Sunday, May 27, 2012

Sistem Saraf


Sistem Saraf

Scan Otak
Scan Otak (Sumber : conservatismplus.ning.com)
Sistem saraf (Nervous System) merupakan salah satu sistem organ yang ada di tubuh kita.  layaknya sebuah sistem jaringan komunikasi, sel-sel saraf di setiap bagian dari tubuh memainkan peran dalam proses menanggapi rangsangan dan pengendalian otot-otot kita. Sistem saraf dibina lebih dari 80 jaringan saraf utama. Setiap jaringan saraf tersusun atas 1 juta neuron, yaitu unit fungsional sistem saraf (sel-sel saraf).
Neuron atau sel saraf memiliki bagian-bagian sel yang berbeda dengan tipe sel lainnya. Berikut bagian-bagian sel saraf beserta fungsinya dalam menghantarkan impuls (rangsangan) sebagai unit fungsional sistem saraf.
  1. Inti sel, merupakan struktur inti sel pada umunya yang di dalamnya terdapat asam nukleat (materi inti). Inti sel berperan sebagai pengatur segala aktifitas sel saraf.
  2. Badan sel (perykaryon), merupakan struktur utama dari sel saraf yang kaya akan sitoplasma dan di bagian tengahnya terdapat inti sel saraf. Badan sel berfungsi sebagai tempat metabolisme sel saraf.
  3. Dendrit, merupakan serabut pendek dan bercabang-cabang yang merupakan penjuluran badan sel pada badan sel. Dendrit berfungsi menerima dan menghantarkan rangsangan dari luar ke badan sel saraf.
  4. Neurit, merupakan serabut panjang hasil penjuluran badan sel yang mengandung struktur benang-benag halus yang disebut mikrofibril dan neurofibril. Mikrofibril dan neurofibril berfungsi untuk menjaga bentuk dan kepadatan sel saraf. Neurit atau yang sering dikenal akson memiliki peranan menghantarkan rangsangan dari badan sel saraf yang satu ke sel saraf lain. Rangsangan akan dihantarkan melalui akson dari satu sel saraf menuju dendrit dari sel saraf yang lain. Struktur neurit merupakan struktur yang lebih kompleks daripada dendrit. Neurit memeliki pembungkus yang disebut selaput myelin yang didalamnya terdapat sel Schwann. Bagian neurit yang tidak terbungkus oleh selaput myelin disebut nodus Ranvier.
neuron
Neuron
Sel-sel saraf akan berkumpul membentuk jaringan saraf dan selanjutnya jaringan-jaringan saraf akan berkumpul dan berkoordinasi membentuk sistem saraf. Hubungan antara sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lain disebut sinapsis, sedangkan hubungan antara sel saraf dengan serabut otot disebut neuromuscular junction.
Neuron pada manusia dapat kita kelompokkan berdasarkan struktur dan fungsinya. Neuron berdasarkan strukturnya dibagi menjadi tiga tipe, yaitu neuron multipolar, neuron bipolar, neuron unipolar. Neuron multipolar adalah tipe neuron yang memiliki banyak dendrite dan satu akson. Neuron bipolar memiliki hanya satu dendrite dan satu akson, sedangkan neuron unipolar tidak memiliki dendrite dan proses penghantaran impuls dilakukan oleh satu akson.
types-of-neuron-in-human
Tipe Saraf
Neuron berdasarkan fungsinya dibedakan atas sel saraf sensorik (afferent), sel saraf motorik (efferent), dan sel saraf konektor (association). Sel saraf sensorik berfungsi menghantarkan rangsangan (impuls) dari indra ke saraf pusat (otak) dan sumsum tulang belakang. Sel saraf motorik berfungsi menghantarkan rangsangan dari saraf pusat (otak) atau sumsum tulang belakang ke otot atau kelenjar. Rangsangan dari sel saraf sensorik diteruskan menuju sel saraf motorik melalui sel saraf konektor.
Membran neuron layaknya membran sel lainnya bersifat semipermeabel (hanya molekul-molekul tertentu yang dapat keluar masuk misalnya ion-ion tetapi tidak untuk molekul berukuran besar). Membran sel saraf juga secara elektrikal bersifat polar (adanya ion-ion bermuatan negative yang disebut kation di sekitar permukaan luar membrane dan ion-ion bermuatan negative yang disebut anion di bagian sebelah dalam membran). Impuls saraf berhasil ditransmisikan (disalurkan) dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lain disebabkan oleh potensial aksi yang berpindah di dekat sel saraf. Stimulus merubah kemampuan spesifik permeable lapisan membrane dan menyebabkan depolarisasi kation dan anion. Perubahan ini menyebar sepanjang serabut saraf yang selanjutnya disebut sabagai impuls saraf itu sendiri. Polarisasi kembali terjadi setelah depolarisasi yang diikuti oleh periode refractory selama impuls selanjutnya datang lagi.
synapse
Sinapsis
Polarisasi dibuat dengan mempertahankan kelebihan ion-ion sodium (Na+) pada bagian luar membrane dan kelebihan ion-ion potassium (K+) pada bagian dalam membran. Jumlah tertentu dari Na dan K selalu bocor (berkurang) melewati membran, tetapi pompa Na/K pada membran secara aktif mengatasi hal tersebut tersebut.
Intensitas atau frekuensi antara impuls saraf yang satu dengan yang lain ditentukan oleh diameter dari serabut saraf, hal ini berkaitan juga dengan serabut saraf berselaput myelin dan serabut saraf tanpa selaput myelin. Sitoplasma dari akson atau serabut saraf merupakan konduktor elektrik dan selaput myelin menurunkan kapasitasnya sebagai penghantar. Kondisi tersebut mencegah kebocoran muatan melalui membran. Depolarisasi pada nodus ranvier cukup untuk memicu regerasi voltase elektrik pada nodus berikutnya. Oleh karena itu, potensial aksi pada serabut saraf bermielin tidak berpindah layaknya perpindahan gelombang tetapi terjadi secara berulang pada nodus-nodus. Potensial aksi pada nodus ranvier akan berpindah seperti loncatan-loncatan muatan listrik.
SISTEM SARAF
Sistem saraf manusia dan beberapa vertebrata lain mengandung dua bagian utama, yaitu:
Sistem saraf pusat yang terbagi atas otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Sistem saraf pusat dilindungi oleh selaput meninges yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu Pia meter (selaput paling dalam dan banyak mengandung pembuluh darah), Dura meter (lapisan terluar yang padat dank eras serta menyatu dengan tengkorak sebelah dalam) dan terakhir Arakhnoid (terletak di antara pia meter dan dura meter yang merupakan selaput jaringan yang lembut membatasi kedua lapisan yang lain)
uchr_02_img0126
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf tepi yang terbagi atas sel-sel saraf sensori yang menghantarkan impuls ke sistem saraf pusat dan sel-sel saraf motori yang menghantarkan impuls dari sistem saraf pusat ke efektor. Sistem saraf tepi dalam hal ini sel-sel saraf motori dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sistem saraf somatic yang secara langsung berperan dalam kontraksi otot-otot rangka dan sistem saraf autonom yang mengontrol aktivitas organ-organ dan variasi otot-otot tak sadar (involunter), seperti otot jantung dan otot polos.
MEKANISME GERAK
Gerak dapat dilakukan secara sadar (gerak biasa) dan secara tidak sadar (gerak reflek). Perbedaan dari kedua macam gerak tersebut adalah berkaitan dengan jalannya impuls saraf yang melewati sistem saraf pusat, yaitu jika impuls melewati otak maka gerak yang dilakukan sebagai hasil respon dari otak dinamakan gerak sadar, sedangkan jika impuls tidak melewati otak tetapi sumsum tulang belakang, maka gerak yang dihasilkan sebagai respon dari sumsum tulang belakang dinamakan gerak reflek.
  • Mekanisme gerak biasa (gerak sadar)
Rangsangan –>  saraf sensorik –> otak  –> saraf motorik –> gerak
  • Mekanisme gerak reflek (gerak tidak sadar)
Rangsangan –> saraf sensorik –> pusat integrasi di sumsum tulang belakang –> saraf motorik –> gerak
Referensi :
Bauman, R. and Steve, D. 1991. Human dan Anatomy and Physiology, Laboratory Textbook. Whittier Publications Inc, United States of America.
Pack, P. E. 2001. Biology 2nd Edition CliffsAP. Hungry Minds, Inc., New York.
Rae-Dupree, J. and Pat, D. 2007. Anatomy and Physiology for Dummies. Wiley Publishing Inc., Indiana.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsang). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
http://adriautami.files.wordpress.com/2010/04/image004.jpg?w=426&h=244Gambar 2. Bagian-bagian Sel Saraf
a) Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan sel.
b) Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c) Akson
Akson disebut juga neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan penjuluran sitoplasma badan sel. Benang-benang halus yang terdapat di dalam neurit disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls. Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan fungsinya, yaitu:
(1) Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan dari reseptor yaitu alat indera.
(2) Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.
(3) Sel saraf penghubung, adalah sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf motorik. Saraf yang satu dengan saraf lainnya saling berhubungan. Hubungan antara saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis.
Pembagian sel neuron
Pembagian sel neuron berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga, yaitu saraf sensorik/aferen, saraf motorik/eferen dan saraf asosiasi/interneuron.
  1. Saraf sensorik/aferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (SSP).
  2. Saraf motorik/eferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari SSP ke efektor.
  3. Saraf asosiasi/interneuron yaitu neuron yang menghubungkan saraf sensorik dengan sarf motorik di dalam SSP.
Pembagian sel neuron berdasarkan strukturnya dibedakan menjadi tiga, yaitu neuron unipolar, neuron bipolar, dan neuron multipolar.
  1. Neuron unipolar yaitu neuron yang memiliki satu buah akson yang bercabang.
  2. Neuron bipolar  yaitu neuron yang memiliki satu akson dan satu dendrit.
  3. Neuron multipolar yaitu neuron yang memiliki satu akson dan sejumlah dendrit.
http://adriautami.files.wordpress.com/2010/04/image005.png?w=300&h=225
Gambar 3. Pembagian sel neuron
1) Sinapsis
Sinapsis merupakan hubungan penyampaian impuls dari satu neuron ke neuron yang lain. Peristiwa ini terjadi dari ujung percabangan akson dengan ujung dendrit neuron yang lain. Celah antara satu neuron dengan neuron yang lain disebut dengan celah sinapsis. Loncatan-loncatan listrik yang bermuatan ion terjadi di dalam celah sinapsis,baik ion positif dan ion negatif. Di dalam sitoplasma sinapsis, terdapat vesikula sinapsis. Ketika impuls mencapai ujung neuron, vesikula akan bergerak, lalu melebur dengan membran pra-sinapsis dan melepaskan asetilkolin. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinapsis, lalu menempel pada reseptor di membran post-sinapsis.
http://adriautami.files.wordpress.com/2010/06/sinapsis.png?w=384&h=289
Gambar 4. Sinapsis
Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Enzim asetilkolinesterase16 sinapsis (10 quadrillion). Jumlah ini berkurang seiring bertambahnya usia. Orang dewasa memiliki 1015 sampai 5 × 1015 (1-5 quadrillion) sinapsis. menguraikan asetilkolin yang tugasnya sudah selesai. Pada setiap bagian otak, terdapat jutaan neuron yang saling terhubung lewat sinapsis. Anak-anak memiliki sekitar 10
2) Muatan listrik dalam neuron
Muatan listrik yang  terjadi dalam satu akson akan memiliki muatan listrik yang berbeda antara lapisan luar dan lapisan dalam akson. Muatan listrik tersebut terjadi pada peristiwa polarisasi dan depolarosasi. Polarisasi yaitu keadaan istirahat pada sel neuron yang memperlihatkan muatan listrik positif dibagian luar dan muatan listrik negatif di bagian dalam. Depolarisasi yaitu keadaan bekerjanya sel neuron yang  memperlihatkan muatan listrik positif di bagian dalam dan muatan listrik negatif di bagian luar.
3) Impuls
Impuls adalah rangsang atau pesan yang diterima oleh reseptor dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut saraf. Contoh rangsangan adalah sebagai berikut:
a)      Perubahan dari dingin menjadi panas.
b)      Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
c)      Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d)     Suatu benda yang menarik perhatian.
e)      Suara bising.
f)       Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.
http://adriautami.files.wordpress.com/2010/04/image010.gif?w=508&h=116
Gambar 5. Gerak Sadar

b) Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut.
http://adriautami.files.wordpress.com/2010/04/image008.gif?w=420&h=99
Gambar 6. Gerak Refleks

Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
(1)   Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu tanpa disengaja.
(2)   Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang masuk ke mata.
(3)   Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
(4)   Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
(5)   Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi

Saturday, May 5, 2012

Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook

Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook

Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook ImageJika anda sering pergi ke cafe, mall, bandara atau ke tempat lain serta selalu membawa notebook/netbook, anda mungkin sering mengalami masalah karena daya battery notebook anda tidak bertahan lama saat dinyalakan. Untuk mengatasinya, coba gunakan tips berikut ini untuk menghemat baterai dari notebook atau netbook yang anda miliki.
Tips ini tidak akan bermanfaat jika baterai dari notebook anda memang sudah tua atau kondisinya telah drop yang hanya bertahan selama beberapa menit saat dinyalakan. Tidak ada cara lain selain mengganti baterai notebook lama dengan yang baru. Untuk yang lain, yang kondisi baterai notebooknya masih normal, bisa mencoba tips menarik ini.
Untuk membantu memaksimalkan kinerja dari baterai notebook anda, penting untuk terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya cara kerja baterai dan kemana saja listrik dialirkan. Dengan memahami hal tersebut anda akan dapat menentukan langkah apa saja yang harus dikerjakan guna menghemat baterai dari laptop yang anda miliki.
Kemana saja aliran listrik dari baterai mengalir?
Microsoft, melalui Blog Windows 7 Engineering-nya telah menyusun diagram yang sangat bermanfaat untuk anda guna mengetahui kemana saja aliran listrik di notebook anda mengalir. Pada diagram tersebut terlihat jelas bahwa layar LCD merupakan perangkat yang paling banyak memakan energi dari notebook. Dari diagram itu juga anda dapat membantu kita untuk memaksimalkan penghematan baterai dari notebook/netbook yang anda pakai.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook ImageHal pertama yang perlu anda lakukan untuk efisiensi daya adalah menentukan dengan cermat konfigurasi penghematan baterai, kapan layar notebook anda akan mati secara otomatis apabila tidak digunakan (lihat diagram sekali lagi, layar LCD merupakan perangkat yang paling boros daya) dan pngaturan-pengaturan yang lain.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Selanjutnya, lakukan efisiensi dari perangkat lain seperti menentukan berapa lama hardisk drive akan berhenti setelah tidak ada transfer data, penghematan daya untuk Wi-Fi, processor, kartu grafis dan perangkat lainnya. Anda juga dapat menentukan kapan kipas dari notebook akan menyala, apakah tetap pada kondisi default (mengikuti kinerja operating system) atau sesuai dengan yang anda kehendaki (pada beberapa kondisi akan memperlambat kinerja dari notebook) yang tentunya akan lebih menghemat baterai dari notebook anda.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Sesuai dengan apa yang kita lihat pada diagram, hal paling penting dari semua cara penghematan baterai, adalah dengan melakukan penghematan daya pada layar. Anda dapat melakukan penghematan dengan mengendalikan cahaya yang keluar dari layar notebook dan meredupkannya seredup-redupnya sampai batas tertentu dimana anda masih dapat melihat layar notebook. Meskipun penting, hal ini tidak dianjurkan untuk anda yang memiliki penglihatan yang kurang tajam karena dapat menyebabkab sakit pada mata anda. Jadi meskipun penting, jangan korbankan mata anda hanya untuk sebuah baterai notebook Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Lanjut dengan langkah selanjutnya, matikan beberapa device yang pada saat itu tidak digunakan tetapi masih aktif. Device yang mungkin tidak berguna seperti Wi-Fi, bluetooth, LAN card maupun device lain yang tidak diperlukan. Cobalah untuk menghindari pemakaian device eksternal seperi hardisk eksternal, flash disk atau perangkat USB lain karena beberapa dari device itu memang sangat menguras kinerja dari baterai notebook anda.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Selain hardware, kadang software juga menjadi penyebab notebook anda tidak dapat bertahan lama saat dinyalakan. Terlebih lagi jika pada notebook anda banyak aplikasi yang berjalan di background (aplikasi yang tetap berjalan tetapi tidak terlihat pada layar) yang sebenarnya aplikasi tersebut tidak diperlukan. Bagi yang sudah terbiasa mengutak-atik system, anda dapat dengan mudah untuk mematikan aplikasi yang tidak berguna tersebut. Tetapi, bagi yang “blank” dan tidak terbiasa akan kebingungan bagaimana cara mematikan aplikasi tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan cara menggunakan software Aerofoil yang dapat membantu anda untuk mengatasinya. Aerofoil adalah salah satu software gratis yang dapat membantu anda memanajemen aplikasi yang berjalan di notebook anda serta dapat membantu anda melakukan penghematan daya di notebook.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Satu langkah lagi yang perlu anda lakukan untuk menghemat baterai, usahakan untuk menggunakan mode Hibernate jika notebook anda memang tidak digunakan. Mode hibernate memang tidak sepenuhnya mematikan notebook anda, tetapi ini menjadi pilihan yang baik apabila anda tidak menggunakan notebook tanpa harus mematikan aplikasi yang anda gunakan sebelumnya.
Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image
Sebagai langkah tambahan, anda perlu melakukan perawatan baterai notebook anda karena pada dasarnya semakin lama baterai notebook maka ketahanan daya dan kualitas baterai semakin menurun. Anda dapat melakukan perawatan baterai dengan cara menghindarkan notebook anda bekerja pada suhu ruang yang panas dan melepas baterai dari notebook anda jika tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Berapa lama daya tahan baterai dari notebook anda saat ini? Adakah pengalaman menarik yang anda alami dengan baterai notebook yang anda punya? Bagi pengalaman anda dengan kami dan pengunjung lain dengan meninggalkan komentar di bawah ini! Tips Menghemat Baterai di Notebook/Netbook Image

Thursday, May 3, 2012


KUMPULAN JURNAL -JURNAL KESEHATAN
Jurnal – Jurnal dibawah ini adalah hasil-hasil kerja keras anak bangsa yang rela berbagi pengetahuan dan wawasan sesama rekan-rekan kesehatan….Selamat belajar.
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU AMBARAWA TAHUN 2007
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI KEHAMILAN TERHADAP PEMELIHARAAN TEKANAN DARAH IBU HAMIL DI PUSKESMAS PUNDONG BANTUL
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASCA IMUNISASI POLIO PADA ANAKNYA DI POSYANDU MARGASARI TASIKMALAYA TAHUN 2007
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI BANGSAL L RSUP  DR.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2007
TINGKAT KEBERHASILAN PENYEMBUHAN TUBERKULOSIS PARU PRIMER PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN DI DESA CIBUNTU CIBITUNG BEKASI  DENGAN PENDEKATAN POLA PERAWATAN 2007
PENGARUH TEKNIK NAFAS DALAM TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU PERSALINAN KALA I DI PONDOK BERSALIN NGUDI SARAS TRIKILAN KALI JAMBE SRAGEN
PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 5 TAHUN) DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA  IBU YANG  MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DENGAN KONTRASEPSI SUNTIK DI DUSUN GENENG SENTUL SIDOAGUNG GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA
PENGARUH PERAN SERTA SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN DI DESA JEPAT LOR KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI 2007
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG DIRAWAT DENGAN PENYAKIT JANTUNG DI RSUD AMBARAWA 2005
SIKAP MAHASISWA DALAM PEMANFAATAN PROGRAM PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MAHASISWA (PPKM) BALAI PENGOBATAN SEWU HUSADA BHAKTI PRIMA YOGYAKARTA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA
HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN BAKAT DAN POTENSI ANAK (Studi Kerjasama Creative Children Centre Stikes Surya Global Yogyakarta dengan Little Care)
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU ASUH DENGAN   PELAKSANAAN TOILET TRAINING SECARA MANDIRI PADA ANAK USIA TODLER DI TPA CITRA RSU RAJAWALI CITRA BANTUL
HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BURUNG PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SALAM KABUPATEN MAGELANG  PADA BULAN MARET TAHUN 2007
ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DALAM UPAYA PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERKAITAN  DENGAN PREVALENSI KURANG TIDUR KRONIS PADA MAHASISWA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA SEBELUM DAN SETELAH MENGIKUTI SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA
HUBUNGAN PENDEKATAN STRATEGI DOTS (DIRECLY OBSERVED TREATMENT SHORTCORSE) DENGAN  KEPATUHAN BEROBAT  PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KALASAN SLEMAN  2008
HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN PENYAKIT TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGMOJO II KABUPATEN GUNUNGKIDUL  TAHUN 2003 – 2006
PENGARUH KONSELING KELUARGA TERHADAP PERBAIKAN PERAN KELUARGA DALAM PENGELOLAAN ANGGOTA KELUARGA DENGAN  DM  DI WILAYAH KERJA  PUSKESMAS KOKAP I KULON PROGO 2007
HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA DI BANGSAL RAWAT INAP DEWASA KELAS III RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
HUBUNGAN POLA PERAWATAN PADA ANAK TUBERKULOSIS PARU PRIMER DENGAN LAMA PENYEMBUHAN PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN DI DESA CIBUNTU CIBITUNG BEKASI 2007
TINGKAT KOOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 5 TAHUN)  MELALUI TERAPI BERMAIN SELAMA MENJALANI PERAWATAN DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
STUDI TENTANG PROFESIONALISME SISTEM PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DAN INOVATIF DALAM RANGKA MENCEGAH TINGKAT KEMATIAN IBU PADA FASE HAMIL DAN BERSALIN
GAMBARAN PENYEBAB KEMATIAN MATERNAL DI RUMAH SAKIT (STUDI DI RSUD PESISIR SELATAN, RSUD PADANG PARIAMAN, RSUD SIKKA, RSUD LARANTUKA DAN RSUD SERANG, 2005)
UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN MASYARAKAT DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HIDUP DASAR PADA KEJADIAN GAWAR DARURAT KELAUTAN DI KELURAHAN CILACAP SELATAN KABUPATEN CILACAP TAHUN 2006
HISTOCHEMICAL ANALYSIS OF MUCOPOLYSACCHARIDES OCCURRING IN MUCUS-PRODUCING TUMOR
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IMT/U PADA BALITA VEGETARIAN LAKTO OVO DAN NON VEGETARIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2008
GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH KERJA  PUSKESMAS TAMAKO KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE
TANGGUNG JAWAB ( RSPONSIBILITY ) DAN TANGGUNG GUGAT ( ACCOUNTABILITY ) PERAWAT DALAM SUDUT PANDANG ETIK
PERAN AYAH DALAM OPTIMALISASI PRAKTEK PEMBERIAN ASI : SEBUAH STUDI DI DAERAH URBAN JAKARTA
STRES KERJA
KEHIDUPAN PERKAWINAN BAHAGIA : DAMPAK POSITIF UNTUK DAMPAK KESEIMBANGAN MENTAL ANAK KINI DAN NANTI
KEPEMIMPINAN KLINIK ( CLINICAL LEADERSHIP ) DI RUMAH SAKIT MENUJU SISTEM YANG KONDUSIF BAGI PROFESIONALISME KEDOKTERAN DALAM RANGKA PATIENT SAFETY
GAMBARAN PERUBAHAN POLA HAID AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIKAN DEPO MEDROXY PROGESTERON ACETAT DI BIDAN PRAKTEK SWASTA  “ NURMALI “ DESA KOTO PANAP KEC. TANAH KAMPUNG KAB. KERINCI TAHUN 2007
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINGKAT MOTIVASI SERTA KOMITMEN PERAWAT DAN BIDAN DENGAN PENERAPAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA KLINIK ( PMKK ) DAN FAKTOR YANG PALING BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PMKK DI RSUD KOTA YOGYAKARTA
VENTILASI MEKANIK
PERBANDINGAN EFEK SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH DENGAN DAN TANPA VITAMIN C TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA PEKERJA WANITA DI PERUSAHAAN PLYWOOD, JAKARTA 2003
ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA YOGYAKARTA , JULI – DESEMBER 2004
PERAN C REACTIVE PROTEIN DALAM MENENTUKAN DIAGNOSA APPENDISITIS AKUT
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN EVALUASI KINERJA KARYAWAN UNTUK PROMOSI JABATAN
PERBANDINGAN PEMAKAIAN SIKLOPROVERA DAN HRP 102 SEBAGAI KONTRASEPSI SUNTIKAN BULANAN DENGAN DMPA, SEBUAH KONTRASEPSI SUNTIKAN TIGA BULANAN ( SEBUAH STUDI PENDAHULUAN )
ALTERED STATE OF CONSCIOUSNESS, AFIRMASI, DAN VISUALISASI UNTUK MENGATASI MASALAH OBESITAS
HUBUNGAN NATARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL  DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA PRIA DAN WANITA AKSEPTOR KONTRASEPSI MANTAP DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
MAKING FREGNANCY SAFER POLICY IMPLEMENTATION IN BANJAR DISTRICT, SOUTH KALIMANTAN PROVINCE
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CIDERA FISIK DENGAN MOTIVASI UNTUK BERMAIN LAGI PADA ATLET SKATEBOARD
MAKNA PROFESIONALISME PERAWAT DALAM PERSPEKTIF PASIEN ( PENDEKATAN KUALITATIF )
MASSA NEKROTIK  BERGRANUL HALUS EOSINOFILIK  BERBERCAK BERCAK SEBAGAI PEMBEDA ABSES TUBERKULOSA DAN ABSES NON TUBERKULOSA
SPEKTRUM BAKTERIOLOGIK PADA BERBAGAI JENIS BATU SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS
EFEKTIFITAS MODIFIKASI PERILAKU – KOGNITIF UNTUK MENGURANGI KECEMASAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT PADA PENANGANAN KASUS KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DI RUMAH SAKIT UMUM TENGKU MANSYUR TANJUNG BALAI
MOTIVASI KERJA DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PERAWAT DI RSUD Dr. H. MOH. ANWAR SUMENEP MADURA
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN IBU HAMIL MENGHADAPI KELAHIRAN ANAK PERTAMA PADA MASA TRIWULAN KETIGA
MOTIVASI BELAJAR DAN SUMBER-SUMBER INFORMASI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMUN 2 BANGUNTAPAN BANTUL
PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRA BEDAH MAYOR DI BANGSAL ORTHOPEDI RSUI KUSTATI SURAKARTA
HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR
HUBUNGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SKILLS LAB MODUL SHOCK DENGAN PRESTASI YANG DICAPAI PADA MAHASISWA FK UGM ANGKATAN 2000

Wednesday, May 2, 2012

Terapi Modalitas Keperawatan

Pendahuluan

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.

Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.

Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

Jenis Terapi Modalitas

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
Terapi individual
Terapi lingkungan (milleu therapy)
Terapi biologis atau terapi somatic
Terapi kognitif
Terapi keluarga
Terapi kelompok
Terapi perilaku
Terapi bermain

Terapi Individual

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.

Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
- Tahapan orientasi
- Tahapan kerja
- Tahapan terminasi

Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.

Setelah kedua fihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.

Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.

Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.

Terapi Biologis

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.

Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.

Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:
  • Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang actual.
  • Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
  • Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.
Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terleih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.

Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.

Di fase kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.

Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Terapi Perilaku

Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
- Role model
- Kondisioning operan
- Desensitisasi sistematis
- Pengendalian diri
- Terapi aversi atau releks kondisi

Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan desensitisasi.

Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien. Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena mendapat umpan balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.

Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress klien tersebut.

Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif sebagai “punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.

Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.

Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.

Penutup

Sampai dengan saat ini tidak ada jenis terapi modalitas yang dapat mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas merupakan keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengkombinasikan berbagai terapi modalitas sehingga perubahan perilaku yang dicapai akan maksimal. Untuk mencapai langkah ini tentu dituntut semakin maningkatnya kemampuan perawat dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini. Belajar berkelanjutan karenanya menjadi hal yang wajib dilakukan setiap perawat jiwa.

Daftar Bacaan

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry. California: Year Book Medical Publishers

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry. New York: Williams and Wilkins

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.

Tuesday, May 1, 2012

Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia

Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.

1.2 Tujuan
Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia

1.3 Manfaat
Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik

BAB II
Tinjauan Pustaka


Pelayanan kesehatan berkembang sangat pesat dengan sistem yang komplek, khususnya pada keperawatan medikal bedah, salah satu faktor yang berpengaruh yaitu perubahan kehidupan sosial masyarakat.
Trend dan isu dalam keperawatan medikal bedah merupakan salah satu komponen yang membentuk filosofi keperawatan dan penyedia layanan keperawatan pada abad 21. Burke and Lemone (1996) menjelaskan beberapa trend dan issue yang berkembang saat ini yaitu:
Perubahan populasi yang membutuhkan perawatan
Menurut data statistik menunjukkan 50 % pasien yang dirawat di ruang akut adalah usia >75 tahun dan 45 % yang dirawat di ruang critical care adalah usia 65 tahun.
Penduduk lansia
Jumlah penduduk lansia meningkat secara tajam sejak tahun 1900. Penduduk lansia saat ini berjumlah 12 % dari penduduk dunia. Lansia menderita penyakit kronik dan membutuhkan perawatan jangka lama, perawatan di rumah dan layanan komunitas. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 jumlah lansia menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Pasien dengan HIV
Jumlah pasien dengan HIV meningkat secara tajam, lebih dari 40 juta jiwa (www.voanews.com), di Indonesia kasus AIDS sejak 1987 sampai dengan 2004 mencapai jumlah 2683 orang dan pada tahun 2005 jumlah penderita AIDS tercatat sekitar 2638 orang. Hal ini menggambarkan bahwa telah terjadi ledakan epidemi pada tahun 2005.
Penduduk miskin
Pada Maret 2007, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia sebesar 37,17 juta atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia saat ini sebesar 224,177 juta (www.menkokesra.go.id, 2007). Hal ini dapat dikaitkan dengan ketidakmampuan penduduk miskin dalam membayar fasilitas layanan kesehatan sehingga pemerintah ikut bertanggung jawab dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Tunawisma
Berdasarkan data dari askes Indonesia menyebutkan bahwa sedikitnya 2,6 juta gelandangan, anak jalanan, dan orang sakit jiwa akan dimasukkan ke skema kepesertaan program jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) tahun 2008 (www.mediaindonesia.com). Hal ini merupakan tantangan bagi perawat medical bedah dalam menyediakan layanan asuhan keperawatan yang meliputi layanan kep[erawatan emergencyi, layanan kesehatan masyarakat, rawat jalan dan rawat inap (Burke and Lemone, 1996)
Pemakaian Teknologi Komputer dalam Keperawatan
Saat ini di Indonesia sedang dikembangkan telenursing, dimana asuhan keperawatan dilakukan jarak jauh (www.ppni.go.id). Pengembangan komputer dalam kesehatan meliputi sistem administrasi keperawatan, sistem diagnosa cepat, sistem jadwal dinas, pendidikan berkelanjutan, rekam medik, asuhan keperawatan (Burke and Lemone, 1996)
Sistem Layanan Kesehatan
Trend dan isu dalam sistem layanan kesehatan meliputi sistem upah, sistem rawat jalan, perawatan intensif dan rehabilitasi, pendidikan keperawatan berkelanjutan untuk tingkat spesialisasi, penentuan kebijakan dalam hal kualitas mutu rumah sakit dan berbasis komunitas
Peran perawat dalam sistem kebijakan kesehatan
Trend dan isu dalam kebijakan kesehatan meliputi restrukturisasi sistem pelayanan keperawatan, meminimalkan biaya kesehatan, managemen kasus, long term care

BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:

a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.

b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka
Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka yang lembab akan dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses penutupan luka, antara lain TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko terjadinya infeksi dapat diminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta merupakan wadah terbaik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal, sehingga dianggap prinsip ini sangat efektif untuk penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada layanan keperawatan, meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan. Namun demikian, prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.

c. Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang, hal ini akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak terjadinya HIV-AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini. Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.

d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus
Bermacam-macam program sertifikasi saat ini mulai berkembang dalam tatanan layanan keperawatan, khususnya pada bidang keperawatan medikal bedah misalnya sertifikasi perawat luka oleh INETNA, sertifikasi perawat anastesi, perawat emergency, perawat hemodialisa, perawat ICU, perawat ICCU, perawat instrument OK. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah standarisasi setiap sertifikasi sudah sesuai dengan kompetensi perawat profesional karena menurut analisa kami program tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa arahan yang jelas dari organisasi profesi dan terkesan hanya proyek dari lembaga-lembaga tertentu saja.

e. Hospice Home Care
Hospice home care adalah perawatan pasien terminal yang dilakukan di rumah setelah dilakukan perawatan di rumah sakit, dimana pengobatan sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bidang garapnya meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang bertujuan dalam memberikan dukungan fisik dan psikis, dukungan moral bagi pasien dan keluarganya, dan juga memberikan pelatihan perawatan praktis. Di Indonesia, metode perawatan ini di bawah pengelolaan Yayasan Kanker Indonesia. Sedangkan di beberapa rumah sakit yang lain program ini sudah dikembangkan, namun belum dilakukan secara legal.

f. One Day Care
Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik HIV di beberapa Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan dalam usaha mendeteksi dini akan HIV dan mencegah penyebaran HIV di masyarakat. Target penderita adalah kelompok masyarakat dengan resiko tinggi, misalnya pekerja sex, penderita HIV-AIDS, remaja, kelompok IDU (injection drug use). Klinik ini masih terbatas dikembangkan dibeberapa rumah sakit saja. Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang tersebut serta sarana dan prasarana yang masih minimal. Selain itu masyarakat masih belum siap untuk memanfaatkan klinik ini, karena ada stigma dimasyarakat masih menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan harus dikucilkan. Namun demikian, dalam praktik nyata, telah ada wadah khusus dari Depkes RI untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT (Voluntary Counselling and Testing). Usaha ini telah berhasil menjaring sejumlah pengidap AIDS dimana hingga bulan Juni 2008 telah terdeteksi 12.686 (Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini, apabila diibaratkan dengan fenomena gunung es, maka sebenarnya disekeliling kita sudah terdapat banyak pasien dengan HIV/AIDS.

h. Klinik Rawat Luka
Saat ini mulai bermunculan klinik rawat luka yang dikelola oleh sekelompok perawat yang minat dalam perawatan luka. Klinik ini tidak lepas dari kolaborasi dokter-ners. Sifat layanannya dapat berupa home visit atau pasien berkunjung ke klinik secara langsung.

i. Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan
Sejak diakuinya perawat sebagai profesi yang profesional, saat ini mulai bermunculan organisasi profesi perawat kekhususan dalam keperawatan medikal bedah, misalnya HIPKABI (Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia), InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nursing Association), IOA (Indonesia Ostomy Association), dan sebagainya. Hal ini akan menjadi sarana bagi perawat untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih profesional dalam bidang garapan tertentu, namun demikian akan timbul permasalahan karena jenis keperawatan akan menjadi lebih bervariasi dan berdampak lebih luas pada organisasi keperawatan lebih luas karena akan terkesan terpetak-petak. Selain itu standar dari masing-masing kekhususnan belum jelas.

j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah
Kegiatan-kegiatan penelitian diklinik akan mendukung kualitas pelayanan keperawatan dalam mendukung sistem pelayanan kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi membentuk komite riset, menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah, kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya dan pendidikan berkelanjutan. Akan tetapi pelaksanaan di Indonesia belum maksimal. Hal ini dibuktikan dengan minimnya kegiatan ilmiah keperawatan di rumah sakit, hasil penelitian jarang didiseminasikan dan dimanfaatkan untuk pengembangan praktik klinis keperawatan.

3.2 Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
a. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.

b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.

c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter
Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila ditinjau dari bebarapa literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas kulit.

c. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.
Saat ini mulai terdengar istilah euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk membuat seseorang meninggal. Sedangkan euthanasia pasif adalah tindakan mengurangi ketepatan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas keduanya kabur, bahkan merupakan sesuatu yang tidak relevan. Di Nederland euthanasia sudah dalam proses untuk dilegalisasi. Dikatakan bahwa 72% dari populasi lebih cenderung untuk menjadi relawan euthanasia aktif. Dalam praktik nyata, masyarakat telah melegalkan euthanasia pasif terutama dalam proses aborsi. Diyakini bahwa 30 tahun yang akan datang, euthanasia akan bergeser dari sesuatu yang ”samar-samar” menjadi sesuatu yang legal. Dalam hal ini, perawat berada dalam posisi yang sangat baik untuk mengkajinya secara lebih obyektif, sehingga akan menjadi kesempatan terbaik bagi perawat untuk mengambil bagian terlibat aktif dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan terkait, khususnya pada kasus keperawatan medikal bedah.

d. Pengaturan sistem tenaga kesehatan
Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat ini belum tertata dengan baik, pemerintah belum berfokus dalam memberikan keseimbangan hak dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasio penduduk dengan tenaga kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40 dan dokter 17,47 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari DEPKES menyebutkan bahwa puskesmas belum mempunyai sistem penghargaan bagi perawat.

e. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1
Dengan alasan tidak kuat menggaji lulusan S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah dan swasta yang menyerap lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi CPNS, jumlah S1 sedikit dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal ini akan berdampak pada kualitas layanan asuhan keperawatan pada lingkup medikal bedah yang hanya berorientasi vokasional tidak profesional.

f. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b. Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
4.2 Saran
a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.



Daftar Pustaka


Ditjen PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf, diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB