Definisi nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu
rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Menurut Engel (1970) menyatakan
nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh
dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang
nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang
yang mengalami nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada.
Definisi ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey
& Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).
Universitas Sumatera Utara
1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Nyeri
merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting
dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Menurut Potter
& Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan
antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang
dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan
beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak
yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
Anak belum
bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada
anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
Seorang
perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhana dan tepat untuk
membantu anak dalam membantu anak dalam memahami dan mendeskripsikan nyeri.
Sebagai contoh, pertanyaan kepada anak, “ Beritahu saya
Universitas Sumatera Utara
dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya lakukan untuk
menghilangkan sakit kamu?”. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan
tepat.
Perawat dapat
menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi wajah yang berbeda,
seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak dapat menunjukkan
gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis
kelamin
Gill (1990)
mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan
mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak
laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat
menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post
operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan
nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).
Universitas Sumatera Utara
Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi
oleh latar belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) nyeri
biasanya menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar
belakang budaya yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori
yaitu tenang dan emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang
umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki sikap dapat menahan
nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan berekspresi secara verbal dan akan
menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis (Marrie, 2002).
Nilai-nilai
budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi
nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien
dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti
diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku
nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali
nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini
berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang.
Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih
besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan
respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri
pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
Universitas Sumatera Utara
d. Ansietas
Meskipun pada
umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak
seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu
hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan
bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan
dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan
persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah
dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare,
2002).
e. Pengalaman
masa lalu dengan nyeri
Seringkali
individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut
individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan.
Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin
nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini
hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat
meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.
Cara seseorang
berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang
kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat
Universitas Sumatera Utara
saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten.
Efek yang
tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan
pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan
nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih
sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri
dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
f. Efek
plasebo
Efek plasebo
terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena
sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima
pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan
positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien
tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya.
Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang
diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan
pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam
meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Sumatera Utara
g. Keluarga
dan Support Sosial
Faktor lain
yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang
terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga
atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran
orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi
nyeri (Potter & Perry, 1993).
h. Pola koping
Ketika
seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal
yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan
tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan
jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk
mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai
rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping
lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support
emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi
dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan
untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang
datang (Potter & Perry, 1993).
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Klasifikasi Nyeri
Nyeri
dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya datang
tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung
beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 1996).
Berger (1992)
menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung
kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung,
frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat
pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri kronik
adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu.
Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner &
Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor
(1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam gangguan,
terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik
pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini
berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau
intermitten.
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Fisiologi Nyeri
Menurut
Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses
penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel
syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri
dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat
khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.
Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada
jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari
prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim
proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan
impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut
Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap
sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut
traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir
pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke
korteks serebri.
Agar nyeri
dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan.
Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam
kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
Universitas Sumatera Utara
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi
informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah
membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras
asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu
tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi
dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang
kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri
dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri
memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel
inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang
menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
1.5. Nyeri
post-operasi
Toxonomi
Comitte of The International Assocation mendefinisikan nyeri post operasi
sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi
suatu kerusakan (Alexander, 1987).
Nyeri post
operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh negatif pada
penyembuhan nyeri. kontrol nyeri sangat penting sesudah
Universitas Sumatera Utara
pembedahan, nyeri yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan,
bernafas lebih mudah dan dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat.
Pengkajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus digunakan untuk memastikan
bahwa nyeri pasien post operasi dapat dibebaskan (Weist et all, 1983; Torrance
& Serginson, 1997).
Menurut Potter
dan Perry (1993); Torrance dan Sergison (1997) secara umum respon pasien
terhadap nyeri terbagi atas: (1) respon perilaku, dan (2) respon yang
dimanifestasikan oleh otot dan kelenjar otonom.
Respon
perilaku terdiri dari (1) secara vokal: merintih, menangis, menjerit, bicara
terengah-engah dan menggerutu, (2) ekspresi wajah: meringis, merapatkan gigi,
mengerutkan dahi, menutup rapat atau membuka lebar mata atau mulut, menggigit
bibir dan rahang tertutup rapat, (3) geraakan tubuh: kegelisahan, immobilisasi,
ketegangan otot, peningkatan pergerakan tangan dan jari, melindungi bagian
tubuh, (4) interaksi sosial: menghindari percakapan, hanya berfokus pada untuk
aktivitas penurunan nyeri, menghindari kontak sosial, berkurangnya perhatian.
Respon yang
dimanifestasikan oleh otot polos dan kelenjar-kelenjar (Philips & Cousin,
1986, dikutip dari Torrance & Serginson, 1997), terdiri atas (1) nausea,
(2) muntah, (3) stasis lambung, (4) penurunan motilitas usus, (5) peningkatan
sekresi usus, (6) gangguan aktivitas ginjal.
Universitas Sumatera Utara
1.6.
Manajenen nyeri non-farmakologi: teknis distraksi
Distraksi adalah teknis memfokuskan perhatian
pasien pada sesuatu selain pada nyeri (Brunner & Suddarth, 1996). Distraksi
diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung
pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain
nyeri (Brunner & Suddarth, 1996).
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan
menoton sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks.
Kunjungan dari keluarga dan teman-teman sangat efektif dalam meredakan nyeri.
Orang lain mungkin akan mendapatkan peredaan nyeri melalui permainan dan
aktivitas yang membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan
nyeri melalui distraksi, terutama mereka yang mengalami nyeri hebat. Dengan
nyeri hebat klien mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut
serta dalam aktivitas mental atau fisik yang kompleks (Smeltzer & Bare,
2002).
Menurut Taylor
(1997), cara-cara yang dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain: (1)
penglihatan: membaca, melihat pemendangan dan gambar, menonton TV, (2)
pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik air, (3) taktil
kinestik: memegang orang tercinta, binatang peliharaan atau mainan, pernafasan
yang berirama, (4) projek: permainan yang menarik, puzzle, kartu, menulis
cerita, mengisi teka-teki silang.
Universitas Sumatera Utara
2. Anak
2.1. Anak usia sekolah
Anak usia
sekolah adalah dimana anak telah memasuki usia sekolah. Anak usia sekolah
adalah akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari 6 tahun sampai anak
mencapai kematangan seksual. Yaitu sekitar 13 tahun bagi anak perempuan dan 14
tahun bagi anak laki-laki (Hurlock, 1999).