KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang aha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas terstruktur mata kuliah Keperawataan Anak yang berjudul Laporan Pendahuluan “ATRESIA ESOFAGUS” dengan baik dan tanpa halingan sedikitpun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak yang diampu oleh dosen pembimbing Bapak Wahyudi, S.Kep,Ns.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu ijinkan penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Wahyudi, S.Kep,Ns selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak.
Petugas perpustakaan yang telah memberikan kemudahan pada saya untuk mencari panduan referensi.
Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberi dukungan baik secara moril maupun materiil.
Kami sadar bahwa makalah yang saya buat masih banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Sehingga dalam pembuatan makalah yang selanjutnya akan lebih baik lagi.
Purwokerto, Juni 2008
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
EsofagusEsophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esophagus terletak di anterior vertebrae dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esophagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfinter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.
Ada banyak kasus tentang gangguan pada esophagus, salah satu diantaranya adalah “atresia esophagus”. Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3000-4500 kelahiran hidup. Sekitar sepertiga anak yang terkena adalah bayi dengan lahir premature. Pada lebih dari 85% kasus, fistula antara trachea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakheoesofagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan cranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitive menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula.
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
1. Saluran atau rongga yang ada di tubuh bisa saja buntu. Kebuntuan itu dapat terjadi karena bawaan sejak lahir, atau karena proses penyakit yang menimpa saluran tersebut. Kondisi buntunya saluran ini disebut ''atresia.'' (www.medicastore.com diakses tanggal 5 Juni 2008)
2. Esophagus : saluran cerna atau organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung yang terletak di anterior vertebrae dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. (Price, Sylvia A. 2005: 1124)
3. Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus).(Wong, Donna L. 2003: 512)
4. Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi baru lahir yaitu tidak terbentuknya kerongkongan (esophagus) secara sempurna. (www.blogger.com diakses tanggal 5 Juni 2008)
B. ETIOLOGI
Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan esophagus pada perkembangan intra uterin.
Merupakan penyakit kongenital dan penyebab secara pasti belum diketemukan.
Kelainan ini ada tiga type yaitu :
Gross type I
Gross type II
Gross type III (tersering ditemukan biasanya disertai fistel tracheaesofagal dan biasanya ibunya menderita hydroamnion waktu hamil).
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi kanan retro pleural.
D. PATHWAY KEPERAWATAN
Kongenital / idiopatik
Esophagus yang buntu
Informasi penyakit kpd klrga Batuk-batuk, Hipersalivasi
Kurang pengetahuan Tersedak Pasang NGT
Cemas Bersihan jln nfs tdk efektif Pola mkn bayi tdk efektif
Resiko aspirasi
Sumber: Price, Sylvia A. 2005, NANDA.2000, Wong, Donna L. 2003
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Behrman, Richard E.dkk. 1999. Atresia esofagus harus dicurigai :
Pada kasus poli hidro amnion ibu.
Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk ke dalam lambung.
Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan.
Jika tersedak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan.
Penghisapan sekresi yang berelebihan dari mulut dan faring sering menghasilkan perbaikan tapi gejalanya akan cepat berulang kembali. Sayang sekali, sering kali diagnosis baru dibuat setelah bayi mengalami aspirasi makanan. Apabila fistula menghubungkan dengan trakhea dan esophagus distal, udara biasanya masuk ke perut, sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi kembung sehingga mengganggu pernafasan.
Jika fistula menhubungkan esophagus proksimal dengan trakhea, upaya pertama pemberian makan dapat menyebabkan aspirasi berat. Bayi dengan atresia yang tidak mempunyai fistula mempunyai perut skafoid dan tidak berisi udara. Pada keadaan fistula tanpa atresia (type H) yang jarang terjadi, tanda yang sering ditemukan adalah pneumonia aspirasi berulang, dan diagnosisnya dapat tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Aspirasi sekret faring hampir selalu terjadi pada semua penderita atresia esophagus, tapi aspirasi isi lambung lewat fistula distal menyebabkan pneumonitis kimia yang lebih berat dan membahayakan jiwa.
Sekitar 50% bayi dengan atresia esophagus juga mengalami beberapa anomaly terkait. Malformasi kardiovaskuler, malformasi rangka termasuk hemivertebrae dan perkembangan abnormal redius, serta malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi, semua kelainan itu disebut sindrom VATER.
F. PENATALAKSANAAN
Pasang sonde lambung no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit. Pada Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur terlentang kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan operasi.(FKUI. 1982).
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.
G. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis kelainan bawaan atresia esophagus menurut FKUI. 1982. yaitu :
Ibu hamil dengan hidroamnion.
Bayi lahir menangis, kemudian batuk-batuk dan biru.
Air liur bayi berlebihan dan mengalir keluar.
Bila diberi minum anak tersedak, batuk-batuk dan biru.
Bila pasang sonde, akan terhenti kira-kira 8-10 cm dari lubang hidung.
H. KLASIFIKASI
Atresia esophagus dapat di golongkan menjadi beberapa tipe yaitu sebagai berikut :
Tipe A (5%-8%)
Kantong buntu disetiap ujung esophagus, terpisah jauh dan tanpa hubungan ke trakhea.
Tipe B (jarang) kantong buntu di setiap ujung esophagus dengan fistula dari trakhea ke segmen esophagus bagian atas.
Tipe C (80%-95%)
Segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu dan segmen distal di hubungkan ke trakhea atau bronkhus primer dengan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
Tipe D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakhea.
Tipe E (jarang dibanding A dan C)
Sebaliknya trakhea dan esophagus normal dihubungkan dengan fistula umum.
tipeA tipe B tipe C tipe D tipe E
Sumber: FKUI, Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak.
I. PENGOBATAN
Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Kaji biodata pasien.
Pengkajian pada orang tua
2.1 Kaji riwayat kehamilan.
2.2 Kaji psikososial keluarga.
2.3 Kaji pengetahuan keluarga.
Lakukan Pengkajian bayi baru lahir.
Observasi manifestasi atresia esophagus dan fistula trakheoesofagus (FTE)
4.1 Saliva berlebihan
4.2 Tersedak
4.3 Sianosis
4.4 Apnea
4.5 Peningkatan distress pernafasan setelah pemberian makan
4.6 Distensi abdomen
Pemeriksaan penunjang.
Bantu dengan prosedur diagnostik misal radiografi dada dan abdomen, kateter dengan perlahan dimasukkan ke dalam esophagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
Pantau dengan sering tanda-tanda distress pernafasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakhea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis.
Cemas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit.
C. INTERVENSI
1. Dx. I
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakhea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
NOC : Respiratori status : airway patency
Criteria hasil :
1.1 Menunjukan jalan nafas yang paten.
1.2 Bayi tidak teraspirasi sekresi.
1.3 Pernafasan dalam batas normal.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Airway management
Intervensi :
1.1 Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (+ 30o).
1.2 Lakukan suction sesuai kebutuhan.
1.3 Beri O2 jika bayi menjadi sianotik.
1.4 Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
1.5 Monitor respirasi dan status O2
2. Dx. II
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
NOC : Aspiration control
Criteria hasil :
2.1 Klien dapat bernafas dengan mudah
2.2 Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi.
2.3 Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Aspiration control
Intervensi :
2.1 Monitor tingkat kesadaran, eflek datuk dan kemampuan menelan.
2.2 Monitor status paru.
2.3 Pelihara jalan nafas.
2.4 Lakukan suction jika perlu.
2.5 Cek selang nasogastrik sebelum makan.
2.6 Haluskan obat sebelum pemberian.
3. Dx. III
Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis.
NOC : Nutrition Status
Criteria hasil :
3.1 Bayi makan dengan cukup, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.
3.2 Mulut tetap bersih dan lembab.
3.3 Vital sign dalam batas normal.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition Management
Intervensi :
3.1 Kaji adanya alergi makanan.
3.2 kolaborasi.
4. Dx. IV
Cemas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
NOC : Anxiety control
Criteria hasil :
4.1 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.
4.2 Mulut tetap bersih dan lembab.
4.3 Vital sign dalam batas normal.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Anxiety reduction
Intervensi :
4.1 Dorong orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan anak.
4.2 Berikan obat untuk mengurangi cemas (kolaborasi).
4.3 Identifikasi tingkat kecemasan.
4.4 Lakukan teknik relaksasi bila perlu.
5. Dx. VI
Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Knowledge : disease process
Criteria hasil :
5.1 Mendiskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas.
5.2 Mendiskripsikan tanda dan gejala dari komplikasi.
5.3 Mendiskripsikan tindakan pencegahan untuk mencegah klmplikasi.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Teaching disease process
Intervensi :
5.1 Menjelaskan proses penyakit pada keluarga.
5.2 Diskusikan dengan keluarga tentang pilihan terapi / perawatan.
5.3 Observasi pilihan makanan klien sesuai dengan diet yang dianjurkan.
5.4 Diskusikan perubahan gaya hidup yang bias untuk mencegah komplikasi / mengontrol proses penyakit.
D. EVALUASI
1. Dx. I
NOC : Respiratori status : airway patency Skala
1.1 Menunjukan jalan nafas yang paten. 4
1.2 Bayi tidak teraspirasi sekresi. 3
1.3 Pernafasan dalam batas normal. 4
2. Dx. II
NOC : Aspiration control Skala
2.1 Klien dapat bernafas dengan mudah 4
2.2 Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi. 4
2.3 Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa 4
tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal.
3. Dx. III
NOC : Skala
3.1 Bayi makan dengan cukup, sadar bila terjaga, 4
dan melakukan penghisapan non-nutrisi.
3.2 Mulut tetap bersih dan lembab. 4
3.3 Vital sign dalam batas normal 4
4. Dx. V
NOC : Anxiety control Skala
4.1 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, 4
dan melakukan penghisapan non-nutrisi.
4.2 Mulut tetap bersih dan lembab. 4
4.3 Vital sign dalam batas normal. 4
5. Dx. VI
NOC : Knowledge : disease process Skala
5.1 Mendiskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas. 4
5.2 Mendiskripsikan tanda dan gejala dari komplikasi. 4
5.3 Mendiskripsikan tindakan pencegahan untuk mencegah 4
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E.dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol.2. Jakarta:EGC
FKUI. 1982. Kapitaselekta Kedokteran. Jakarta: Medica Aesculapius
Johnson, Marion.dkk. 2000. IOWA Intervention Project: Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri: Mosby
Mantu, Farid Nur. 1993. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta: EGC
McCloskey, Joanne C.dkk. 1996. IOWA Intervention Project: Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri: Mosby
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuilah I Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Trimahendri
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik alih bahasa Monica Ester editor Sari Kurnianingsih edisi 4. Jakarta: EGC
www.google.com//atresiaesofagus. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008
www.medicastore.com//atresiaesofagus. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008
No comments:
Post a Comment