Tuesday, August 2, 2011

retina vaskular dissorder

retina vaskular dissorder
2.1. Pengertian
Penyakit Vaskuler Retina merujuk pada berbagai penyakit mata yang mempengaruhi pembuluh darah pada mata. Kondisi ini terhubung dengan penyakit vaskuler yang ada, seperti tekanan darah tinggi dan arterosklerosis (penebalan dinding arteri).
Kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata bisa berupa perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.

2.2. Jenis Penyakit Vaskular Retina
Penyakit Vaskuler Retina yang paling umum adalah :
a. Retinopati Hipertensif
b. Oklusi Vena Retina (RVO)
c. Oklusi Arteri Retina Sentral (CRAO)
d. Retinopati Diabetik (Lebih lanjut tentang Retinopati Diabetik)
Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan pembuluh darah mata menyempit, bocor dan mengeras seiring waktu karena pembuluh ini dikenakan tekanan darah berlebih berkelanjutan. Pada beberaoa kasus, ini dapat menyebabkan saraf optik membengkak dan mengakibatkan masalah penglihatan. (Lebih lanjut tentang bagaimana mata bekerja).

2.3. Retinopati Hipertensif
a. Pengertian
Retinopati Hipertensif adalah kerusakan retina akibat tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit ini terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (misalnya pada hipertensi maligna dan toksemia gravidarum).

b. Etiologi
• Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)
• Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia, pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta).

c. Patofisiologi
Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem retina dan perdarahan retina. Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa :
1. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.
2. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)
3. Percabangan arteriol yang tajam.
Bila kelainan berupa sclerosis dapat tampak sebagai :
1. Refleks cooper wire
2. Refleks silver wire
3. Sheating
4. Lumen pembuluh darah yang ireguler
5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
• Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya.
• Deviasi : pergeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil.
• Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Kelainan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure.
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk :
• cotton wool patches yang merupakan edema serat – serat retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 – 3 diameter pupil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
• Eksudat pungtata yang tersebar.
• Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.
Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped).

d. Manifestasi Klinis
Retinopati hipertensi dapat terjadi dalam 4 keadaan, yaitu :
1. Simple hipertensi tanpa sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda, tanda pada retina dapat berupa kontriksi dari arteriole dimana akan menjadi pucat dan terdapat perdarahan tetapi tidak terdapat eksudat
2. Hipertensi dengan involutionary sklerosis
Ditemukan pada pasien usia tua, gambaran dari arteriosklerotik dapat terjadi. Tanda vaskular hanya menjelaskan bertambahnya lokal kontriksi dan dilatasi dari pembuluh darah dengan vaskular sheath dan deposit dari hard eksudat dan kadang terdapat perdarahan tanpa adanya oedema. Seringkali perubahan pada pembuluh darah terjadi bilateral, retinopati yang menetap pada satu mata dapat mengakibatkan insufisiensi karotid pada tepinya. Prognosisnya relatif baik.
3. Arteriolar (difuse hyperplastic) sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda. Kebanyakan arteri pada usia muda merespon hipertensi dengan proliferatif dan fibrous, perubahan terutama cenderung mengenai media. Pada ginjal berupa kronik glomerulonefritis dan gambaran opthalmoskop klasik diketahui sebagai albuminuria atau timbulnya renal retinopati. Pembuluh darah menunjukan bukti adanya hipertensi. Penyempitan dan berkelok – keloknya pembuluh darah dengan tanda arterio-venous crossing, sedangkan pada multiple hemorhage dapat timbul dengan udem dan cotton wool patches pada stadium awal dan adanya hard eksudat tersebar dan sering membentuk makulare star pada stadium akhir atau lanjut. Jika pasien dapat bertahan, terdapat tanda perubahan dari fundus yang menjadi regresi dan meskipun kebutaan tidak terjadi tetapi penglihatan yang berkurang dapat menjadi masalah yang cukup serius. Kematian disebabkan oleh uremia.
4. Malignan hypertension
Adalah sebuah ekspresi dari akselerasi progresif dari stadium hipertensi pada pasien dengan relatif young arteriole (umur muda) tidak terlindung oleh sklerosis. Penggabungan dari renal insufisiensi dan gambaran dari fundus dapat diketahui sebagai hipertensi neuroretinopati yang didominasi oleh gambaran udem. Seluruh retina dapat menjadi gelap / suram karena adanya general udem yang banyak pada disc, mengakibatkan dalam stadium dari papiledema dengan multiple cotton wool patches, hard eksudat dapat menjadi berlebihan menandai bahwa patches form enormous masse diantaranya. Tanda makular star seringkali yang paling utama. Penglihatan seringkali menjadi kabur / suram. Pada kasus seperti itu, khususnya ketika papiledema menjadi tanda. Prognosisnya adalah tidak jelas dan bila tidak hipertensi dapat dikontrol dengan obat – obatan atau metode bedah. Kehidupan tidak selalu berlangsung lebih dari 2 tahun. Jika terapi umum berhasil, kesan opthalmoscopy secara dramatis menjadi lebih baik dan penglihatan dapat di perbaiki tetapi prognosis akhir adalah tidak menyenangkan.

e. Tanda dan Gejala
Gejala pada retinopati hipertensi : sering asimtomatik dan kadang menyebabkan penurunan penglihatan.
Tanda utamanya berupa general atau lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral. Tanda lainnya dapat berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus sklerosis (cooper / silver wering), cotton wool spot, hard eksudat yang berupa macular star figure, flame haemorrhage, retinal edema, arteriol makroaneurisme, dan atropi korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya yang jarang terjadi adalah ablasio retina, perdarahan vitreous, penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau vena. Dan neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang.
Pada retinopati hipertensi stadium lanjut berupa retinopati hpertensi malignan menunjukan adanya papiledema ditambah tanda lainnya yang telah disebutkan diatas.

f. Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi menurut Scheie, Adalah sebagai berikut :
• Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah setempat.
• Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang – kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh arteri tegang, membentuk cabang keras.
• Stadium III : Lanjutan stadium II, dengan eksudat cotton, dengan akibat perdarahan yang terjadi akibat diastole diatas 120 mmHg, kadang – kadang terdapat keluhan berkurangnya penglihatan.
• Stadium IV : Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastole kira – kira 150 mmHg.

Menurut Keith Wagener Barker (1939), mengklasifikasikan pasien retinopati hipertensif kedalam 4 kelompok.
• Stadium I dan II terbatas pada perubahan arteriol disertai pelemahan dan peningkatan refleksi cahaya (kawat “tembaga” atau “perak”).
• Penekanan lebih ditujukan kepada stadium III dan IV. Yang mencakup bercak cotton wool, eksudat keras, perdarahan, dan perubahan mikrovaskuler luas. Stadium IV dibedakan dengan adanya gambaran tambahan berupa edema diskus optikus.

Juga membuat klasifikasi, dimana klasifikasi ini dibuat berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun.
• Derajat 1. Penciutan pembuluh darah. Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal.
• Derajat 2. Penambahan penciutan, ukuran pembuluh nadi dalam diameter yang berbeda – beda dan terdapat fenomena crossing. Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal.
• Derajat 3. Tanda – tanda pada derajat 2 ditambah perdarahan retina dan cotton wool patches. Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal.
• Derajat 4. tanda – tanda derajat 3 dengan edema papil yang jelas. Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal.

g. Pengobatan
Dengan mengatasi dan mengontrol hipertensi dengan obat – obatan antihipertensi.

2.4. Oklusi Vena Retina (RVO)
a. Pengertian
Penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata.
Vena retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah dari retina.
Penyumbatan vena retina menyebabkan vena yang lebih kecil membengkak dan berkelok-kelok. Permukaan vena menjadi bengkak dan darah bisa merembes ke dalam retina.
Penyumbatan vena retina terutama terjadi pada usia lanjut yang menderita glaukoma, diabetes, tekanan darah tinggi atau suatu keadaan dimana darah menjadi lebih kental (misalnya terlalu banyak sel darah merah).
Penyumbatan vena retina menyebabkan penurunan fungi penglihatan yang terjadi secara lebih lambat dibandingkan dengan penyumbatan arteri retina.
Perubahan yang terjadi berupa pertumbuhan pembuluh darah baru yang abnormal di dalam retina dan terjadinya glaukoma.

b. Epidemiologi
Kelainan ini biasanya mengenai usia pertengahan. Biasanya penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbatan vena sentralis retina mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah, arteriosklerosis, papil edema, retinopati radiasi, dan penyakit pembluh darah. Thrombosis dapat terjadi akibat endofeblitis.


d. Patofisiologi
Sebab-sebab terjadinya CRVO adalah :
• Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
• Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri sepeerti fibrosklerosis atauy endofeblitis.
• Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diskrasia darah atau spasme arteri retina yan g berhubungan.
Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah macula.

e. Manifestasi Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tertinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.

f. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran klinis bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil teersebar dan bercak cotton wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahn rerina superficial dan dalam. Pada funduskopi ditemukan :
• Papil udem
• Tortositas vena meningkat, vena terlihat melebar dan berkelok-kelok
• Flame shape appearance
Selain itu, dapat dilakukan pengukuran lemak serum, protein plasma, glukosa plasma, dan penilaian kekentalan darah dengan perkiraan hb, hematokrit, dan fibrinogen. Pada pasien usia muda, kadar protein C, protein S, dan antitrombin III harus diperiksa untuk menyingkirkan kelainan sistem trombolitik. Jika terdapat hipertensi, dianjurkan pemeriksaan uji fungsi ginjal sederhana, termasuk ureum dan elektrolit, pengukuran klirens kreatinin, pemeriksaan urin secara mikroskopik, dan USG ginjal.


g. Penatalaksanaan
• Control dan observasi penyakit dalam
• Fotokoagulasi, terutama pada kasus penurunan tajam penglihatan akibat penyumbatan
• Kalau timbul glaukoma, lebih sulit diatasi. Bisa dilakukan siklokro terapi, alcohol retrobulber untuk rasa sakit, dan enukleasi
• Pembedahan bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan

h. Prognosis
Prognosis umumnya jelek, terutama untuk visus. Angiografi floresens menunjukkan dua jenis respon; tipe noniskemik, dengan dilatasi dan edema pembuluh darah; dan tipe iskemik, dengan daerah-daerah nonperfusi kapiler yang luas atau bukti adanya neovaskularisasi segmen anterior atau retina.
Jika udem dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh, maka dapat memperbaiki visus.

2.5. Oklusi Arteri Retina (RAO)
a. Pengertian
Arteri retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah ke retina.
Jika arteri retina tersumbat, maka akan terjadi kebutaan mendadak tanpa disertai rasa nyeri.
Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh aterosklerosis, bekuan darah atau endapan lemak (biasanya lemak yang berasal dari sumsum tulang yang patah dan masuk ke dalam aliran darah sebagai emboli). Penyebab lainnya adalah peradangan pembuluh darah di kepala (arteritis temporalis).
Pelebaran arteri retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbon dioksida dan oksigen. Dengan cara ini penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang terkena.



b. Epidemiologi
Sering terjadi pada usia tua atau usia pertengahan. Tempat tersumbatnya arteri sentralis retina biasanya di daerah lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma.

d. Patofisiologi
Emboli adalah penyebab tersering dari CRAO. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyakit emboli jantung.
Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migraine, keracunan alcohol, tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan pembuluh datah retina terjadi pada peninggian TIO, stenosis aorta atau arteri karotis.
Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Cherry red spot adalah pigmen koroid dan RPE yang dilihat melalui daerah foveola.

e. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan CRAO dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli.
Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokor. Ketajaman penglihatan berkisar antara hitung jari dan persepsi cahaya.

f. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fundoskopi ditemukan :
• Fundus pucat
• Arteri halus sampai hilang
• Cherry red spot
• Cattle track appearance

g. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan:
• Masase bola mata
• Parasentese
• Vasodilator
• O2 hiperbarik
Pengobatan dini dapat dengan menurunkan TIO, selain dengan masase bola mata bisa juga dengan asetazolamid atau parasentese bilik mata depan.

h. Prognosis
Penyulit yang dapat timbul adalah glaucoma neovaskuler.
retina vaskular dissorder
2.1. Pengertian
Penyakit Vaskuler Retina merujuk pada berbagai penyakit mata yang mempengaruhi pembuluh darah pada mata. Kondisi ini terhubung dengan penyakit vaskuler yang ada, seperti tekanan darah tinggi dan arterosklerosis (penebalan dinding arteri).
Kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata bisa berupa perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.

2.2. Jenis Penyakit Vaskular Retina
Penyakit Vaskuler Retina yang paling umum adalah :
a. Retinopati Hipertensif
b. Oklusi Vena Retina (RVO)
c. Oklusi Arteri Retina Sentral (CRAO)
d. Retinopati Diabetik (Lebih lanjut tentang Retinopati Diabetik)
Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan pembuluh darah mata menyempit, bocor dan mengeras seiring waktu karena pembuluh ini dikenakan tekanan darah berlebih berkelanjutan. Pada beberaoa kasus, ini dapat menyebabkan saraf optik membengkak dan mengakibatkan masalah penglihatan. (Lebih lanjut tentang bagaimana mata bekerja).

2.3. Retinopati Hipertensif
a. Pengertian
Retinopati Hipertensif adalah kerusakan retina akibat tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit ini terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (misalnya pada hipertensi maligna dan toksemia gravidarum).

b. Etiologi
• Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)
• Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia, pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta).

c. Patofisiologi
Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem retina dan perdarahan retina. Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa :
1. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.
2. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)
3. Percabangan arteriol yang tajam.
Bila kelainan berupa sclerosis dapat tampak sebagai :
1. Refleks cooper wire
2. Refleks silver wire
3. Sheating
4. Lumen pembuluh darah yang ireguler
5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
• Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya.
• Deviasi : pergeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil.
• Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Kelainan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure.
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk :
• cotton wool patches yang merupakan edema serat – serat retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 – 3 diameter pupil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
• Eksudat pungtata yang tersebar.
• Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.
Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped).

d. Manifestasi Klinis
Retinopati hipertensi dapat terjadi dalam 4 keadaan, yaitu :
1. Simple hipertensi tanpa sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda, tanda pada retina dapat berupa kontriksi dari arteriole dimana akan menjadi pucat dan terdapat perdarahan tetapi tidak terdapat eksudat
2. Hipertensi dengan involutionary sklerosis
Ditemukan pada pasien usia tua, gambaran dari arteriosklerotik dapat terjadi. Tanda vaskular hanya menjelaskan bertambahnya lokal kontriksi dan dilatasi dari pembuluh darah dengan vaskular sheath dan deposit dari hard eksudat dan kadang terdapat perdarahan tanpa adanya oedema. Seringkali perubahan pada pembuluh darah terjadi bilateral, retinopati yang menetap pada satu mata dapat mengakibatkan insufisiensi karotid pada tepinya. Prognosisnya relatif baik.
3. Arteriolar (difuse hyperplastic) sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda. Kebanyakan arteri pada usia muda merespon hipertensi dengan proliferatif dan fibrous, perubahan terutama cenderung mengenai media. Pada ginjal berupa kronik glomerulonefritis dan gambaran opthalmoskop klasik diketahui sebagai albuminuria atau timbulnya renal retinopati. Pembuluh darah menunjukan bukti adanya hipertensi. Penyempitan dan berkelok – keloknya pembuluh darah dengan tanda arterio-venous crossing, sedangkan pada multiple hemorhage dapat timbul dengan udem dan cotton wool patches pada stadium awal dan adanya hard eksudat tersebar dan sering membentuk makulare star pada stadium akhir atau lanjut. Jika pasien dapat bertahan, terdapat tanda perubahan dari fundus yang menjadi regresi dan meskipun kebutaan tidak terjadi tetapi penglihatan yang berkurang dapat menjadi masalah yang cukup serius. Kematian disebabkan oleh uremia.
4. Malignan hypertension
Adalah sebuah ekspresi dari akselerasi progresif dari stadium hipertensi pada pasien dengan relatif young arteriole (umur muda) tidak terlindung oleh sklerosis. Penggabungan dari renal insufisiensi dan gambaran dari fundus dapat diketahui sebagai hipertensi neuroretinopati yang didominasi oleh gambaran udem. Seluruh retina dapat menjadi gelap / suram karena adanya general udem yang banyak pada disc, mengakibatkan dalam stadium dari papiledema dengan multiple cotton wool patches, hard eksudat dapat menjadi berlebihan menandai bahwa patches form enormous masse diantaranya. Tanda makular star seringkali yang paling utama. Penglihatan seringkali menjadi kabur / suram. Pada kasus seperti itu, khususnya ketika papiledema menjadi tanda. Prognosisnya adalah tidak jelas dan bila tidak hipertensi dapat dikontrol dengan obat – obatan atau metode bedah. Kehidupan tidak selalu berlangsung lebih dari 2 tahun. Jika terapi umum berhasil, kesan opthalmoscopy secara dramatis menjadi lebih baik dan penglihatan dapat di perbaiki tetapi prognosis akhir adalah tidak menyenangkan.

e. Tanda dan Gejala
Gejala pada retinopati hipertensi : sering asimtomatik dan kadang menyebabkan penurunan penglihatan.
Tanda utamanya berupa general atau lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral. Tanda lainnya dapat berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus sklerosis (cooper / silver wering), cotton wool spot, hard eksudat yang berupa macular star figure, flame haemorrhage, retinal edema, arteriol makroaneurisme, dan atropi korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya yang jarang terjadi adalah ablasio retina, perdarahan vitreous, penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau vena. Dan neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang.
Pada retinopati hipertensi stadium lanjut berupa retinopati hpertensi malignan menunjukan adanya papiledema ditambah tanda lainnya yang telah disebutkan diatas.

f. Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi menurut Scheie, Adalah sebagai berikut :
• Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah setempat.
• Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang – kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh arteri tegang, membentuk cabang keras.
• Stadium III : Lanjutan stadium II, dengan eksudat cotton, dengan akibat perdarahan yang terjadi akibat diastole diatas 120 mmHg, kadang – kadang terdapat keluhan berkurangnya penglihatan.
• Stadium IV : Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastole kira – kira 150 mmHg.

Menurut Keith Wagener Barker (1939), mengklasifikasikan pasien retinopati hipertensif kedalam 4 kelompok.
• Stadium I dan II terbatas pada perubahan arteriol disertai pelemahan dan peningkatan refleksi cahaya (kawat “tembaga” atau “perak”).
• Penekanan lebih ditujukan kepada stadium III dan IV. Yang mencakup bercak cotton wool, eksudat keras, perdarahan, dan perubahan mikrovaskuler luas. Stadium IV dibedakan dengan adanya gambaran tambahan berupa edema diskus optikus.

Juga membuat klasifikasi, dimana klasifikasi ini dibuat berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun.
• Derajat 1. Penciutan pembuluh darah. Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal.
• Derajat 2. Penambahan penciutan, ukuran pembuluh nadi dalam diameter yang berbeda – beda dan terdapat fenomena crossing. Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal.
• Derajat 3. Tanda – tanda pada derajat 2 ditambah perdarahan retina dan cotton wool patches. Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal.
• Derajat 4. tanda – tanda derajat 3 dengan edema papil yang jelas. Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal.

g. Pengobatan
Dengan mengatasi dan mengontrol hipertensi dengan obat – obatan antihipertensi.

2.4. Oklusi Vena Retina (RVO)
a. Pengertian
Penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata.
Vena retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah dari retina.
Penyumbatan vena retina menyebabkan vena yang lebih kecil membengkak dan berkelok-kelok. Permukaan vena menjadi bengkak dan darah bisa merembes ke dalam retina.
Penyumbatan vena retina terutama terjadi pada usia lanjut yang menderita glaukoma, diabetes, tekanan darah tinggi atau suatu keadaan dimana darah menjadi lebih kental (misalnya terlalu banyak sel darah merah).
Penyumbatan vena retina menyebabkan penurunan fungi penglihatan yang terjadi secara lebih lambat dibandingkan dengan penyumbatan arteri retina.
Perubahan yang terjadi berupa pertumbuhan pembuluh darah baru yang abnormal di dalam retina dan terjadinya glaukoma.

b. Epidemiologi
Kelainan ini biasanya mengenai usia pertengahan. Biasanya penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbatan vena sentralis retina mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah, arteriosklerosis, papil edema, retinopati radiasi, dan penyakit pembluh darah. Thrombosis dapat terjadi akibat endofeblitis.


d. Patofisiologi
Sebab-sebab terjadinya CRVO adalah :
• Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
• Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri sepeerti fibrosklerosis atauy endofeblitis.
• Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diskrasia darah atau spasme arteri retina yan g berhubungan.
Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah macula.

e. Manifestasi Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tertinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.

f. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran klinis bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil teersebar dan bercak cotton wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahn rerina superficial dan dalam. Pada funduskopi ditemukan :
• Papil udem
• Tortositas vena meningkat, vena terlihat melebar dan berkelok-kelok
• Flame shape appearance
Selain itu, dapat dilakukan pengukuran lemak serum, protein plasma, glukosa plasma, dan penilaian kekentalan darah dengan perkiraan hb, hematokrit, dan fibrinogen. Pada pasien usia muda, kadar protein C, protein S, dan antitrombin III harus diperiksa untuk menyingkirkan kelainan sistem trombolitik. Jika terdapat hipertensi, dianjurkan pemeriksaan uji fungsi ginjal sederhana, termasuk ureum dan elektrolit, pengukuran klirens kreatinin, pemeriksaan urin secara mikroskopik, dan USG ginjal.


g. Penatalaksanaan
• Control dan observasi penyakit dalam
• Fotokoagulasi, terutama pada kasus penurunan tajam penglihatan akibat penyumbatan
• Kalau timbul glaukoma, lebih sulit diatasi. Bisa dilakukan siklokro terapi, alcohol retrobulber untuk rasa sakit, dan enukleasi
• Pembedahan bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan

h. Prognosis
Prognosis umumnya jelek, terutama untuk visus. Angiografi floresens menunjukkan dua jenis respon; tipe noniskemik, dengan dilatasi dan edema pembuluh darah; dan tipe iskemik, dengan daerah-daerah nonperfusi kapiler yang luas atau bukti adanya neovaskularisasi segmen anterior atau retina.
Jika udem dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh, maka dapat memperbaiki visus.

2.5. Oklusi Arteri Retina (RAO)
a. Pengertian
Arteri retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah ke retina.
Jika arteri retina tersumbat, maka akan terjadi kebutaan mendadak tanpa disertai rasa nyeri.
Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh aterosklerosis, bekuan darah atau endapan lemak (biasanya lemak yang berasal dari sumsum tulang yang patah dan masuk ke dalam aliran darah sebagai emboli). Penyebab lainnya adalah peradangan pembuluh darah di kepala (arteritis temporalis).
Pelebaran arteri retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbon dioksida dan oksigen. Dengan cara ini penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang terkena.



b. Epidemiologi
Sering terjadi pada usia tua atau usia pertengahan. Tempat tersumbatnya arteri sentralis retina biasanya di daerah lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma.

d. Patofisiologi
Emboli adalah penyebab tersering dari CRAO. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyakit emboli jantung.
Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migraine, keracunan alcohol, tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan pembuluh datah retina terjadi pada peninggian TIO, stenosis aorta atau arteri karotis.
Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Cherry red spot adalah pigmen koroid dan RPE yang dilihat melalui daerah foveola.

e. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan CRAO dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli.
Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokor. Ketajaman penglihatan berkisar antara hitung jari dan persepsi cahaya.

f. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fundoskopi ditemukan :
• Fundus pucat
• Arteri halus sampai hilang
• Cherry red spot
• Cattle track appearance

g. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan:
• Masase bola mata
• Parasentese
• Vasodilator
• O2 hiperbarik
Pengobatan dini dapat dengan menurunkan TIO, selain dengan masase bola mata bisa juga dengan asetazolamid atau parasentese bilik mata depan.

h. Prognosis
Penyulit yang dapat timbul adalah glaucoma neovaskuler.
retina vaskular dissorder
2.1. Pengertian
Penyakit Vaskuler Retina merujuk pada berbagai penyakit mata yang mempengaruhi pembuluh darah pada mata. Kondisi ini terhubung dengan penyakit vaskuler yang ada, seperti tekanan darah tinggi dan arterosklerosis (penebalan dinding arteri).
Kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata bisa berupa perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.

2.2. Jenis Penyakit Vaskular Retina
Penyakit Vaskuler Retina yang paling umum adalah :
a. Retinopati Hipertensif
b. Oklusi Vena Retina (RVO)
c. Oklusi Arteri Retina Sentral (CRAO)
d. Retinopati Diabetik (Lebih lanjut tentang Retinopati Diabetik)
Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan pembuluh darah mata menyempit, bocor dan mengeras seiring waktu karena pembuluh ini dikenakan tekanan darah berlebih berkelanjutan. Pada beberaoa kasus, ini dapat menyebabkan saraf optik membengkak dan mengakibatkan masalah penglihatan. (Lebih lanjut tentang bagaimana mata bekerja).

2.3. Retinopati Hipertensif
a. Pengertian
Retinopati Hipertensif adalah kerusakan retina akibat tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit ini terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (misalnya pada hipertensi maligna dan toksemia gravidarum).

b. Etiologi
• Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)
• Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia, pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta).

c. Patofisiologi
Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem retina dan perdarahan retina. Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa :
1. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.
2. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)
3. Percabangan arteriol yang tajam.
Bila kelainan berupa sclerosis dapat tampak sebagai :
1. Refleks cooper wire
2. Refleks silver wire
3. Sheating
4. Lumen pembuluh darah yang ireguler
5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
• Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya.
• Deviasi : pergeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil.
• Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Kelainan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure.
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk :
• cotton wool patches yang merupakan edema serat – serat retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 – 3 diameter pupil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
• Eksudat pungtata yang tersebar.
• Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.
Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped).

d. Manifestasi Klinis
Retinopati hipertensi dapat terjadi dalam 4 keadaan, yaitu :
1. Simple hipertensi tanpa sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda, tanda pada retina dapat berupa kontriksi dari arteriole dimana akan menjadi pucat dan terdapat perdarahan tetapi tidak terdapat eksudat
2. Hipertensi dengan involutionary sklerosis
Ditemukan pada pasien usia tua, gambaran dari arteriosklerotik dapat terjadi. Tanda vaskular hanya menjelaskan bertambahnya lokal kontriksi dan dilatasi dari pembuluh darah dengan vaskular sheath dan deposit dari hard eksudat dan kadang terdapat perdarahan tanpa adanya oedema. Seringkali perubahan pada pembuluh darah terjadi bilateral, retinopati yang menetap pada satu mata dapat mengakibatkan insufisiensi karotid pada tepinya. Prognosisnya relatif baik.
3. Arteriolar (difuse hyperplastic) sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda. Kebanyakan arteri pada usia muda merespon hipertensi dengan proliferatif dan fibrous, perubahan terutama cenderung mengenai media. Pada ginjal berupa kronik glomerulonefritis dan gambaran opthalmoskop klasik diketahui sebagai albuminuria atau timbulnya renal retinopati. Pembuluh darah menunjukan bukti adanya hipertensi. Penyempitan dan berkelok – keloknya pembuluh darah dengan tanda arterio-venous crossing, sedangkan pada multiple hemorhage dapat timbul dengan udem dan cotton wool patches pada stadium awal dan adanya hard eksudat tersebar dan sering membentuk makulare star pada stadium akhir atau lanjut. Jika pasien dapat bertahan, terdapat tanda perubahan dari fundus yang menjadi regresi dan meskipun kebutaan tidak terjadi tetapi penglihatan yang berkurang dapat menjadi masalah yang cukup serius. Kematian disebabkan oleh uremia.
4. Malignan hypertension
Adalah sebuah ekspresi dari akselerasi progresif dari stadium hipertensi pada pasien dengan relatif young arteriole (umur muda) tidak terlindung oleh sklerosis. Penggabungan dari renal insufisiensi dan gambaran dari fundus dapat diketahui sebagai hipertensi neuroretinopati yang didominasi oleh gambaran udem. Seluruh retina dapat menjadi gelap / suram karena adanya general udem yang banyak pada disc, mengakibatkan dalam stadium dari papiledema dengan multiple cotton wool patches, hard eksudat dapat menjadi berlebihan menandai bahwa patches form enormous masse diantaranya. Tanda makular star seringkali yang paling utama. Penglihatan seringkali menjadi kabur / suram. Pada kasus seperti itu, khususnya ketika papiledema menjadi tanda. Prognosisnya adalah tidak jelas dan bila tidak hipertensi dapat dikontrol dengan obat – obatan atau metode bedah. Kehidupan tidak selalu berlangsung lebih dari 2 tahun. Jika terapi umum berhasil, kesan opthalmoscopy secara dramatis menjadi lebih baik dan penglihatan dapat di perbaiki tetapi prognosis akhir adalah tidak menyenangkan.

e. Tanda dan Gejala
Gejala pada retinopati hipertensi : sering asimtomatik dan kadang menyebabkan penurunan penglihatan.
Tanda utamanya berupa general atau lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral. Tanda lainnya dapat berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus sklerosis (cooper / silver wering), cotton wool spot, hard eksudat yang berupa macular star figure, flame haemorrhage, retinal edema, arteriol makroaneurisme, dan atropi korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya yang jarang terjadi adalah ablasio retina, perdarahan vitreous, penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau vena. Dan neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang.
Pada retinopati hipertensi stadium lanjut berupa retinopati hpertensi malignan menunjukan adanya papiledema ditambah tanda lainnya yang telah disebutkan diatas.

f. Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi menurut Scheie, Adalah sebagai berikut :
• Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah setempat.
• Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang – kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh arteri tegang, membentuk cabang keras.
• Stadium III : Lanjutan stadium II, dengan eksudat cotton, dengan akibat perdarahan yang terjadi akibat diastole diatas 120 mmHg, kadang – kadang terdapat keluhan berkurangnya penglihatan.
• Stadium IV : Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastole kira – kira 150 mmHg.

Menurut Keith Wagener Barker (1939), mengklasifikasikan pasien retinopati hipertensif kedalam 4 kelompok.
• Stadium I dan II terbatas pada perubahan arteriol disertai pelemahan dan peningkatan refleksi cahaya (kawat “tembaga” atau “perak”).
• Penekanan lebih ditujukan kepada stadium III dan IV. Yang mencakup bercak cotton wool, eksudat keras, perdarahan, dan perubahan mikrovaskuler luas. Stadium IV dibedakan dengan adanya gambaran tambahan berupa edema diskus optikus.

Juga membuat klasifikasi, dimana klasifikasi ini dibuat berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun.
• Derajat 1. Penciutan pembuluh darah. Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal.
• Derajat 2. Penambahan penciutan, ukuran pembuluh nadi dalam diameter yang berbeda – beda dan terdapat fenomena crossing. Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal.
• Derajat 3. Tanda – tanda pada derajat 2 ditambah perdarahan retina dan cotton wool patches. Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal.
• Derajat 4. tanda – tanda derajat 3 dengan edema papil yang jelas. Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal.

g. Pengobatan
Dengan mengatasi dan mengontrol hipertensi dengan obat – obatan antihipertensi.

2.4. Oklusi Vena Retina (RVO)
a. Pengertian
Penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata.
Vena retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah dari retina.
Penyumbatan vena retina menyebabkan vena yang lebih kecil membengkak dan berkelok-kelok. Permukaan vena menjadi bengkak dan darah bisa merembes ke dalam retina.
Penyumbatan vena retina terutama terjadi pada usia lanjut yang menderita glaukoma, diabetes, tekanan darah tinggi atau suatu keadaan dimana darah menjadi lebih kental (misalnya terlalu banyak sel darah merah).
Penyumbatan vena retina menyebabkan penurunan fungi penglihatan yang terjadi secara lebih lambat dibandingkan dengan penyumbatan arteri retina.
Perubahan yang terjadi berupa pertumbuhan pembuluh darah baru yang abnormal di dalam retina dan terjadinya glaukoma.

b. Epidemiologi
Kelainan ini biasanya mengenai usia pertengahan. Biasanya penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbatan vena sentralis retina mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah, arteriosklerosis, papil edema, retinopati radiasi, dan penyakit pembluh darah. Thrombosis dapat terjadi akibat endofeblitis.


d. Patofisiologi
Sebab-sebab terjadinya CRVO adalah :
• Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
• Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri sepeerti fibrosklerosis atauy endofeblitis.
• Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diskrasia darah atau spasme arteri retina yan g berhubungan.
Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah macula.

e. Manifestasi Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tertinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata.

f. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran klinis bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil teersebar dan bercak cotton wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahn rerina superficial dan dalam. Pada funduskopi ditemukan :
• Papil udem
• Tortositas vena meningkat, vena terlihat melebar dan berkelok-kelok
• Flame shape appearance
Selain itu, dapat dilakukan pengukuran lemak serum, protein plasma, glukosa plasma, dan penilaian kekentalan darah dengan perkiraan hb, hematokrit, dan fibrinogen. Pada pasien usia muda, kadar protein C, protein S, dan antitrombin III harus diperiksa untuk menyingkirkan kelainan sistem trombolitik. Jika terdapat hipertensi, dianjurkan pemeriksaan uji fungsi ginjal sederhana, termasuk ureum dan elektrolit, pengukuran klirens kreatinin, pemeriksaan urin secara mikroskopik, dan USG ginjal.


g. Penatalaksanaan
• Control dan observasi penyakit dalam
• Fotokoagulasi, terutama pada kasus penurunan tajam penglihatan akibat penyumbatan
• Kalau timbul glaukoma, lebih sulit diatasi. Bisa dilakukan siklokro terapi, alcohol retrobulber untuk rasa sakit, dan enukleasi
• Pembedahan bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan

h. Prognosis
Prognosis umumnya jelek, terutama untuk visus. Angiografi floresens menunjukkan dua jenis respon; tipe noniskemik, dengan dilatasi dan edema pembuluh darah; dan tipe iskemik, dengan daerah-daerah nonperfusi kapiler yang luas atau bukti adanya neovaskularisasi segmen anterior atau retina.
Jika udem dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh, maka dapat memperbaiki visus.

2.5. Oklusi Arteri Retina (RAO)
a. Pengertian
Arteri retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah ke retina.
Jika arteri retina tersumbat, maka akan terjadi kebutaan mendadak tanpa disertai rasa nyeri.
Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh aterosklerosis, bekuan darah atau endapan lemak (biasanya lemak yang berasal dari sumsum tulang yang patah dan masuk ke dalam aliran darah sebagai emboli). Penyebab lainnya adalah peradangan pembuluh darah di kepala (arteritis temporalis).
Pelebaran arteri retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbon dioksida dan oksigen. Dengan cara ini penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang terkena.



b. Epidemiologi
Sering terjadi pada usia tua atau usia pertengahan. Tempat tersumbatnya arteri sentralis retina biasanya di daerah lamina kribrosa.

c. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma.

d. Patofisiologi
Emboli adalah penyebab tersering dari CRAO. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyakit emboli jantung.
Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migraine, keracunan alcohol, tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan pembuluh datah retina terjadi pada peninggian TIO, stenosis aorta atau arteri karotis.
Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Cherry red spot adalah pigmen koroid dan RPE yang dilihat melalui daerah foveola.

e. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan CRAO dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli.
Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokor. Ketajaman penglihatan berkisar antara hitung jari dan persepsi cahaya.

f. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fundoskopi ditemukan :
• Fundus pucat
• Arteri halus sampai hilang
• Cherry red spot
• Cattle track appearance

g. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan:
• Masase bola mata
• Parasentese
• Vasodilator
• O2 hiperbarik
Pengobatan dini dapat dengan menurunkan TIO, selain dengan masase bola mata bisa juga dengan asetazolamid atau parasentese bilik mata depan.

h. Prognosis
Penyulit yang dapat timbul adalah glaucoma neovaskuler.

Askep Endoftalmitis

Askep Endoftalmitis
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain, sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain. kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan.
(Brunner dan Suddarth, 2001)
Inflamasi ,inefksi dan peradangan dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan mata. kelainan-kelainan yang umum terjadi pada mata oarng dewasa meliputi sebagai berikut :
1. Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtira, kornea, koroid badan ciriary dan iris
2. Katarak, kekeruhan lensa
3. Glaukoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP)
4. Retina robek/lepas
5. Endoftalmitis, peradangan lapisan mata
Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata merah hanya penyakit biasa cukup diberi tetes mata biasa sudah cukup. padahal bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina. untuk itu kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penata laksanaan radang yaitu pada endoftalmitis (Barbara C.Long, 1996)
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan pembaca tentang penyakit endoftalmitis
2. Tujuan Khusus
1.Mengetahui definisi endoftalmitis
2. Mengetahui etiologi dari endoftalmitis
3. Mengerti tentang tanda dan gejala endoftalmitis
4. Mengetahui klasifikasi endoftalmitis
5. Mengetahui patofisiologi endoftalmitis
6. Mengetahui cara pencegahan dan penatalaksanaan endoftalmiti
7. Mengetahui komplikasi dari endoftalmitis













BAB II
KONSEP MEDIS
A. Pengertian endoftalmitis
- Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh lapisan mata bagian dalam, cairan dalam bola mata (humor vitreus) dan bagian putih mata (sklera).
- Merupakan radang purulen pada seluruh jaringan intra okuler disertai dengan terbentuknya abses didalam badan kaca. Penyebab Sepsis, selulitis orbita, trauma tembus, ulkus.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya endoftalmitis antara lain:
1. Tindakan pembedahan.
2. Luka yang menembus mata.
3. Bakteri. Penyebab paling banyak adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan spesies Streptococcus
4. Jamur. Penyebab paling banyak adalah Aspergilus, fitomikosis dan aktinomises.
C. Tanda dan Gejala
Peradangan yang disebabkan bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh. Selain itu akan terjadi penurunan tajam penglihatan dan fotofobia (takut cahaya). Endoftalmitis akibat pembedahan biasa terjadi setelah 24 jam dan penglihatan akan semakin memburuk dengan berlalunya waktu. Bila sudah memburuk, akan terbentuk hipopion, yaitu kantung berisi cairan putih, di depan iris.
Gejalanya seringkali berat, yaitu berupa:
- nyeri mata
- kemerahan pada sklera
- fotofobia (peka terhadap cahaya)
- gangguan penglihatan.
Tanda seringkali muncul:
Kelopak merah, bengkak, dan sukar dibuka, kornea keruh, bilik mata keruh.

D. Kalsifikasi
Terdapat 2 tipe endoftalmitis, endogen dan eksogen
1. Endoftalmitis endogen diakibatkan penyebaran bakteri dari tempat lain di tubuh kita melalui aliran darah
2. Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen sangat jarang, hanya 2-15% dari seluruh endoftalmitis.
E. Patofisologi
Endoftalmitis atau abses korpus vitreus adalah peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif dalam bola mata, dan akan mengakibatkan abses di badan kaca. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen akibat penyebaran bakteri, jamur atau parasit dari fokus infeksi dalam tubuh.
Peradangan oleh bakteri memberikan gambaran berupa rasa sakit yang sangat, kelopak mata merah dan bengkak, bilik mata depan keruh, kadang disertai hipopion. Di dalam badan kaca dapat ditemukan massa putih abu-abu hippion ringan dan bentuk abses satelit di dalam badan kaca.


F. Penatalaksanaan

Pengobatan endoftalmitis tergantung penyebabnya. Segera setelah diagnosis endoftalmitis ditegakkan, pengobatan dapat diberikan karena keterlambatan beberapa jam saja dapat membedakan hasil yang diinginkan. Bila disebabkan oleh bakteri, dan hal ini sudah dikonfirmasikan pemeriksaan laboratorium, antibiotik dapat dipakai. Antibiotik ini dapat berbentuk tetes mata, per oral (diminum) atau lewat intra vena. Suntikan antibiotik dapat langsung dilakukan ke dalam mata. Bila penyebabnya adalah jamur, dapat diberikan antijamur seperti Amphotericin B yang langsung disuntikan ke dalam mata ataupun Fluconazol yang pemberiannya per oral (diminum). Jika infeksi sudah semakin berat, dokter spesialis mata dapat melakukan tindakan bedah yang disebut Vitrectomy untuk mengangkat cairan dan nanah dari dalam mata.
G. Pencegahan
Jika pernah mengalami operasi katarak, pencegahan resiko terjadinya infeksi dengan cara mengikuti instruksi dokter tentang perawatan mata setelah operasi dan juga kontrol yang teratur ke dokter mata untuk mengetahui perkembangan perbaikan mata setelah operasi. Untuk mencegah endoftalmitis yang disebabkan karena trauma mata, gunakan pelindung mata di tempat kerja dan saat berolahraga berat. Kacamata pelindung atau helm dapat melindungi dari terjadinya trauma pada mata di tempat kerja.
H. Komplikasi
Kebutaan







BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a. Pengkajian ketajaman mata
b. Pengkajian rasa nyeri
c. Kesimetrisan kelopak mata
d. Reaksi mata terhadap cahaya/gerakan mata
e. Warna mata
f. Kemampuan membuka dan menutup mata
g. Pengkajian lapang pandang
h. Menginspeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan 4
inflamasi
( Brunner dan Suddarth, 2001)
Analisa Data
a. Data fokus
1). Nyeri (ringan sampai berat)
2). Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
3). Ketajaman pengelihatan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri pada mata berhubngan dengan proses peradangan dan inflamasi
b. Gangguan penglihatan berhubungan proses peradangan
c. Gangguan citra tubuh berhubung dengan hilangnya penglihatan
3. Fokus Intervensi
a. Nyeri pada mata berhubngan dengan proses peradangan dan inflamasi
Tujuan yang diharapkan
Keadaan nyeri pasien berkurang
Intervensi
1). Beri kompres basah hangat
Rasionalisasi : Mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan membersihkan mata
2). Beri irigasi
Rasionalisasi : untuk mengeluarkan sekret, benda asing/kotoran dan zat-zat kimia dari mata
(Barbara C .Long, 1996)
5). Beri obat untuk megontrol nyeri sesuai resep
Rasionalisasi : pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri
(Brunner dan Suddarth, 1996)
b. Gangguan penglihatan berhubungan proses peradangan
Tujuan yang diharapkan Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Intervensi
1). Tentukan ketajaman, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
Rasionalisasi : kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progesif, bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda tetapi,
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
2). Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
Rasionalisasi : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan menurunkan cemas.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
c. Gangguan citra tubuh berhubung dengan hilangnya penglihatan
Tujuan yang diharapkan
Menyatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilan tentang penilaian diri
Intervensi
1). Berikan pemahaman tentang kehilangan untuk individu dan orang dekat, sehubungan dengan
terlihatnya kehilangan, kehilangan fungsi, dan emosi yang terpendam
Rasionalisasi : Dengan kehilangan bagian atau fungsi tubuh bisa menyebabkan individu
melakukan penolakan, syok, marah, dan tertekan
2). Dorong individu tersebut dalam merespon terhadap kekurangannya itu tidak dengan
penolakan, syok, marah,dan tertekan
Rasionalisasi : Supaya pasien dapat menerima kekurangannya dengan lebih ikhlas
3). Sadari pengaruh reaksi-reaksi dari orang lain atas kekurangannya itu dan dorong membagi
perasaan dengan orang lain.
Rasionalisasi : Bila reaksi keluarga bagus dapat meningkatkan rasa percaya diri individu dan
dapat membagi perasaan kepada orang lain.
4). Ajarkan individu memantau kemajuannya sendiri
Rasionalisasi : Mengetahui seberapa jauh kemampuan individu dengan kekurangan yang dimiliki
(Lynda Jual Carpenito, 1998)





BAB III
A. Kesimpulan
Mata merupakan bagian yang sangat peka. mata dapat terjadi infeksi mata/radang mata yang disebabkan oleh virus, bakteri, trauma, penyakit sistemik, ataupun sensitivitas terhadap suatu zat. Seperti halnya endoftalmitis, Endoftalmitis atau abses korpus vitreus adalah peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif dalam bola mata, dan akan mengakibatkan abses di badan kaca. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen akibat penyebaran bakteri, jamur atau parasit dari fokus infeksi dalam tubuh. Peradangan oleh bakteri memberikan gambaran berupa rasa sakit yang sangat, kelopak mata merah dan bengkak, bilik mata depan keruh, kadang disertai hipopion. Di dalam badan kaca dapat ditemukan massa putih abu-abu hippion ringan dan bentuk abses satelit di dalam badan kaca.
B. Saran
1. Untuk klien yang terkena penyakit peradangan pada mata, penulis berharap klien segera berobat atau peradangan tersebut segera diobati agar tidak terjadi kerusakan pada mata atau komplikasi-komplikasi yang lain
2. Kita harus menjaga kebersihan mata dan menghindari kosmetik yang berlebihan, karena kosmetik yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya peradangan pada mata


Daftar Pustaka
Diposkan oleh Ardyan

PADA PASIEN DENGAN GLUKOMA

PADA PASIEN DENGAN GLUKOMA

A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.



2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.








D. PATHWAY GLAUKOMA

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata



Obstruksi jaringan peningkatan tekanan
Trabekuler Vitreus



Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous




TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat




Gangguan saraf optik tindakan operasi




Perubahan penglihatan
Perifer




Kebutaan






E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)


c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.















DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982

2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.

3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992

4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000

5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998

6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002

PADA PASIEN DENGAN GLUKOMA

PADA PASIEN DENGAN GLUKOMA

A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.



2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.








D. PATHWAY GLAUKOMA

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata



Obstruksi jaringan peningkatan tekanan
Trabekuler Vitreus



Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous




TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat




Gangguan saraf optik tindakan operasi




Perubahan penglihatan
Perifer




Kebutaan






E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)


c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.















DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982

2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.

3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992

4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000

5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998

6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002

Baru Chelsea olivia Gandeng Cowok Baru,Namanya Ardyan