkan sebagai metode untuk mengurangi
dan atau menghilangkan nyeri awalnya dipraktekan oleh :
John Elliotson (1791 -1868)
Jhon Elliotson adalah profesor dari University Hospital di London, Inggris. Dia mengenal
hypnosis dari Richard Chenevix, seorang murid dari Faria, dan mendalami hypnosis dari Baron
de Potet. Elliotson memulai eksperimen hypnosisnya di tahun 1837. Dia menemukan bahwa
pasiennya bisa menjalani pembedahan tanpa merasa nyeri. Dia melakukan hypnosis kepada
pasiennya kapanpun itu memungkinkan.
James Esdaile (1808 - 1859)
Dia adalah dokter asal Skotlandia yang bertugas di sebuah rumah sakit di Calcutta, India. Esdaile
mencatat rekor penggunaan Mesmerisme (Pada masa sebelum James Braid hypnosis
dikenal dengan nama mesmerisme, sesuai dengan nama penemunya yaitu Franz
Anton Mesmer) dalam pembedahan. Dilaporkan bahwa dia berhasil melakukan ribuan
operasi kecil dan 300 operasi besar tanpa rasa sakit. Adanya Mesmerisme yang bisa
menghilangkan rasa sakit ini sangat penting karena pada waktu itu belum ditemukan obat bius.
Semua dokter waktu itu, apabila tidak menggunakan Mesmerisme, maka harus melakukan
pembedahan dengan mengandalkan kecepatan tangan sambil mendengarkan jeritan sakit dari
pasien.
Bagaimana nyeri bisa berkurang atau hilang sama sekali pada kondisi hypnosis…?
Pada saat klien dibawa ke kondisi hypnosis maka Critical Area Klien terbuka dan tentunya
sugesti yang disampaikan oleh hypnotist akan langsung masuk kedalam pikiran bawah sadar
klien selain itu gelombang otak pasien akan menurun juga dari gelombang Beta ke Alfa dan
theta. Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan
seseorang merasakan rasa nyaman, tenang, bahagia. Hormon ini membuat imunitas tubuh
meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil, dan kapasitas indra
kita meningkat.
Dan berdasarkan pengalaman pribadi saya mempraktekan manajemen nyeri dengan
menggunakan metode hypnosis, Baik dengan pasien secara langsung ataupun kepada peserta
training berikut tehknik yang saya gunakan :
1. Membawa klien kedalam kondisi deep trance terlebih dahulu lalu dimasukan sugesti-sugesti,
tahapan singkatnya adalah sebagai berikut :
• Pre Induction
Hypnotist (seseorang yang menggunakan keilmuan hypnosis) melakukan pendekatan
kepada klien, agar terjalin hubungan yang baik dan nyaman diantara hypnotist dan
Klien.
• Induction
Membawa Klien dari kondisi pikiran sadar masuk ke kondisi pikiran bawah sadar,
dengan merilekskan pikiran dan tubuh klien
• Deepening
Memperdalam kondisi rileksn klien.
• Induction Sugestion
Memasukan sugesti-sugesti untuk menghilangkan rasa nyeri dibagian tubuh tertentu
lalu dilakukan tindakan.
• Termination
Mengembalikan Klien ke kondisi normal dengan memberikan sugesti positif
sebelumnya.
Aplikasi : Bedah minor (khitan), Hacting (jahit luka), dll.
2. Mengajak Klien untuk berbicang-bicang lalu dilakukan tindakan pada saat klien terdistraksi.
Aplikasi : Injeksi (suntik)
By : Fadli Nur Haq
Instruktur :
IBH (The Indonesian Board Of Hypnotherapy)
SMB M (Soul Mind Body Management)
PHPI (Persatuan Hipnoterapis Paramedis Indonesia)
By Ardyan pradana
Manajemen Nyeri dalam keperawatan
1. Gate Control dan Masase Kutanus
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
1. Gate Control dan Masase Kutanus
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
1. Gate Control dan Masase Kutanus
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu indera saja.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunkannya.
Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
Sumber : “Anonim” dengan hasil editan dari pemilik blog.
Monday, June 13, 2011
KUNCI JAWABAN KUIS PARAMPAA
level 1 : Klik kata “mulai” level 2 : Pilih Jawaban “A” level 3 : Pilih lingkaran di atas huruf “i” level 4 : Pilih Jawaban “AY !!” level 5 : Pilih Jawaban “B” level 6 : Temukan kata berwarna “hijau” di antara kata berwarna merah level 7 : Pilih Jawaban “Jali” level 8 : Pilih “?” yang mirip dengan soal level 9 : Ingat kombinasi warna yang ada karena bakal terus dipake, lalu klik “ingat” level 10 : Pilih Jawaban “…hidup bercermin bangkai” level 11 : Cari kata “mati” dalam matematika lalu klik level 12 : Pilih Jawaban “10″ level 13 : Klik “13″ pada tulisan level 13 level 14 : Masukkan kombinasi warna “merah-biru-kuning-merah-hijau” level 15 : Geser mouse keluar layar, maka kepala kucing akan tertunduk, lalu klik “space” pada keyboard level 16 : Lari ke “ujung kanan atas” level 17 : “Gerakin cicaknya” sampai tujuan , tapi jangan sentuh warna lain level 18 : Tulis kata “PANDA” level 19 : Pilih jawaban “21″ level 20 : Pilih jawaban “D” level 21 : Pilih jawaban “E” level 22 : Potong kabel lebar berwarna “merah” di time counter level 23 : Klik “23″ di baris ke-3, ke-3 dr kiri level 24 : Pilih latar warna “merah-biru-kuning-merah-hijau” level 25 : Klik “lingkaran orange”, trus klo mau ke lingkaran satunya lg jgn lewat area permainan level 26 : Klik “persegi panjang yang kiri bawah” level 27 : Di bawah 3 lambang hati ada seekor “cicak”, tinggal di klik aja level 28 : Cuma butuh gerakin cursor atas bawah level 29 : Klo masih baru di level ini susun aja dulu gambarnya, trus ikutin tanda panah yang ke “bulatan”, klik “bulatannya” level 30 : Pilih jawaban “20″ level 31 : Klik kiri “lingkaran orange” sebelah kiri, drag (jgn dilepasin) ke “lingkaran orange” sebelah kanan. Ada cara lain, lelet level 32 : Pilih jawaban “TDAJ” level 33 : Pilih jawaban “100001″ level 34 : Klik 3 “lambang hati” di pojok kanan atas level 35 : Pencet tombol berwarna “merah-biru-kuning-merah-hijau” level 36 : Drag tulisan “level 36″, dibelakangnya ada tombol level 37 : Pilih jawaban “zibba” level 38 : Tembak kepala “cowo” level 39 : Pilih jawaban “level 39″ level 40 : Tekan tanda”->” di keyboard level 41 : Klik tanda “!” level 42 : “Tunggu” adengan oonnya selesai, jgn klik apa2 level 43 : Klik “NTB (Pulau Lombok)” level 44 : Klik “1″ pada soal 1=5 level 45 : Klik “45″ pada tulisan level 45 level 46 : Pianonya memiliki urutan nada C D E F G A B, trus klik nada piano hingga membentuk kata “E G G” level 47 : Tembak kepala “cowo” level 48 : Tulis jawaban “11″ level 49 : Klik tulisan “run” sampai kepiting kabur ke kanan level 50 : Tekan angka “1″ di keyboard level 51 : Lolosin kuncinya, jgn kena area berwarna “hitam” level 52 : Drag tanda (-) ke tulisan level 52, jadinya “level 5-2″, trus klik tulisannya level 53 : Tekan huruf “S” di keyboard level 54 : Pilih jawaban “5″ level 55 : Ketik “anini” di keyboard level 56 : Geser kata “bulan”, di belakangnya ada jawaban level 57 : Geser bolak-balik mouse di bawah tanda “!!” level 58 : Pilih warna “kuning” level 59 : Pilih warna “kuning-hijau-orange-ungu-hijau-merah” level 60 : Klik huruf “B” “O” “N” “O” level 61 : Tekan piano dengan menulis “C A G E” level 62 : Ga usah ngapa2in level 63 : Klik tulisan “eve” pada tulisan level 62 level 64 : Pilih jawaban “parampaa” level 65 : Pilih “Mr. Krab-Smurf-The Simpsons-Mr. Krab-Parampaa” level 66 : Ketik “one” pada keyboard level 67 : Klik tanda “.”, lalu klik “matahari”, lalu klik “pohon” level 68 : Tekan “F1 dan F4″ di bagian atas keyboard level 69 : Klik huruf “A” pada kata heart level 70 : Pilih jawaban “10″ level 71 : Tahan terus menerus “shift-6″ sampe doraemon menghilang level 72 : Tangkap angka “2″, drag ke samping angka 7 level 73 : Urutan storage awalnya 1-2-3-4-5, ubah ke 2-5-3-4-1 level 74 : Pilih “lingkaran-besar-kuning-tersenyum” level 75 : Tembak kata “HER” level 76 : Klik kanan layar, trus klik kiri, biar mousenya kelihatan, tekan bagian tengah “O” pada kata mouse, telusuri lalu klik level 77 : Drag tulisan “mouse” ke tombol hijau, drag lagi ke persegi di sebelah kiri, klik perseginya level 78 : Klik “jendela di villa” pas lampunya nyala level 79 : Tulis “Try Again” level 80 : Tulis “The Cranberries” level 81 : Pilih jawaban “13″ level 82 : Pilih “OK”, drag bomnya, klik tulisan yang tertutup bom level 83 : Tunggu hingga detik “ke-3″, akan ada tulisan “S7OP”, klik tulisan S7OP-nya level 84 : Ketik “?” pada keyboard level 85 : Ketik “level 85″, ketik “”, ketik “you’re welcome” level 86 : Klik “bagian tengah lingkaran bagian bawah pada angka 8″ tulisan “level 86″ level 87 : “Tunggu kuncinya masuk” dulu, lalu tekan “enter” level 88 : Tekan “F8″, trus pilih “safe mode” level 89 : Klik buku berwarna “Biru-Ungu-Kuning-Ungu” level 90 : Pilih lambang “omega (kaya’ tapal kuda)” dan “69″ level 91 : Cuma butuh “kelincahan tangan dan kesabaran” level 92 : Klik warna “hijau-merah-kuning-biru-merah” level 93 : Hitung dengan cepat jumlah bola berwarna “merah” level 94 : Klik “Budi” level 95 : Tunggu sampai “latarnya warna hijau”, trus klik “lanjut” level 96 : Klik “mata, bintik tangan, duri di kepala, latar merah, rumput” level 97 : Klik “tombol merah” level 98 : Butuh kecepatan tangan dan koordinasi mata yg baik, lingkaran terkecil ada di antara “level & 98″ level 99 : Gan karena menghargai kehebatan pembuatnya, gw ga langsung bocorin, “masuk aja twitternya (twitter.com/masova), liat arah jam 3″ password biar bisa loncat level, jadi gak ulang terus level 11 : eleven level 21 : twenty1 level 31 : thirty1 level 41 : fourty1 level 52 : fifty2 level 67 : sunset level 71 : dorayaki level 80 : linger level 90 : gomugomu
By Ardyan pradana
By Ardyan pradana
Subscribe to:
Posts (Atom)