PERUBAHAN SENSORI dan PROSES KEPERAWATAN DAN PERUBAHAN SENSORI
A. SENSASI NORMAL.
Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan informasi dari organ saraf sensosri, menyalurkan informasi melalui saluran yang sesuai, dan mengintegrasikan informasi menjadi respon yang bermakna.
Sumber stimulus berasal dari dalam dan luar tubuh, khususnya melalui indra penglihatan ( visual ), pendengaran ( auditori ), perabaan ( taktil ), penciuman ( olfaktori ) dan rasa ( gustatori ), tubuh juga mempunyai rasa indera kinestetik yang memungkinkan seseorang menyadari posisi dan pergerakan bagian tubuh tanpa melihatnya. Stereognosis adalah indra yang memungkinkan seseorang mengenali ukuran, bentuk, dan tekstur benda.
Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang segera atau informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan dimasa depan.
Sistem saraf harus utuh agar stimulus sensori mencapai pusat otak yang sesuai dan agar individu menerima sensai.
Setelah menginterpretasi makna sensasi, maka orang dapat bereaksi terhadap stimulus.
Tiga komponen dalam penerimaan setiap pengalaman sensori adalah, penerimaan, persepsi dan reaksi.
Penerimaan di mulai dengan stimulasi sebuah sel saraf yang disebut Reseptor, yang biasanya diciptakan hanya untuk satu jenis stimulus, seperti cahaya atau bunyi suara.
Setelah impuls saraf tercipta, maka akan berjalan sepanjang jalur ke medulla spinalis atau secara langsung ke otak.
Jalur saraf sensori biasanya menyeberang untuk mengirim stimulus ke sisi yang berlawanan otak.
Persepsi actual atau kesadaran sensasi unik tergantung pada area penerimaan dari korteks serebral, tempat sel otak khusus menginterpretasikan kualitas dan sifat stimulus sensori.
Jika seseorang sadar terhadap stimulus dan menerima informasi maka akan terjadi persepsi.
Tingkat kesadaran mempengaruhi sejauh mana stimulus di persepsikan dan diinterpretasikan. Setiap faktor yang menurunkan kesadaran akan merusak persepsi sensori.
Persepsi termasuk integrasi dan interpretasi stimulus berdasarkan pengalaman seseorang.
Jika sensasi tidak lengkap, seperti adanya pandangan kabur, atau pengalaman masa lalu tidak adekuat untuk memahami stimulus seperti nyeri, maka orang tersebut dapat bereaksi terhadap stimulus sensasi secara tidak tepat.
Keseimbangan antara stimulus sensor yang masuk otak dan mencapai kesadaran seseorang secara actual akan mempertahankan kesehatan seseorang,Jika seorang individu mencoba bereaksi terhadap setiap stimulus didalam lingkungan atau jika ketidakcukupan ragam dan kualitas stimulus maka akan terjadi perubahan sensori.
B. PERUBAHAN SENSORI
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sensori adalah:
1. Usia.
* Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori karena jalur sarafnya masih belum matang.
* Penglihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia ( ketidakmampuan memfokuskan pada objek dekat ), dan kebutuhan kaca mat baca ( usia 40 – 50 th )
* Pendengaran berubah, mulai usia 30 th, temasuk penurunan tajam pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara dan ambang pendengaran,
* Lansia mengalami penurunan lapang penglihatan, peningkatan sensitivitas cahaya yang menyilaukan, kerusakan penglihatan pada malam hari, penuruanan akomodasi, dan kedalaman persepsi dan diskrimionasi warna.
* Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonan, suara bicara bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicara.
* Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung saraf pengecap dan penciuman. Serta penurunan diskriminasi rasa dan sensitivitas terhadap bau.
* Proprioseptif berubah setelah usia 60 tahun , termasuk kesulitan dengan keseimbangan, orientasi mengenai tempat dan koordinasi.
* Lansia mengalami perubahan taktil, termasuk penurunan sensitivitas terhadap nyeri, tekanan dan suhu.
2. Medikasi.
* Beberapa obat antibiotika ( misal streptomisin, gentamisin ) adalah antibiotika yang ototoksik dan secara permanent dapat merusak saraf pendengaran , klorampenikol dapat
mengiritasi saraf optic, Obat jenis analgesic narkotik, sedative dan antidepresan dapat mengubah peresepsi stimulus.
3. Lingkungan.
* Stimulus lingkungan yang berlebihan( peralatan yang bising, percakapan staf di dalam unit perawatan ) dapat menghasilkan beban sensori yangberlebihan yang ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidakmampuan membuat keputusan.
* Stimulus lingkungan yang terbatas ( isolasi ) dapat mengarah kepada deprivasi sensori, serta kualitas lingkungan yang buruk( misal penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori.
4. Tingkat kenyamanan.
* Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi terhadap stimulus.
5. Penyakit yang ada sebelumnya.
* Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada ekstremitas dan kerusakan kognisi.
* Penyakit Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan penglihatan, kebutaan, atau neuropati perifer.
* Penyakit Stroke sering menimbulkan kehilangan kemampuan bicara, kerusakan fungsi motorik dan penerimaan sensori.
6. Merokok.
* Penggunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung saraf pengecap, mengurangi persepsi rasa.
7. Tingkat kebisingan.
* Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisingan yang tinggi dapat meyebabkan kehilangan pendengaran.
8. Intubasi Endotrakea.
* Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea.
C. JENIS-JENIS PERUBAHAN SENSORI
1. Defisit Sensori.
Adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan pesepsi sensori. Individu tidak mampu menerima stimulus tertentu.( misalnya kebutaan atau tuli ), atau stimulus menjadi distorsi ( misalnya penglihatan kabur karena katarak ).
Kehilangan sensori secara tiba-tiba dapat menyebabkan ketakutan, marah, dan perasaan tidak berdaya.Pada awalnya individu bersikap menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi dengan orang lain dalam suatu usaha untuk mengatasi kehilangan sensori.
Klien yang mengalami deficit sensori dapat mengubah perilaku dalam cara-cara yang adaptif atau maladaptif
2. Deprivasi Sensori.
Sistem pengaktivasi reticular dalam batang otak menyebabkan semua stimulus sensori ke korteks serebral, sehingga meskipun saat tidur yang nyenyak, klien mampu menerima stimulus.
Jika seseorang mengalami suatu stimulasi yang tidal adekuat kualitas dan kuantitasnya seperti stimulus yang monoton atau tidakl bermakna maka akan terjadi deprivasi sensori.
Tiga jenis deprivasi sensori adalah kurangnya input sensori ( karena kehilangan penglihatan dan pendengaran ), Eliminasi perintah atau makna dari input ( misal terpapar pada lingkungan asing ) dan Restriksi dari lingkungan ( misalnya tirah baring atau berkuranya variasi lingkungan ) yang menyebabkan monoton dan kebosanan.
Efek dari deprivasi sensori adalah :
a. Kognitif
Penurunan kapasitas belajar, ketidakmampuan berpikir atau menyelesaikan masalah, penampilan tugas buruk, disorientasi, berpikir aneh, regresi,
b. Afektif.
Kebosanan, kelelahan, peningkatan kecemasan, kelabilan emosi, dan peningkatan kebutuhan untuk stimulasi fisik.
c. Persepsi.
Disorganisasi persepsi terjadi pada koordinasi visual, motorik, persepsi warna, pergerakan nyata, keakuratan taktil, kemampuan untuk mempersepsikan ukiran dan bentuk, penilaian mengenai ruang dan waktu.
3. Beban Sensori yang berlebihan.
Adalah suatu kondisi dimana individu menerima banyak stimulus sensori dan tidak dapat secara perceptual tidak menghiraukan beberapa stimulus.
Pada kondisi ini dapat mencegah otak untuk berespon secara tepat atau mengabaikan stimulus tertentu.
Sehingga individu tidak lagi mempersepsikan lingkungan secara rasional.
Kelebihan sensori mencegah respon yang bermakna oleh otak, menyebabkan respon yang berpacu, perhatian bergerak pada banyak arah dan menjadi lelah.
Kelebihan sensori adalah individual, karena jumlah stimulus yang dibutuhkan untuk berfungsi sehat bervariasi.
Toleransi seseorang pada bebab sensori yang berlebihan dapat bervariasi oleh tingkat kelelahan, sikap, dan kesehatan emodional dan fisik.
Perubahan perilaku yang berhubungan dengan beban sensori yang berlebihan dapat dengan mudah menjadi bingung atau disorientasi sederhana.
D. PROSES KEPERAWATAN DAN PERUBAHAN SENSORI
1. Pengkajian.
* Kaji semua faktor yang mempengaruhi fungsi sensori
* Kaji kebiasaan promosi kesehatan .
* Kaji fungsi sensori pada klien yang beresiko : usia ( lansia ) dan pekerjaan
Pada pekerja dan aktivitas waktu senggang yang menghadapi resiko perubahan sensori
a. Pendengaran : Pekerja pabrik, pekerja bandara, musisi rock, pekerja konstroksi yang menggunakan alat pelobang beton.
b. Penglihatan : Terpapar dengan gas yang mengiritasi, pegelasan, terpapar dengan mesin kecepatan tinggi.
c. Cedera saraf perifer : gerakan yang berukang-ulang. Program computer, pekerja pabrik.
d. Trauma : Peralatan industri dan pekerja kayu perumahan ( tukang )
Pengkajian Fungsi sensori .
a. Penglihatan.
* Minta klien membaca koran, majalah.
* Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen
* Kaji lapang pandang dan kedalaman persepsi.
* Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar.
* Minta klien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna.
b. Pendengaran.
* Lakukan pengkajian konvensional, termasuk tanda jam, garpu tala.
* Lakukan Audiometri.
* Observasi klien yang berbincang dengan orang lain.
* Kaji persepsi klien akan kemampuan pendengaran dan riwayat tinnitus.
* Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran telinga.
c. Sentuhan.
* Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya dan temperature.
* Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus tajam dan tumpul.
* Kaji apakah klien mampu membedakan objek ditangan dengan mata tertutup.
* Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya.
d. Penciuman.
* Minta kiklen untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang tidak mengiritasi.
e. Rasa.
* Minta klien untuk menyebutkan dan membedakan rasa yang berbeda ( misal lemon, gula, garam.
f. Indera Posisi
* Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan indra posisi.
2. ,Riwayat
* Tanyakan sifat dan karakteristik perubahan sensori atau setiap masalah yang berhubungan dengan suatu perubahan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA UNTUK PERUBAHAN SENSORI.
1. Perubahan sensori / persepsi ( penglihatan ) yang berhubungan dengan :
* Efek dari penuaan.
* Efek dari tambalan operasi mata sementara.
2. Perubahan sensori / perceptual ( Audtori ) yang berhubungan dengan :
* Efek samping obat
* Lingkungan ICU yang asing dan berisik.
3. Perubahan sensori / persepsi ( kinestetik ) yang berhubungan dengan
* Efek tirah baring lama.
4. Perubahan sensori/ persepsi ( gustatory ) yang berhubungan dengan :
* Efek dari penuaan.
* Efek samping kemoterapi .
5. Defisit perawatan diri : higine/ mandi, berhias berpakaian yang berhubungan dengan :
* Kehilangan penglihatan.
* Pengurangan sensasi taktil.
6. Risiko Cidera berhubungan dengan :
* Penurunan persepsi yang dalam.
* Penurunan indra penciuman.
7. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan :
* Afasia motorik.
8. Gangguan penyesuain diri yang berhubungan dengan :
* Beban sensori yang lebih.
* Defisit sensori.
9. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
* Perubahan keseimbangan.
10. Isolasi social yang berhubungan dengan :
* Afasia ekspresif.
* ketidakmampuan untuk bicara disebabkan adanya selan ET.
PERENCANAAN
Meliputi:
1. Tujuan
2. Hasil yang diharapkan.
3. Intervensi
4. Rasional.
IMPLEMENTASI.
1.Peningkatan Kesehatan
Fungsi sensori yang baik dimulai dengan pencegahan .
Hampir semua orang dapat terpapar dengan resiko dilingkunga yang menyebabkan perubahan sensori.
Ketika klien memasuki lingkungan perawatan utama, perawat dapat memberi kesempatan untuk mengkaji ulang pendekatan rasa yang umum untuk mengurangi resiko kehilangan sensori.
a. Skrining.
Pencegahan kerusakan penglihatan pada anak-anak memerlukan skrining yang tepat.
Ada tiga intervensi yang direkomendasikan yaitu :
1) Skrining untuk rubella atau sifilis pada wanita dengan pertimbangan kehamilan.
2) Perawatan prenatal yang cukup untuk mencegah kelahiran premature dengan bahaya terpaparnya bayi dengan oksigen yang berlebihan.
3) Skrining yang periodic untuk semua anak-anak, khususnya bayi yang baru lahir, prasekolah.
b. Keamanan Preventif.
Trauma merupakan penyebab umum kebutaan pada anak-anak.
Cidera yang tajam dari objek propulsive seperti petasan, ketapel, batu, atau luka yang tajam karena tongkat, gunting atau senjata mainan.
Orang dewasa beresiko cedera mata ketika berolah raga dan bekerja dalam pekerjaan yang melibatkan pemaparan zat-zat kimia dan objek yang terbang.
c. Pemeliharaan kesehatan.
1) Penggunaan alat Bantu.
d. Peningkatan Stimulasi yang bermakna.
1). Penglihatan
2). Pendengaran.
3). Rasa dan penciuman.
4). Sentuhan
d. Menciptakan lingkungan yang nyaman.
1). Adaptasi untuk kehilangan penglihatan.
2). Adaptasi pada penurunan pendengaran
3). Adaptasi pada penurunan penciuman.
4). Adaptasi pada berkurangnya sensasi taktil.
e. Peningkatan komunikasi.
f). Penanganan deficit sensori akut
1). Orientasi lingkungan.
2). Tindakan keselamatan
3). Komunikasi
f. Pengontrolan Stimulus sensori.
1). Pemeliharaan gaya hidup sehat.
2). Pemahaman kehilangan sensori.
3). Sosialisasi.
g. Peningkatan perawatan diri.
EVALUASI.
* Evaluasi apakah tindakan perawatan meningkatkan atau mempertahankan kemampuan klien untuk berinteraksi dan befungi dalam lingkungan.
* Evaluasi integritas organ sensori dan kemampuan klien merasakan stimulus
* Evaluasi perubahan terhadap tingkat pembelajaran yang sudah diberikan.
Friday, August 5, 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA TEMBUS PADA MATA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA TEMBUS PADA MATA
RUPTUR CORNEA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1) Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata.
2) Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah
3) Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
- Otot-otot penggerak bola mata
- Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
- Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing
4) Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
- Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata
- Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung
B. DEFINISI
Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau organ mengalami kerusakan.
C. ETIOLOGI
Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata.
D. TANDA DAN GEJALA
1) Tajam penglihatan yang menurun
2) Tekanan bola mata rndah
3) Bilikmata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil berubah
5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina
7) Kunjungtiva kemotis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut.
F. PENATALAKSANAAN
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.
G. PATOFISIOLOGI
Trauma tembus pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
3) Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
4) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
5) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus
6) Uvea
Ila luka dapat menyeabka pengaturan banyaknya cahay yang masuk sehinggan muncul fotofobia atau penglihatan kabur
7) Lensa
Ila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
8) Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
H. PENGKAJIAN
Hal – hal yang perlu diperhatikan:
a. Bagaimana terjadinya trauma mata
Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma.
b. Menentukan obyek penyebab trauma mata.
Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain.
c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.
Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma.
d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma.
Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas b/d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.
Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.
Hasil yang diharapkan
Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
Tindakan / Intervensi
• Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
• Berikan informasi yang akurat dan jujur.
• Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber / orang yang menolong.
2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan. Perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Tindakan / Intevensi
Mandiri
• Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
• Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
• Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia.
• Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien.
• Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasif
Kemungkinan dibuktikan oleh : [tidak diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual]
Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Tindakan/intervensi:
• Kaji tanda-tanda infeksi
• Berikan therapi sesuai program dokter
• Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata
• Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan
Mandiri
• Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
• Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.
• Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Sidarta Ilyas . Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta; FK UI. 1993
Dr.Waliban. Dr Bondan Hariono. Oftalmologi Umum Jilid Satu Edisi 11; Jakarta 1992
Drs Med Parmono. Diagnosa Pengelolaan dan Prognosa Trauma Tembus pada Mata, Jakarta; EGC. 1987
Marilynn E. Doenges,Mary Frances Moorhous,Alice C . Geissler, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 ,Cetakan I: Jakarta. EGC 2000
RUPTUR CORNEA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1) Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata.
2) Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah
3) Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
- Otot-otot penggerak bola mata
- Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
- Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing
4) Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
- Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata
- Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung
B. DEFINISI
Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau organ mengalami kerusakan.
C. ETIOLOGI
Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata.
D. TANDA DAN GEJALA
1) Tajam penglihatan yang menurun
2) Tekanan bola mata rndah
3) Bilikmata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil berubah
5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina
7) Kunjungtiva kemotis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut.
F. PENATALAKSANAAN
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.
G. PATOFISIOLOGI
Trauma tembus pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
3) Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
4) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
5) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus
6) Uvea
Ila luka dapat menyeabka pengaturan banyaknya cahay yang masuk sehinggan muncul fotofobia atau penglihatan kabur
7) Lensa
Ila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
8) Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
H. PENGKAJIAN
Hal – hal yang perlu diperhatikan:
a. Bagaimana terjadinya trauma mata
Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma.
b. Menentukan obyek penyebab trauma mata.
Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain.
c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.
Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma.
d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma.
Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas b/d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.
Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.
Hasil yang diharapkan
Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
Tindakan / Intervensi
• Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
• Berikan informasi yang akurat dan jujur.
• Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber / orang yang menolong.
2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan. Perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Tindakan / Intevensi
Mandiri
• Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
• Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
• Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia.
• Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien.
• Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasif
Kemungkinan dibuktikan oleh : [tidak diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual]
Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Tindakan/intervensi:
• Kaji tanda-tanda infeksi
• Berikan therapi sesuai program dokter
• Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata
• Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan
Mandiri
• Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
• Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.
• Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Sidarta Ilyas . Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta; FK UI. 1993
Dr.Waliban. Dr Bondan Hariono. Oftalmologi Umum Jilid Satu Edisi 11; Jakarta 1992
Drs Med Parmono. Diagnosa Pengelolaan dan Prognosa Trauma Tembus pada Mata, Jakarta; EGC. 1987
Marilynn E. Doenges,Mary Frances Moorhous,Alice C . Geissler, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 ,Cetakan I: Jakarta. EGC 2000
ASKEP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
ASKEP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
ASKEP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
ASKEP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
A. PENGERTIAN
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)
B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
D. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
§ Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
§ Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
§ Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. DAMPAK MASALAH TERHADAP KLIEN
Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :
a. Dampak pada fisik :
q Pola Pernapasan :
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma.
Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
q Pada sirkulasi
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
q Perubahan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
q Penurunan Volume cairan tubuh.
Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.
q Kerusakan Integritas kulit.
Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan terputusnya jaringankulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b. Dampak Psikologis :
Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial :
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat – obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat segera (sempit)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
1.1.2 Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan sakit.
- Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
- Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
- Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
- Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
- Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
- Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
- Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
- Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
- Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
- Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistim Pernapasan
- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistim Neurologis (B3 = Brain)
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
- Pada inspeksi :
¨ Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
¨ Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
¨ Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
¨ Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
· Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
· Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
· Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
§ Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
§ Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
§ Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
§ Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
§ Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistim Urologi ( B5 = bladder)
- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
¨ Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
¨ Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
- Foto BOF (Buick Oversic Foto)
- Bila perlu thoraks foto.
- USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
- Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
- Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
- Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut :
2.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
2.2 Perubahan perfusi jaringan sehubngan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
2.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
2.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
2.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadquat yang itandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami dan akibat dari pembedahan.
3. Perencanaan
3.1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen) yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi abdomen.
Tujuan :
ü Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
ü Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
ü Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
ü Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
ü Tanda vital dalam batas normal.
ü Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemic
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan / perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
§ Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
§ Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
§ Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
§ Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
§ Pemasangan lingkar abdomen.
§ Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.
3.2 Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam.
Tujuan :
§ Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
§ Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
§ Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
§ Capillary reffil kurang dari 3 detik.
§ Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
3.3 Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan.
Tujuan :
- Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
- Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama)
3.4 Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
Tujuan :
- Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas.
- Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
- Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
3.5 Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang sebab dan akibat dari trauma serta dampak dari pembedahan yang ditandai dengan pasien / keluarga sering bertanya dari petugas yang satu ke petugas yang lain, klien / keluarga nampak belum kooperatif.
Tujuan :
- Klien / keluarga mengerti dan memahami tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Kriteria hasil :
- Klien / keluarga memahami prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
- Klien kooperatif setiap tindakan yang terkait dengan persiapan pembedahan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien / keluarga.
2) Jelaskan secara sederhana tentang pengobatan yang dilakukan dengan jalan pembedahan.
3) Diskusikan tentang hal – hal yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan proses penyembuhan.
4) Berikan perhatian dan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
5) Anjurkan klien untuk berpartisipasi selama dalam perawatan.
6) Lakukan check list untuk persiapan pre operasi antara lain informed consent, alat/obat dan persiapan darah untuk transfusi.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
LP TUMOR TULANG
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, “benjolan di bagian dada” boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya tumor tulang. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
1. Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik: Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
2. Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tumor tulang secara komprehensif di ruang Seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien tumor tulang
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien tumor tulang
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada pasien tumor tulang
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan tumor tulang
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
Radiasi sinar• radio aktif dosis tinggi
Keturunan•
Beberapa kondisi tulang• yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer. 2001).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas: - Osteosarkoma
- Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : - Kondroblastoma
Ganas : - Kondrosarkoma
- Kondromiksoid Fibroma
- Enkondroma
- Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : - Non Ossifying Fibroma
Ganas : - Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : - Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : - Giant cell tumor
Ganas : - Adamantinoma
- Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
3. Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst
- Fibrous dysplasia
- Eosinophilic granuloma
- Brown tumor/hyperparathyroidism
Klasifikasi menurut TNM.
• T. Tumor induk
• TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer
• T1 tumor terbatas dalam periost
• T2 tumor menembus periost
• T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
• N Kelenjar limf regional
• N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
• N1 tumor di kelenjar limf regional
• M. Metastasis jauh
• M1 tidak ditemukan metastasis jauh
• M2 ditemukan metastasis jauh
D. FAKTOR RESIKO
Faktor pencetus tumor tulang yaitu factor genetika. Hal ini berdasarkan data dari sejumlah penelitian.
E. PATHOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
F. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
(Gale, 1999)
1. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
2. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise.
(Smeltzer., 2001)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).
H. PATHWAY
Faktor resiko, keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti
Etologi
Tumor tulang
Osteolitik Osteoblastik
Osteoporosis Pembedahan Penambahan massa tulang
Fraktur Nyeri Resiko infeksi Gangguan harga diri
Kerusakan mobilitas fisik Kurang pengetahuan
Sindrom deficit perawatan diri
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba• massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau• persendian serta pergerakan yang terbatas
Nyeri tekan / nyeri lokal• pada sisi yang sakit
mungkin hebat atau dangkal
sering hilang dengan posisi flexi
anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
Kaji status• fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
(Wong, 2003)
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
(Wong, 2003)
L. RENCANA INTERVENSI
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang• ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan• aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.
Intervensi :
Kaji• status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan (• misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan• teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Berikan analgesik• sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
Pasien• tampak rileks
Melaporkan berkurangnya ansietas•
Mengungkapkan• perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
Motivasi• pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
Berikan lingkungan yang nyaman dimana• pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
Pertahankan• kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Berikan• informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
(Doenges, 1999)
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )
Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari•
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit• trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.•
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
Pantau hasil pemeriksaan• laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Mulai mengembangkan• mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
Diskusikan• dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
Motivasi pasien dan• keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan• kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Lakukan• pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.•
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
Ajarkan• penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Motivasi dan libatkan pasien• dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003)
M. EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, “benjolan di bagian dada” boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya tumor tulang. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
1. Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik: Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
2. Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tumor tulang secara komprehensif di ruang Seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien tumor tulang
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien tumor tulang
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada pasien tumor tulang
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan tumor tulang
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
Radiasi sinar• radio aktif dosis tinggi
Keturunan•
Beberapa kondisi tulang• yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer. 2001).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas: - Osteosarkoma
- Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : - Kondroblastoma
Ganas : - Kondrosarkoma
- Kondromiksoid Fibroma
- Enkondroma
- Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : - Non Ossifying Fibroma
Ganas : - Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : - Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : - Giant cell tumor
Ganas : - Adamantinoma
- Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
3. Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst
- Fibrous dysplasia
- Eosinophilic granuloma
- Brown tumor/hyperparathyroidism
Klasifikasi menurut TNM.
• T. Tumor induk
• TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer
• T1 tumor terbatas dalam periost
• T2 tumor menembus periost
• T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
• N Kelenjar limf regional
• N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
• N1 tumor di kelenjar limf regional
• M. Metastasis jauh
• M1 tidak ditemukan metastasis jauh
• M2 ditemukan metastasis jauh
D. FAKTOR RESIKO
Faktor pencetus tumor tulang yaitu factor genetika. Hal ini berdasarkan data dari sejumlah penelitian.
E. PATHOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
F. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
(Gale, 1999)
1. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
2. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise.
(Smeltzer., 2001)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).
H. PATHWAY
Faktor resiko, keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti
Etologi
Tumor tulang
Osteolitik Osteoblastik
Osteoporosis Pembedahan Penambahan massa tulang
Fraktur Nyeri Resiko infeksi Gangguan harga diri
Kerusakan mobilitas fisik Kurang pengetahuan
Sindrom deficit perawatan diri
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba• massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau• persendian serta pergerakan yang terbatas
Nyeri tekan / nyeri lokal• pada sisi yang sakit
mungkin hebat atau dangkal
sering hilang dengan posisi flexi
anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
Kaji status• fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
(Wong, 2003)
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
(Wong, 2003)
L. RENCANA INTERVENSI
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang• ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan• aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.
Intervensi :
Kaji• status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan (• misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan• teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Berikan analgesik• sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
Pasien• tampak rileks
Melaporkan berkurangnya ansietas•
Mengungkapkan• perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
Motivasi• pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
Berikan lingkungan yang nyaman dimana• pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
Pertahankan• kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Berikan• informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
(Doenges, 1999)
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )
Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari•
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit• trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.•
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
Pantau hasil pemeriksaan• laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Mulai mengembangkan• mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
Diskusikan• dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
Motivasi pasien dan• keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan• kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Lakukan• pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.•
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
Ajarkan• penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Motivasi dan libatkan pasien• dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003)
M. EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Subscribe to:
Posts (Atom)