Friday, March 25, 2011

PATOFISIOLOGI GANGGUAN PADA ESOFAGUS

MAKALAH PENCERNAAN
TENTANG
“patofisiologi gangguan esophagus”








Di Susun Oleh
KELOMPOK 1
DARI KELAS 2_U (Keperawatan)






SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM
(STIKES MATARAM)
2010/2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt,yang telah memberikan rahmat,hidayah serta kesempatan kepada kelompok kami,sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah PENCERNAAN “Patofisiologi gangguan esophagus” ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula kami menyampaikan banyak-banyak terimakasih kepada Dosen pembimbing kami yaitu Ibu.Ni luh putu,S.kep.Ns , yang telah membimbing serta mengajarkan kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang Tak Retak”,demikian pula dengan makalah ini,tentu masih banyak kekurangan,maka dari pada itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan,semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran bagi para siswa,terutama bagi kami sebagai penyusun.


MATARAM, Maret 2010


Penyusun









DAFTAR ISI


Kata pengantar 1
Daftar isi 2
BAB.I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
Akalasia 5
Hernia Hiatal 10
Tumor Esophagus 12
BAB III PENUTUP 19
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20










Bab I
Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG.

EsofagusEsophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esophagus terletak di anterior vertebrae dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esophagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfinter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.
Ada banyak kasus tentang gangguan pada esophagus, diantaranya adalah “AKASILA,HERNIA HIATAL & TUMOR ESOPHAGUS”. Akalasia merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Kelainan ini menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan lambung. Akibatnya, terjadi stasis makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia dibagi menjadi akalasia primer dan sekunder yang dihubungkan dengan etiologinya. Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian lambung melalui diafragma, dari posisinya yang normal di dalam perut.Diafragma adalah lembaran otot yang digunakan untuk bernafas, yang merupakan pembatas antara dada dan perut. Pada sliding hiatal hernia, perbatasan antara kerongkongan dan lambung, juga sebagian dari lambung, yang secara normal berada di bawah diafragma, menonjol ke atas diagragma. Pada hernia hiatal paraesofageal, perbatasan antara kerongkongan dan lambung berada dalam tempat yang normal yaitu di bawah diafragma, tetapi bagian dari lambung ada yang terdorong ke atas diafragma dan terletak di samping kerongkongan.
Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat agresif dengan prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan sudah sulit dilakukan.1 Dengan kemajuan dibidang endoskopi dan teknik pencitraan, tumor esofagus dapat ditemukan sejak dini, sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif.
Reseksi esofagus masih merupakan pilihan utama penanganan karsinoma esofagus. Beberapa tahun terakhir, dengan perbaikan standar teknik operasi dan perawatan perioperatif, angka morbiditas dan mortalitas operasi karsinoma esofagus telah menurun. Angka kesembuhan meningkat, dan apabila tidak mungkin disembuhkan lagi dapat diberikan terapi paliatif yang berkualitas.
B. TUJUAN.
Adapun Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai Tugas pada Mata Kuliah Sistem Pencernaan,dan sekaligus sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa s_1 keperawatan.



















BAB 2
PEMBAHASAN
A. AKALASIA.
A. Pengertian.
Akalasia merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Kelainan ini menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan lambung. Akibatnya, terjadi stasis makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia dibagi menjadi akalasia primer dan sekunder yang dihubungkan dengan etiologinya.
B. INSIDENS.
Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan jenis kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering ditemukan orang dewasa berusia 20 - 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase sekitar 5% dari total akalasia.
C. EPIDEMIOLOGI.
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu penelitian internasional melaporkan bahwa dari 28 populasi di 26 negara, angka kematian tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 239 dan yang terendah dengan angka kematian standar 0. Angka ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik primer maupun sekunder. Kelainan akalasia tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.
D. ETIOLOGI.
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :(4,11)
a. Akalasia primer (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
b. Akalasia sekunder (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi.

E. ANATOMI.
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm. Terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang pada diafragma tepat anterior terhadap aorta.
Otot esofagus bagian sepertiga atas adalah otot rangka yang berhubungan erat dengan otot-otot faring sedangkan dua pertiga bawah adalah otot polos yang terdiri dari otot sirkuler dan otot longitudinal seperti yang terdapat pada organ saluran cerna yang lain.Berbeda dengan bagian saluran cerna yang lain, bagian luar esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritonium melainkan terdiri atas jaringan ikat jarang yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.
Esofagus mengalami penyempitan di tiga tempat yaitu setinggi cartilago cricoideus pada batas antara faring dan esofagus, rongga dada bagian tengah akibat tertekan lengkung aorta dan cabang bronkus utama kiri, serta pada hiatus esofagus diafragma.
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Krikofaringeus membentuk sfingter bagian atas yang terdiri dari serabut-serabut otot rangka. Sfingter esofagus bagian bawah ,walaupun secara anatomis tidak nyata ,bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang a. thyroidea inferior dan a. subclavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan a.bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh a.gastrika sinistra dan a. frenica inferior.
Aliran darah vena juga melalui pola segmental. Vena-vena esofagus bagian leher mengalirkan darah ke v.azygos dan v. Hemiazygos sedangkan vena-vena esofagus bagian subdiafragmatika masuk ke dalam v.gastrica sinistra.
Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistim saraf otonom. Serabut saraf simpatis dibawa oleh n. vagus. Selain serabut saraf ekstrinsik, terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal ( pleksus mienterikus Auerbach ) dan pleksus Meissner yang terletak pada submukosa esofagus.


F. Patofisiologi.

1. Neuropatologi.
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal: hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
2. Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenarasi dari sehlbung myeh’n, yang merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
3. Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
4. Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.
5. Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.
6. Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
7. Kelainan Neurofisiologik.
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.

B. Hernia Hiatal


DEFINISI

Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian lambung melalui diafragma, dari posisinya yang normal di dalam perut.

Diafragma adalah lembaran otot yang digunakan untuk bernafas, yang merupakan pembatas antara dada dan perut.

Pada sliding hiatal hernia, perbatasan antara kerongkongan dan lambung, juga sebagian dari lambung, yang secara normal berada di bawah diafragma, menonjol ke atas diagragma.

Pada hernia hiatal paraesofageal, perbatasan antara kerongkongan dan lambung berada dalam tempat yang normal yaitu di bawah diafragma, tetapi bagian dari lambung ada yang terdorong ke atas diafragma dan terletak di samping kerongkongan.

Hernia hiatal sering terjadi, terutama pada usia diatas 50 tahun.

Akibat dari kelainan ini bisa terjadi regurgitasi asam lambung.




PENYEBAB

Penyebab hernia hiatal biasanya tidak diketahui, tetapi bisa terjadi karena adanya kelamahan pada jaringan penyokong.

Faktor resiko terjadinya hernia hiatal pada dewasa adalah:

- pertambahan usia
- kegemukan
- merokok.

Pada anak-anak, hernia hiatal biasanya merupakan suatu cacat bawaan.
Hernia hiatal pada bayi biasanya disertai dengan refluks gastroesofageal.

GEJALA

Penderita sliding hernia hiatal mencapai lebih dari 40% orang, tetapi kebanyakan tanpa gejala. Gejala yang terjadi biasanya ringan.

Hernia hiatal paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang menonjol ini bisa terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan darah.

Bila keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi), yang membutuhkan pembedahan darurat.

Kadang terjadi perdarahan mikroskopis atau perdarahan berat dari lapisan hernia, yang bisa terjadi pada kedua jenis hernia hiatal tersebut.


PATOFISIOLOGI
Peninggian tekanan intraabdomen akan mendorong lemak preperitoneal kedalam kanalis fenoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadimnya hernia.
Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multirasa, obesitas dan degerasi jaringan ikat karena usia lanjut.
Hernia femoralis sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi. Herniorafi pada hernia ingunalis, terutama yang memakai tehnik Bassini atau shoul dice yang menyebabkan, fasia transversa dan ligamentum inguinale lebih tergesar ke ventrokranial sehingga dan liga mentum inguinale lebih tergeser ke ventrokranial sehingga kanalis femopalis lebih luas.
Komplikasi yang paling sering timbul adalah strangulasi dengan segala akibatnya.
Hernia femoralis keluar disebelah kahlah ligamentum inguinale pada fosa ovalis kadang-kadang hernia femoralis tidak teraba dari luar tertama bila merupakan Hernia Richter
Perkembangan hernia
a. Penonjolan jaringan preperitoneal kedalam kronalis femoralis
b. Penonjolan lebih besar diikuti permulaan hernia
c. Hernia femoralis dengan “lipoma” preperitoneal
d. Lipoma dengan hernia membelok kekranial setelah keluar dari fosa ovalis
e. Lipoma terletak cranial dari ligamentum inguinale



C. TUMOR ESOPHAGUS
Pendahuluan
Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat agresif dengan prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan sudah sulit dilakukan.1 Dengan kemajuan dibidang endoskopi dan teknik pencitraan, tumor esofagus dapat ditemukan sejak dini, sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif.
Reseksi esofagus masih merupakan pilihan utama penanganan karsinoma esofagus. Beberapa tahun terakhir, dengan perbaikan standar teknik operasi dan perawatan perioperatif, angka morbiditas dan mortalitas operasi karsinoma esofagus telah menurun. Angka kesembuhan meningkat, dan apabila tidak mungkin disembuhkan lagi dapat diberikan terapi paliatif yang berkualitas.2
Mayoritas tumor pada esofagus adalah tumor ganas, hanya kurang dari 1% yang merupakan tumor jinak. Dari tumor ganas 60 % adalah dari jenis karsinoma sel skuamosa yang tersebar merata pada seluruh esofagus dan sisanya 40 % adenokarsinoma yang biasanya ditemukan pada esofagus bagian distal.3
Dilaporkan penanganan terhadap 4 pasien dengan diagnosis karsinoma esofagus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan rumah sakit jejaring pendidikan di Makassar.

Anatomi
Esofagus merupakan suatu pipa muskular yang dimulai sebagai lanjutan dari faring dan berakhir sebagai kardia dari lambung. Esofagus terletak pada garis tengah, tetapi berdeviasi kekiri dalam bagian bawah dari leher dan kembali ke garis tengah didekat percabangan trachea. Dalam thoraks bagian bawah, esofagus kembali berdeviasi ke kiri saat melewati hiatus diafragmatika.
Pada orang dewasa panjang esofagus yang diukur dari gigi insisivus atas sampai esofago-cardia junction sekitar 40 cm. Pembagian esofagus menurut WHO dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
•Cervical oesophagus
Terbentang dari faringoesofageal junction sampai thoracic inlet, kira-kira 18 cm dari insisivus atas.
•Upper dan midthoracic oesophagus
Dari thoracic inlet sampai 10 cm diatas dari gastroesofageal junction, sekitar 31 cm dari insisivus atas atau setinggi vertebra thoracalis VIII
•Lower thoracic oesophagus
Sekitar 10 cm diatas gastroesofageal junction sampai orificium cardia, sampai 40 cm dari insisivus atas.
Esofagus bagian servikal menerima pasokan darah utamanya dari arteri thyroidea inferior. Bagian thoraks menerima darah dari arteri-arteri bronkialis dan dua buah cabang esofageal yang muncul langsung dari aorta. Esofagus bagian abdominal menerima pasokan darah dari cabang ascenden arteri gastrika sinistra dan dari arteri frenikus inferior. Pada saat memasuki esofagus, arteri-arteri membentuk suatu pleksus longitudinalis, membentuk jaringan vaskular intramural dalam lapisan muskular dan submukosa.
Vena esofagus mengalirkan isinya kedalam vena thyroidea inferior, ke dalam vena bronkhialis, vena azygos atau hemiazygos dan kedalam vena koronaria.
Persarafan esofagus terdiri dari persarafan intrinsik dan ekstrinsik. Persarafan intrinsik terdiri dari dua buah pleksus pada dinding oesophagus, yaitu pleksus miessner’s pada submukosa dan pleksus auerbach pada jaringan ikat diantara lapisan muscularis eksterna. Sedangkan persarafan ekstrinsik esofagus terdiri dari saraf simpatik dan parasympatik. Persarafan parasimpatik dari faring dan esofagus dipersarafi oleh nervus vagus. Sfingter krikofaringealis dan esofagus bagian servikal menerima cabang-cabang dari kedua saraf laringealis rekuren.
Drainase limfe esofagus bagian servikal dialirkan ke dalam kelenjar limfe paratrakheal dan servikal profunda. Esofagus bagian thoraks atas dialirkan ke limfonodus paratrakheal. Esofagus bagian thoraks bawah mengalirkan limfenya ke limfonodi subkarina dan pulmonaris inferior. Esofagus bagian bawah mengalirkan limfenya ke limfonodus gastrika superior.
Secara histologis dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan :
•Mukosa atau membrana mukosa yang terdiri dari lapisan epitel lamina propia danmuskularis mukosa.
•Submukosa, suatu lapisan tipis jaringan ikat longgar yang mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe.
•Muskularis eksterna terdiri atas 2 lapisan otot yaitu lapisan dalam yang tersusun sirkuler dan lapisan luar yang tersusun longitudinal.
Etiologi
Penyebab pasti dari karsinoma esofagus belum jelas. Beberapa peneliti menduga bahwa faktor lingkungan mempengaruhi epidemiologi karsinoma ini. Dimana perpindahan dari daerah insiden rendah ke daerah insiden tinggi meningkatkan frekwensi, sebaliknya perpindahan dari daerah insiden tinggi ke daerah insiden rendah mengurangi resikonya, terutama pada usia muda.
Diantara faktor-faktor tersebut penggunaan alkohol, perokok berat dan esofagitis memegang peranan penting. Dua faktor pertama, alkohol dan merokok, bila terdapat pada seorang individu akan sangat meningkatkan resiko karsinoma esofagus hingga 40 kali lipat. Efek dari bahan karsinogenik seperti nitrosamin, debu silika dan malnutrisi tidak semuanya memberikan banyak kontribusi. Bukti epidemiologik meyakinkan bahwa setiap kelaianan yang mengganggu struktur esofagus, fungsinya dan menyebabkan rangsangan kronik mukosa merupakan faktor predisposisi individual untuk karsinoma, diperkirakan karena proses regenerasi-reparatif merupakanlingkungan yang optimum untuk timbulnya karsinoma.Beberapa keadaan yang merupakan lesi premaligna adalah: Barret’s esofagus, Akalasia, Esofagitis kronis, tylosis, plummer vincent syndrome dan striktur kaustik.
Histopatologi
Secara makroskopis ada 3 gambaran morfologi dari karsinoma esofagus;
1. Ulkus nekrotik
Ulkus nekrotik yang merusak sampai ke jaringan sekitar seperti bronkus, trakea, aorta, mediastium atau perikardium(25%).
2. Difus infiltrat
Tumor difus infiltrat yang akan menyebabkan penebalan, kekakuan dinding, dan penyempitan lumen disertai ulserasi irregular linear pada mukosa (15%)
3. Polypoid
Bentuk polipoid/cendawan yang menonjol kearah lumen (60%)
Secara mikroskopis ditemukan beberapa tipe histopatologis;
1. Karsinoma sel skuamosa (60 %)
Mempunyai 2 varian :
1. Karsinoma verukosa
QPapilar eksofitik
QMassa intraluminal fungating
2. Karsinosarkoma (spindle cell carcinoma)
QMassa eksofitik
QAsal sel skuamosa atau mesodermal
2.Adenokarsinoma esophagus (4%)
Mempunyai 3 tipe
1. Tipe I (adenokarsinoma esofagus Barret)
2. Tipe II (Junctional Carcinoma)
3. Tipe III (Gastrik Subkardial)
3. Karsinoma Basaloid
4. Karsinoma mukoepidermoid
5. Small cell carcinoma
6. Karsinoma adenoskuamosa
7. Sarkoma
8. Melanoma
Staging
Staging karsinoma esofagus didasarkan pada sistem TNM dari Union International Contre Le Cancre (UICC) yaitu:
Tabel 2. Klasifikasi TNM karsinoma esofagus
STAGING TUMOR NODUL METASTASIS
Stage0 Tis N0 M0
StageI T1 N0 M0
StageIIA T2
T3 N0
N0 M0
M0
StageIIB T1
T2 N0
N1 M0
M0
StageIII T3
T4 N1
anyN M0
M0
Stage IV any T any N M1

(Dikutip dari Maingot’s abdominal operation)
Keterangan :
T(Tumor): Tis:Karsinoma in situ
T1: Tumor invasi pada lamina propria atau submucosa
T2: Tumor invasi pada muskularis
T3: Tumor invasi pada lapisan adventitia
T4: Tumor invasi pada organ lain
N(Nodul): N0: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
N1:Ada pembesaran kelenjar limfe regional
M(Metastase): M0: Tidak ada metastase
M1: Ada metastase
Diagnosis
Gambaran klinis
Keganasan pada esofagusstadium awal biasanya asimptomatik. Gejala utama karsinoma esofagus ialah disfagia progresif yang berangsur-angsur menjadi berat. Keluhan ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai berbulan-bulan. Mula-mula disfagia timbul bila makan makanan padat, sampai akhirnya makanan cair ataupun air liurpun sangat mengganggu. (Grading disfagia seperti pada tabel 2). Semua ini menyebabkan penderita menjadi kurus dengan keadaan gizi kurang.
Tabel 3. Functional Grades of disfagia
GRADE KETERANGAN
1
2
3
4
5
6 Diit normal
Membutuhkan air untuk menelan makanan padat
Makanan semi padat
Hanya makanan cair
Hanya mampu menelan saliva
Tak mampu menelan saliva
(Dikutip dariSchwarts principles of surgery)
Penderita juga diganggu regurgitasi atau muntah dan kadang terjadi aspirasi ke paru-paru.Kadang timbul anemia karena perdarahan, tetap sangat jarang sampai menyebabkan hematemesis atau melena Tabel 4 menunjukkan insiden gejala pada karsinoma esofagus.
Tabel 4. Insiden gejala karsinoma esofagus.
GEJALA INSIDENS (%)
Dysphagia
Weight loss
Substernal or epigastric pain/burning
Vomiting or regurgitation
Aspiration pneumonia
Palpable cervical nodes
Hoarseness
Coughing and choking 87
71
46
28
14
14
7
3
(Dikutip dari Springer Surgery basic science and clinical evidence










BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Ada banyak kasus tentang gangguan pada esophagus, diantaranya adalah “AKASILA,HERNIA HIATAL & TUMOR ESOPHAGUS”. Akalasia merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian lambung melalui diafragma, dari posisinya yang normal di dalam perut. Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat agresif dengan prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan sudah sulit dilakukan.

B. Saran.
Guna penyempurnaan makalah ini,kelompok kami sangat mengharapkan kritik beserta saran dari teman-teman kelompok lain dan juga pada Dosen pengajar mata Sistem Pencernaan.













DAFTAR PUSTAKA

(1). Achalasia. [Online]. 2007 Feb 10 [cited 2007 September 29]; Available from: URL:http://en.wikipedi.org/wiki/achalasia
(2). Achalasia. [Online ]. 2007 September 29 ; Available from; URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000267.htm
(3). Adnan,Misbahuddin, Frans Liyadi S. Radiologi 3. Makassar ; Bagian Radiologi FKUH.1980. p.12.
(4). Bakry F. Akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 322-324. (vol 1).
(5). Ekayuda I. Radiology anak. Radiologi diagnostic. 2nd ed. Jakarta; 2005. p. 393-394.
(6). Fisichella, P Marco. Achalasia. [Online] 2006 Oct 10 [cited 2007 Sept 29]. Available from URL: http://www.emedicine.com/med/topic16.htm
http://www.med.wayne.edu/diagRadiology/TF/GI/GI09.html

No comments:

Post a Comment